Keutamaan Keutamaan
Umat Nabi Muhammad SAW
Mahasuci Allah yang telah mengunggulkan kita di atas
seluruh manusia, memberi kita minum dari ma’rifat-Nya dengan gelas yang paling
menghilangkan dahaga, menjadikan Nabi kita sebagai Nabi terbaik yang memimpin dan
mengatur, ketika Dia mengunggulkannya atas umat dan melimpahkan keluhuran
semangat kepada kita sebagai nikmat, maka Dia berfirman kepada kita: “Kamu
(umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia….” (QS. Ali
‘Imran: 110)[1]
Kita adalah umat pembawa risalah. Kita tidak pantas dalam
kondisi apa pun mencampakkan risalah tersebut. Allah SWT telah mengeluarkan
umat Islam agar ia menjadi seperti obor yang menerangi jalan semua umat
manusia, agar mereka berjalan di atas jalan yang Allah pilih untuk manusia
seluruhnya. Pada saat Allah membebani umat-umat terdahulu agar beristiqamah
pada dirinya untuk Allah Jalla wa ‘Alaa sebagai bukti pelaksanaan (realisasi)
firman Allah Ta’ala: “Padahal mereka hanya diperintah beribadah kepada AIlah
dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang
lurus (benar).” (QS Al-Bayyinah: 5)
Maka Allah membebani umat Islam dengan dua beban Yang
besar:
Allah membebaninya dengan penghambaan kepada-Nya Jalla wa
‘Alaa: “Beribadahlah kepada Allah dan jangan mempersekutukanNya dengan sesuatu
pun…” (QS An-Nisaa’: 36)
Kemudian Allah membebaninya menjadi umat pembimbing bagi
seluruh manusia dan sebagai saksi atas mereka. Allah Ta’ala berfirman: “Dan
demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. Al-Baqarah: 143)
Inilah rahasia mengapa umat Islam adalah umat terbaik:
“Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali ‘Imran: 110)[2]
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
“Pada hari Kiamat Nuh dipanggil, maka dia menjawab, “Aku
penuhi panggilan-Mu ya Rabbi, aku penuhi.” Allah bertanya, ‘Apakah engkau sudah
menyampaikan? -maksudnya risalah’ Nuh menjawab, ‘Sudah.’ Maka umat Nuh ditanya,
‘Apakah Nuh sudah menyampaikan kepada kalian?’ Mereka menjawab, ‘Tidak ada
seorang pun pembawa peringatan yang datang kepada kami.’ Allah bertanya kepada
Nuh, ‘Siapa yang menjadi saksi untukmu.’ Nuh menjawab, ‘Muhammad dan umatnya.’
Maka umat Muhammad bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan dan Rasulullah SAW
menjadi saksi atas mereka. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah Ta’ala, ‘Dan
demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah: 143)[3]
Dari Ubay bin Ka’ab r.a. tentang ayat ini: “Agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” Dia berkata, “Mereka adalah saksi atas
manusia pada hari Kiamat. Mereka adalah saksi-saksi atas kaum Nuh, kaum Hud,
kaum Shalih, kaum Syu’aib, dan lain-lainnya bahwa Rasul-Rasul mereka telah
menyampaikan (risalah) kepada mereka dan bahwa mereka telah mendustakan
Rasul-Rasul mereka.” Abul ‘Aliyah berkata, “Itu adalah qira’at Ubay, “Agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia pada hari Kiamat”
Dan dari hadits Jabir, dari Nabi SAW: “Tidak ada seorang
pun dari umat-umat sebelum kita, kecuali dia berharap berasal dari kita wahai
umat (Islam). Tidak ada seorang Nabi pun yang didustakan oleh kaumnya, kecuali
kita adalah saksi-saksinya pada hari Kiamat bahwa dia telah menyampaikan
risalah Allah dan menasihati mereka.”[4]
Bahkan Nabi SAW, bersabda: “Kalian adalah saksi-saksi
Allah di bumi, sedangkan para Malaikat adalah saksi-saksi Allah di langit.” (HR
ath-Thabarani dari Salamah bin al-Akwa’ r.a.)
Saudara-saudaraku yang mulia dan saudari-saudariku yang
baik, Inilah senampan indah (sedikit atau sekelumit) dari keutamaan-keutamaan
umat Muhammad SAW, sebelum kita membicarakan tentang keutamaan para Sahabat
r.a. secara khusus.
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya kalian melengkapi tujuh
puluh umat, kalian adalah yang terbaik dan termulia bagi Allah.” (HR Ahmad
[IV/447 V/3], at-Tirmidzi [no. 3001], dan Ibnu Majah [no. 4282] dari Mu’awiyah
bin Haidah r.a. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)
Nabi SAW bersabda: “Umatku ibarat hujan, tidak diketahui
mana yang baik: apakah yang pertama ataukah yang terakhir.” (HR Ahmad [III/130,
143] dan at-Tirmidzi [no. 2869] dari Anas r.a. Dishahihkan oleh Syaikh
al-Albani r.a.)
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Umatku ini adalah umat yang
dikasihi, tidak ada adzab atasnya di akhirat, akan tetapi adzabnya di dunia
berupa fitnah-fitnah gempa bumi, pembunuhan, dan wabah penyakit” (HR Abu Dawud
[no. 4278], ath-Thabarani dalam al-Kabiir [XX/177, no. 1596], dan al-Hakim
[IV/491] dari Abu Musa r.a.)
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika Allah SWT hendak
merahmati suatu umat dari hamba-hamba-Nya niscaya Dia mengambil (mewafatkan)
Nabinya sebelum mereka, Dia menjadikan Nabi tersebut sebagai pendahulu di
hadapan mereka, jika Allah hendak membinasakan suatu umat niscaya Dia
menyiksanya sementara Nabi mereka masih hidup, Allah membinasakan mereka
sedangkan Nabi mereka melihat, Dia membuatnya tenang dengan kebinasaan mereka manakala
mereka mendustakannya dan menyelisihi perintahnya.” (HR Muslim [no. 2288] dari
Abu Musa r.a.)
Lebih dari itu, rahmat Allah terkumpul untuk umat ini
dalam kadar yang tidak diraih oleh umat lainnya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang terbersit dalam hati mereka
selama mereka belum melakukannya atau mengucapkannya dan apa yang mereka
dipaksa atasnya.” (HR Ibnu Majah [no. 2044] dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah
r.a. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala
telah melindungi umatku sehingga mereka tidak bersepakat di atas kesesatan.”
(HR Ibnu Abu ‘Ashim [no. 83 Zhilaalul Jannah] dari Anas r.a.. Dihasankan oleh
Syaikh al-Albani rah.a.)
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala
mengutus untuk umat ini disetiap penghujung seratus tahun seseorang yang
memperbarui agama untuk mereka.”(HR Abu Bawud [no. 4291] dan al-Baihaqi dalam
al-Ma’rifah, [no. 98] dari Abu Hurairah r.a. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)
“Kami diberi tiga keutamaan atas manusia: (1) shaff-shaff
kami dijadikan seperti shaff para Malaikat, (2) seluruh bagian bumi dijadikan
bagi kami sebagai masjid, dan (3) debunya dijadikan untuk kami sebagai alat
bersuci jika kami tidak mendapatkan air. Dan diturunkan kepadaku ayat-ayat ini
dari akhir surat al-Baqarah dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy yang tidak
diberikan kepada seorang Nabi sebelumku.” (HR Muslim [no. 522], Ahmad, dan
an-Nasa-i dari Hudzaifah r.a.)
Nabi SAW bersabda: “Harta rampasan perang tidak
dihalalkan untuk seorang manusia pun sebelum kalian. Harta rampasan itu
dikumpulkan lalu turunlah api dari langit yang membakarnya.” (HR at-Tirmidzi
[no. 3085] dari Abu Hurairah r.a. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)
Dengan pertimbangan pendeknya usia umat yang penuh berkah
ini, maka Allah Yang Maha Pencipta Jalla wa ‘Alaa memberikan sesuatu yang
istimewa, yaitu melipatgandakan pahala amal dibandingkan umat-umat lain
sebelumnya.
Nabi SAW bersabda: “Ajal kalian dibandingkan dengan
umat-umat yang telah berlalu adalah seperti antara shalat ‘Ashar sampai
terbenamnya matahari. Perumpamaan kalian dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani
adalah seperti seseorang yang mempekerjakan para pekerja, dia berkata, ‘Siapa
yang bekerja dari pagi hingga tengah hari dengan upah masing-masing satu
qirath?’ Maka orang-orang Yahudi bekerja. Kemudian dia berkata, ‘Siapa yang
bekerja dari tengah hari sampai ‘Ashar dengan upah masing-masing satu qirath?’
Maka orang-orang Nasrani bekerja. Kemudian dia berkata, ‘Siapa yang bekerja
dari ‘Ashar hingga terbenamnya matahari dengan upah masing-masing dua qirath?’
Maka kalian bekerja. Orang-orang Yahudi dan Nasrani marah, mereka berkata,
‘Mengapa kami bekerja lebih lama namun dengan upah lebih sedikit?’ Laki-laki
itu menjawab, ‘Adakah aku menzhalimi hak kalian sedikit pun?’ Mereka menjawab,
‘Tidak?’ Dia berkata, ‘Itu adalah kemurahan yang aku berikan kepada siapa yang
aku kehendaki.” (HR al-Bukhari [no. 3459], Ahmad [II/6], Malik dan at-Tirmidzi
[no. 2871] dari Ibnu ‘Umar r.a.)
Nabi SAW bersabda: “Perumpamaan kaum muslimin,
orang-orang Yahudi, dan orang-orang Nasrani adalah seperti seorang laki-laki
yang mempekerjakan suatu kaum guna melaksanakan sebuah pekerjaan untuknya
sampai malam, maka mereka bekerja setengah hari. Mereka berkata, ‘Kami tidak
membutuhkan upahmu yang engkau janjikan kepada kami, apa yang kami kerjakan ini
untukmu.’ Laki-laki itu berkata kepada mereka, ‘Jangan begitu, lanjutkan sisa
pekerjaan kalian dan bawalah upah kalian dengan sempurna.’ Namun mereka tetap
menolak dan meninggalkannya. Setelah mereka pergi, laki-laki tersebut
mempekerjakan para pekerja baru, dia berkata kepada mereka, ‘Lanjutkan
pekerjaan hari ini sampai selesai dan kalian mendapatkan upah yang aku katakan
untuk mereka.’ Maka mereka bekerja, di waktu ‘Ashar mereka berkata, ‘Apa yang
kami kerjakan ini untukmu, upah yang engkau katakan itu juga untukmu.’
Laki-laki itu berkata, ‘Lanjutkanlah sisa hari kalian, hari tinggal menyisakan
sedikit lagi.’ Namun mereka menolak. Lalu laki-laki itu menyewa kaum yang lain
untuk menyelesaikan sisa pekerjaan hari itu, maka kaum tersebut bekerja
menuntaskan pekerjaan sampai terbenam matahari dan mereka mendapatkan upah dua
kaum sebelumnya dengan sempurna. Itulah perumpamaan mereka dan perumpamaan apa
yang mereka terima dari cahaya ini.” (HR al-Bukhari [no. 2271] dari Abu Musa
r.a.)
Bahkan di akhir zaman kelak, tatkala ‘Isa a.s. turun
kembali, Allah memerintahkan kepadanya untuk shalat di belakang seorang
laki-laki dari umat Muhammad SAW. Hal itu merupakan sebuah penghormatan kepada
umat yang penuh berkah dan kebaikan ini.
Nabi SAW bersabda: “Seorang laki-laki di mana ‘Isa putera
Maryam shalat di belakangnya adalah dari kami.” (HR Abu Nu’aim dalam kitab
al-Mahdi dari Abu Sa’id r.a.)
Bahkan, Nabi SAW telah mensifati umatnya, tentang
bagaimana keadaannya pada hari Kiamat nanti, bagaimana hisabnya, dan beliau
telah mengabarkan bahwa umat ini merupakan mayoritas penghuni Surga.
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya umatku dipanggil pada
hari Kiamat dengan wajah dan tangan yang bersinar terang karena bekas wudhu’.”
(HR Muttafaq alaihi: [al-Bukhari (no.136) dan Muslim (no. 246)] dari Abu
Hurairah r.a.)
Nabi SAW bersabda: “Kami adalah umat terakhir namun umat
pertama yang dihisab. Dikatakan, ‘Mana umat dari seorang Nabi yang ummi.’ Kita
adalah orang-orang terakhir tetapi yang pertama.” (HR Ibnu Majah [no. 4290]
dari Ibnu ‘Abbas r.a.)
Nabi SAW bersabda: “Niscaya akan masuk Surga dari umatku
tujuh puluh ribu orang atau tujuh ratus ribu orang. Mereka saling berpegangan,
tangan sebagian dari mereka memegang erat tangan sebagian yang lain. Orang
pertama dari mereka tidak masuk sebelum orang terakhir masuk. Wajah mereka
(bersinar terang) ibarat rembulan di malam purnama.” (HR Muttafaq alaihi:
[Al-Bukhari (no. 6554) dan Muslim (no. 219)] dari Sahl bin Sa’ad r.a.)
Nabi SAW bersabda: “Aku diberi 70.000 orang dari umatku
yang masuk Surga tanpa dihisab, wajah mereka seperti rembulan di malam purnama,
dan hati mereka di atas hati satu orang. Aku lalu meminta tambahan kepada
Rabb-ku SWT maka Dia memberiku tambahan setiap satu orang dari 70.000 orang itu
membawa 70.000 orang yang lain.” (HR Ahmad [I/6] dari Abu Bakar r.a.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)
Dalam sebuah riwayat beliau SAW bersabda: “Rabb-ku
menjanjikan kepadaku untuk memasukkan 70.000 orang dari umatku tanpa dihisab
dan tanpa adzab. Setiap seribu dari mereka diikuti oleh 70.000 dan tiga cidukan
tangan dari cidukan-cidukan Rabb-ku.” (HR Ahmad [V/268], at-Tirmidzi [no. 2437]
dan Ibnu Hibban (no.7246] dari Abu Ummah r.a. Dishahihkan oleh Syakh al-Albani
rah.a.)
Nabi SAW bersabda: “Tidak ada suatu umat melainkan
sebagian darinya di Neraka dan sebagian lainnya di Surga, kecuali umatku,
seluruhnya di Surga.” (HR al-Khathib al-Baghdadi dari Ibnu ‘Umar r.a.)
Maksudnya, orang yang wafat di atas tauhid sekali pun dia
termasuk pelaku dosa-dosa besar, tempat kembalinya tetap ke Surga. Hal ini
berbeda dengan pendapat Mu’tazilah bahwa pelaku dosa besar kekal di dalam
Neraka. Oleh karena itu, Nabi SAW mengkhususkan hal itu dengan sabdanya,
“Umatku.” Dan sudah dimaklumi bahwa orang musyrik dan murtad bukan umat Nabi
SAW.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Penduduk Surga itu sebanyak
120 shaff: delapan puluh darinya dari umat ini, sedangkan empat puluh dari umat
lain.” (HR Ahmad [V/347], at-Tirmidzi [no. 2546], dan Ibnu Majah [no. 4289]
dari Buraidah r.a.)
Aduhai, seandainya kita semuanya merasakan betapa
agungnya nikmat Islam seperti yang dirasakan oleh para Sahabat r.a. sehingga
mereka mengusai dunia seluruhnya dan Allah Ta’ala memuliakan mereka di setiap
belahan bumi.
Inilah Allah Yang Maha Pencipta SWT mengajak kita untuk
meresapi nikmat tersebut, memegangnya kuat-kuat, dan tidak meninggalkan dunia
kecuali di atasnya.
Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali ‘Imran: 102) [WARDAN/DR]
Footnote:
[1] At-Tabshirah
karya Ibnul Jauzi (I/585).
[2] Buku Walaa
Tamautunna Illaa wa Antum Muslimuun karya Syaikh Mahmud Al-Mishri (hlm. 6) cet.
Darul Firdaus
[3] Diriwayatkan
oleh al-Bukhari (no. 4487), kitab: at-Tafsiir bab: Wa Kadzaalika Ja’alnaakum
Ummataw Wasatha…
[4] Al-Hafizh
berkata dalam al-Fat-h (VIII/218), “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan
sanad jayyid dari Abul ‘Aliyah, dari Ubay bin Ka’ab.”
https://darunnajah.com