RAKAAT SHALAT TARAWIH DAN HUKUM 4 RAKAAT SALAM
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa
dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,
مَا
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى
غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat
malam di bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan lainnya lebih dari 11 raka’at.”
[HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738.]
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha mengabarkan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ ، فَصَلَّى فِى
الْمَسْجِدِ ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا ،
فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّوْا مَعَهُ ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ
فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ ،
فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ ،
فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ
حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ ، فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى
النَّاسِ ، فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ « أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَىَّ
مَكَانُكُمْ ، لَكِنِّى خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا
»
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk
melaksanakan shalat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat
di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut.
Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu
ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali
membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang
yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Majelis Hukama Pecinta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat
bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan
jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau
selesai shalat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat
lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian
(semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian,
sementara kalian tidak mampu.” [HR. Bukhari no. 924 dan Muslim no. 761.]
As Suyuthi
mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah
untuk melaksanakan QIYAMUL LAIL di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk
melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada
hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh
beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan
jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar
orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.” [Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyyah, 2/9635]
Untuk
shalat tarawih secara khusus yang memang hanya ada di bulan Ramadhan, mereka
menggunakan dalil dari apa yang dikerjakan oleh seluruh shahabat nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa Umar bin Khattab, yaitu shalat tarawih
seusai shalat Isya’ sebanyak 20 rakaat.
Saat itu
Umar ra. melihat bahwa umat Islam shalat tarawih sendiri-sendiri, lalu beliau
mengatakan bahwa alangkah baiknya bila mereka tidak shalat tarawih
sendiri-sendiri, tapi di belakang satu imam yaitu Ubay bin Ka’ab. Dan riwayat
yang mereka tetapkan adalah bahwa jumlah rakaat shalat tarawihnya para shahabat
saat itu adalah 20 rakaat.
Sedangkan
jumlah shalat tarawih yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang hanya sesuai riwayat Bukhari no. 924 dan Muslim no. 761 diatas hanya 3
malam saja, lalu setelah itu tidak dikerjaan lagi, ternyata semua riwayatnya
tidak menyebutkan jumlah rakaatnya.
Satu-satunya
yang bisa dijadikan rujukan adalah jumlah rakaat para shahabat ketika shalat
tarawih di zaman Umar bin Al-Khattab ra. Dan ternyata jumlahnya 20 rakaat.
Logikanya, mana mungkin seluruh shahabat mengarang sendiri untuk shalat dengan
20 rakaat? Pastilah mereka melakukannya karena dahulu sempat shalat tarawih 20
rakaat bersama nabi SAW. Sayangnya, hadits tentang shalat tarawihnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu sama sekali tidak menyebutkan jumlah rakaat.
Sebab
sangat dimungkinkan adanya satu hadits dengan beberapa penilaian oleh beberapa
ulama yang berbeda. Yang satu bilang shahih, yang lain bila tidak shahih. Dan
fenomena ini adalah sesuatu yang sangat bisa diterima di dalam dunia ilmu-ilmu
keIslaman.
Banyak
orang mengerjakan shalat Tarawih dengan cara 4 rakaat sekali salam dengan dalil
hadis Siti ‘Aisyah sebagai berikut:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي
رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة يُصَلِّي أَرْبَعًا
فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا
تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ
عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Artinya:
Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan
Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan
engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat
jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3
rakaat. Kemudian aku bertanya ”Ya Rasulullah apakah kamu tidur sebelum shalat
Witir”? Kemudian beliau menjawab: ”Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku
tidaklah tidur”.
Banyak
orang terkecoh dan terjebak dalam memahami penjelasan Imam Muhammad al-Shan’âni
dalam kitab Subul al-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm, sehingga mereka mengatakan
tata cara shalat Tarawih dengan 4 rakaat sekali salam disebutkan dalam kitab
itu. Untuk menjawab tuduhan itu, mari kita lihat secara langsung redaksi Imam
Muhammad al-Shan’âni, sebagai berikut:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً ثُمَّ فَصَّلَتْهَا بِقَوْلِهَا ( يُصَلِّي أَرْبَعًا ) يُحْتَمَلُ
أَنَّهَا مُتَّصِلَاتٌ وَهُوَ الظَّاهِرُ وَيُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُنْفَصِلَاتٌ
وَهُوَ بَعِيدٌ إلَّا أَنَّهُ يُوَافِقُ حَدِيثَ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى
مَثْنَى
Artinya;
Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan
Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat. Kemudian Siti ‘Aisyah
merincikan shalat Rasulullah dengan perkataannya: ”Beliau shalat 4 rakaat”.
Redaksi ini memiliki kemungkinan 4 rakaat dilakukan sekaligus dengan 1 salam,
ini adalah yang zhahir, dan juga bisa dipahami 4 rakaat itu dilakukan secara
terpisah (2 rakaat- 2 rakaat), tetapi pemahaman ini jauh hanya saja ia sesuai
dengan hadis Shalat malam itu dilakukan dengan 2 rakaat 2 rakaat. Untuk
memahaminya ada baiknya kita perhatikan penjelasan para ulama berikut:
1. Abdullah
bin Abdul Aziz bin Baz: http://www.binbaz.org.sa/mat/1027
فقد ثبت عن النبي عليه الصلاة
والسلام ما يدل على التوسعة في صلاة الليل وعدم تحديد ركعات معينة، وأن السنة أن
يصلي المؤمن وهكذا المؤمنة مثنى مثنى يسلم من كل اثنتين، ومن ذلك ما ثبت في
الصحيحين من حديث ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((صلاة
الليل مثنى مثنى، فإذا خشي أحدكم الصبح صلى ركعة واحدة توتر له ما قد صلى))، فقوله
صلى الله عليه وسلم: ((صلاة الليل مثنى مثنى)) خبر معناه الأمر، يعني: “صلوا في
الليل مثنى مثنى” ومعنى: مثنى مثنى يسلم من كل اثنتين، ثم يختم بواحدة وهي الوتر،
وهكذا كان يفعل عليه الصلاة والسلام فإنه كان يصلي من الليل مثنى مثنى ثم يوتر
بواحدة عليه الصلاة والسلام كما روت ذلك عائشة رضي الله عنها وابن عباس وجماعة،
قالت عائشة رضي الله عنها: ((كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي من الليل عشر
ركعات يسلم من كل اثنتين ثم يوتر بواحدة))[1]، وقالت رضي الله عنها: ((ما كان رسول
الله صلى الله عليه وسلم يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة يصلي
أربعاً فلا تسال عن حسنهن وطولهن، ثم يصلي أربعاً فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ثم
يصلي ثلاثاً))[2] متفق عليه. وقد ظن بعض الناس أن هذه الأربع تؤدى بسلام واحد وليس
الأمر كذلك وإنما مرادها أنه يسلم من كل اثنتين كما ورد في روايتها السابقة
________________________________________
[1] رواه أبو داود في
(الصلاة) برقم (1137)، والإمام أحمد في (باقي مسند الأنصار) برقم (24155).
[2] رواه البخاري في
(الجمعة) رقم (1147)، ومسلم في (صلاة المسافرين) برقم (1219)، والإمام أحمد في
(باقي مسند الأنصار) برقم (23307).
Telah
ditetapkan dari Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam atas apa yang menunjukkan
keluasan masalah shalat malam (qiyamul lail) dan tidak adanya penjelasan
mengenai jumlah hitungan rakaatnya. Dan sesungguhnya sunnah (melakukan shalat
malam) apabila mukmin laki-laki maupun perempuan yaitu shalat dengan dua
(rakaat) dua (rakaat) salam dari setiap dua rakaat, hal itu apa yang telah
ditetapkan di dalam shahihain (Hadits Bukhari Muslim) dari hadits Ibnu Umar ra.
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat malam dua
(rakaat) dua (rakaat) salam dari setiap dua rakaat, maka apabila salah satu
diantara kamu khawatir datang waktu shubuh, shalatlah satu rakaat sebagai
penutup atas shalat yang telah dikerjakan.” Dan sabda Shallalahu ‘alaihi wa
sallam , “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat” menjelaskan perintah shalat
yaitu “Shalatlah kalian di malam hari dua dua”, maksud dua dua adalah setiap
dua rakaat salam, kemudian ditutup shalat witir satu rakaat. Demikian shalat
yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melakukan shalat
malam dua rakaat salam dua rakaat salam dan kemudian menutupnya dengan shalat
witir satu rakaat. Sebagaimana hal itu telah diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah
rah, Ibnu Abbas ra. dan jama’ah.
Siti
‘Aisyah rah. Berkata, “Adalah Rasulullah melakukan shalat malam 10 rakaat pada
setiap dua rakaat beliau salam. Kemudian beliau shalat witir 1 rakaat.” (HR,
Abu Daud dan Ahmad)
Dan Siti
‘Aisyah rah. Berkata, “Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam
(sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat.
Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya.
Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan
panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat.” (HR Muttafaq ‘alaih).
Sebagian
manusia mengira sesunggungnya melakukan 4 rakaat sekali salam, bukan itu yang
diperintahkan tetapi sesungguhnya yang diperintahkan adalah melakukan salam
pada setiap 2 rakaat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh hadits.
2. Imam
Nawawi al-Dimasyqi:
يَدْخُلُ وَقْتُ
التَّرَاوِيْحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ ذَكَرَهُ الْبَغَوِيُّ
وَغَيْرُهُ وَيَبْقَى إِلَى طُلُوْعِ اْلفَجْرِ وَلْيُصَلِّهَا رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ كَمَا هُوَ اْلعَادَةُ فَلَوَْصَلَّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
بِتَسْلِيْمةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ الْقَاضِى حُسَيْنٌ فيِ فَتَاوِيْهِ
ِلاَنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ قَالَ وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ
يَنْوِى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ أَوْ صَلاَةَ التَّرَاوِيحِ أَوْ قِيَامَ
رَمَضَانَ فَيَنْوِيْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ مِنْ صَلاَةِ
التَّرَاوِيحِ . )المجموع شرح المهذب: ج 4 ص :
38
(دار الفكر 2000)
Artinya:”Masuk
waktu shalat Tarawih itu setelah melaksanakan shalat Isya. Imam al-Baghawi dan
lainnya menyebutkan: “waktu tarawih masih ada sampai terbit fajar”. Hendaklah
seseorang mengerjakan shalat Tarawih dengan dua rakaat- dua rakaat, sebagaimana
kebiasaan shalat sunah lainnya. Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan
satu salam, maka shalatnya tidak sah. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi
Husain dalam fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah
disyariatkan. Al-Qâdhi juga berpendapat seorang dalam shalat Tarawih ia tidak
boleh berniat mutlak, tetapi ia berniat dengan niat shalat sunah Tarawih,
shalat Tarawih atau shalat Qiyam Ramadhan. Maka ia berniat pada setiap 2 rakaat
dari shalat Tarawih.
3. Imam
Ahmad Ibn Hajar al-Haitami:
اَلتَّرَاوِيْحُ
عِشْرُوْنَ رَكْعَةً , وَيَجِبُ فِيْهَا أَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى بِأَنْ يُسَلِّمَ
مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ
لِشِبْهِهَا بِاْلفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلاَ تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ
بِخِلاَفِ نَحْوِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ . )فتح
الجواد شرح الارشاد:ج 1 ص : 163 (مكتبة اقبال حاج ابراهيم سيراغ ببنتن 1971)
Artinya:
Shalat Tarawih itu 20 rakaat, wajib dalam pelaksanaanya dua-dua, dikerjakan dua
rakaat-dua rakaat. Bila seseorang mengerjakan 4 rakaat dengan satu salam, maka
shalatnya tidak sah karena hal tersebut menyerupai shalat fardhu dalam menuntut
berjamaah, maka jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang).
Lain halnya dengan shalat sunah Zuhur dan Ashar (boleh dikerjakan empat rakaat
satu salam) atas Qaul Mu’tamad.
4. Imam
Muhammad Ibn Ahmad al-Ramli:
وَلَا تَصِحُّ بِنِيَّةٍ
مُطْلَقَةٍ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ بَلْ يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ مِنْ التَّرَاوِيحِ
أَوْ مِنْ قِيَامِ رَمَضَانَ .وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ
إنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا ، وَإِلَّا صَارَتْ نَفْلًا مُطْلَقًا ؛ لِأَنَّهُ
خِلَافُ الْمَشْرُوعِ.) نهاية المحتاج شرح المنهاج : ج 1
ص :127
(دار الفكر 2004)
Artinya:
Tidak sah shalat Tarawih dengan niat shalat Mutlak, seharusnya seseorang
berniat Tarawih atau Qiyam Ramadhan dengan mengerjakan salam pada setiap 2
rakaat. Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, jika ia
sengaja-ngaja dan mengetahui maka shalatnya tidak sah. Kalau tidak demikian
maka shalat itu menjadi shalat sunah Mutlak, Karena menyalahi aturan yang
disyariatkan”.
5. Imam
Muhammad al-Zarkasyi:
صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ
وَهِيَ عِشْرُونَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ وَحَكَى الرُّوْيَانِيُّ عَنِ
اْلقَدِيْمِ أَنَّهُ لاَحَصْرَ لِلتَّراوِيْحِ وَهُوَ غَرِيْبٌ . وَيُسَلِّمُ مِنْ
كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ
فِي التَّحْقِيْقِ وِثَاقًا لِلْقَاضِي حُسَيْنٍ فِي فَتَاوِيْهِ وَلِأَهْلِ
الْمَدِيْنَةِ فَعْلُهَا سِتًّا وَثَلاَثِيْنَ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَاْلأَصْحَابُ
: مِنْ خَصَائِصِهِمْ . (الديباج في توضيح المنهاج : ج 1
ص : 198
(دار الحديث 2005)
Artinya:
Shalat Tarawih dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Imam al-Rûyâniy
menghikayatkan pendapat dari Qaul Qadim ”Sesungguhnya pernyataan shalat Tarawih
tidak ada batasan adalah pendapat yang Gharib (aneh)”. Seseorang yang
mengerjakan shalat Tarawih hendaknya memberi salam pada tiap 2 rakaatnya.
Seandainya seseorang shalat 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak
sah. Imam Nawawiy al-Dimasyqiy telah menyebutkan hal itu dalam kitabnya
al-Tahqîq, yang bersandar kepada al-Qâdhi Husain dalam fatâwanya. Adapun
penduduk kota Madinah mereka mengerjakan shalat Tarawih 36 rakaat. Imam Syafii
dan para pengikutnya berkata:” Khusus bagi penduduk Madinah saja”.
6. Imam
Ahmad Ibn Muhammad al-Qasthallani:
وَ فُهِمَ مِمَّا سَبَقَ مِنْ
أَنَّها بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ أَنَّهُ لَوْ صَلَّاهَا أَرْبَعًا أَرْبَعًا
بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ، وَبِهِ صَرَّحَ فِي الرَّوْضَةِ لِشَبَهِهَا
بِالْفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلَا تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ .)ارشاد
الساري شرح صحيح البخاري : ج 3 ص : 426
(دار الفكر 1984)
Artinya:
“Dipahami dari ungkapan yang lalu sesungguhnya shalat Tarawih itu
pelaksanaannya dengan 10 kali salam, Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan
4 rakaat sekali salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah. Seperti inilah
keterangan yang telah dijelaskan oleh Imam Nawawiy dalam kitab al-Rawdhah,
Karena shalat Tarawih menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah (tiap 2
rakaat melakukan Tasyahhud), maka jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah
warid (datang).”
7. Imam
Zakariya al-Anshari:
وَسُمِّيَتْ كُلُّ أَرْبَعٍ
مِنْهَا تَرْوِيحَةً لِأَنَّهُمْ كَانُوا يَتَرَوَّحُونَ عَقِبَهَا أَيْ :
يَسْتَرِيحُونَ ، وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ لِأَنَّهَا
بِمَشْرُوعِيَّةِ الْجَمَاعَةِ فِيهَا أَشْبَهَتْ الْفَرِيضَةَ فَلَا تُغَيَّرُ
عَمَّا وَرَدَ . )فتح الوهاب شرح منهج الطلاب: ج1 ص : 58
( منارا قدس د ت)
Artinya:
Pada setiap 4 rakaat dinamai satu Tarwihah karena para sahabat bersantai-santai
setelahnya artinya beristirahat. Jika seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan
satu salam maka tidak sah, karena anjuran berjamaah pada shalat Tarawih
menyerupai shalat fardhu, maka jangan diubah aturan yang telah ada
keterangannya.”
8. Imam
Jalaluddin Muhammad al-Mahalli:
( وَمَعْنَى
الشَّرْعِيِّ ) الَّذِي هُوَ مُسَمَّى مَا صَدَقَ الْحَقِيقَةُ الشَّرْعِيَّةُ (
مَا ) ، أَيْ : شَيْءٌ ( لَمْ يُسْتَفَدْ اسْمُهُ إلَّا مِنَ الشَّرْعِ )
كَالْهَيْئَةِ الْمُسَمَّاةِ بِالصَّلَاةِ ( وَقَدْ يُطْلَقُ ) ، أَيْ :
الشَّرْعِيُّ ( عَلَى الْمَنْدُوبِ ، وَالْمُبَاحِ ) ، وَمِنْ الْأَوَّلِ
قَوْلُهُمْ مِنْ النَّوَافِلِ مَا تُشْرَعُ فِيهِ الْجَمَاعَةُ ، أَيْ : تُنْدَبُ
كَالْعِيدَيْنِ . وَمِنْ الثَّانِي قَوْلُ الْقَاضِي الْحُسَيْنِ لَوْ صَلَّى
التَّرَاوِيحَ أَرْبَعًا بِتَسْلِيمِة لَمْ تَصِحَّ ؛ لِأَنَّهُ خِلَافُ
الْمَشْرُوعِ .) شرح جمع الجوامع : ج 1 ص :
304
(مطبعة مصطفى البابي الحلبي 1973)
Artinya:
Makna Syar’i itu dinamakan sesuatu yang berbetulan dengan hakikat syara’ adalah
sesuatu yang tidak dipahami namanya melainkan dari syara’ seperti bentuk shalat.
Digunakan juga makna syar’i itu atas perbuatan yang mandub dan mubah, dari
definisi pertama para ulama berpendapat shalat sunah yang disyari’atkan
berjamaah artinya disunahkan berjamaah seperti shalat dua hari raya idul fitri
dan idul Adha. Dari definisi kedua ini perkataan al-Qadhi Husein yang
mengatakan “Seandainya ia mengerjakan shalat Tarawih dengan 4 rakaat dengan
satu salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah”.
9. Imam
Jalaluddin Abdurrahman al-Suyuthi:
(وَيَقُوْمُ فِي
كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً) بِعَشْرِ
تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ بَيْنَ صَلاَةِ اْلعِشَاءِ وَ طُلُوْعِ
اْلفَجْرِ، فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ، كَمَا نَقَلَهُ
فِي الرَّوْضَةِ عَنِ الْقَاضِي حُسَيْنٍ وَأَقَرَّهُ ِلأَنَّهُ خِلاَفُ
اْلمَشْـرُوْعِ .) شرح التنبيه في فروع الفقه الشافعي:ج 1
ص : 134
(دار الفكر 1996)
Artinya:
“Seseorang mengerjakan shalat Tarawih pada tiap malam bulan Ramadhan dengan 10
kali salam pada tiap malam antara shalat Isya sampai terbit fajar. Jika seseorang
shalat Tarawih 4 rakaat dengan satu salam maka hukumnya tidak sah. Sebagaimana
Imam Nawawi menukilkannya dalam kitab Rawdhah dari al-Qadhi Husain dan beliau
menetapkan hal itu karena menyalahi aturan yang disyariatkan”.
10. Imam
Abdur Rauf al-Munawi:
(يُصَلِّي أَرْبَعًا
فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ) اَيْ اِنَّهُنَّ مِنْ كَمَالِ
الطُّوْلِ وَالْحُسْنِ عَلَى غَايَةٍ ظَاهِرَةٍ مُغْنِيَةٍ عَنِ السُّؤَالِ اَيْ
اِنَّهُنَّ فِي غَايَةِ الْحُسْنِ وَ الطُّوْلِ بِحَيْثُ يُعْجِزُ الِّلسَانُ عَنْ
بَيَانِهَا , فَمَنْعُ السُّؤَالِ كنِاَيَةٌ عَنِ الْعَجْزِ عَنِ الْجَوَابِ .
وَالْمُرَادُ أَنَّهُ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَتَيْنِ لِيُوَافِقَ خَبَرَ
زَيْدِ السَّابِقِ وَاِنَّمَا جُمِعَ اْلأَرْبَعُ لِتَقَارِبِهَا طُوْلاً
وَحُسْنًا لاَ لِكَوْنِهِمَا بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ .شرح الشمائل المحمدية ج 2 ص : 91
(دار الأقصى 1988)
Artinya:
Beliau shalat 4 rakaat, jangan anda tanya bagaimana bagus dan lamanya beliau
shalat. Artinya 4 rakaat yang beliau lakukan tergolong dari saking sempurna
lama dan eloknya atas puncak yang zhahir yang tidak butuh pertanyaan, artinya 4
rakaat tersebut menggambarkan puncak keelokan dan lamanya waktu dari segi lidah
akan payah dari menjelaskannya. Penolakan Aisyah dari pertanyaan orang yang
bertanya merupakan kiasan dari tidak mampunya Aisyah untuk memberikan jawaban.
Yang dimaksud Rasulullah shalat 4 rakaat itu dikerjakan dengan 2 salam agar
menjadi sesuai dengan keterangan hadis dari Zaid yang telah lalu. Hanya sanya
digabungkan penyebutan 4 rakaat karena berdekatan antara keduanya dalam hal lama
dan eloknya, bukan berarti 4 rakaat itu dipahami dengan satu salam.
11. Imam
Zaynuddin al-Malibari:
(وَ) صَلاَةُ
(التَّرَاوِيْحِ) وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ، فِي كُلِّ
لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، لِخَبَرِ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا
وَاْحتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. وَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ
مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ
تَصِحَّ ، بِخِلاَفِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَاْلعَصْرِ وَالضُّحَى وَاْلوِتْرِ.
وَيَنْوِي بِهَا التَّرَاوِيْحَ أَوْ قِيَامَ رَمضَانَ) . فتح المعين شرح قرة
العين بمهمات الدين: ص : 33( منارا قدس د ت)
Artinya:
Shalat Tarawih 20 rakaat dengan 10 kali salam pada setiap malam di bulan
Ramadhan. Karena ada hadis: Siapa saja melaksanakan Qiyam Ramadhan karena iman
dan mengharap pahala, maka dosanya yang terdahulu di ampuni. Wajib setiap 2
rakaat mengucapkan salam. Jika seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan satu
salam maka hukum shalat Tarawihnya tidak sah. Berbeda dengan shalat sunah
Zuhur, Ashar, Dhuha dan witir. Seharusnya bagi yang mengerjakan shalat Tarawih,
ia berniat dengan niat Tarawih atau Qiyam Ramadhan.
12. Imam
Muhammad Ibn Qasim:
اَلتَّرَاوِيحُ وَهِيَ
عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فيِ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
وَجُمْلَتُهَا خَمْسُ تَرْوِيْحَاتٍ, وَيَنْوِيْ الشَّخْصُ بِكُلِّ رَكْعَتَيْنِ
التَّرَاوِيْحَ أَوْ قِيَامَ رَمَضَانَ, فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ لَمْ تَصِحَّ . )فتح القريب المجيب شرح متن غاية
والتقريب ص : 13 ( منارا قدس د ت)
Artinya:
Shalat Tarawih dikerjakan 20 rakaat, terdiri dari 10 salam pada tiap malam
bulan Ramadhan. Jumlahnya 5 tarwihah (istirahat). Seseorang yang mengerjakannya
ia berniat tiap 2 rakaat akan shalat Tarawih atau Qiyam Ramadhan. Jika ia
shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam maka shalat Tarawihnya tidak sah .
13. Imam
Murtadha Muhammad al-Zabidi:
اَلتَّرَاوِيْحُ وَهِيَ
عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ وَكَيْفِيَّتُهَا مَشْهُوْرَةٌ قَالَ
النَّوَوِيُّ فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمِة لَمْ يَصِحَّ. (اتحاف السادة
المتقين شرح احياء علوم الدين: ج 3 ص : 415 (دار الفكر د ت)
Artinya:
Shalat Tarawih itu 20 rakaat dengan 10 kali salam. Tata caranya telah diketahui
banyak orang. Imam Nawawi berkata “Seandainya seseorang shalat Tarawih 4 rakaat
dengan sekali salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah.”
14. Imam
Muhammad Amin Kurdi:
اَلتَّرَاوِيْحُ وَهِيَ
عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ,
فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ , وَيُسَنُّ كَوْنُهَا
جَمَاعَةً .) تنويرالقلوب في معاملة علام الغيوب : ص : 199 (دار الفكر 1994)
Artinya;
Shalat Tarawih itu dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Bila seseorang shalat
setiap 4 rakaat dengan satu salam maka shalatnya tidak sah. Disunahkan
pelaksanaannya berjamaah.”
15. Syaikh
Mahmud Muhammad Khatthab al-Subki:
وَيُطْلَبُ السَّلاَمُ عَلَى
رَأْسِ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا أَوْ أَكْثَرَ
بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ وَقَعَدَ عَلَى رَأْسِ كُلِّ رِكْعَتَيْنِ صَحَّتْ
صَلاَتُهُ مَعَ الْكَرَاهَةِ عِنْدَ غَيْرِ الشَّافِعِي , وَلاَ تَصِحُّ عِنْدَ
هُمْ , لِأَنَّ السَّلاَمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَرْضٌ عِنْدَهُمْ . وَكَذَا
اِذَا لَمْ يَقْعُدْ عَلَى رَأْسِ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلاَ تَصِحَّ عِنْدَهُمْ
بِالْأَوْلَى . وَبِهِ قَالَ محمدٌ وَ زُفَرُ لِأَنَّ الْقُعُوْدَ عَلَى رَأْسِ
كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَرْضٌ فِي التَّطَوُّعِ . (الدين الخالص أو ارشاد الخلق الى
دين الحق ج 4 ص : 170 (مطبعة السعادة 1964)
Artinya:
Dituntut melakukan salam pada tiap 2 rakaat,. Seandainya seseorang shalat
Tarawih dengan 4 rakaat atau lebih dengan satu salam dan ia duduk tasyahhud,
maka shalatnya sah tetapi makruh menurut ulama selain Mazhab Syafii, dan tidak
sah menurut Mazhab Syafii. Alasannya karena memberi salam pada tiap 2 rakaat
itu wajib dalam Mazhab Syafii, begitu juga bila seseorang tidak melakukan duduk
tasyahhaud pada tiap 2 rakaat maka lebih teristimewa tidak sah. Dalam hal ini
Syaikh Muhammad dan Zufar mengatakan: ”Duduk tasyahhud pada tiap 2 rakaat dalam
shalat sunah hukumnya wajib.
16. Syaikh
Shiddiq Hasan Ali al-Qanuji al-Bukhari:
قَالَ الْحَلِيمِيُّ
وَالسِّرُّ فِي كَوْنِهَا عِشْرِينَ أَنَّ الرَّوَاتِبَ فِي غَيْرِ رَمَضَانَ
عَشْرُ رَكَعَاتٍ فَضُوعِفَتْ لِأَنَّهُ وَقْتُ جِدٍّ وَتَشْمِيرٍ ،وَفُهِمَ
مِمَّا سَبَقَ مِنْ أَنَّها بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ أَنَّهُ لَوْ صَلَّاهَا
أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ . وَبِهِ صَـرَّحَ اْلاِمَـامُ النَّوَوِيُّ
فِي الرَّوْضَةِ لِشَبَهِهَا بِالْفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلَا تَغَيُّرَ
عَمَّا وَرَدَ .( عون الباري لِحَلِّ أدلة البخاري ج 2 ص : 862 دار الرشيد : حلب
سوريا 1992)
Artinya;
Imam al-Halimi berkata ”Hikmah dan rahasia 20 rakaat shalat Tarawih adalah
shalat Rawatib yang Muakkad itu 10 rakaat, di bulan Ramadhan digandakan karena
bulan Ramadhan itu bulan yang penuh semangat dan gairah untuk mengerjakan
ibadah. Dipahami dari ungkapan yang telah lalu sesungguhnya shalat Tarawih itu
pelaksanaannya dengan 10 kali salam, Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan
4 rakaat satu salam, maka shalatnya tidak sah. Seperti inilah keterangan yang
telah dijelaskan oleh Imam Nawawiy dalam kitab al-Rawdhah, Karena shalat
Tarawih menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah, maka jangan dirubah
keterangan sesuatu yang telah warid (datang).” Wallahua’lam bish-Shawab dan
semoga bermanfa’at. Aamiin
oleh abuolifa
https://abuolifa.wordpress.com