MENGHAFAL AL QURAN UNTUK KESEHATAN OTAK
Al-Quran yang ada dalam hati menjadikan suatu zaman,
zaman ini, zaman kita, atau zaman kapan pun, tak berjarak dari zaman Rasulullah
Saw. Seorang mufassir dari kalangan tabiin dari Madinah, Muhammad bin Ka’ab
al-Qurazhi (w. 108 H.) mengatakan: “Barangsiapa yang membaca Al-Quran maka
seakan-akan telah melihat Nabi Saw.” Al-Quran yang dalam hati juga sebabkan
hati tak berjarak dengan Allah Swt. Ia selalu ingar Allah (dzikir). Hati yang
selalu berdzikir inilah hati yang sehat. Dia buta dari kebaikan dirinya. Dan
buta dari keburukan orang selainnya. Orang yang hatinya demikian adalah orang
yang seluruh tubuhnya sehat.
Dalam Al-Quran misalnya surah al-Nahl ayat 70, manusia,
kendati diberikan usia yang panjang dan sehat sepanjang hayatnya, maka tetap
akan kembali kepada pase usia Ardzal al-‘Umur. Atau, secara harfiyyah, artinya
umur terhina. Yaitu usia pikun yang menyebabkan tak mengetahui lagi apa yang
sebelumnya telah diketahuinya. Dalam surah al-Tin ayat 5 disebut Asfala
Safilin. Yakni seriring dengan melemahnya fisik, melemah pula akalnya.
Keadaanya menjadi kembali seperti bayi sebagaimana dijelaskan dalam surah Yasin
ayat 68. Bukan karena sakit, tapi karena usianya yang sudah lanjut. Namun,
orang yang hafal Al-Quran, akalnya tidak akan pikun. Ini menunjukan betapa
sehatnya orang yang hafal Al-Quran. Yakni, dengan kata lain, jangankan sakit
pada fisiknya, akalnya saja tak termakan usia.
Ibnu Abi Syaibah (w. 235 H.) dalam kitab al-Mushannaf
nomor 29956 meriwayatkan dari gurunya yang bernama Abu Khalid al-Ahmar, dari
gurunya yang bernama Abu Usamah, dari gurunya yang bernama al-Hakam bin Hisyam,
dari gurunya yang bernama Abdul Malik bin ‘Umair. Dia berkata, bahwa ada yang
mengatakan: “Orang yang paling kekal akalnya adalah para penghafal Al-Qur’an.”
Lalu, masih dalam al-Mushannaf nomor 29957, tapi kali ini
Ibn Abi Syaibah (w. 235 H.) meriwayatkan dari gurunya yang bernama Abu
al-Ahwash, dari gurunya yang bernama Ikrimah, murid sekaligus mantan budak Ibnu
Abbas. Dia, yakni Ikrimah, berkata: “Barangsiapa yang membaca Al-Quran maka
tidak akan dikembalikan kepada umur terhina (ardzalil umur).”
Menurut sebuah penelitian sebagaimana penulis mendengar
langsung penjelasannya dari dr. A. M. Iqbal Basri, dokter spesialis saraf dan
dosen FK Unhas Makassar saat bersama-sama menjadi narasumber pada Seminar
Kesehatan di Unhas yang bertemakan Al-Quran sebagai Pondasi Kesehatan, “orang
yang mendengarkan Al-Quran 15 menit secara rutin setiap hari kecerdasan otaknya
akan meningkat.” Berarti otaknya sehat. Tampaknya inilah di antara rahmat yang
diberikan Allah bagi yang mendengarkan Al-Qur’an dengan tekun dan
memperhatikannya dengan saksama saat Al-Quran dibacakan kepadanya. Dalam surah
al-A’raf ayat 204, proses mendengarkan Al-Quran yang meningkatkan kecerdasan
otak dan mendatangkan rahmat disebut istima’ dan inshat.
Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, ketika membahas hal-hal
yang meningkatkan hafalan, disebutkan bahwa membaca Al-Quran dapat meningkatkan
hafalan. Bahkan dikatakan: “Tidak ada yang lebih meningkatkan hafalan selain
membaca Al-Quran.” Kemudian disebutkan bahwa membaca Al-Quran sambil melihat
tulisannya lebih utama karena ada keterangan yang dinisbatkan oleh pengarang
kitab Ta’lim sebagai hadits. Yaitu Rasulullah Saw bersabda: “Sebesar-besar amal
umatku adalah membaca Al-Quran dengan melihat tulisannya.” Dikisahkan, Syadad
bin Hakim bermimpi melihat sebagian temannya lalu bertanya: “Apa yang paling
bermanfaat bagimu?” Dia menjawab: “Membaca Al-Quran sambil melihat tulisannya.”
Penulis sering ditanya tentang wirid yang memudahkan
menghafal Al-Quran. Jawaban penulis tidak pernah berubah. Hanya satu. Yaitu,
wirid yang paling bermanfaat untuk menghafal Al-Quran adalah membaca Al-Quran
itu sendiri. Bagaimana tidak sedang membaca Al-Quran dapat meningkatkan
kecerdasan otak dan memudahkan hafalan-hafalan ilmu yang lain. Yakni, menghafal
ilmu-ilmu yang lain menjadi mudah dan meningkat kekuatannya karena membaca
Al-Quran. Sudah barang tentu ilmu yang paling dimudahkan oleh membaca Al-Quran
adalah hafalan Al-Quran. Oleh karenanya, misalnya, jika ada orang mengatakan,
harus baca wirid ini atau wirid itu sebanyak 10 kali atau 100 kali sebelum
menghafal Al-Quran, maka menurut penulis lebih baik membaca ayat yang hendak
dihafal sebanyak 10 kali atau 100 kali sebagai wiridnya. Tidak membaca wirid
yang lain.
Jika penghafal Al-Quran masih bergantung kepada selain
Al-Quran dalam proses menghafal Al-Quran maka akan menyebabkan kegiatan
menghafal Al-Quran tidak terasa nikmat melainkan serasa obat yang sangat pahit
yang tidak bisa menghindar kecuali harus ditelan. Bahkan bisa jadi terus
menerus bertahan dalam rasa itu seperti orang sakit yang ketergantungan kepada
obat. Menyetop obat sama dengan mengundang kematian, tapi bertahan dengan obat
berarti selamanya menelan pahit. Menghafal Al-Quran yang seperti ini biasanya
membuat kepala pusing dan badan panas, sama seperti menghafal teks-teks yang
bukan Al-Quran. Adakalanya pula fisik tidak kuat lalu jatuh sakit. Karena over
dosis ayat atau efek samping obat ayat.
Silahkan saja menghafal Al-Quran dengan model ini.
Asalkan kuat bertahan sampai Allah memberikan kesembuhan pada hafalannya. Tapi,
resikonya, tidak akan merasakan nikmatnya menghafal dan perlu waktu yang cukup
lama. Untuk merasakan kenikmatannya harus mencari bacaan lain seperti
nasehat-nasehat para ulama tentang menghafal Al-Qur’an, buku-buku menghafal
Al-Quran, membaca status-status para motivator tahfizh terkemuka di akun-akun
media sosial mereka, atau mengikuti pelatihan dan seminar menghafal Al-Quran.
Itu pun tak bisa bertahan lama. Bahkan adalakanya kenikmatannya hanya hadir
ketika atau beberapa saat setelah mendengarkannya atau membacanya. Lalu, ketika
kembali memulai mengafal, maka pahit lagi. Mungkin tulisan saya ini bisa dibaca
berulang-ulang untuk dapat mersakan nikmatnya menghafal Al-Quran terus menerus.
Jika penghafal Al-Quran sudah tak bergantung kepada
selain Al-Quran dalam proses menghafalnya maka kegiatan menghafal Al-Quran akan
terasa sangat nikmat dan menyenangkan. Bahkan lebih nikmat dari hafalnya. Tak
perlu motivasi dari nasehat-nasehat, buku-buku, dan status-status motivator di
akun media sosial untuk bisa tetap dan bertambah semangat. Karena ayat yang
sedang dihafalnya lebih memotivasi dari segala motivasi. Ia lebih menyentuh
hati dibanding kata-kata bijak terindah siapapun. Tak perlu lagi lirik lagu dan
irama musik. Karena daya tarik hafalannya lebih dari itu. Sekali melihatnya
langsung hafal karena penuh kesan pada pandangan pertama. Semakin jauh
hafalannya semakin mudah karena hafalan lama selalu menyinari hafalan barunya.
Hafalan baru tidak putus hubungan dengan hafalan lama. Bahkan murojaah hafalan
lama jadi wirid bagi hafalan baru.
Tidak akan resah, gelisah, dan galau. Justru dapat
menolak galau. Tidak akan pusing, panas, atau jatuh sakit. Apalagi dikalahkan
rasa malas. Tapi justru menyehatkan dan memeberi semangat. Juga memudahkan
menghafalkan ilmu-ilmu yang lain. Badan yang lelah setelah seharian bekerja pun
misalnya menjadi segar dan rileks kembali dengan menghafal Al-Quran yang
memakai model ini. Mungkin, singkatnya, hanya dua hal yang harus dilakukan agar
menghafal Al-Quran terasa nikmat. Yaitu:
1. Faham Keayatan Ayat
Yang dimaksud faham di sini bukan faham terhadap
maknanya, terjemahnya, atau tafsirnya. Karena yang tahu dan faham maknanya tak
menjamin bisa merasakan nikmatnya menghafal Al-Quran. Kalau faham kepada
maknanya menjamin merasakan nikmatnya menghafal Al-Quran maka semua lulusan
pesantren atau sarjana-sarjana syariah dan tafsir akan hafal Al-Quran semua.
Tapi faktanya tidak. Bahkan sangat sedikit sekali para pengkaji makna Al-Quran
yang hafal Al-Quran. Bisa jadi malah dokter atau orang awam yang belum mengerti
maknanya hafal.
Yang dimaksud faham adalah benar-benar mengerti bahwa
yang sedang dibaca dan dihafalkannya adalah betul-betul firman Allah. Yakin.
Sampai mengerti bahwa ayat-ayat yang sedang dihafal adalah satu-satunya alasan
kebahagiaan dan keselamatannya di dunia dan akhirat. Inilah yang penulis maksud
dengan faham keayatan ayat. Setiap kali membaca ayat, hatinya bergetar. Yang
bertambah duluan adalah imannya sebelum hafalannya. Dia sangat mengerti dan
merasakan bahwa yang sedang dikumpulkannya dalam hati adalah yang apabila
diturunkan kepada gunung maka gunung akan khusyuk dan terbelah karena takut
kepada Allah.
2. Menghemat Ayat
Yakni sedikit-sedikit. Pelan-pelan. Tidak tergesa-gesa.
Tidak langsung tancap gas. Hilangkan keinginan hafal banyak. Tapi kuatkan
keimanan kepada yang sedang dihafal. Walau satu ayat. Atau setengah ayat. Tidak
apa-apa. Bahkan, berdasarkan penelitian ilmiah, menghafal selama 30 menit lebih
baik hasilnya dari mengafal selama 1 jam. Bukankah hafal satu ayat dengan iman
lebih berarti dari pada hafal seluruh ayat tanpa iman. Dalam kitab Ta’lim
al-Muta’allim disebutkan: “Hafal dua huruf lebih baik dari membaca dua muatan
unta, dan faham dua huruf lebih baik dari hafal dua muatan unta.” Tentu
mengimani dua huruf lebih baik dari memahami dua muatan unta.
Jika mencari ayat dalam Al-Quran tentang metode menghafal
Al-Quran maka hanya akan ditemukan satu metode saja. Yaitu “jangan
tergesa-gesa.” Hanya itu. Tidak ada cara yang lain. Karena inilah cara
menghafal para nabi dan kemudian para ulama pewaris para nabi. Mungkin kita
mengira cara ini akan menyebabkan menghafal Al-Quran jadi lama. Ini salah.
Justru menghafal dengan cara ini menjadikan cepat hafal. Sebaliknya, menghafal
dengan tidak menghemat ayat, dibanyak-banyakin, dan biburu-buruin akan
menyebabkan menghafal semakin lama.
Juga perlu diketahui lebih mendalam bahwa hafalan
Al-Quran itu beda dengan hafalan-hafalan yang lain. Jika hafalan-hafalan lain
membutuhkan otak maka hafalan Al-Quran dibutuhkan otak. Jika ilmu-ilmu adalah
buku-buku yang disimpan di rak-rak perpustakaan maka hafalan Al-Quran bukanlah
salah satu buku di rak-rak itu. Melainkan cahaya di perpustakaan itu yang
menyebabkan semua buku terbaca. Jika hafalan Al-Quran disusun di rak-rak
perpustakaan bersama buku-buku yang lain maka menjadi sama saja dengan yang
lain. Ketahui perbedaan itu. Sehingga kegiatan menghafal Al-Quran menjadi
sebuah kegiatan meningkatkan kecerdasan otak dan kesehatan seluruh tubuh, lahir
dan batin.
Wallahu A’lam
Makassar, 2
Desember 2017
Seminar Kesehatan
Fakultas Kedokteran Unhas: Al-Quran sebagai Pondasi Kesehatan.
Oleh: Deden
Muhammad Makhyaruddin
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Player vs Player WOW langsung saja kunjungin kami di ARENADOMINO tempat bermain Poker dan kartu yang sangat menyenangkan dan hadiah nyata menanti anda semua.. WA +855 96 4967353
Posting Komentar