7 Catatan Mengenai Dzikir
Ini catatan penting mengenai dzikir.
Catatan #01: Ingatlah Allah, Allah akan Mengingat Kita
Allah Ta’ala
berfirman,
فَاذْكُرُونِي
أذْكُرْكُمْ
“Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS.
Al-Baqarah: 152).
Ibnul
Qayyim mengatakan, “Seandainya tidak ada
keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup
keutamaan yang disebut.” (Shahih Al-Wabil Ash-Shayyib, hlm. 83)
Allah Ta’ala berfirman,
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ
كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Laki-laki
dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35).
Syaikh
As-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Dzikir yang banyak adalah dengan membaca
tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah), tasbih (subhanallah),
takbir (Allahu Akbar) dan perkataan lainnya yang mendekatkan diri pada Allah.
Yang paling minimal adalah kita merutinkan dzikir pagi-petang, dzikir ba’da
shalat lima waktu, dzikir ketika muncul sebab tertentu. Dzikir ini baiknya
dirutinkan di setiap waktu dan keadaan.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 706)
Catatan
#03: Manut Tuntunan Nabi
Ada doa sebelum tidur yang diajarkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut.
ALLOHUMMA
ASLAMTU NAFSII ILAIK, WA FAWWADH-TU AMRII ILAIK, WA WAJJAHTU WAJHIYA ILAIK, WA
ALJA’TU ZHOHRII ILAIK, ROGH-BATAN WA ROHBATAN ILAIK, LAA MALJA-A WA LAA MANJAA
MINKA ILLAA ILAIK. AAMANTU BI KITAABIKALLADZII ANZALTA WA BI NABIYYIKALLADZII
ARSALTA.
Artinya:
“Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu, aku menyerahkan urusanku
kepada-Mu, aku menghadapkan wajahku kepada-Mu, aku menyandarkan punggungku
kepada-Mu, karena senang (mendapatkan rahmat-Mu) dan takut terhadap
(siksaan-Mu, bila aku melakukan kesalahan). Tidak ada tempat perlindungan dan
penyelamatan dari (ancaman)-Mu, kecuali (berlindung) kepada-Mu. Aku beriman
kepada kitab yang telah Engkau turunkan dan (kebenaran) Nabi-Mu yang telah
Engkau utus.”
Al-Bara’
bin ‘Azib ketika membaca doa ini, ia menyebut “WA BI ROSULIKALLADZI ARSALTA”,
lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur dengan mengatakan, “Bukan
seperti itu, namun bacalah WA BI NABIYYIKALLADZII ARSALTA.” (HR. Bukhari, no.
6313 dan Muslim, no. 2710)
Doa ini
menandakan pentingnya ittiba’ pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau
manut pada tuntunan beliau ketika berdzikir.
Catatan
#04: Dzikir dengan Lirih Lebih Utama
Allah Ta’ala berfirman,
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي
نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الجَهْرِ مِنَ القَوْلِ بِالغُدُوِّ
والآصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِنَ الغَافِلِينَ
“Dan
sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 205).
8 Alasan
Dzikir dengan Lirih
1-
Menunjukkan keimanan yang benar karena yang memanjatkan dzikir tersebut
mengimani kalau Allah itu mendengar dzikir yang lirih.
2- Ini
lebih menunjukkan adab dan pengagungan. Hal ini dimisalkan seperti rakyat, ia
tidak mungkin mengeraskan suaranya di hadapan raja. Siapa saja yang berbicara
di hadapan raja dengan suara keras, tentu akan dibenci. Sedangkan Allah lebih
sempurna dari raja.
3- Lebih
menunjukkan khusyu’.
4- Lebih
menandakan ikhlas.
5- Lebih
mudah menghimpun hati untuk merendahkan diri, sedangkan dengan suara keras
lebih cenderung tidak menyatukan hati.
6- Dzikir
yang lemah lembut menunjukkan kedekatan dengan Allah.
7- Dzikir
yang dibaca lirih akan ajeg (kontinu) karena anggota tubuh tidaklah merasa
letih (capek) yang cepat, beda halnya jika dzikir tersebut dikeraskan.
8- Dzikir
yang lirih lebih selamat dari was-was dibandingkan dengan yang dikeraskan.
(Disarikan dari Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 15:15-20)
Catatan
#05: Berdzikir Pagi dan Petang
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41)
وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)
“Hai
orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS.
Al-Ahzab: 41-42).
Waktu
Dzikir Pagi Petang
Waktu
dzikir pagi menurut pendapat yang paling kuat adalah ketika masuk fajar Shubuh
hingga waktu zawal (matahari akan tergelincir ke barat, mau masuk Zhuhur).
Adapun
waktu dzikir petang yang tepat adalah dari tenggelamnya matahari (waktu
Maghrib) hingga pertengahan malam (berakhirnya shalat Isya). Salah satu yang
berpendapat seperti ini adalah Imam As-Suyuthi.
Kenapa
dzikir petang dibaca setelah masuk Maghrib? Salah satu dalilnya adalah dalil
tentang dzikir petang berikut ini. Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
shalat Shubuh lantas ia mengucapkan “laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah
lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir” sebanyak 10 kali
maka ia seperti membebaskan 4 budak, dicatat baginya 10 kebaikan, dihapuskan
baginya 10 kejelekan, lalu diangkat 10 derajat untuknya, dan ia pun akan
terlindungi dari gangguan setan hingga waktu petang (masaa’). Jika ia menyebut
dzikir yang sama setelah Maghrib, maka ia akan mendapatkan keutamaan semisal
itu.” (HR. Ahmad, 5:415. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata bahwa hadits ini
shahih lighairihi).
Catatan
#06: Ada Dzikir yang Bervariasi
Contoh, dzikir bada shalat dengan membaca
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.
1-
SUBHANALLAH sepuluh kali, ALHAMDULILLAH sepuluh kali, ALLAHU AKBAR sepuluh kali.
2-
SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WALLAHU AKBAR sebanyak tiga puluh tiga kali lalu
digenapkan dengan LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH, LAHUL MULKU
WALAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI-IN QODIIR.
Bisa pula
dengan cara baca Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar dipisah
masing-masing 33 kali.
3-
SUBHANALLAH 33 kali, ALHAMDULILLAH 33 kali, ALLAHU AKBAR 34 kali.
4-
SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR
sebanyak 25
kali, totalnya berjumlah seratus karena ada empat kalimat di dalamnya.
Catatan
#07: Dzikir ataukah Berdoa Bada Shalat?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
rahimahullah menyatakan, “Mengenai maksud dubur (akhir) shalat, yaitu jika
dubur shalat terkait dengan dzikir, maka letaknya setelah salam. Namun jika
dubur shalat terkait dengan doa, maka letaknya sebelum salam.” (Majmu’ Fatawa
wa Rasail Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, 13:268)
Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Setiap do’a yang berkaitan dengan shalat, do’a
tersebut terletak di dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memerintahkan do’a tersebut di dalamnya. Inilah yang lebih tepat dilihat dari
kondisi orang yang melaksanakan shalat karena ketika itu ia sedang menghadap
dan bermunajat dengan Rabbnya. Setelah salam, dialog tersebut dengan Rabbnya
terputus dan hilanglah kedekatan dengan Allah. Lantas mengapa sampai do’a saat
munajat (dialog), kedekatan dan berhadapan dengan Allah tidak dipanjatkan lalu
malah setelah itu baru meminta?! Jadi, sebelum salam, waktu terbaik untuk berdo’a.
Namun ada
saat sebentar untuk berdo’a sesudah salam yaitu setelah membaca dzikir seperti
membaca tahlil (bacaan: laa ilaha illalah), tasbih (bacaan: subhanallah),
tahmid (bacaan: alhamdulillah) dan takbir (bacaan: Allahu akbar), juga membaca
dzikir lainnya yang dituntunkan setelah shalat, kemudian bershalawat atas Nabi
–shallallahu ‘alaihi wa sallam– setelah itu. Lalu boleh berdo’a sesudahnya
semaunya. Jadi, sah-sah saja berdo’a setelah membaca dzikir, dan itu bukan yang
dimaksud ‘dubur shalat’ (akhir shalat). Karena setiap yang berdzikir pada
Allah, dengan memuji dan menyanjung-Nya, lalu bershalawat atas Rasul
–shallallahu ‘alaihi wa sallam-, disunnahkan baginya untuk berdo’a setelah
itu.” (Zaad Al-Ma’ad, 1:249-250).
Imam
Asy-Syafi’i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan, “Aku anjurkan untuk berdzikir
bada shalat bagi orang yang shalat sendirian maupun sebagai makmum, hendaklah
dzikir tersebut ia perlama dan memperbanyak doa setelah itu karena diharapkan
terkabulkan bada shalat.” (Dinukil dari At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil –
Tafsir Juz ‘Amma, 30:411)
Semoga
bermanfaat. Moga kita menjadi ahli dzikir yang ikhlas dan sesuai tuntunan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
CATATAN DARI BUKU PENULIS “DZIKIR PAGI PETANG” (PENERBIT
RUMAYSHO, WA 085200171222) DAN KAJIAN RIYADHUS SHOLIHIN KITAB AL-ADZKAR DI
MASJID POGUNG DALANGAN YOGYAKARTA SETIAP KAMIS SORE (BADA MAGHRIB – 20.00)
Referensi:
At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil – Tafsir Juz ‘Amma.
Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Syaikh
Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Majmu’ah Al-Fatawa. Ibnu Taimiyah. Penerbit Darul Wafa’
dan Ibnu Hazm.
Majmu’ Fatawa wa Rasail Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Daruts
Tsurayya.
Tabshirah Al-A’masy bi Wakt Adzkar Ash-Shabaah wa
Al-Masaa’. Abu ’Abdil Baari Al ’Ied bin Sa’ad Sarifiy. Penerbit Maktabah
Al-Ghuraba’ Al-Atsariyyah.
Tafsir As-Sa’di. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Shahih Al-Wabil Ash-Shayyib min Al-Kalim Ath-Thayyib.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq: Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar
Ibnul Jauzi.
Zaad Al-Ma’ad. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq: Syaikh
Abdul Qadir Al-Arnauth dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth. Penerbit Muassasah
Ar-Risalah.
—
Oleh:
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel
Rumaysho.Com