Kantor Sekretariat Rumah Sajada

Alamat : Wirokraman RT 04 RW 13 Sidokarto Godean Sleman D.I. Yogyakarta

Tampak Depan PAPP Rumah Sajada

Komplek Kantor dan Asrama Putri Wirokraman RT 04 RW 13 Sidokarto Godean Sleman

Pendopo Rumah Sajada

Komplek Asrama Putra Sorolaten Sidokarto Godean Sleman

Asrama Putri Rumah Sajada

Komplek Asarama Putri Wirokraman Sidokarto Godean Sleman

Asrama Putra

Alamat : Sorolaten Sidokarto Godean Sleman

Kamis, 28 Juli 2022

4 Sifat Penghuni Surga

4 Sifat Penghuni Surga

 

Sudah tahu sifat penghuni surga?

Setiap muslim sangat menginginkan kebahagiaan abadi di surga kelak. Kenikmatannya tiada terkira. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

قَالَ اللَّهُ أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ ( فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ )

 

“Allah berfirman: Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang sholeh surga yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik dalam hati manusia.” Bacalah firman Allah Ta’ala, “Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah: 17) (HR. Bukhari no. 3244 dan Muslim no. 2824)

Ada pelajaran penting dari surat Qaaf (surat yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat khutbah Jum’at[1]) mengenai sifat-sifat penduduk surga. Ada 4 sifat penduduk surga yang disebutkan dalam surat tersebut sebagai berikut,

 

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (31) هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (32) مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (33) ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ (34) لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (35)

 

“Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, masukilah surga itu dengan aman, Itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (QS. Qaaf: 31-35)

Ada empat sifat yang disebutkan dalam ayat yang mulia ini, yaitu: (1) awwab (hamba yang kembali pada Allah), (2) hafiizh (selalu memelihara aturan Allah), (3) takut pada Allah, dan (4) datang dengan hati yang muniib (bertaubat).

Sifat Pertama: Awwab

Yang dimaksud dengan awwab adalah kembali pada Allah dari maksiat kepada ketaatan pada-Nya, dari hati yang lalai mengingat-Nya kepada hati yang selalu mengingat-Nya.

‘Ubaid bin ‘Umair rahimahullah mengatakan, “Awwab adalah ia mengingat akan dosa yang ia lakukan kemudian ia memohon ampun pada Allah atas dosa tersebut.”

Sa’id bin Al Musayyib[2] rahimahullah berkata, “Yang dimaksud awwab adalah orang yang berbuat dosa lalu ia bertaubat, kemudian ia terjerumus lagi dalam dosa, lalu ia bertaubat.”

Sifat Kedua: Hafiizh

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Ia menjaga amanat yang Allah janjikan untuknya dan ia pun menjalankannya.”

Qotadah rahimahullah mengatakan, “Ia menjaga kewajiban dan nikmat yang Allah janjikan untuknya.”

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Perlu diketahui nafsu itu ada dua kekuatan yaitu kekuatan offensive (menyerang) dan kekuatan defensive (bertahan). Yang dimaksud dengan awwab adalah kuatnya offensive dengan kembali pada Allah, mengharapkan ridho-Nya dan taat pada-Nya. Sedangkan hafiizh adalah kuatnya defensive yaitu menahan diri dari maksiat dan hal yang terlarang. Jadi hafiizh adalah menahan diri dari larangan Allah, sedangkan awwab adalah menghadap pada Allah dengan melakukan ketaatan pada-Nya.”

Sifat Ketiga: Takut pada Allah

Dalam firman Allah (yang artinya), “Orang yang takut kepada Rabb yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya)”, terkandung makna pengakuan akan adanya Allah, akan rububiyah-Nya, akan ketentuan-Nya, akan ilmu dan pengetahuan Allah yang mendetail pada setiap keadaan hamba. Juga di dalamnya terkandung keimanan pada kitab, rasul, perintah dan larangan Allah. Begitu pula di dalamnya terkandung keimanan pada janji baik Allah, ancaman-Nya, dan perjumpaan dengan-Nya. Begitu pula di dalamnya terkandung keimanan pada janji baik Allah, ancaman-Nya, dan perjumpaan dengan-Nya. Seseorang dikatakan takut pada Allah (Ar Rahman) haruslah dengan memenuhi hal-hal yang telah disebutkan tadi.

Sifat Keempat: Datang dengan hati yang muniib

Yang dimaksudkan dengan datang dengan hati yang muniib dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Kembali (dengan bertaubat) dari bermaksiat pada Allah, melakukan ketaatan, mencintai ketataan tersebut dan menerimanya.”

Intinya yang dimaksud dengan sifat penghuni surga yang keempat adalah kembali kepada Allah dengan hati yang selamat, bertaubat pada-Nya, dan tunduk pada-Nya.

Semoga dengan mengetahui empat sifat penghuni surga ini membuat kita semakin dekat pada Allah, bertaubat, menjauhi maksiat dan kembali taat pada-Nya. Sehingga kita dapat berjumpa dengan Allah dengan hati yang selamat. Aamiin Yaa Mujibas Saailin.

 

-Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat-

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

References:

Fawaidul Fawaid, Ibnul Qayyim, hal. 142-143, terbitan Dar Ibnul Jauzi.

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 13/197, terbitan Muassasah Qurthubah.

www.rumaysho.com

[1] Dari puteri Haritshah bin Nu’man, ia berkata,

 

عَنْ بِنْتٍ لِحَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَتْ مَا حَفِظْتُ (ق) إِلاَّ مِنْ فِى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَخْطُبُ بِهَا كُلَّ جُمُعَةٍ.

 

“Aku tidaklah menghafal surat Qaaf selain dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau khutbah setiap Jum’at.” (HR. Muslim no. 873).

[2] Syaikhuna, Syaikh Hammad Al Hammad hafizhohullah dalam durus (pelajaran Kitab Tauhid) menyebutkan bahwa cara baca yang tepat adalah Sa’id bin Al Musayyib, nama lengkap beliau Sa’id bin Al Musayyib bin Hazn Al Mahzumi Al Qurasyi. Beliau adalah seorang tabi’in. Sedangkan Al Musayyab, nama lengkapnya adalah Al Musayyab bin Waadhih, meriwayatkan hadits dari ‘Abdullah bin Al Mubarok. Para ulama menilai Al Musayyab dengan “shoduuq, yukhti’ katsiroh” (jujur namun seringkali buat kesalahan).

https://rumaysho.com

 

Wanita Wanita yang Dirindukan Surga

Wanita Wanita yang Dirindukan Surga

 

Siapakah wanita-wanita yang dirindukan oleh surga? Bagaimanakah sifat-sifat wanita yang dirindukan oleh surga? Apakah setiap wanita dirindukan oleh surga? Tentu tidak! Tidak semua wanita bisa dirindukan oleh surga meskipun mereka itu seorang muslimah. Hanya beberapa wanita yang memenuhi kriteria tertentu saja yang bisa dirindukan oleh surga.

Lantas siapakah dan bagaimanakah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh setiap muslimah supaya menjadi wanita yang dirindukan oleh surga?

Pertama adalah wanita-wanita yang mendidik diri menjadi wanita salihah

Lalu apa saja yang harus dipenuhi oleh seorang wanita supaya bisa termasuk menjadi wanita yang salihah? Menilai seorang wanita menjadi wanita yang salihah tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja, melainkan harus kita lihat dari berbagai sudut pandang.

Satu hal yang menjadi barometer wanita bisa dikatakan sebagai wanita yang salihah adalah kebaikan. Namun, kebaikan di sini bukanlah kebaikan yang tunggal melainkan kebaikan yang universal. Wanita harus menjadi wanita yang baik bukan hanya di mata lelaki, namun juga wanita harus baik di mata Allah.

Kebaikan yang universal adalah kebaikan yang tak terbatas kepada siapapun.

Dalam diri wanita terdapat beberapa peran yang harus dipergunakan sebagai konektor untuk menjadi wanita yang salihah

Pertama, wanita sebagai seorang hamba. ingin menjadi seorang hamba yang salihah? Maka sudah seharusnya seorang hamba berbuat baik kepada Rabbnya. Dengan cara mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangNya.

Contohnya dalam kehidupan sehati-hari adalah kita menunaikan salat wajib, berbuat baik kepada tetangga, tidak menggunjing orang lain, tidak suka bergosip, dan masih banyak yang lainnya.

Kedua, wanita sebagai anak. jika ingin menjadi anak yang salihah maka berbuat baiklah kepada kedua orang tua, berbaktilah kepada orang tua. Dengan cara tidak melukai perasaanya, tidak membantah apa yang diperintahkannya selama masih dalam konteks baik dan benar.

Kenapa harus baik dan benar? Karena baik saja belum tentu benar namun benar sudah pasti baik. Peran ketiga seorang wanita adalah sebagai istri, istri yang salihah adalah istri yang berbuat baik kepada suaminya. Dengan cara, mentaati suaminya, memberikan hak-hak suaminya, menunaikan tugasnya sebagai istri, serta mampu menjaga kehormatannya sebagai seorang istri.

Peran keempat wanita sebagai ibu, ibu yang baik adalah ibu yang mengajarkan anak-anaknya untuk dekat dangan Rabbnya, mengenal Rabbnya dengan baik. Menjadi ibu yang menanamkan nilai-nilai agama sejak anak masih kecil.

Kelima, wanita sebagai menantu, wanita yang salihah adalah bukan hanya yang baik pada kedua orang tua kandungnya; tetapi wanita yang mampu untuk berbuat baik pada mertuanya. Keenam, wanita sebagai bagian dari lingkungan masyarakat, menjadi wanita yang baik bukan hanya pada tatanan hidup berkeluarga namun dalam lingkungan sosial pun wanita harus mampu untuk berbuat baik.

Dengan menjalankan keenam perannya ini dengan baik, maka seorang wanita bisa dikatakan memiliki kebaikan yang universal.

Kedua, sifat wanita yang dirindukan oleh surga adalah wanita yang menjaga lisannya

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, ada seorang perempuan yang terkenal dengan banyak melaksanakan salat, puasa, dan sedekah, hanya saja ia menyakiti tetangganya dengan lisannya.

Beliau bersabda, “Ia di neraka.” Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang perempuan yang terkenal dengan sedikit puasa, sedekah, dan salatnya. Ia hanya sedekah dengan sepotong keju, tetapi ia tidak menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Maka beliau bersabda, “Ia di surga.” (H.R. Ahmad)

Hadis ini seharusnya menjadi bahan renungan mendalam untuk setiap muslimah agar terus menjaga lisannya dari menyakiti orang-orang yang berada di sekitarnya. Menjadi wanita merupakan hal yang susah-susah gampang, karena disatu sisi wanita dalam sehari sanggup untuk mengeluarkan kata hingga 20.000 kata perhari sedangkan laki-laki hanya sanggup untuk mengeluarkan kata 7.000 per hari.

Tapi di sisi lain, kita sebagai wanita diperintahkan untuk menjaga lisan supaya berbicara secukupnya, tidak berlebihan. Seperti yang penulis tanamkan dalam diri “jika berbicara satu kata saja sudah cukup mengapa harus berbicara dua kata.”

Ketiga, sifat wanita yang dirindukan oleh surga adalah wanita-wanita yang menutup auratnya

Di abad ke 21 sekarang ini pembahasan tentang menutup aurat menjadi pembahasan yang sangat urgent. Pasalnya fakta bisa kita lihat secara langsung terlebih lagi di kalangan remaja; gaya berpakaian atau lifestyle remaja sekarang lebih banyak tidak sesuai dengan tuntunan syariat.

Bisa kita saksikan secara langsung ditempat masing-masing, kita bisa melihat wanita-wanita yang berpakaian, tapi telanjang. Wanita-wanita yang berpakaian hanya karena bagusnya saja tanpa mempertimbangkan apakah pakaian yang dikenakan sudah mampu menutup auratnya atau belum, yang berpakaian tapi transparan.

Gaya berpakaian seperti ini bukanlah seperti yang diperintahkan oleh syariat. Pakaian yang baik dan mampu menutup aurat seperti yang diperintahkan oleh syariat adalah pakaian yang longgar dalam artian tidak ketat; pakaian yang tidak transparan, yang tidak minim kain, serta pakaian yang tidak menyerupai kaum laki-laki.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Keempat, wanita yang dirindukan oleh surga adalah wanita-wanita yang taat pada suaminya

Dalam sebuah hadis dijelaskan; “Jika seorang wanita menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan (pada bulan Ramadan), betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya; maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad)

 

https://rahma.id

 

Wanita yang Dirindukan Surga? Inilah Kriterianya!

Wanita yang Dirindukan Surga? Inilah Kriterianya!

 

Semua orang, sudah pasti menginginkan atau merindukan masuk surga setelah kehidupan dunia selesai. Kenapa? Karena memang kita mengharapkan kebaikan, keindahan dan kenikmatan yang abadi di akhirat nanti. Setiap orang pasti merindukan surga.

Nah muslimah, bagaimana dengan kalimat dirindukan surga? Itu berarti kita sudah menjadi orang-orang yang istimewa . Surgalah yang mengharapkan kehadiran kita. Surga merindukan kita yang memasukinya dan menikmati segala apa yang ada di dalamnya.

Dalam sebuah hadis Rasulullah pernah menjelaskan sebagai berikut:

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita tersebut, “Masuklah ke surga melalui pintu manapun yang engkau suka.” (HR. Ahmad)

Selain keempat kriteria yang disebutkan oleh Rasulullah tersebut, ada beberapa kriteria wanita atau istri-istri yang dirindukan surga yang tertulis juga dalam Al Qur’an dan beberapa hadis lainnya, di antaranya :

1. Perempuan yang sabar

Allah Ta'ala berfirman:

 

إِنَّ ٱلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَٰتِ وَٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَٱلْقَٰنِتِينَ وَٱلْقَٰنِتَٰتِ وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلصَّٰدِقَٰتِ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَٱلصَّٰبِرَٰتِ وَٱلْخَٰشِعِينَ وَٱلْخَٰشِعَٰتِ وَٱلْمُتَصَدِّقِينَ وَٱلْمُتَصَدِّقَٰتِ وَٱلصَّٰٓئِمِينَ وَٱلصَّٰٓئِمَٰتِ وَٱلْحَٰفِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَٱلْحَٰفِظَٰتِ وَٱلذَّٰكِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرًا وَٱلذَّٰكِرَٰتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

 

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Ahzab : 35)

Dari ayat tersebut, Allah menjelaskan bahwa ada beberapa kriteria yang Allah sebutkan untuk mereka yang ingin mendapat ampunan dan pahala yang besar, salah satunya laki-laki dan wanita yang sabar. Dari penjelasan tersebut, sudah jelas bahwa sabar akan menghantarkan kita pada ampunan Allah dan akan bisa mendapatkan rahmat-Nya berupa surga.

2. Mendidik anak perempuan dengan baik

Dalam sebuah hadis, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa diuji dengan anak-anak perempuan dengan sesuatu, kemudian dia tetap berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut bisa menjadi penghalang baginya dari api neraka.”

Dari hadis tersebut, mendidik anak perempuan dengan sebaik-baiknya adalah penghalang bagi seseorang untuk masuk neraka. Terutama ibu yang adalah wanita.

3. Sabar menerima penyakit

Penyakit adalah sebuah cobaan yang akan bisa mengangkat derajat kita asalkan kita mau bersabar. Baik laki-laki maupun wanita, bisa bersabar dalam menerima penyakit tentu akan ada ganjaran yang besar dari Allah. Hal ini diperkuat dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Atha’ bin Abi Rabah Radhiyallahu-anhu, yang berbunyi:

Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu pernah bercerita kepadaku , “Ada seorang wanita yang datang ke Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Nabi, aku menderita penyakit sejenis ayan, bila penyakit itu kumat aku tidak sadar sampai membuka auratku, berdoalah kepada Allah agar menyembuhkanku.’ Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam berkata, ‘Bila kamu mau bersabar maka bagimu surga, tetapi bila tidak maka aku bisa mendoakanmu kepada Allah.’

Wanita tadi menjawab . ‘Baiklah aku bersabar, tetapi doakan agar aku tak sampai membuka aurat.’ Maka, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam pun mendo’akannya.”

4. Selalu mencari ridha suami

Mencari ridha suami adalah hal yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah untuk para wanita. Dan inilah salah satu karakteristik wanita yang selalu dirindukan surga.

Dalam sebuah hadis Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam pernah menjelaskan bahwa wanita penghuni surga adalah wanita yang selalu bisa meminta ridha suaminya (meminta maaf) saat suaminya sedang marah atau saat ia sedang marah kepada suaminya.

5. Tidak pernah menyakiti orang lain

Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam pernah menjelaskan bahwa wanita yang hanya mampu shalat lima waktu dan bersedekah dengan sepotong keju namun tidak pernah menyakiti hati siapapun itu adalah penghuni surga. Tidak demikian dengan wanita yang rajin beribadah siang dan malam namun sering menyakiti tetangganya dengan lisan. Maka wanita yang seperti ini adalah penghuni neraka.

6. Amar ma’ruf nahi munkar

Dalam surah at – Taubah: 71, Allah menjelaskan bahwa siapa saja yang menjadi penolong bagi orang lain dengan menyuruh mengerjakan hal yang ma’ruf serta mencegah yang munkar, baik laku-laku maupun wanita, mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Dari penjelasan tersebut, wanita yang amar ma’ruf dan nahi munkar adalah calon penghuni surga.

7. Melahirkan keturunan

Wanita yang melahirkan dan bisa mendidik anak-anaknya hingga menjadi anak-anak yang salih dan salihah akan diberikan kedudukan istimewa di dalam Islam. Begitulah penjelasan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. Bahkan, wanita yang meninggal ketika sedang melahirkan akan dianggap sebagai mati syahid dan mendapat balasan surga.

8. Berbakti kepada kedua orang tua

Orang tua adalah dua orang yang wajib untuk dihormati. Baik laki-laki maupun wanita wajib berbakti kepada orang tuanya. Dalam Islam, berbakti kepada orang tua adalah amalah yangfardhu kifayah. Wanita yang berhasil berbuat baik dan berbakti pada orang tua tentulah menjadi wanita penghuni surga yang diridhai oleh Allah.

Wallahu 'Alam

https://kalam.sindonews.com

 

 

Rabu, 27 Juli 2022

Mukjizat Alquran Penciptaan Lalat

 Mukjizat Alquran Penciptaan Lalat

 

Lalat merupakan jenis serangga yang bersayap ganda.  Ia mempunyai banyak kelebihan yang terdapat pada modifikasi tubuhnya yang membuatnya hidup secara aman dan leluasa. Karena di bagian bawah perutnya terdapat paruh yang berfungsi untuk menjadi keseimbangan lalat di kala menapak pada benda yang halus.

Sebagaimana kaki-kakinya terdapat pula paruh yang lengket untuk memudahkan penyinggahan pada benda-benda yang sangat halus. Begitu pula dengan bagian mulutnya, mulutnya dilengkapi dengan bibir dan sengatan.

Lalat ini tergolong jenis serangga yang langka, ia mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam mengeluarkan enzim pencerna. Proses pengeluaran enzim ini secara langsung dengan cara memasukkannya ke makanan serta membawanya ke benda-benda mainan, sehingga kandungan kimia makanan tersebut bisa berubah.

Lalat ini telah banyak dijadikan objek penelitian hewan dan genetika, agar ditemukan cara meminimalisir volume keganasannya dalam memindahkan suatu penyakit. Walaupun secara prisip kajian ini bertujuan mengetahui pola kehidupan bakteri yang dibawa melalui lalat ini.

Hanya saja hasil-hasil dari penelitian ini menegaskan adanya unsur-unsur penghancur mikroba yang terpusat pada salah satu sayapnya. Dan untuk menghindari pengaruh dari unsur-unsur yang menghancurkan mikroba, mikroba berlindung pada sayap lain.

Dan unsur penghancur dan terdapat pada salah satu sayap itu mengeluarkan bakteri pada saat menyentuh bagian atas tengah makanan, lalu menyebar sangat cepat, serta pengaruhnya yang mematikan terhadap mikroba.

Lalu timbul suatu pemikiran untuk menuntaskan penelitian pada unsur-unsur ini, serta penggunaannya sebagai penawar dari penyakit yang tersebar melalui lalat ini. Bahwasanya segala kepastian yang kita ungkapkan melalui penelitian terhadap lalat ini, telah terungkap terlebih dahulu dalam Alquran dan Sunah sejak 14 abad yang lalu.

Dalam surat Al-Hajj ayat 73, Allah SWT berfirman, “Hai, manusia telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya...”

Ayat ini menuturkan kekuatan enzim yang luar biasa dalam proses pencernaan dan penyebaran bakteri, serta proses perubahan zat kimia pada makanan yang sangat cepat. Dan Alquran telah menjelaskan hal ini dalam firman Allah SWT, “Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu...”

Makna dari tidak dapat merebutnya kembali adalah tidak mampu mengembalikan makanan kepada seperti semula karena terjadi rentetan perubahan kimia melalui enzim yang meluluhkan zat kimia makanan. Juga merubah komponen makanan yang lengkap menjadi komponen biasa.

Berdasarkan paparan tersebut, bahwasanya Alquran mengandung kemukjizatan ilmu pengetahuan lain yang tercermin pada ikatan jaringan komponen tubuh yang terdapat pada hewan sejenis lalat ini yang banyak disepelekan orang.

Sungguh para ilmuwan dari negara-negara maju, karena mereka yakin bahwasanya ilmu pengetahuan melalui peralatan yang modern mampu menciptakan seekor lalat. Dan pada salah satu percobaan di Rusia yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun diikuti oleh 30 pakar biologi dari negara-negara maju untuk turut andil dalam proyek membuat lalat.

Dan setelah lebih dari 10 tahun terkuras daya, waktu dan daya, 30 orang ilmuwan atau lebih berkumpul di Rusia dan mengumumkan kegagalan mereka dalam proyek memproduksi lalat. Sunguh benar apa yang difirmankan Allah SWT, “Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya.”

Jika mereka mengklaim bahwa Alquran adalah buatan Muhammad, maka siapakah yang mengetahui bahwa mereka akan berkumpul untuk memproduksi lalat dan mereka akan gagal, dan apa yang terjadi jika mereka tidak berkumpul, atau mereka berkumpul dan berhasil?

Sesungguhnya ini adalah bukti nyata bagi orang yang menginginkan kebenaran mutlak terhadap zat Allah SWT untuk mencapai kepada keputusan yang benar. Sebagaimana yang dituturkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya, “Jika lalat jatuh pada minuman salah seorang dari kalian maka celupkanlah, kemudian ambillah kembali. Karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat obat.” (HR. Bukhari).

Hadits ini menunjukkan adanya zat penawar bakteri pada salah satu sayap lalat. Ini adalah bukti kebenaran Muhammad SAW, padahal beliau bukanlah seorang ilmuwan, atau pakar kedokteran.

 

Red: Chairul Akhmad

Oleh: Dr Abdul Basith Jamal & Dr Daliya Shadiq Jamal

https://republika.co.id

 

Kiat Kiat Menuntut Ilmu

Kiat Kiat Menuntut Ilmu

 

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam kepada Rasulullah , keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.

Manusia lebih mulia dari pada makhluk lain karena akal. Dengan akal, manusia dapat bepikir untuk merenungi kebesaran-kebesaran Allah. Dengan akal, manusia dapat mencari ilmu untuk bekal di dunia dan akhirat nanti. Karena segala sesuatu yang manusia lakukan haruslah dengan ilmu. Al’ilmu qablal qauli wal ‘amali (ilmu sebelum perkataan dan perbuatan).

Ada beberapa keutamaan menuntut ilmu, salah satunya yaitu Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.

 

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ

 

“Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Mungkin terbesit dalam benak kita, bagaimana cara seseorang mendapat ilmu?

Berikut ini adalah kiat-kiat mencari ilmu, agar ilmu yang di dapat diberkahi Allah

Seorang yang menuntut ilmu harus mengikhlaskan niat karena Allah.

Ilmu adalah landasan yang sangat penting. Hukum syari’at dibangun di atas ilmu. Ilmu tidak diberkahi Allah jika dalam menuntut ilmu tersebut tidak diniatkan untuk meraih ridha Allah. Barangsiapa yang menuntut ilmu tanpa mengharap wajah Allah maka dia terncam tidak akan masuk surga. Barangsiapa yang menuntut ilmu karena ingin derajatanya tinggi di hadapan manusia tanpa mengharap wajah Allah, maka terancam dicampakkan ke dalam neraka. Wal iyadzu billah

Hendaknya kita senantiasa bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu dengan meluruskan niat, mengikhlaskan karena Allah. Apa batasan orang bisa dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu? Imam Ahmad menjelaskan bahwa batasan seseorang bisa dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu yaitu niat dalam dirinya untuk menghilangkan kejahilan yang ada pada dirinya. Setelah kejahilan/kebodohan hilang dari dirinya, dia berusaha menghilangkan kejahilan orang lain.

Insyaallah dengan niat seperti itu, Allah akan memberi taufiq untuk ikhlas dalam menuntut ilmu.

Seorang harus menjauhi kemaksiatan.

Ilmu adalah cahaya dan cahaya tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat. Karena maksiat adalah kegelapan, orang yang bermaksiat berarti memadamkan cahaya ilmu dalam dirinya. Kita bisa mengamil pelajaran dari kisah Imam Syafi’i yang sudah hafal al qur’an sebelum baligh, hafal ribuan hadits, ketika dia melihat anak laki-laki yang tampan dengan pandangan tidak biasa hafalannya ada yang hilang karenanya.

Barangasiapa yang ilmunya ingin diberkahi Allah maka jauhilah maksiat. Karena maksiat merupakan penghalang antara kita dengan Allah. Maksiat adalah penghalang antara kita dengan ilmu.

Imam As-Syafii menyampaikan nasihat kepada muridnya. “Akhi, kalian tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara ini, akan aku kabarkan kepadamu secara terperinci yaitu dzakaa-un (kecerdasan), hirsun (semangat), ijtihaadun (cita-cita yang tinggi), bulghatun (bekal), mulazamatul ustadzi (duduk dalam majelis bersama ustadz), tuuluzzamani (waktu yang panjang).”

Berikut keterangan masing-masing:

Dzakaa-un (keceerdasan). Ulama membagi kecerdasan menjadi dua yaitu: yang pertama, muhibatun minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah). Seseorang meskipun dalam majelis tidak mencatat tetapi dia bisa mengingat dan menghafalnya dengan baik dan bisa menyampaikan kepada orang lain dengan baik. Jenis kecerdasan ini harus diasah agar dapat bermanfaat lebih banyak untuk dirinya dan orang lain. Yang kedua adalah kecerdasan yang didapat dengan usaha (muktasab) misalnya dengan cara mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dll.

Hirsun yaitu perhatian dan semangat dengan apa yang disampaikan gurunya. Sekaligus berupaya mengulang pelajarannya.

Ijtihaadun. Ulama menafsirkan ijtihaadun adalah al himmatul ‘aliyah yaitu semangat atau cita-cita yang tinggi. Seseorang hendaknya memaksa diri untuk mencari ilmu dengan semangat mewujudkan cita-cita demi agamanya.

Bulghatun/dzat/bekal. Dalam menuntut ilmu tentu butuh bekal, tidak mungkin menuntut ilmu tanpa bekal. Contoh para imam, Imam Malik menjual salah satu kayu penopang atap rumahnya untuk menuntut ilmu. Imam Ahmad melakukan perjalanan jauh ke berbagai negara untuk mencari ilmu. Beliau janji kepada Imam Syafi’i untuk bertemu di Mesir akan tetapi beliau tidak bisa ke Mesir karena tidak ada bekal. Seseorang untuk mendapat ilmu harus berkorban waktu, harta bahkan terkadang nyawa.

Mulazamatul ustadzi. Seseorang harus duduk dalam majelis ilmu bersama ustadz. Tidak menjadikan buku sebagai satu-satunya guru. Dalam mempelajari sebuah buku kita mmbutuhkan bimbingan guru. Hendaknya menggabungkan antara bermajelis ilmu dengan guru, juga banyak membaca buku.

Tuuluz-zamani, dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin didapatkan seorang da’i/ulama hanya karena daurah beberapa bulan saja.Al-Baihaqi berkata:”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”

Al Qadhi iyadh ditanya: sampai kapan seseorang harus menuntut ilmu? Beliau menjawab: ”Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”

***

Penyusun: Khusnul Rofiana

Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

https://muslimah.or.id

 

Anjuran Puasa Muharram

Anjuran Puasa Muharram

 

Bulan mulia, bulan Muharram sebentar lagi akan menghampiri kita. Bulan tersebut disebut di sebagian kalangan dengan bulan Suro dan identik dengan hal-hal seram dan sial sehingga hajatan-hajatan tidak boleh dilaksanakan pada bulan tersebut. Padahal islam tidak menganggap demikian. Di bulan tersebut adalah kesempatan untuk beramal sholih, terutama puasa, lebih utama lagi jika mendapati hari Asyura (10 Muharram).

Anjuran Puasa Muharram

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendorong kita melakukan puasa pada bulan Muharram sebagaimana sabdanya,

 

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

 

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah).

Imam Nawawi –rahimahullah– menjelaskan, “Hadits ini merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 55)

Lalu mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diketahui banyak berpuasa di bulan Sya’ban bukan malah bulan Muharram? Ada dua jawaban yang dikemukakan oleh Imam Nawawi.

1- Mungkin saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru mengetahui keutamaan banyak berpuasa di bulan Muharram di akhir hayat hidup beliau.

2- Boleh jadi pula beliau memiliki udzur ketika berada di bulan Muharram (seperti bersafar atau sakit) sehingga tidak sempat menunaikan banyak puasa pada bulan Muharram. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 55)

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Puasa yang paling utama di antara bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram, Rajab -pen) adalah puasa di bulan Muharram (syahrullah).” (Lathoif Al Ma’arif, hal. 67)

Sesuai penjelasan Ibnu Rajab, puasa sunnah (tathowwu’) ada dua macam:

1- Puasa sunnah muthlaq. Sebaik-baik puasa sunnah muthlaq adalah puasa di bulan Muharram.

2- Puasa sunnah sebelum dan sesudah yang mengiringi puasa wajib di bulan Ramadhan. Contoh puasa ini adalah puasa enam hari di bulan Syawal. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 66)

Jadi, penjelasan di atas dapat dipahami bahwa puasa sunnah mutlaq yang paling afdhol adalah puasa Muharram. Sedangkan puasa muqoyyad (yang ada kaitan dengan waktu tertentu atau berkaitan dengan puasa Ramadhan), maka yang lebih afhol adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa Syawal dari sisi ini lebih afhdol dari puasa Muharram. Puasa Syawal tersebut berkaitan dengan puasa Ramadhan. Oleh karenanya puasa tersebut seperti shalat sunnah rawatib yang mengiringi shalat wajib. Puasa Arafah juga bisa lebih baik dari puasa Muharram dari sisi puasa Arafah sebagai sunnah yang rutin. (Penjelasan Syaikh Kholid bin Su’ud Al Bulaihad di sini)

Di antara sahabat yang gemar melakukan puasa pada bulan-bulan haram (termasuk bulan haram adalah Muharram) yaitu ‘Umar, Aisyah dan Abu Tholhah. Bahkan Ibnu ‘Umar dan Al Hasan Al Bashri gemar melakukan puasa pada setiap bulan haram (Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 71). Bulan haram adalah bulan Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram dan Rajab.

Banyak Berpuasa, Tidak Mesti Sebulan Penuh

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kaum muslimin dianjurkan memperbanyak puasa pada bulan Muharram. Jika tidak mampu, berpuasalah sesuai kemampuannya. Namun yang lebih tepat adalah tidak berpuasa Muharram sebulan penuh. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata,

 

وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِى شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِى شَعْبَانَ

 

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan. Aku tidak pernah melihat beliau banyak puasa dalam sebulan selain pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim no. 1156). (Lihat penjelasan Syaikh Kholid bin Su’ud Al Bulaihad di sini)

Yang Lebih Afdhol, Puasa Asyura

Dari sekian hari di bulan Muharram, yang lebih afhol adalah puasa hari ‘Asyura, yaitu pada 10 Muharram. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,

 

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

 

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.”(HR. Muslim no. 1162).

Selisihi Yahudi dengan Menambah Puasa Tasu’a (9 Muharram)

Namun dalam rangka menyelisihi Yahudi, kita diperintahkan berpuasa pada hari sebelumnya, yaitu berpuasa pada hari kesembilan (tasu’a). Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

 

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

 

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

 

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

 

“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

 

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

 

“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)

Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan. (Lihat Syarh Muslim, 8: 12-13)

Ibnu Rajab mengatakan, ”Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.” (Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 99)

Apa Hikmah Menambah Puasa pada Hari Kesembilan?

Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam. (Lihat Syarh Muslim, 8: 12-13)

Sebagaimana penjelasan dari Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili, kita lebih baik berpuasa dua hari sekaligus yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram karena dalam melakukan puasa ‘Asyura ada dua tingkatan yaitu:

1- Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus.

2- Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja. (Lihat Tajridul Ittiba’, hal. 128)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam berkata, “Yang lebih afdhol adalah berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh dari bulan Muharram karena mengingat hadits (Ibnu ‘Abbas), “Apabila aku masih diberi kehidupan tahun depan, aku akan berpuasa pada hari kesembilan.” Jika ada yang berpuasa pada hari kesepuluh dan kesebelas atau berpuasa tiga hari sekaligus (9, 10 dan 11) maka itu semua baik. Semua ini dengan maksud untuk menyelisihi Yahudi.” (Lihat Fatwa Syaikh Ibnu Baz di sini).

Semoga Allah memudahkan kita untuk terus beramal sholih.

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

www.rumaysho.com

https://rumaysho.com

 

Selasa, 26 Juli 2022

Ternyata Salat Sunah Lebih Baik Dikerjakan di Rumah

Ternyata Salat Sunah Lebih Baik Dikerjakan di Rumah

 

Oase.id- Selain yang fardu, Islam juga menganjurkan umatnya melaksanakan salat sunah. Bedanya, salat wajib akan lebih baik jika dikerjakan secara berjemaah di masjid, sementara salat sunah, tidak.

Bahkan, Rasulullah Muhammad Saw sendiri pernah bersabda;

“Salat seseorang di rumahnya lebih utama dibandingkan salatnya di masjidku ini, kecuali salat wajib” (HR. Abu Daud)

 Kata "salat" yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah salat sunah. Sedangkat lafaz “masjidku” merujuk pada Masjid Nabawi.

Jika dipahami lebih mendalam, maka keutamaan melaksanakan salat sunah di rumah menjadi sangat jelas. Padahal, salat di Masjid Nabawi setara seribu kali lipat kebaikan mendirikan salat di tempat lain.

Abu Ath-Tayyib Muhammad Syamsul Haq Adzim Al-Abadi dalam Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud menyatakan, salat sunah di rumah lebih utama dan lebih besar pahalanya ketimbang di masjid. Kecuali, salat sunah yang memang lebih dianjurkan berjemaah seperti salat Idulfitri dan Iduladha, salat gerhana dan salat istisqa (meminta hujan). Atau, salat yang dikhususkan di tempat tertentu seperti salat tahiyatul masjid, salat tawaf, dan salat ihram.

Lebih lanjut, ahli hadis asal India ini menuliskan bahwa Imam Nawawi berkata, salat sunah lebih utama dilakukan di rumah juga karena pertimbangan rumah lebih tertutup dan lebih menjauhkan seseorang dari sikap riya.

Salat sunah di rumah juga bisa menjadi sebab keberkahan. Rahmat Allah bersama malaikat turun ke dalam rumah tersebut, juga bisa menjauhkannya dari setan-setan.

Rumah yang tidak pernah digunakan beribadah diumpamakan sebagai kuburan. Dengan mendirikan salat sunah, seseorang telah menjadikan rumahnya bernilai dan lebih hidup.

Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi Saw bersabda;

"Jadikanlah (sebagian dari) salat kalian ada di rumah kalian, dan jangan kalian jadikan ia sebagai kuburan."

Ibnu Hajar Al-Atsqalani menyatakan, sebagian ulama mengartikan hadis ini sebagai anjuran salat sunah di rumah, sekaligus imbauan agar tidak menyetarakan diri sebagai orang mati yang tidak melaksanakan salat.

Maksudnya, janganlah seperti mayit-mayit yang tidak salat di rumah (kuburan) mereka.

Berkaitan dengan ini, Rasulullah Saw juga bersabda:

“Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dan rumah yang tak pernah disebut nama Allah di dalamnya seperti yang hidup dan mati." (HR Muslim)

Maka, jangan ragu untuk memperbanyak salat sunah di rumah. Agar rumah kita senantiasa dilimpahkan rahmat dan cahaya, juga terlindung dari keburukan-keburukan setan.

Fera Rahmatun Nazilah

https://m.oase.id

 

 

Tiga Taman Surga di Dunia: Masjid, Majelis Zikir dan Majelis Ilmu

Tiga Taman Surga di Dunia: Masjid, Majelis Zikir dan Majelis Ilmu

 

Beruntunglah bagi orang-orang yang beriman. Walau masih di dunia, mereka sudah diberi keutamaan menikmati taman-taman surga.

Suatu hari, Anas bin Malik mendengar sabda Nabi SAW yang ditujukan kepada para sahabat:

 

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الجَنَّةِ فَارْتَعُوا

 

Idza marartum bi riyaadhil-jannah farta’u

“Jika kalian melewati taman-taman surga, maka singgahlah!” maksudnya silakan menikmati dan bersenang-senang di dalamnya.

Para sahabat penasaran, apa gerangan yang dimaksud dengan taman surga dan singgah di dalamnya. Menurut beberapa penelusuran hadits, misalnya Tirmidzi, Thabrani dan lain-lain, ada tiga yang disebut sebagai taman surga, yaitu: masjid, majelis dzikir dan majelis ilmu.

Dengan singgah di masjid untuk berdzikir, bermajelis ta’lim, misalnya, nilanya seperti berada di taman surga. Sebuah tamsil atau analogi yang indah bagi orang yang benar-benar peka menikmati diksi dari hadits ini.

Keutamaan masjid, majelis zikir dan majelis ilmu memang sangat besar. Salah satunya dirangkum dalam hadits berikut:

 

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى، يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

 

“Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah Ta’ala (masjid), sembari membaca Kitab Allah, saling mendaras (mengkaji) di antara mereka, melainkan turun ketenangan pada mereka, rahmat menyelimuti mereka, malaikat mengerumuni mereka dan mereka akan disebut Allah pada makhluk di sisi-Nya.” (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits lain riwayat Abu Dawud, majelis seperti ini bahkan didoakan oleh makhluk Allah di langit dan di bumi. Mereka memintakan ampun untuk orang yang berada di majelis ini. Bahkan, ikan-ikan di lautan yang dalam pun berdoa untuk kebaikan orang yang berada dalam majelis tersebut.

Oleh karena itu, bagi siapa saja yang ingin ke taman surga saat berada di dunia, kunjungilah masjid, majelis dzikir dan majelis ilmu. Silakan bersenang-senang di dalamnya, menikmati hubungan yang sangat intim dengan Allah Ta’ala.

Sebagaimana gambaran sebuah taman yang indah, maka majelis seperti ini menghadirkan nilai-nilai Islam yang sejuk, indah, damai, memesona dan memikat bagi orang sekitarnya.

Oleh karenanya itu; masjid, majelis dzikir dan majelis ilmu yang malah membawa kepada perpecahan dalam umat Islam, menarasikan hal-hal yang menyulut permusuhan dan suka menyerang pihak lain yang bersebrangan, bisa dikatakan jauh dari istilah taman surga yang menhadirkan keindahan, kesejukan dan kenyamanan.

Mari bersama pergi ke taman surga! Dan nikmatilah keindahan dan pesonanya. Semoga! Kelak bisa reuni di taman surga yang sesungguhnya! (Aza)

https://indonesiainside.id