Kantor Sekretariat Rumah Sajada

Alamat : Wirokraman RT 04 RW 13 Sidokarto Godean Sleman D.I. Yogyakarta

Tampak Depan PAPP Rumah Sajada

Komplek Kantor dan Asrama Putri Wirokraman RT 04 RW 13 Sidokarto Godean Sleman

Pendopo Rumah Sajada

Komplek Asrama Putra Sorolaten Sidokarto Godean Sleman

Asrama Putri Rumah Sajada

Komplek Asarama Putri Wirokraman Sidokarto Godean Sleman

Asrama Putra

Alamat : Sorolaten Sidokarto Godean Sleman

Rabu, 27 April 2022

Tiga Pesan Nabi SAW

Tiga Pesan Nabi SAW

 

Nabi SAW bersabda, "Bertakwalah kepada Allah di mana dan kapan saja engkau berada. Susullah keburukan dengan amal kebaikan sebab itu bisa menghapusnya. Tunjukkan akhlak yang baik kepada manusia!" (HR at-Tirmidzi).

Pesan Nabi SAW di atas adalah pesan yang sangat berharga. Pesan tersebut berlaku bagi semua umatnya hingga hari kemudian. Mengamalkannya merupakan jaminan kesuksesan dunia dan akhirat.

Pertama adalah pesan untuk bertakwa di mana dan kapan saja berada. Takwa adalah tujuan dari segala tujuan hidup manusia. Secara bahasa takwa berarti melindungi dari dari mara bahaya. Hakikat takwa adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan; bersyukur dan tidak kufur; ingat kepada-Nya dan tidak lupa; serta taat dan tidak bermaksiat.

Orang yang berhasil menata hidupnya dalam ketakwaan, akan mendapatkan banyak kebaikan. Ia bisa mencapai derajat kewalian (lihat QS Yunus: 62-63). Ia layak menjadi orang yang mulia di sisi Allah (lihat QS al- Hujurat:13). Ia akan dibimbing untuk bisa membedakan antara hak dan batil (lihat QS al-Anfal: 29). Ia akan mendapatkan solusi dan jalan keluar dari segala persoalan (QS ath-Thalaq: 3-4). Serta ia juga akan mendapat pengampunan dosa sekaligus limpahan pahala (lihat QS QS ath-Thalaq: 5). Karena itu, Nabi SAW selalu memberikan pesan untuk bertakwa dalam setiap kesempatan. Itulah bekal terbaik manusia dalam menjalani kehidupan.

Kedua, pesan untuk senantiasa menyusul keburukan dengan amal kebaikan. Pasalnya, sehebat apa pun usaha untuk menata ketakwaan, kita tetaplah manusia yang tidak lepas dari dosa dan salah. Manusia bukan malaikat dan bukan pula bidadari surga. Manusia tempatnya lupa dan alfa. Ada saat ia jatuh dan tergelincir pada kesalahan.

Namun demikian, Nabi SAW tidak ingin umatnya berputus asa dan patah semangat untuk menjadi orang baik. Beliau memberikan jalan keluar. Yaitu pada saat seseorang tergelincir dalam kesalahan, ia tidak boleh diam dan terus membiarkan diri di dalamnya. Apalagi bangga dan memamerkan kesalahan yang ada. Sebab, dosa dan kesalahan yang dibiarkan bisa membesar dan menjadi petaka. Hati bisa menjadi rusak dan berkarat sebagaimana firman Allah dalam surah al-Muthaffifin ayat 14. Tempat dilakukannya dosa dan maksiat juga bisa menjadi saksi di akhirat.

Karena itu, Nabi SAW menyuruh segera menyusul keburukan dengan amal kebaikan. Hal itu agar hati segera menjadi bersih kembali tidak sampai berkarat. Juga agar semua tempat kita berpijak dan beraktivitas tidak menjadi saksi keburukan. Akan tetapi, sebaliknya, menjadi saksi kebaikan.

Ketiga, pesan untuk berakhlak baik kepada manusia. Pasalnya, ketakwaan kepada Allah dan usaha menjaganya bisa hancur berantakan lantaran akhlak buruk kita. Ahli ibadah bisa bangkrut dan celaka lantaran akhlak buruknya. Orang yang tekun salat dan rajin puasa bisa binasa lantaran perbuatan keji yang dilakukannya.

Atas dasar itulah, ketakwaan harus dirawat dan dijaga dengan cara menunjukkan akhlak mulia. Iman baru bernilai bila disertai akhlak yang mulia. Ibadah baru diterima bila berhias akhlak mulia. Ilmu juga baru bermanfaat bila melahirkan akhlak mulia. Itulah sebabnya Nabi SAW bersabda, "Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR Ahmad).

 

Oleh: Fauzi Bahreisy

Red: Agung Sasongko

https://www.republika.co.id

 

Semakin Semangat Ibadah di Akhir Ramadhan

Semakin Semangat Ibadah di Akhir Ramadhan

 

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Sebagian kaum muslimin di akhir Ramadhan malah tersibukkan dengan hal-hal dunia. Dirinya lebih memikirkan pulang mudik, baju baru dan silaturahmi kepada kerabat. Contoh dari suri tauladan kita tidaklah demikian. Di akhir Ramadhan, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih tersibukkan dengan ibadah, apalagi shalat malam.

Raih Lailatul Qadar

Selayaknya bagi setiap mukmin untuk terus semangat dalam beribahadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan lebih dari lainnya. Di sepuluh hari terakhir tersebut terdapat lailatul qadar. Allah Ta’ala berfirman,

 

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

 

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar: 3). Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemuliaan. Telah terdapat keutamaan yang besar bagi orang yang menghidupkan malam tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

 

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)

An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341). Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar (Zaadul Masiir, 9/191).

Kapan Lailatul Qadar Terjadi?

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

 

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

 

“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)

Tidak Perlu Mencari Tanda

Sebagian orang sibuk mencari tanda kapan lailatul qadar terjadi. Namun sebenarnya tanda tersebut tidak perlu dicari. Tugas kita di akhir Ramadhan, pokoknya terus perbanyak ibadah. Karena kalau sibuk mencari tanda malam tersebut, kita malah tidak akan memperbanyak ibadah. Walaupun memang ada tanda-tanda tertentu kala itu.  Tanda tersebut di antaranya:

Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361, shahih)

Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak dirasakan pada hari-hari yang lain.

Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tanpa sinar yang menyorot. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR. Muslim no. 762)

Jika Engkau Dapati Lailatul Qadar

Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

 

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

 

”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang mesti aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171, shahih)

Lebih Giat Ibadah di Akhir Ramadhan

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat lebih rajin di akhir Ramadhan lebih dari hari-hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

 

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya saat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Untuk maksud tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai menjauhi istri-istri beliau dari berhubungan intim. Beliau pun tidak lupa mendorong keluarganya dengan membangunkan mereka untuk melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan. ‘Aisyah mengatakan,

 

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

 

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan untuk memperbanyak ibadah di akhir Ramadhan dan disunnahkan pula untuk menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:71)

Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)

Menghidupkan Malam Penuh Kemuliaan

Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut”. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 329). Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an (‘Aunul Ma’bud, 4/176). Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901).

Jika seorang meraih lailatul qadar dengan i’tikaf, itu lebih bagus. Namun i’tikaf bukanlah syarat untuk dapati malam kemuliaan tersebut. Begitu pula bukanlah syarat mesti di masjid untuk dapati lailatul qadar. Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 341).

Semoga Allah beri taufik kepada kita sekalian untuk terus perbanyak ibadah di akhir-akhir Ramadhan dan moga kita juga termasuk hamba yang mendapatkan malam penuh kemuliaan, lailatul qadar. Wallahu waliyyut taufiq.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

 www.muslim.or.id,

https://rumaysho.com

 

Apa yang Harus Dilakukan untuk Meraih Lailatul Qadar?

Apa yang Harus Dilakukan untuk Meraih Lailatul Qadar?

 

Liputan6.com, Jakarta - Dari banyak malam selama Ramadan, ada satu yang diburu banyak orang, namun keberadaannya sangat dirahasiakan. Malam itu disebut lailatul qadar. Secara etimologis, lailatul qadar terdiri dari dua kata, yakni lail atau lailah yang berarti malam hari, sedangkan qadar bermakna ukuran atau ketetapan.

Ada juga yang mengatakan lailatul qadar adalah malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Diturunkannya Alquran sebagai penetapan jalan hidup bagi manusia dengan berpedoman pada Alquran, seperti diungkapkan Abdul Aziz Muhammad As-Salam, dalam buku Menuai Hikmah Ramadhan dan Keistimewaan Lailatul Qadar.

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada malam seribu bulan." (QS. al-Qadr: 1-3).

Merujuk pada ayat-ayat tersebut, dijelaskan bahwa kelebihan Lailatulqadar adalah pahala amal ibadah pada malam itu berlipat ganda hingga 29,5 ribu kali. Menurut H. Sulaiman Rasjid dalam buku Fiqh Islam, ayat itu menerangkan bahwa orang yang beramal ibadah pada satu hari pada malam itu akan mendapatkan ganjaran lebih banyak daripada beramal ibadah seribu bulan.

Menurut Sulaiman, dalam menentukan malam Lailatulqadar itu timbul beberapa pendapat dari para ulama. Yang lebih kuat di antara pendapat-pendapat tadi ialah malam ganjil sesudah tanggal 20 bulan Ramadhan, yaitu malam 21, 23, 25, 27, 29, namun yang lebih masyhur ialah malam 27 Ramadan.

"Dari Ibnu Umar, Rasulullah Saw telah berkata, "Barang siapa yang ingin menjumpai malam qadar, hendaklah ia mencarinya pada malam, dua puluh tujuh" (riwayat Ahmad dengan sanad yang sahih)."

Anjuran Amalan

Kemuliaam malam Lailatulqadar yang sangat besar tidak bisa didapatkan begitu saja. Perlu usaha dan upaya demi mendaatkannya. Ahmad Zarkasih, Lc, dalam bukunya Meraih Lailatul Qadar, ia menyebutkan ada beberapa yang bisa dilakukan.

1. Menghidupkan malam

Menghidupkan malam di sini berarti dengan berbagai macam ibadah, seperti salat, membaca Alquran, iktikaf, berzikir, berdoa, dan lain-lain. "Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qodr dengan Iman dan Ihtisab (mengharapkan pahala), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau." (HR Bukhori)

2. Memperbanyak Zikir dan Doa

Membanyak zikir adalah salah satu cara paling mulia guna mendapat kemulian malam Lailatulqadar. Terlebih, zikir memang diajarkan dan dicontohkan Rasulullah. Lafaz "laa Ilaaha Illallah," yang disebutkan dalam hadis, ialah afdalnya zikir.

3. Memperbanyak Tilawah Alquran

Tidak mesti mengkhatamkannya di malam itu juga, dan tidak ada juga yang mewajibkan seorang Muslim untuk mengkhatamkan Alquran di malam itu. Namun, jika memang mampu dan bisa mengkhatamkan Alquran, itu sungguh baik sekali.

4. Melaksanakan Salat

Salat di malam ini tidak ada ketentuan berapa rakaat. Bisa delapan rakaat, bisa juga 20 rakaat. Yang terpenting adalah salat malam ini dilakukan dengan format dua rakaat satu salam. Boleh juga salat malam ini ditutup dengan salat witir jika belum melaksanakannya.

 

https://www.liputan6.com

 

Sabtu, 23 April 2022

Beberapa Amalan Ketika Turun Hujan

Beberapa Amalan Ketika Turun Hujan

 

Apa saja amalan-amalan ketika turun hujan?

Segala puji bagi Allah, pada saat ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan. Allah Ta’ala berfirman,

 

أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69)

 

”Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69)

Begitu juga firman Allah Ta’ala,

 

وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا (14)

 

”Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.” (QS. An Naba’ [78] : 14)

Allah Ta’ala juga berfirman,

 

فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ

 

”Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.” (QS. An Nur [24] : 43) yaitu dari celah-celah awan.[1]

Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, kesendirian-Nya dalam menguasai dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah tanaman yang indah untuk dipandang. Allah Ta’ala telah mengatakan yang demikian dalam firman-Nya,

 

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

 

“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat [41] : 39). Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati. Sebagaimana pembaca dapat melihat pada daerah yang kering dan jarang sekali dijumpai air seperti Gunung Kidul, tatkala hujan itu turun, datanglah keberkahan dengan mekarnya kembali berbagai tanaman dan pohon jati kembali hidup setelah sebelumnya kering tanpa daun. Sungguh ini adalah suatu kenikmatan yang amat besar.

Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang telah diberikan ini, sebaiknya kita mengilmui beberapa hal seputar musim hujan. Untuk tulisan pertama, kami akan menjelaskan amalan-amalan yang semestinya dilakukan seorang muslim ketika hujan turun. Setelah itu, kita akan memperjari fenomena kilatan petir dan geledek. Dan terakhir kita akan mengkaji bersama mengenai beberapa keringanan di musim penghujan. Semoga bermanfaat.

:: Beberapa Amalan Ketika Turun Hujan ::

 [1] Keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung

Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

 

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى نَاشِئاً فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاِق السَمَاءِ، تَرَكَ عَمَلَهُ- وَإِنْ كَانَ فِي صَلَاةٍ- ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ؛ فَإِنْ كَشَفَهُ اللهُ حَمِدَ اللهَ، وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ: “اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً

 

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau mengucapkan, “Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat].”[2]

’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,

 

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ ) »

 

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, beliau beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi jika beliau melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” (QS. Al Ahqaf [46] : 24)”[3]

Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan bahwa seharusnya seseorang menjadi kusut pikirannya jika ia mengingat-ingat apa yang terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan agar ia selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka yaitu umat-umat sebelumnya.”[4]

uatu karunia.”[6]

[3] Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni[7] mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

 

اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ

 

’Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.”[8]

Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

 

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ المَطَرِ

 

“Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.”[9]

[4] Ketika Terjadi Hujan Lebat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

 

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

 

“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].”[10]

Ibnul Qayyim mengatakan, ”Ketika hujan semakin lebat, para sahabat meminta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam supaya berdo’a agar cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya beliau membaca do’a di atas.”[11]

Syaikh Sholih As Sadlan mengatakan bahwa do’a di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya.[12]

[5] Mengambil Berkah dari Air Hujan

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

 

“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.”[13]

An Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.”[14]

An Nawawi selanjutnya mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama Syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut. Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.”[15]

Dalam hal mencari berkah dengan air hujan dicontohkan pula oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,

 

أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُوْلُ: “يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق: 9].

 

”Apabila turun hujan, beliau mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku”.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya], ”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf [50] : 9)” [16]

[6] Dianjurkan Berwudhu dengan Air Hujan

Ibnu Qudamah mengatakan, ”Dianjurkan untuk berwudhu dengan air hujan apabila airnya mengalir deras.”[17]

Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

 

اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ

 

”Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.”[18]

Namun, hadits di atas adalah hadits yang lemah karena munqothi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi[19].

Ada hadits yang serupa dengan hadits di atas dan shahih,

 

كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي ” أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ

 

“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya.”[20]

[7] Janganlah Mencela Hujan

Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan nikmat dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan, “Aduh!! hujan lagi, hujan lagi”.

Perlu diketahui bahwa setiap yang seseorang ucapkan, baik yang bernilai dosa atau tidak bernilai dosa dan pahala, semua akan masuk dalam catatan malaikat. Allah Ta’ala berfirman,

 

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

 

”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

 

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ

 

“Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.”[21]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehatkan kita agar jangan selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa sebagai kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin karena kedua makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa.

Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

 

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِى الأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

 

“Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.”[22]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

 

لاَ تَسُبُّوا الرِّيحَ

 

”Janganlah kamu mencaci maki angin.”[23]

Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin adalah sesuatu yang terlarang. Begitu pula halnya dengan mencaci maki makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin dan hujan adalah terlarang.

Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari kejelekan yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk. Ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan, “Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat”, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.[24]

Intinya, mencela hujan tidak terlepas dari hal yang terlarang karena itu sama saja orang yang mencela hujan mencela Pencipta hujan yaitu Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan ketidaksabaran pada diri orang yang mencela. Sudah seharusnya lisan ini selalu dijaga. Jangan sampai kita mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat Allah murka. Semestinya yang dilakukan ketika turun hujan adalah banyak bersyukur kepada-Nya sebagaimana telah diterangkan dalam point-point sebelumnya.

[8] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan

Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »

 

“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”[25]

Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah) setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam jika ia meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.”[26]

Demikian beberapa amalan yang bisa diamalkan ketikan hujan turun.

Semoga Allah memudahkan posting selanjutnya mengenai fenomena kilatan petir dan geledek.

 

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

https://rumaysho.com

 

[1] Lihat Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 24/262, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.

[2] Lihat Adabul Mufrod no. 686, dihasankan oleh Syaikh Al Albani

[3] HR. Bukhari no. 3206

[4] Fathul Bari Syarh Shohih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al ’Asqolani Asy Syafi’i, 6/301, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H

[5] HR. Bukhari no. 1032, Ahmad no. 24190, dan An Nasai no. 1523.

[6] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 5/18, Asy Syamilah.

[7] Al Mughni fi Fiqhil Imam Ahmad bin Hambal Asy Syaibani, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, 2/294, Darul Fikr, Beirut, cetakan pertama, 1405 H.

[8] Dikeluarkan oleh Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Baihaqi dalam Al Ma’rifah dari Makhul secara mursal. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shohihul Jaami’ no. 1026.

[9] HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ no. 3078.

[10] HR. Bukhari no. 1014.

[11] Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/439, Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-14, tahun 1407 H.

[12] Lihat Dzikru wa Tadzkir, Sholih As Sadlan, hal. 28, Asy Syamilah.

[13] HR. Muslim no. 898.

[14] Syarh Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 6/195, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, cetakan kedua, 1392 H.

[15] Syarh Muslim, 6/196.

[16] Lihat Adabul Mufrod no. 1228. Syaikh Al Albani mengatakan sanad hadits ini shohih dan hadits ini mauquf [perkataan sahabat].

[17] Al Mughni, 2/295.

[18] Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro (3/359) dan Tuhfatul Muhtaj (1/567). Dikeluarkan pula oleh An Nawawi dalam Al Khulashoh (2/884) dan Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (1/216) [dinukil dari http://dorar.net ]. Lihat pula Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 1/439. Hadits ini adalah hadits yang lemah karena munqothi’ yaitu ada sanad yang terputus.

[19] Syaikh Al Albani dalam Dho’if Al Jaami’ no. 4416 mengatakan bahwa hadits ini dho’if.

[20] HR. Muslim, Abu Daud, Al Baihaqi, dan Ahmad. Lihat Irwa’ul Gholil no. 679. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[21] HR. Bukhari no. 6478.

[22] HR. Bukhari no. 4826 dan Muslim no. 2246, dari Abu Hurairah.

[23] HR. Tirmidzi no. 2252, dari Abu Ka’ab. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[24] Faedah dari guru kami Ustadz Abu Isa hafizhohullah. Lihat buah pena beliau “Mutiara Faedah Kitab Tauhid”, hal. 227-231, Pustaka Muslim, cetakan pertama, Jumadal Ula 1428 H.

[25] HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71, dari Kholid Al Juhaniy.

[26] Kutub wa Rosa’il Lil ‘Utsaimin, 170/20, Asy Syamilah.

https://rumaysho.com

 

5 Manfaat Air Hujan Bagi Kesehatan yang Jarang Diketahui

5 Manfaat Air Hujan Bagi Kesehatan yang Jarang Diketahui

 

Manfaat Air Hujan

Meski membasahi bumi, ternyata manfaat air hujan memiliki berbagai kebaikan bahkan untuk kesehatan. Simak selengkapnya di sini.

Air hujan disebut sebagai bentuk air paling murni yang ada di bumi jika dibandingkan dengan pasokan air minum.

Sumber utama tersebut berasal dari air tanah (seperti sumur) dan air permukaan seperti danau dan sungai.

Meminum air hujan ternyata memiliki manfaat bagi kesehatan, namun tentu ada perlu yang diperhatikan.

Sebab, tidak semua air hujan memiliki manfaat yang baik.

Hujan yang dapat digunakan untuk kesehatan salah satunya adalah air hujan yang turun di lingkungan yang bersih.

Sebaliknya, jika hujan turun di daerah yang lingkungannya tidak bersih, maka akan terdapat massa kotor di dalamnya.

Untuk itu, perlu dilakukan pengecekan pH air hujan untuk mengetahui kondisi kebersihan lingkungan sekitarmu.

3 Kandungan Air Hujan

1. Uap Air atau H2O

Uap air atau H2O adalah kandungan utama yang terdapat pada hujan dengan persentase sebesar 99,9 persen.

Sementara, sisanya tergantung pada lapisan atmosfer yang dilaluinya.

2. Karbon

Air hujan juga mengandung zat karbon berupa silika yang merupakan zat debu yang mengikat molekul-molekul pada air hingga terbentuklah hujan.

3. Asam Nitrat

Manfaat Air Hujan Sumber : utakatikotak.com

Hujan asam biasanya terjadi karena pencemaran oleh pabrik yang kotor atau dari semburan gunung berapi.

Nah, kandungan asam nitrat yang berlebihan ini disebut tidak baik dan bisa membahayakan. Biasanya, kandungan asam dapat dinyatakan dalam pH.

Air hujan normal memiliki pH 6, sedangkan hujan asam memiliki pH di bawah normal, yaitu sekitar 5,7.

5 Manfaat Air Hujan

Studi menunjukkan bahwa air hujan dapat diminum jika dikumpulkan dengan cara yang tepat.

Air hujan harus disaring dengan peralatan bersih yang benar, disaring dengan cara yang benar, dan air hujan tersebut jatuh dari langit tanpa melewati perantara.

Air hujan yang bersih memiliki manfaat untuk kesehatan, diantaranya adalah:

1. Menyehatkan Kulit dan Rambut

Air hujan disebut dapat membuat kulit terlihat awet muda dan cantik.

Sebab, pH basa dalam air hujan dapat membantu menjaga kelembapan kulit dan membantu elastisitas kulit.

Tidak hanya membuat kulitmu sehat, mencuci rambut dengan air hujan dinilai baik untuk pertumbuhan dan kekuatan rambut.

Saat mencuci rambut dengan air hujan, pH basa membantu pertumbuhan rambut dan membuat rambut lebih kuat.

2. Menghilangkan Stres

Seperti layaknya anak kecil yang kerap bermain hujan-hujanan, air hujan memang dinilai membuat pikiran lebih tenang.

Air hujan dinilai cocok bagi kamu yang penat dengan rutinitas sehari-hari.

3. Mengobati Masalah Pencernaan

Siapa yang sangka kalau air hujan ternyata bisa membantu menetralkan asam lambung dan menenangkan dinding lambung.

Caranya, kamu hanya perlu meminum sekitar dua hingga tiga sendok makan air hujan di pagi hari sebelum mengonsumsi apapun.

4. Menetralkan pH Darah Tubuh

Air hujan sangat murni dan memiliki pH yang sama dengan air suling dan air reverse osmosis atau RO.

Dengan kandungan pH alkali, air hujan dinilai baik untuk kesehatan karena meningkatkan detoksifikasi serta membuat sistem pencernaan sehat.

Sama halnya dengan air alkali, air hujan dapat menetralkan pH darah tubuh dan membantu tubuh kita bekerja lebih efektif. 

5. Menyingkirkan Sel Kanker

Kandungan pH basa di dalam air hujan disebut dapat membantu menyingkirkan sel kanker.

Air hujan dinilai sebagai penawar yang baik untuk darah serta sel-sel tubuh.

Hal inilah alasan mengapa air hujan disebut sebagai antioksidan.

Untuk itu, penderita kanker dianjurkan untuk meminum air hujan murni pada musim hujan pertama dalam jumlah yang banyak.

Itulah berbagai kandungan serta manfaat air hujan yang dapat berguna bagi kesehatan.

 

Oleh: Siti Nurhikmah

https://artikel.rumah123.com