Keampuhan dan
Kemuliaan Surat Al Fatihah
Apa surat yang paling mulia dalam Al Quran? Jawabannya,
surat Al Fatihah. Keampuhan dan kemuliaan surat tersebut akan ditunjukkan dalam
artikel berikut ini.
Al Fatihah, Surat Paling Mulia
Abu Sa’id Rafi’ bin Al Mu’alla radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,
أَلاَ
أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِى الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ
الْمَسْجِدِ » . فَأَخَذَ بِيَدِى فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ قُلْتَ لأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ
. قَالَ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ) هِىَ السَّبْعُ الْمَثَانِى
وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِى أُوتِيتُهُ »
“Maukah aku
ajarkan engkau surat yang paling mulia dalam Al Qur’an sebelum engkau keluar
masjid?”
Lalu beliau
memegang tanganku, maka ketika kami hendak keluar, aku berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya engkau mengatakan, “Aku akan mengajarkanmu surat yang
paling agung dalam Al Qur’an?”
Beliau
menjawab, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah Rabb semesta
alam) dan Al Qur’an Al ‘Azhim (Al Qur’an yang mulia) yang telah diberikan
kepadaku.” (HR. Bukhari no. 5006)
Alasan
Surat Al Fatihah Paling Mulia
1- Surat Al
Fatihah disebut dengan Ummul Quran
Yang namanya
ummu berarti induk (ibu). Induk berarti tempat rujuknya segala sesuatu. Karena
seorang anak kalau merengek atau menangis, pasti yang dicari adalah ibunya atau
induknya.
Kaitannya
dengan Al Fatihah, makna Al Qur’an seluruhnya kembali pada surat Al Fatihah.
Oleh karenanya, itu alasan surat Al Fatihah wajib dibaca pada setiap raka’at
dalam shalat.
Dalil bahwa
Al Fatihah disebut Ummul Quran,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ
فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهْىَ خِدَاجٌ – ثَلاَثًا – غَيْرُ تَمَامٍ ». فَقِيلَ
لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الإِمَامِ. فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِى
نَفْسِكَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ
وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ
(الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى.
وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى – وَقَالَ
مَرَّةً فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى – فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ.
فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا
لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ ».
Dari Abu
Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa
yang shalat lalu tidak membaca Ummul Qur’an (yaitu Al Fatihah), maka shalatnya
kurang (tidak sah) -beliau mengulanginya tiga kali-, maksudnya tidak sempurna.”
Maka
dikatakan pada Abu Hurairah bahwa kami shalat di belakang imam.
Abu
Hurairah berkata, “Bacalah Al Fatihah untuk diri kalian sendiri karena aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Allah Ta’ala
berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya: Al Fatihah) menjadi dua bagian, yaitu
antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji hanya milik
Allah)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku. Ketika hamba
tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’,
Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Ketika hamba tersebut
mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah
berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku
telah memberi kuasa penuh pada-Ku. Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa
iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyebah dan hanya kepada-Mu kami memohon
pertolongan)’, Allah berfirman: Ini antara-Ku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa
yang ia minta. Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim,
shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’
(tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau
beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat),
Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (HR.
Muslim no. 395).
2- Surat Al
Fatihah wajib dibaca pada setiap raka’at dalam shalat
Dari
‘Ubadah bin Ash Shamit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ
يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada
shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).” (HR.
Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394).
3-
Keampuhan surat Al Fatihah bisa dijadikan bacaan ruqyah
Dalam Syarh
Riyadhus Sholihin (4: 671), Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menyatakan
ada dua syarat Al Fatihah bisa dijadikan bacaan ruqyah yaitu:
a- yang
membacanya mengimani bahwa bacaan tersebut adalah ruqyah yang bermanfaat,
b-
dibacakan pada orang sakit yang mengimani kalau ruqyah dengan Al Fatihah
bermanfaat.
Dalil bahwa
surat Al Fatihah bisa sebagai bacaan ruqyah adalah hadits dari Abu Sa’id Al
Khudri berikut ini,
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ
الْخُدْرِىِّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
كَانُوا فى سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ
فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ. فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ
الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ
فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ
غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ
لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ
الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ». ثُمَّ
قَالَ « خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ »
Dari Abu
Sa’id Al Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi
wa sallam- dahulu berada dalam safar (perjalanan jauh), lalu melewati suatu
kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung
tersebut enggan untuk menjamu.
Penduduk
kampung tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir, “Apakah di
antara kalian ada yang bisa meruqyah (melakukan pengobatan dengan membaca
ayat-ayat Al Qur’an, -pen) karena pembesar kampung tersebut tersengat binatang
atau terserang demam.”
Di antara
para sahabat lantas berkata, “Iya ada.”
Lalu ia pun
mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al
Fatihah.
Akhirnya,
pembesar tersebut sembuh. Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor
kambing, namun ia enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai
kisah tadi diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu ia
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kisahnya tadi
pada beliau.
Ia berkata,
“Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al
Fatihah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan
berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al Fatihah adalah ruqyah (artinya: bisa
digunakan untuk meruqyah, -pen)?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut
dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.” (HR. Bukhari no.
5736 dan Muslim no. 2201).
Imam Nawawi
membuat Bab mengenai hadits di atas dalam Shahih Muslim tentang bolehnya
mengambil upah dari ruqyah dengan Al Qur’an atau dzikir.
Semoga
bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
—
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
https://rumaysho.com