Allah Menciptakan Dan Memberi Kita Rizki Dan
Tidak Membiarkan Kita Begitu Saja
Di dunia ini, Allah Ta’ala telah memberikan dan melimpahkan kita berbagai
macam nikmat dan rizki yang tidak terhitung jumlahnya. Allah Ta’ala memelihara
kita di dunia ini dengan rizki-Nya, setelah sebelumnya Allah menciptakan kita.
Lalu, apakah hal itu Allah lakukan hanya karena “suka-suka” dan “main-main”
saja, tidak ada hikmah dan tidak ada tujuan tertentu?
Beriman bahwa Allah adalah Dzat yang Menciptakan Kita
Sebagaimana yang telah kita maklumi bersama bahwa Allah Ta’ala menciptakan
kita setelah sebelumnya kita tidak ada. Allah Ta’ala berfirman,
هَلْ
أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
“Bukankah
telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan [76]: 1).
Allah
Ta’ala juga berfirman,
قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ
هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا
“Tuhan
berfirman, ‘Demikianlah.’ Tuhan berfirman, ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku. Dan
sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu)
belum ada sama sekali.’” (QS. Maryam [19]: 9).
Adapun yang
menciptakan kita adalah Allah Ta’ala. Hal ini dapat kita ketahui berdasarkan
dalil sam’i (dalil berupa wahyu) dan dalil ‘aqli (dalil berupa logika).
Berdasarkan dalil sam’i misalnya firman Allah Ta’ala,
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
“Allah
adalah Pencipta segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar [39]: 62).
Adapun dalil
logika, sebagaimana yang ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ
شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
“Apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri)?” (QS. Ath-Thuur [52]: 35).
Dalam ayat
ini terdapat dalil logika tentang pencipataan manusia. Karena berdasarkan
logika kita, adanya manusia dan dunia ini tidak lepas dari tiga kemungkinan.
Kemungkinan pertama, mereka ada tanpa adanya pencipta apa pun. Kemungkinan ke
dua, mereka menciptakan diri mereka sendiri. Dan kemungkinan yang ke tiga, ada
yang menciptakan, Dia–lah Rabb Yang Maha kuasa. Kemungkinan pertama dan ke dua
tentu kemungkinan yang tidak benar, sedangkan yang benar adalah kemungkinan ke
tiga. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala mengajak manusia untuk berfikir (yang
artinya), “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?”
Beriman
bahwa Allah adalah Dzat yang Memberikan Rizki kepada Kita dan Tidak akan
Membiarkan Kita Begitu Saja
Setelah
menciptakan kita, maka Allah Ta’ala pun memberikan kepada kita berbagai rizki
yang dapat membantu dan memudahkan kehidupan kita di dunia ini. Dan dengan
rizki itulah kita dapat mewujudkan tujuan penciptaan kita di dunia ini, yaitu
beribadah kepada-Nya semata. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ
يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya
Allah memberi rizki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS.
Ali ‘Imran [3]: 37).
Setelah
Allah Ta’ala menciptakan kita, maka ketahuilah bahwa Allah tidaklah lantas
membiarkan kita begitu saja. Allah Ta’ala menciptakan dan memberi kita rizki
karena hikmah tertentu. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan kita hanya sekedar
main-main saja tanpa tujuan. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا
خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka
apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main
(saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minuun
[23]: 115).
Allah
Ta’ala juga berfirman,
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ
يُتْرَكَ سُدًى (36) أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى (37) ثُمَّ كَانَ
عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى (38)
“Apakah
manusia mengira, bahwa dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggung-jawaban)? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke
dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya, dan menyempurnakannya?” (QS. Al-Qiyamah [75]: 36-38).
Dalam ayat
yang lain Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ
وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا فَوَيْلٌ
لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ
“Dan kami
tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa
hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir. Maka celakalah
orang-orang kafir itu, karena mereka akan masuk neraka.” (QS. Shaad [38]: 27).
Ibadah:
Hikmah dan Tujuan Penciptaan Manusia
Allah
Ta’ala tidaklah menciptakan kita di dunia ini untuk hidup bersenang-senang
saja, sekedar untuk makan-minum, istirahat, foya-foya, dan bergembira, dan
setelah itu kita meninggal tanpa ada urusan lagi atau pertanggung-jawaban apa
pun. Allah tidaklah menciptakan kita sebagaimana binatang, yang tidak dibebani
syariat apa pun, baik berupa perintah maupun larangan. Akan tetapi, Allah
Ta’ala menciptakan kita karena hikmah yang sangat agung dan karena tujuan yang
sangat mulia, yaitu agar kita beribadah kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala
berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا
أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57)
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.
Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku juga tidak menghendaki
supaya mereka memberi-Ku makan.” (QS. Adz-Dzaariyat [51]: 56-57).
Kehidupan
Dunia, Tempat Berladang dan Bercocok Tanam
Oleh karena
itulah, kehidupan kita di dunia ini hakikatnya bagaikan tempat berladang dan
bercocok tanam, yang akan kita petik hasilnya di negeri akhirat kelak. Kita
menyiapkan diri kita dengan berbagai amal shalih. Setelah itu kita pun mati,
dibangkitkan, dihisab, dan diberi balasan terhadap amal yang telah kita
kerjakan.
Sebetulnya,
akal kita pun telah menunjukkan hal itu. Karena tentu merupakan hal yang
bertentangan atau tidak sesuai dengan hikmah Allah Ta’ala ketika Dia
menciptakan manusia, memberikan mereka berbagai macam rizki, kemudian setelah
itu dibiarkan begitu saja, tanpa ada pertanggung-jawaban dan balasan apa pun. Ini
adalah perbuatan sia-sia. Oleh karena itu, sebuah keniscayaan untuk memberikan
balasan amal-amal manusia di dunia ketika berada di negeri akhirat kelak.
Marilah
kita berfikir sejenak, ketika di dunia bisa saja kita melihat seseorang yang
sangat bersemangat beribadah kepada Allah Ta’ala, akan tetapi dia hidup dalam
kemiskinan. Di sisi lain, ada seseorang yang sangat dzalim dan sering melanggar
hak orang lain, namun tidak mendapatkan balasan (hukuman) apa-apa di dunia. Ada
pula orang kafir yang menentang Allah dan Rasul-Nya, namun hidupnya mewah dan
penuh dengan kesenangan dan kecukupan. Apakah sesuai dengan keadilan dan hikmah
Allah Ta’ala, ketika Allah membiarkan hamba-Nya yang taat tanpa ada balasan apa
pun dan membiarkan orang kafir tanpa ada hukuman apa pun, kalau setelah
kehidupan di dunia tidak ada pertanggung-jawaban? Hal ini bertentangan dengan
hikmah Allah Ta’ala sama sekali. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala menjadikan
negeri yang lain, yaitu negeri akhirat, sehingga Allah Ta’ala membalas
hamba-Nya yang taat atas ketaatannya dan membalas hamba-Nya yang durhaka atas
kedurhakaannya.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa dunia adalah ladang untuk beramal,
sedangkan akhirat adalah negeri balasan, baik surga maupun neraka. Allah Ta’ala
tidak akan membiarkan kita begitu saja, sebagaimana sangkaan orang-orang
musyrik -yang tidak beriman dengan hari kebangkitan- yang Allah Ta’ala
ceritakan dalam firman-Nya,
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا
حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ
وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
“Dan mereka
berkata,’Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati
dan kita hidup, dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa.’ Dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 24).
Allah
Ta’ala sendiri telah membantah anggapan mereka itu dalam firman-Nya,
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ
كَالْمُجْرِمِينَ (35) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (36)
“Maka
apakah patut kami menjadikan orang-orang Islam itu sama (balasannya) dengan
orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau adakah kamu (berbuat demikian),
bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Al-Qalam [68]: 35-36)
Dalam ayat
yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ
اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Apakah
orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan
mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih, yaitu sama
antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka
itu.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 21).
Untuk
Mewujudkan Tujuan Penciptaan, Diutuslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam
Agar
manusia dapat mewujudkan tujuan penciptaan tersebut –yaitu beribadah
kepada-Nya-, maka Allah Ta’ala pun mengutus rasul kepada kita, yaitu Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ibadah tidaklah didasarkan atas sangkaan
baik kita semata atau didasarkan atas ikut-ikutan orang lain. Sehingga Allah
Ta’ala pun mengutus rasul untuk menjelaskan kepada kita bagaimana cara
beribadah kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu, di antara hikmah diutusnya
rasul adalah untuk menjelaskan bagaimana tatacara beribadah yang benar kepada
Allah Ta’ala dan melarang manusia dari perbuatan syirik dan kekafiran.
Di antara
dalil yang menunjukkan pengutusan rasul ini adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ
رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُولًا (15)
فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا (16)
“Sesungguhnya
kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang rasul, yang
menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana kami telah mengutus (dahulu) seorang
rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai rasul itu, lalu kami siksa dia
dengan siksaan yang berat.” (QS. Al-Muzammil [73]: 15-16).
Barangsiapa
yang menaati rasul tersebut, maka sungguh dia telah mendapatkan petunjuk dan
masuk surga. Dan barangsiapa yang durhaka kepada rasul, maka dia berada dalam
kesesatan dan masuk neraka. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika
kamu taat kepadanya (rasul), niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS.
An-Nuur [24]: 54).
Allah
Ta’ala juga berfirman,
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan taatlah
kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nuur [24]: 56).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« كُلُّ أُمَّتِى
يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، إِلاَّ مَنْ أَبَى » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
وَمَنْ يَأْبَى قَالَ « مَنْ أَطَاعَنِى دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِى
فَقَدْ أَبَى »
“Seluruh
umatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan.” Para sahabat
bertanya,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang enggan itu?” Rasulullah
menjawab,”Barangsiapa yang taat kepadaku, maka masuk surga. Dan barangsiapa
yang durhaka kepadaku, maka dia adalah orang yang enggan (masuk surga).” (HR.
Bukhari, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« وَالَّذِى نَفْسُ
مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ
وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ
إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ »
“Demi Dzat
yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun dari umatku
yang mendengar dakwahku, meskipun seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian mati
dalam keadaan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali dia adalah
penghuni neraka.” (HR. Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Karena
rasul telah menjelaskan segala hal tentang kewajiban kita kepada Allah Ta’ala
di dunia ini, maka tidak boleh ada seorang pun yang mengatakan pada hari
kiamat, “Saya tidak tahu bahwa aku diciptakan untuk beribadah kepada Allah.
Saya tidak tahu apa yang Allah perintahkan dan apa yang Allah larang.” Hal ini
karena hal itu telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan pengutusan rasul, maka tegaklah hujjah Allah Ta’ala kepada manusia.
Sehingga tidak ada lagi alasan yang dapat dipakai oleh manusia ketika mereka
durhaka kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ
وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka
kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan
agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya
rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.
An-Nisa’ [4]: 165).
Semoga
Allah Ta’ala memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita
dapat mewujudkan tujuan penciptaan kita di dunia ini, yaitu beribadah dan taat
kepada-Nya, serta tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
***
Selesai
disempurnakan ba’da dzuhur, Sint-Jobskade Rotterdam NL, Sabtu 5 Sya’ban 1436
Yang senantiasa
membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,
Penulis: dr. M Saifudin Hakim, M.Sc.,
Ph.D.
Referensi:
Hushuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul,
‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, Maktabah Ar-Rusyd Riyadh KSA, cetakan ke dua,
tahun 1430.
Syarhu Al-Ushuuli Ats-Tsalaatsah, Syaikh Dr. Shalih
Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan, Daar Al-Imam Ahmad Kairo Mesir, cetakan
pertama, tahun 1427.
—
Artikel Muslim.or.
1 komentar:
dewa kemenangan hanya ada di dewalotto dengan peluang menang dan beragam jenis permainan mendorong anda supaya bisa memainkan permainan kami
yuk silahkan kunjungin ya hnya di dewalotto :)
ADD WA +85569312579 Terima Kasih admint...:)
Posting Komentar