Kantor Sekretariat Rumah Sajada

Alamat : Wirokraman RT 04 RW 13 Sidokarto Godean Sleman D.I. Yogyakarta

Tampak Depan PAPP Rumah Sajada

Komplek Kantor dan Asrama Putri Wirokraman RT 04 RW 13 Sidokarto Godean Sleman

Pendopo Rumah Sajada

Komplek Asrama Putra Sorolaten Sidokarto Godean Sleman

Asrama Putri Rumah Sajada

Komplek Asarama Putri Wirokraman Sidokarto Godean Sleman

Asrama Putra

Alamat : Sorolaten Sidokarto Godean Sleman

Selasa, 29 November 2022

Apakah Ada Amalan untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal?

Apakah Ada Amalan untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal?

 

Suara.com - Orang tua merupakan orang yang berpengaruh dalam hidup kita. Mereka yang telah membesarkan dan merawat hingga tumbuh menjadi dewasa. Oleh karenanya, kita harus selalu berbakti kepada orang tua dengan melakukan berbagai amalan-amalan, termasuk amalan untuk orang tua yang sudah meninggal.

Jika orang tua kita telah meninggal apakah tetap ada amalan-amalan yang harus dilakukan? Jawabannya ada, berikut ini beberapa amalan untuk orang tua yang sudah meninggal.

Jika orang tua meninggal, yang dapat kita lakukan adalah dengan mendoakannya. Dalam sebuah hadist menyebutkan ada 3 amalan yang tidak terputus setelah orang meninggal seperti sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh.

Sebagai anak yang sholeh, kita dapat melaksanakan amalan untuk orang tua yang sudah meninggal dengan cara berikut ini.

1.     Bersedekah jariyah

Amalan untuk orang tua yang sudah meninggal yang pertama adalah dengan bersedekah jariyah. Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua dapat menyedekahkan sebagian harta dengan diniatkan untuk orang tua.

Sedekah bisa berubah wakaf tanah, memberikan Al-Quran dan buku serta menyumbangkan sebagian harga untuk fakir miskin dan pondok pesantren.

2.     Mengajarkan ilmu yang bermanfaat

Amalan kedua bagi orang tua yang telah meninggal adalah dengan mengamalkan seluruh ilmu yang telah diberikan kepada orang lain.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadistnya yang berbunyi, "Barang siapa membaca al-qur'an dan mengamalkannya maka kedua orang tuanya pada hari kiamat akan dipakaikan mahkota yang cahayanya lebih bagus daripada cahaya matahari menembus rumah-rumah di dunia." (HR. Abu Dawud).

3.     Mendoakan orang tua

Doa anak yang sholeh merupakan salah satu amalan yang tidak terputus meski orang tua telah meninggal dunia. Berikut ini adalah doa-doa yang dapat dipanjatkan kepada orang tua yang telah meninggal.

a.     “Allahummaghfir lahu warhamhu wa 'afihi aa'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu, waghsilhu bil maa i wats-tsalji walbarodi wa naqqihii minal khathaa ya kamaa yunaqqats-tsawbul abyadhu minad danas. Wa abdilhu daaran khairan min daarihii wa ahlan khairan min ahlihii wa zawjan khairan min zawjihi, wa adkhilhul jannata wa a 'idzhu min 'adzaabil qobri wa fitnatihi wa min 'adzaabin naar.”

Artinya: "Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah, bebaskanlah, lepaskanlah kedua orang tuaku. Dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah jalan masuknya, bersihkanlah kedua orang tuaku dengan air yang jernih dan sejuk, dan bersihkanlah kedua orang tuaku dari segala kesalahan seperti baju putih yang bersih dari kotoran.

Dan gantilah tempat tinggalnya dengan tempat tinggal yang lebih baik daripada yang ditinggalkannya, dan keluarga yang lebih baik, dari yang ditinggalkannya juga. Masukkanlah kedua orang tuaku ke surga, dan lindungilah dari siksanya kubur serta fitnahnya, dan siksa api neraka."

b.     “Robbanaghfirlii waliwalidayya walilmu'miniina yauma yaquumul hisaab”

Artinya: "Ya Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)." (QS. Ibrahim: 41)

Itulah beberapa amalan untuk orang tua yang sudah meninggal. Semoga kita dapat senantiasa mengamalkan amalan baik untuk orang tua dengan istiqomah.

 

Rifan Aditya

Kontributor : Muhammad Zuhdi Hidayat

https://www.suara.com

 

8 Amalan Untuk Orangtua yang Telah Meninggal

8 Amalan Untuk Orangtua yang Telah Meninggal

 

PortalMadura.Com – Sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa membalas jasa orang tua yang selama ini telah membesarkan kita dari kecil hingga menjadi sukses. Semasi mereka hidup kita masih bisa berbakti semaksimal mungkin dengan orang tua kita. Namun, bagaimana yang dengan mereka yang telah meninggal, bisakah kita tetap berbakti dengan mereka ? Berikut penjelasannya.

Sebenarnya ada banyak cara bagi si anak untuk tetap bisa berbakti kepada orang tuanya. Mereka tetap bisa memberikan kebaikan bagi orang tuanya yang telah meninggal, berupa aliran pahala. Dengan syarat, selama mereka memiliki ikatan iman.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan kepada salah seorang sahabat untuk melakukan beberapa amal, agar mereka tetap bisa berbakti kepada orang tuanya.

Dari Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi radhiyallahu anhu, beliau menceritakan, ‘Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah. Orang ini bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara bagiku untuk berbakti kepada orang tuaku setelah mereka meninggal?’ Jawab Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Ya, mensalatkan mereka, memohonkan ampunan untuk mereka, memenuhi janji mereka setelah mereka meninggal, memuliakan rekan mereka, dan menyambung silaturahmi yang terjalin karena sebab keberadaan mereka.” (HR. Ahmad 16059, Abu Daud 5142, Ibn Majah 3664, dishahihkan oleh al-Hakim 7260 dan disetujui adz-Dzahabi).

Perlu Anda ketahui doa seseorang yang hidup kepada seseorang yang telah meninggal, Allah jadikan sebagai doa yang mustajab. Doa anak soleh kepada orang tuanya yang beriman, yang telah meninggal, Allah jadikan sebagai paket pahala yang tetap mengalir.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila seseorang mati, seluruh amalnya akan terputus kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim 1631, Nasai 3651, dan yang lainnya).

Bahkan ikatan iman ini tetap Allah abadikan hingga hari kiamat. Karena ikatan iman ini, Allah kumpulkan kembali mereka bersama keluarganya di hari kiamat.

Orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (QS. At-Thur: 21).

Berikut adalah amalan yang bisa Anda lakukan untuk orangtua yang telah meninggal

1. Berdoa Untuk Kedua Orang Tua.

2. Menshalatkan Jenazah Orang Tua.

3. Mendoakan Orang Tua Dengan Doa Rahmat.

4. Melunasi Hutang Orang Tua.

5. Menunaikan Qadha Hutang Puasa.

6. Menunaikan Qadha Nazar Orang Tua.

7. Menjaga Silaturahmi.

8. Sedekah Atas Nama Orang Tua

Namun diantara doa yang Allah perintahkan dalam Alquran juga terdapat doa memohonkan ampunan untuk kedua orang tua kita,

“Berdoalah, Ya Allah, berilah rahmat kepada mereka (kedua orang tua), sebagaimana mereka merawatku ketika kecil.” (QS. Al-Isra: 24)

Salah satu bentuk berbakti kepada orang tua yang tingkatannya sangat tinggi adalah menjaga hubungan silaturahmi dengan semua keluarga yang masih kerabat dengan orang tua kita dan orang-orang yang menjadi teman dekat orang tua.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Bentuk kebaktian kepada orang tua yang paling tinggi, menyambung hubungan dengan orang yang dicintai bapaknya, setelah ayahnya meninggal.” (HR. Muslim no. 2552)

Anda yang beriman, orang tua beriman, anak cucu beriman, berbahagialah, karena insya Allah akan Allah kumpulkan kembali di surga. Demikian mengenai amalan yang bisa Anda lakukan untuk orangtua yang telah meninggal. Semoga informasi di atas bermanfaat. (dalamislam.com/Nanik)

https://kumparan.com

 

3 Amalan untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal

3 Amalan untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal

 

JAKARTA, iNews.id - Apa saja amalan untuk orang tua yang sudah meninggal? Apakah seorang anak masih bisa berbakti kepada orang tuanya yang sudah meninggal dunia?

Dalam Islam, seorang anak tetap bisa menunjukkan rasa baktinya kepada orang tua yang sudah meninggal dunia.

Dari Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, “ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW,, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara bagiku untuk berbakti kepada orang tuaku setelah mereka meninggal?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ya, menshalatkan mereka, memohonkan ampunan untuk mereka, memenuhi janji mereka setelah mereka meninggal, memuliakan rekan mereka, dan menyambung silaturahmi yang terjalin karena sebab keberadaan mereka.” (HR. Ahmad).

Dengan demikian, beberapa amalan untuk orang tua yang sudah meninggal berikut ini patut untuk disimak.

Amalan untuk orang tua yang sudah meninggal

1.Mendoakan orang tua

Mendoakan orang tua yang sudah meninggal merupakan amalan yang dianjurkan untuk dilakukan, sebagaimana hadits Nabi SAW.

 

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: “Apabila seseorang mati, seluruh amalnya akan terputus kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Sedangkan doa yang bisa dipanjatkan untuk orang tua yang sudah meninggal adalah sebagai berikut.

اللهوماغفر لاو ورهامهو وأفيهي أفعو أنهو وأكرم نوزلاه وواسي مادخاله ، واغسلهو بيل ما أنا واتس-تسالجي والبارودي ونققيهي منال خاطى يا كاما يوناقاتس-تسوبول وأبيادهو. وعبدالله داران خيران من دارهي وأهلان خيران من اكسبرثي وزوجان خيران من زوجحي ، وأدخلو جناتة وإدزهو من أدزابيل قبري وفتنتيحي ومن أدزابين نار

Allahummaghfir lahu warhamhu wa 'afihi aa'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu, waghsilhu bil maa i wats-tsalji walbarodi wa naqqihii minal khathaa ya kamaa yunaqqats-tsawbul abyadhu minad danas. Wa abdilhu daaran khairan min daarihii wa ahlan khairan min ahlihii wa zawjan khairan min zawjihi, wa adkhilhul jannata wa a 'idzhu min 'adzaabil qobri wa fitnatihi wa min 'adzaabin naar.

Allahummaghfir lahu warhamhu wa 'afihi aa'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu, waghsilhu bil maa i wats-tsalji walbarodi wa naqqihii minal khathaa ya kamaa yunaqqats-tsawbul abyadhu minad danas. Wa abdilhu daaran khairan min daarihii wa ahlan khairan min ahlihii wa zawjan khairan min zawjihi, wa adkhilhul jannata wa a 'idzhu min 'adzaabil qobri wa fitnatihi wa min 'adzaabin naar.

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah, bebaskanlah, lepaskanlah kedua orang tuaku. Dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah jalan masuknya, bersihkanlah kedua orang tuaku dengan air yang jernih dan sejuk dan bersihkanlah kedua orang tuaku dari segala kesalahan seperti baju putih yang bersih dari kotoran. Gantilah tempat tinggalnya dengan tempat tinggal yang lebih baik daripada yang ditinggalkannya dan keluarga yang lebih baik, dari yang ditinggalkannya juga. Masukkanlah kedua orang tuaku ke surga dan lindungilah dari siksanya kubur serta fitnahnya dan siksa api neraka.

2.Melunasi hutang orang tua

Setelah mendoakan, Anda juga dianjurkan untuk melunasi hutang orang tua yang belum sempat terbayar saat mereka masih hidup.

Hutang tersebut bisa berupa hutang secara materi kepada seseorang atau lembaga. Tak hanya itu, Anda juga bisa menunaikan puasa qadha apabila orang tua Anda yang sudah meninggal dunia masih memiliki hutang puasa.Hal serupa juga bisa dilakukan jika orang tua Anda belum sempat menunaikan nazarnya.

3.Menjaga silaturahmi

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW bersabda,

 

إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّيَ

Artinya: “Bentuk kebaktian kepada orang tua yang paling tinggi, menyambung hubungan dengan orang yang dicintai bapaknya, setelah ayahnya meninggal.” (HR. Muslim).

Oleh sebab itu, Anda harus tetap menjaga silaturahmi dengan sanak famili meskipun orang tua Anda telah meninggal dunia.

Itulah amalan untuk orang tua yang sudah meninggal. Anda bisa menunaikannya sekarang juga sebagai bentuk bakti Anda terhadap orang tua.

Editor : Komaruddin Bagja

https://www.inews.id/apps

 

Senin, 28 November 2022

Keutamaan Sifat Qona’ah

Keutamaan Sifat Qona’ah

 

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

 

“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah berikan kepadanya”[1].

Hadits yang mulia menunjukkan besarnya keutamaan seorang muslim yang memiliki sifat qanaa’ah[2], karena dengan itu semua dia akan meraih kebaikan dan keutamaan di dunia dan akhirat, meskipun harta yang dimilikinya sedikit[3].

Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

– Arti qanaa’ah adalah merasa ridha dan cukup dengan pembagian rizki yang Allah Ta’ala berikan[4].

– Sifat qana’ah adalah salah satu ciri yang menunjukkan kesempurnaan iman, karena sifat ini menunjukkan keridhaan orang yang memilikinya terhadap segala ketentuan dan takdir Allah, termasuk dalam hal pembagian rizki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan kemanisan (kesempurnaan) iman, orang yang ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya”[5].

Arti “ridha kepada Allah sebagai Rabb” adalah ridha kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan yang tidak diberikan-Nya[6].

– Yang dimaksud dengan rizki dalam hadits ini adalah rizki yang diperoleh dengan usaha yang halal, karena itulah yang dipuji dalam Islam[7].

– Arti sabda beliau: “…yang secukupnya” adalah yang sekedar memenuhi kebutuhan, serta tidak lebih dan tidak kurang[8], inilah kadar rizki yang diminta oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah untuk keluarga beliau , sebagaimana dalam doa beliau: “Ya Allah, jadikanlah rizki (yang Engkau limpahkan untuk) keluarga (Nabi) Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa sallam) Quutan“[9]. Artinya: yang sekedar bisa memenuhi kebutuhan hidup/seadanya[10].

– Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati)”[11].

– Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…Ridhahlah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan)”[12].

 

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

 

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

www.muslim.or.id

[1] HSR Muslim (no. 1054).

[2] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” tulisan imam an-Nawawi (7/145).

[3] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (4/508).

[4] Ibid.

[5] HSR Muslim (no. 34).

[6] Lihat kitab “Fiqhul asma-il husna” (hal. 81).

[7] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (4/508).

[8] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (7/145) dan “Faidhul Qadiir” (4/508).

[9] HSR al-Bukhari (no. 6095) dan Muslim (no. 1055).

[10] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (7/146).

[11] HSR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 120).

[12] HR at-Tirmidzi (no. 2305) dan Ahmad (2/310), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.

https://muslim.or.id

 

Keutamaan Qana’ah dan Kaya Hati

Keutamaan Qana’ah dan Kaya Hati

 

Qana'ah dan kaya hati memiliki keutamaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam islam, sikap qana’ah atau merasa sangat cukup dengan segala hal yang dimiliki sangat dianjurkan. Hal itu ditegaskan dalam beberapa hadits, seperti yang tercantum dalam buku Shahih Fadhail A’mal oleh Syaikh Ali bin Muhammad Al-Maghribi.

Al-Bukhari rahimahullah no. 6446, meriwayatkan : Dari Abu Hurairah, dari Rasul SAW, beliau bersabda:  “Bukanlah kaya itu karena banyak harta benda, tetapi kaya itu adalah kaya hati.” Shahih.

HR Muslim no. 1051 At-Tirmidzi no. 2374 Ibnu Majah no. 4137 dan Ahmad (2/243, 261, 315, 390, 438, 540) kata Al- Ardhu berarti : kekayaan dan semua apa yang mencakup harta dan lainnya.

Al-Hafizh dalam Fath Al-Bari (11/277), berkata : “Ibnu Bathathal berkata : ‘Makna hadits adalah hakikat kaya bukanlah banyaknya harta, karena banyak dari orang yang dilapangkan hartanya oleh Allah, masih tidak puas dengan apa yang telah diberikan. Dia tetap giat mencari tambahan dan tidak peduli dari mana dia mendapatkannya, seolah-olah dia orang fakir karena sangat bernafsunya. Tapi, hakikatnya kaya sebenarnya adalah kaya hati, yaitu orang yang sudah merasa cukup dengan apa yang diberikan. Dia puas dan ridha dengannya serta tidak lagi bernafsu untuk mencari tambahan dan terlalu memburunya solah-olah dia orang yang kaya.”

Sementara Al-Qurthubi berkata : “Makna hadits adalah kekayaan yang bermanfaat, yang besar atau yang terpuji adalah kekayaan hati…dst.” Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (18/329), berkata : “Orang yang kaya hatinya adalah orang yang tidak mencari kemuliaan pada makhluk. Karena orang merdeka itu dianggap budak selagi berambisi (tamak), dan budak itu dinyatakan merdeka selagi sudah puas (qana’ah). Sungguh dikatakan : “Kuturuti keinginan-keinginanku, sehingga dia memperbudakku.” Maka dia benci untuk mengikuti nafsunya, selagi nafsu itu terasa mulia agar tidak bercokol dalam hati kefakiran dan ketamakan kepada makhluk. Hal itu kontrandiksi dengan tawakal (berserah diri) yang diperintahkan, dan kontradiksi dengan kaya hati.

Muslim rahimahullah no. 1.052, meriwatyakan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Rasullah SAW bersabda : “beruntunglah orang yang masuk islam, diberi rizki yang secukupnya, dan Allah membuatnya puas (qana’ah) terhadap apa yang telah Dia berikan kepadanya.”  HR At-Tirmidzi no. 2348, Ibnu Majah no.4138, dan Ahmad (2/168,173).

 

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil

https://www.republika.co.id

 

Kemuliaan Qanaah

Kemuliaan Qanaah

 

Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan kematian dan kehidupan ini, untuk menguji siapa diantara hambanya yang terbaik amalnya, hal ini telah Allah sebutkan dalam kitabnya yang agung dalam surat Al Mulk ayat 2:

 

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ َوالْحَيَوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أيُّكُمْ أحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ

 

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Adapun makna ayat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Katsier dalam tafsirnya bahwa “Allah telah menciptakan seluruh makhluk ini dari ketiadaan, untuk menguji jin dan manusia, siapakah diantara mereka yang paling baik amalnya.” Kalau demikian apakah kita akan terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia dan lupa memperbaiki amal-amal kita?

Dalam Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah membawakan sebuah hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, riwayat Al-Miswar bin Syaddad tentang perumpamaan dunia dan akhirat. Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 

مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ إلاَّ كَمِثْْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ

 

“Dunia ini dibanding akhirat tiada lain hanyalah seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)

Peringatan tentang hakekat dunia juga disebutkan oleh Abul-Ala’, dia berkata: “Aku pernah bermimpi melihat seorang wanita tua renta yang badannya ditempeli dengan berbagai macam perhiasan. Sementara orang-orang berkerumun di sekelilingnya dalam keadaan terpesona, memandang ke arahnya, Aku bertanya, “Siapa engkau ini?” Wanita tua itu menjawab, “Apakah engkau tidak mengenalku?” “Tidak,” jawabku “Aku adalah dunia,” jawabnya. “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu,” kataku. Dia berkata, “Kalau memang engkau ingin terlindung dari kejahatanku, maka bencilah dirham (uang).”

Sesungguhnya Allah telah menjadikan bumi ini sebagai tempat tinggal bagi kita selaku hamba Allah. Dan apa yang ada diatas bumi ini seperti pakaian, makanan, minuman, pernikahan dan lain-lain merupakan santapan bagi kendaraan badan kita yang sedang berjalan kepada Allah. Barangiapa di antara manusia yang memanfaatkan semua itu menurut kemaslahatannya dan sesuai dengan yang diperintahkan Allah maka itu adalah perbuatan yang terpuji. Dan barangsiapa yang memanfaatkannya melebihi apa yang dia butuhkan karena tuntutan kerakusan dan ketamakan maka dia pantas untuk dicela.

Wahai hamba Allah, setelah kita mengetahui hakekat dunia dan bagaimana seharusnya kita bersikap dengan dunia ini, akankah kita tetap akan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan kita jadikan harta tersebut sebagai tujuan hidup kita???

Suri tauladan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap harta, yaitu menyikapi harta dengan sikap qana’ah (kepuasan dan kerelaan). Sikap qana’ah ini seharusnya dimiliki oleh orang yang kaya maupuan orang yang miskin adapun wujud qana’ah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan semua cara, sehingga dengan semua itu akan melahirkan rasa puas dengan apa yang sekedar dibutuhkan. Tentang sikap qana’ah, Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyampaikan hadits dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, dari Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 

قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

“Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rizki yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baghawy)

Ketahuilah wahai saudariku sesungguhnya di dalam qana’ah itu ada kemuliaan dan ketentraman hati karena sudah merasa tercukupi, ada kesabaran dalam menghadapi hal-hal yang syubhat dan yang melebihi kebutuhan pokoknya, yang semua itu akan mendatangkan pahala di akhirat. Dan sesungguhnya dalam kerakusan dan ketamakan itu ada kehinaan dan kesusahan karena dia tidak pernah merasa puas dan cukup terhadap pemberian Allah.

Perbuatan qana’ah yang dapat kita lakukan misalnya puas terhadap makanan yang ada, meskipun sedikit laku pauknya, dan cukup dengan beberapa lembar pakaian untuk menutup aurat kita. Maka hendaklah dalam masalah keduniaan kita melihat orang yang di bawah kita, dan dalam masalah kehidupan akhirat kita melihat orang yang di atas kita. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah dalam hadits yang artinya: “Lihatlah orang yang dibawah kalian dan janganlah melihat orang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.” (Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzy)

Sikap qana’ah ini hendaklah kita lakukan dalam setiap kondisi, baik ketika kita kehilangan harta maupun ketika mendapatkan harta. Barangsiapa yang mendapatkan harta maka haruslah diikuti dengan sikap murah hati, dermawan, menafkahkan kepada orang lain dan berbuat kebajikan. Marilah kita tengok kedermawanan dan kemurahan hati Rasulullah: Telah diriwayatkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa beliau adalah orang yang lebih cepat untuk berbuat baik daripada angin yang berhembus. Selagi beliau diminta sesuatu, maka sekali pun tidak pernah beliau menjawab. “Tidak” Suatu ketika ada seseorang meminta kepada beliau. Maka beliau memberinya sekumpulan domba yang digembala di antara dua bukit. Lalu orang itu menemui kaumnya dan berkata kepada mereka: “Wahai semua kaumku, masuklah Islam! Karena Muhammad memberikan hadiah tanpa merasa takut miskin.”

Subhanallah sungguh indah pahala yang Allah janjikan terhadap hambaNya yang memiliki sikap qana’ah, marilah kita senantiasa memohon kepada Allah agar kita di anugrahi sikap qana’ah dan dijauhkan dari sikap kikir dan bakhil.

 

اَللَّهُمَّ إنِّي أعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ الْحَزَنِ،وَ الْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ،وَالْبُخْلِ وَ الْجُبْنِ،وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَ غَلبَةِالرِّجَالِ

 

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari (bahaya) rasa gundah gulana dan kesedihan, (rasa) lemah dan malas, (rasa) bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penguasaan orang lain.”

 

اللّهمّ قنّعني بما رزقتني و با رك لي فيه ، و ا خلف على كلّ غا ئبة لي بخير

 

“Ya Allah, jadikanlah aku merasa qona’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rizkikan kepadaku, dan berikanlah berkah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan lebih baik.”

 

Referensi:

Hisnul Muslim min Udzkuril Kitaabi wa Sunnati oleh Sa’id Bin Wahf Al-Qahthani

Terjemah Minhajul Qashidin; “Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk”

Terjemah Tafsir Ibnu Katsier terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i

Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah– Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas

***

Diringkas oleh: Ummu ‘Athiyah

Dimuroja’ah oleh: Ustadz Abu Salman

www.muslimah.or.id

https://muslimah.or.id

Sabtu, 26 November 2022

Keutamaan Memiliki Sifat Qanaah

Keutamaan Memiliki Sifat Qanaah

 

Sejak zaman dahulu, Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada umat-Nya agar senantiasa menerapkan sifat qanaah. Dengan memiiki sifat qanaah, seorang Muslim dapat hidup tenang dan dijauhkan dari segala kesulitan. Berikut beberapa keutamaan memiliki sifat qanaah, di antaranya:

Salah satu keutamaan memiliki sifat qanaah adalah hidupnya selalu dipenuhi dengan rasa syukur. Dengan memiliki sifat qanaah, seorang hamba akan senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam salah satu hadits, Rasulullah bersabda, yang artinya:

"Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu." (HR. Muslim)

Dijauhkan dari Rasa Iri dan Dengki

Setiap orang yang memiliki sifat qanaah akan dijauhkan dari rasa iri dan dengki. Sebab, ia akan selalu merasa cukup atas segala yang dimilikinya. Untuk itu, ia akan terhindar dari rasa iri dan dengki.

Tak hanya dijauhkan dari rasa iri dan dengki, seorang Muslim yang memiliki sifat qanaah juga akan selalu merasa beruntung. Pasalnya, ia akan selalu merasa apa yang dimilikinya sudah sangat cukup. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, artinya:

"Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah mengaruniakannya sifat qana’ah (merasa puas) dengan apa yang diberikan kepadanya." HR. Muslim)

Memiliki Pola Hidup yang Sederhana

Keutamaan memiliki sifat qanaah selanjutnya, yaitu memiliki pola hidup yang sederhana. Meski mereka mampu untuk memperlihatkan harta kekayaan yang dimilikinya, ia tetap menjadi pribadi yang rendah hati dan sederhana. Sebab, seseorang yang memiliki sifat qanaah tujuan utamanya bukan hanya mencari harta dunia saja.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Bukannya kekayaan (orang kaya) itu karena banyaknya harta, melainkan kekayaan (orang kaya) yang sebenarnya adalah kaya hati." (HR Bukhari dan Muslim)

https://www.merdeka.com

 

Keutamaan Bersikap Qana’ah

Keutamaan Bersikap Qana’ah

 

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ, ورُزِقَ كَفَافًا, وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

 

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan diberikan oleh Allah sikap qana’ah (rasa cukup) terhadap pemberian-Nya” (HR. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

 

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ مِحْصَنٍ الخَطْمِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

 

Dari Salamah bin Ubadullah bin Mihshan Al Hazhmiy dari ayahnya yang pernah bersahabat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang di pagi hari dirinya aman, sehat badannya, dan di dekatnya ada makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah diberikan kepadanya.” (HR. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

Syarh/Penjelasan:

Dalam hadits di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut “beruntung” orang yang memiliki tiga perkara di atas; yaitu sebagai seorang muslim, mendapatkan kecukupan, dan dikaruniakan sikap qana’ah (merasa cukup dengan pemberian Allah tersebut). Falaah (beruntung) berarti mendapatkan semua yang diinginkan dan selamat dari semua yang tidak diinginkan.

Ketiga perkara tersebut menjadikan seseorang beruntung, karena ketiga-tiganya menghimpun kebaikan di dunia dan akhirat. Hal itu, karena seorang hamba apabila diberi petunjuk masuk ke dalam Islam yang merupakan agama Allah, dimana hanya agama Islam saja yang diterima-Nya, ia (Islam) juga sebagai kunci seseorang untuk memperoleh pahala terhadap amal salehnya, dan sebagai kunci seseorang selamat dari siksa-Nya. Hal ini merupakan keberuntungan. Kemudian apabila ditambah dengan memperoleh rezeki yang mencukupinya yang membuatnya tidak meminta-minta kepada makhluk yang merupakan kehinaan. Lalu ditambah lagi nikmatnya dengan dikaruniakan oleh Allah sikap qana’ah terhadap pemberian-Nya, maka sesungguhnya ia memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Keberuntungan apa lagi setelah ini? Di dunia ia mendapatkan kepuasan dan di akhirat mendapatkan kepuasan.

Mafhum hadits tersebut adalah apabila ketiga perkara tersebut tidak ada maka ia tidak mendapatkan keberuntungan. Jika agama Islam tidak dimilikinya, maka kerugian yang diperolehnya adalah kerugian yang besar, karena ia akan mendapatkan kesengsaraan yang kekal. Jika ia telah menjadi muslim, tetapi ia tidak diberikan kecukupan, maka yang demikian dapat membuatnya memperoleh madharat dan kekurangan. Dan jika ia telah menjadi muslim serta mendapatkan rezeki yang cukup, namun tidak mendapatkan sikap qana’ah terhadap rezeki yang diperolehnya, maka ia akan selalu miskin. Hal itu karena orang yang kaya, bukanlah orang yang banyak harta, tetapi orang yang kaya adalah orang yang kaya hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لَيْسَ الغِنَى عَنْ كَثْرَةِ العَرَضِ، وَلَكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْسِ

 

“Kaya itu bukanlah karena banyak harta, akan tetapi kaya itu adalah kaya hati (merasa cukup dan puas).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa banyak orang yang hartanya banyak, namun hatinya miskin sehingga selalu merasa kekurangan? Dan betapa banyak orang yang fakir tetapi hatinya kaya dan memiliki sikap qana’ah merasa kaya dan tidak berkurangan?

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

***

Penulis: Marwan Hadidi, S.Pd.I

Artikel Muslimah.Or.Id

https://muslimah.or.id

 

Meraih Sifat Qanaah

Meraih Sifat Qanaah

 

Banyak yang memiliki harta namun jarang memiliki sifat mulia, yaitu qana’ah (merasa cukup dengan nikmat Allah). Padahal jika seorang muslim meraihnya ia seakan-akan memiliki dunia seisinya. Jika memilikinya, ia tidak tamak pada harta orang lain dan juga selalu ridho dengan ketetapan Allah. Ia pun yakin segala yang ditetapkan oleh Allah, itulah yang terbaik.

Jika Tiga Nikmat Ini Terkumpul pada Diri Anda di Pagi Hari

Dari ’Ubaidillah bin  Mihshan  Al Anshary dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

 

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

 

“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).

Hadits di atas menunjukkan bahwa tiga nikmat di atas jika telah ada dalam diri seorang muslim, maka itu sudah jadi nikmat yang besar. Siapa yang di pagi hari mendapatkan tiga nikmat tersebut berarti ia telah memiliki dunia seisinya. Lihat Rosysyul Barod Syarh Al Adab Al Mufrod, hlm. 160.

Ajaran Sifat Qana’ah

Hadits di atas dibawakan oleh Ibnu Majah dalam Bab ”Qana’ah”. Di mana rizki yang disebutkan dalam hadits tersebut dikatakan cukup dan patut disyukuri. Inilah sifat qana’ah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Pembahasan qana’ah dalam sunan Ibnu Majah tersebut disebutkan pula hadits dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

 

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ

 

”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dalam bab yang sama pada Sunan Ibnu Majah disebutkan pula hadits,

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ ». قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ « عَلَيْكُمْ »

 

”Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Lihatlah pada orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga engkau tidak meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu Mu’awiyah- padamu.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, shahih kata Syaikh Al Albani). Lihat bahasan di Rumaysho.Com: Lihatlah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Harta.

Disebutkan pula hadits Abu Hurairah berikut,

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ »

 

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no. 4137). Ghina nafs dalam hadits ini yang dimaksud adalah tidak pernah tamak pada segala hal yang ada pada orang lain.

Dalam hadits di atas terdapat pelajaran dari Ibnu Baththol di mana beliau berkata ketika menjelaskan hadits dalam Shahih Bukhari,

 

يريد ليس حقيقة الغنى عن كثرة متاع الدنيا، لأن كثيرًا ممن وسع الله عليه فى المال يكون فقير النفس لا يقنع بما أعطى فهو يجتهد دائبًا فى الزيادة، ولا يبالى من أين يأتيه، فكأنه فقير من المال؛ لشدة شرهه وحرصه على الجمع، وإنما حقيقة الغنى غنى النفس، الذى استغنى صاحبه بالقليل وقنع به، ولم يحرص على الزيادة فيه

 

”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup (alias: fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus menambah.”

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

 

مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى

 

”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).

Yang dimaksud qana’ah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Baththol,

 

الرضا بقضاء الله تعالى والتسليم لأمره علم أن ما عند الله خير للأبرار،

 

”Ridho dengan ketetapan Allah Ta’ala dan berserah diri pada keputusan-Nya yaitu segala yang dari Allah itulah yang terbaik.” Itulah qana’ah.

Namun Tak Mengapa dengan Kaya Harta

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ

 

”Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4: 69, shahih kata Syaikh Al Albani). Baca artikel Rumaysho.Com: Sehat Lebih Baik daripada Kaya.

Jadi tak mengapa kaya asalkan bertakwa. Yang namanya bertakwa, selalu merasa cukup dengan kekayaan tersebut. Ia tidak rakus dengan terus menambah. Kalau pun menambah karena hartanya dikembangkan, ia pun merasa cukup dengan karunia Allah yang ada. Dan yang namanya bertakwa berarti selalu menunaikan kewajiban yang berkaitan dengan harta tersebut melalui zakat, menempuh jalan yang benar dalam mencari harta dan menjauhi cara memperoleh harta yang diharamkan Islam.

Ya Allah, anugerahkanlah kami sifat yang mulia ini. Moga kami menjadi hamba yang qana’ah dan kaya hati, yaitu dianugerahi hati yang selalu merasa cukup.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

 

أنَّ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يقول :  اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim no. 2721)

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

www.rumaysho.com

https://rumaysho.com