Amalan pada Hari
Tasyriq
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para
sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, saat ini kita menginjak 10 Dzulhijah, hari
raya umat Islam dan besoknya kita pun akan menikmati hari-hari tasriq. Insya
Allah dalam tulisan kali ini, kami berusaha menyajikan suatu pembahasan
mengenai amalan-amalan di hari tasyriq. Semoga bermanfaat.
Hari ‘Ied Kaum Muslimin
Hari Arofah, hari Idul Adha dan hari Tasyriq termasuk
hari ‘ied kaum muslimin. Disebutkan dalam hadits,
يَوْمُ
عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الإِسْلاَمِ
وَهِىَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari
Arofah, hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq adalah ‘ied kami -kaum muslimin-.
Hari tersebut (Idul Adha dan hari Tasyriq) adalah hari menyantap makan dan
minum.”[1]
Hari Idul
Adha dan Hari Tasyriq, Hari Yang Paling Mulia
Mengenai
keutamaan hari Idul Adha dan hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijah) disebutkan
dalam hadits yang dikeluarkan oleh Abu Daud,
إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ
عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
“Sesungguhnya
hari yang paling mulia di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala adalah hari Idul Adha
dan yaumul qorr (hari tasyriq).”[2] Hari tasyriq disebut yaumul qorr karena
pada saat itu orang yang berhaji berdiam di Mina. Hari tasyriq yang terbaik
adalah hari tasyriq yang pertama, kemudian yang berikutnya dan berikutnya
lagi.[3]
Hari Idul
Adha dan Hari Tasyriq, Hari Bersenang-senang untuk Menyantap Makanan
Begitu pula
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa Idul Adha dan hari tasyriq
adalah hari kaum muslimin untuk menikmati makanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ
أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari-hari
tasyriq adalah hari menikmati makanan dan minuman.”[4]
Dalam
lafazh lainnya, beliau bersabda,
وَأَيَّامُ مِنًى أَيَّامُ
أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari Mina
(hari tasyriq) adalah hari menikmati makanan dan minuman.”[5]
Yang
dimaksud dengan hari Mina di sini adalah ayyam ma’dudaat sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي
أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“Dan
berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” (QS.
Al Baqarah: 203) Yang dimaksud hari yang terbilang adalah hari-hari setelah
hari Idul Adha (hari an nahr) yaitu hari-hari tasyriq. Inilah pendapat Ibnu
‘Umar dan pendapat kebanyakan ulama. Namun Ibnu ‘Abbas dan ‘Atho’ mengatakan
bahwa hari yang terbilang di situ adalah empat hari yaitu hari Idul Adha dan
tiga hari sesudahnya. Hari-hari tersebut disebut hari Tasyriq. Namun pendapat
pertama yang menyatakan bahwa hari yang terbilang adalah tiga hari sesudah Idul
Adha adalah pendapat yang lebih tepat.[6]
Hari
Tasyriq, Hari Berdzikir
Sebagaimana
disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 203 di atas (yang artinya), “Dan
berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” Ini
menunjukkan adanya perintah berdzikir di hari-hari tasyriq.
Lalu apa
saja dzikir yang dimaksudkan ketika itu? Beberapa dzikir yang diperintahkan
oleh Allah di hari-hari tasyriq ada beberapa macam:
Pertama: berdzikir kepada Allah dengan
bertakbir setelah selesai menunaikan shalat wajib. Ini disyariatkan hingga
akhir hari tasyriq sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Hal ini juga
diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Ali dan Ibnu Abbas.
Kedua: membaca tasmiyah (bismillah) dan
takbir ketika menyembelih qurban. Dan waktu menyembelih qurban adalah sampai
akhir hari tasyriq (13 Dzulhijah) sebagaimana pendapat mayoritas ulama.
Pendapat ini juga menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i dan salah satu pendapat
dari Imam Ahmad. Namun mayoritas sahabat berpendapat bahwa waktu menyembelih
qurban hanya tiga hari yaitu hari Idul Adha dan dua hari tasyriq setelahnya (11
dan 12 Dzulhijah). Pendapat kedua ini adalah pendapat yang masyhur dari Imam
Ahmad, juga termasuk pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan kebanyakan
ulama.
Ketiga: berdzikir memuji Allah Ta’ala ketika
makan dan minum. Yang disyari’atkan ketika memulai makan dan minum adalah
membaca basmallah dan mengakhirinya dengan hamdalah.
Keempat: berdzikir dengan takbir ketika
melempar jumroh di hari tasyriq. Dan amalan ini khusus untuk orang yang
berhaji.
Kelima: Berdzikir pada Allah secara mutlak
karena kita dianjurkan memperbanyak dzikir di hari-hari tasyriq. Sebagaimana
‘Umar ketika itu pernah berdzikir di Mina di kemahnya, lalu manusia mendengar.
Mereka pun bertakbir dan Mina akhirnya penuh dengan takbir.[7]
Dianjurkan
Memperbanyak Do’a Sapu Jagad
Allah
Ta’ala berfirman,
فَإِذَا قَضَيْتُمْ
مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي
الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Apabila
kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut)
Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu,
atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada
orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan
tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka
ada orang yang berdoa: “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti
hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. Al
Baqarah: 200-201)
Dari ayat
ini kebanyakan ulama salaf menganjurkan membaca do’a “Robbana aatina fid dunya
hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” di hari-hari tasyriq.
Sebagaimana hal ini dikatakan oleh ‘Ikrimah dan ‘Atho’.
Do’a sapu
jagad ini terkumpul di dalamnya seluruh kebaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam paling sering membaca do’a sapu jagad ini. Anas bin Malik mengatakan,
كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ
النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً ، وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
»
“Do’a yang
paling banyak dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Allahumma Robbana
aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Wahai
Allah, Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka].”[8]
Di dalam
do’a telah terkumpul kebaikan di dunia dan akhirat.
Al Hasan Al
Bashri mengatakan, “Kebaikan di dunia
adalah ilmu dan ibadah. Kebaikan di akhirat adalah surga.” Sufyan Ats Tsauri
mengatakan, “Kebaikan di dunia adalah ilmu dan rizki yang thoyib. Sedangkan
kebaikan di akhirat adalah surga.”
Dan do’a
juga termasuk dzikir, bahkan do’a termasuk dzikir yang paling utama.
Diriwayatkan
dari Al Jashshosh, dari Kinanah Al Qurosy, dia mendengar Abu Musa Al Asy’ariy
berkata ketika berkhutbah di hari An Nahr (Idul Adha), “Tiga hari setelah hari
An Nahr (yaitu hari-hari tasyriq), itulah yang disebut oleh Allah dengan ayyam
ma’dudat (hari yang terbilang). Do’a pada hari tersebut tidak akan tertolak
(pasti terkabul), maka segeralah berdo’a dengan berharap pada-Nya.”[9]
Banyak
Bersyukurlah pada Allah di Hari Tasyriq
Pada hari
tasyriq terkumpullah berbagai macam nikmat badaniyah dengan makan dan minum,
juga terdapat nikmat qolbiyah (nikmat hati) dengan berdzikir kepada Allah. Dan
sebaik-baik hati adalah yang sering berdzikir dan bersyukur. Dengan demikian
nikmat-nikmat tersebut akan menjadi sempurna.
Jika kita
diberi taufik untuk mensyukuri nikmat, maka syukur yang baru itu sendiri adalah
nikmat. Sehingga perintah syukur selamanya tidak akan usai.
Seorang
penyair mengatakan:
Idza kana
syukri ni’matallah ni’matan, ‘alayya lahu fi mitsliha yajibusy syukr
Jika
mensyukuri nikmat Allah adalah nikmat, maka karena nikmat semisal inilah, kita
wajib bersyukur pula.[10]
Makan dan
Minum di Hari Tasyriq untuk Memperkuat Ibadah
Hari
tasyriq disebut dengan hari makan dan minum, juga dzikir pada Allah. Hal ini
pertanda bahwa makan dan minum di hari raya seperti ini dapat menolong kita
untuk berdzikir dan melakukan ketaatan pada-Nya. Dengan inilah semakin sempurna
rasa syukur terhadap nikmat dapat menolong dalam ketaatan pada Allah. Oleh
karena itu, barangsiapa menggunakan nikmat Allah untuk bermaksiat, berarti dia
telah kufur pada nikmat.
Maksiat
inilah yang nantinya akan menghilangkan nikmat. Sedangkan bersyukur pada Allah
itulah nanti yang akan menghilangkan bencana.[11]
Semoga kita
dimudahkan untuk beramal sholeh dan selalu dimudahkan mendapat ilmu yang
bermanfaat, juga semoga kita termasuk hamba Allah yang bersyukur atas segala
nikmat.
***
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal
[1] HR. Abu Daud no. 2419, Tirmidzi no. 773, An Nasa-i
no. 3004, dari ‘Uqbah bin ‘Amir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih.
[2] HR. Abu Daud no. 1765, dari ‘Abdullah bin Qurth.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] Lihat Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali,
hal. 503, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1428 H.
[4] HR. Muslim no. 1141, dari Nubaisyah Al Hudzali.
[5] HR. Muslim no. 1142.
[6] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 502-503.
[7] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 504-505.
[8] HR. Bukhari no. 2389 dan Muslim no. 2690.
[9] Lihat Latho-if Al Ma’arif, 505-506.
[10] Lihat Latho-if Al Ma’arif, 507.
[11] Lihat Latho-if Al Ma’arif, 507.
0 komentar:
Posting Komentar