Bahaya Pikiran dan Emosi Negatif bagi Tubuh Fisik Anda
Pikiran sangat memengaruhi tubuh. Karena itu, jagalah
hati dan pikiran agar Anda tetap sehat dan panjang umur
Liputan6.com, Jakarta (Artikel ini ditulis dengan tujuan
memberi informasi hubungan antara pikiran, emosi, dan kesehatan, dan untuk
memberi harapan bahwa masih ada peluang untuk sembuh dari sakit “berat” dengan
pendekatan berbeda sebagai komplemen tindakan medis. Pembaca disarankan untuk
selalu mengutamakan konsultasi ke dokter atau menjalani tidakan medis bila
sakit.)
Beberapa waktu lalu di sela acara seminar, salah satu
peserta berdiskusi dengan saya mengenai kondisi kesehatannya. Rekan ini adalah
pebisnis sukses, usianya baru sekitar 30an, dan sudah lima tahun menderita
penyakit autoimun, ankylosing spondylitis. Rekan ini merasakan lehernya sakit
setiap kali ia menoleh. Ia juga berkata bahwa penyakit ini tidak ada obatnya,
tidak bisa sembuh, karena disebabkan oleh kelainan gen.
Benarkah semua ini karena gen? Bila benar karena gen,
bisakah kondisi ini disembuhkan? Sebelumnya, ia dalam kondisi sehat, bugar.
Namun, entah apa yang terjadi padanya, ia menjadi sakit. Dapatkah kita
memengaruhi kerja gen untuk kebaikan, kesembuhan, dan kesehatan?
Kelainan gen tunggal yang memengaruhi hidup manusia dan
mengakibatkan penyakit seperti Huntington’s disease (HD), beta thalasemia, dan
cystic fibrosis, hanyalah sebesar 2%. Mayoritas manusia, 98%, lahir dengan
gen-gen yang seharusnya mampu membuat kita hidup sehat dan bahagia. Penyakit
yang menjadi momok manusia modern seperti diabet, sakit jantung, dan kanker,
bukanlah karena pengaruh gen tunggal, namun adalah akibat atau hasil interaksi
banyak gen dan faktor lingkungan.
James Watson, Ph.D., dan Francis Crick, Ph.D., adalah
penemu struktur DNA double helix, yang menyatakan, di jurnal Nature, terbit
tahun 1970, bahwa kondisi biologis manusia ditentukan sepenuhnya oleh gen.
Hingga saat ini, dogma ini masih sangat kuat memengaruhi pandangan awam.
Pergesaran paradigma luar biasa terjadi saat ilmuwan
akhirnya berhasil memetakan gen manusia melalui Human Genome Project (HGP). HGP
diawali tahun 1990 dan berakhir tahun 2003. Semula para ilmuwan berharap dapat
menemukan 140.000 gen berbeda. Angka ini berasal dari 100.000 jenis protein
yang ada di tubuh manusia dan 40.000 protein pengatur yang dibutuhkan untuk
membuat protein lainnya, dan setiap gen menghasilkan protein spesifik.
Di akhir proyek pemetaan gen manusia, tahun 2003, para
ilmuwan hanya menemukan 23.688 gen. Dari dogma Watson tampak jelas bahwa jumlah
gen yang terpetakan tidak sejalan dengan jumlah protein yang ada dan membentuk
struktur tubuh manusia.
Satu kemungkinan yang bisa terjadi hanyalah gen-gen ini
bekerjasama dengan kombinasi tertentu, ada yang “nyala” (aktif) dan “padam”
(tidak aktif) dalam waktu bersamaan di dalam sel. Sama halnya dengan lampu
pohon natal yang menyala dan padam. Kombinasi “nyala” dan “padam” ini
menentukan jenis protein yang dihasilkan.
Gen dikelompokkan berdasar stimulus yang mengaktifkan dan
menonaktifkan mereka. Ada experience-dependent gen atau activity dependent gen
yaitu gen yang aktif saat seseorang belajar hal baru, mengalami pengalaman
baru, atau sedang dalam proses penyembuhan. Gen-gen ini menghasilkan sintesa
protein dan senyawa kimiawi yang memberi perintah pada stem sel untuk berubah
menjadi sel yang dibutuhkan untuk penyembuhan.
Behavioral-state-dependent gen menjadi aktif saat
individu sedang mengalami kondisi emosi intens, stres, atau mengalami beragam
kondisi kesadaran yang berbeda, termasuk saat kita sedang bermimpi. Gen-gen ini
menghubungkan pikiran dan tubuh.
Bagaimana pikiran pengaruhi gen
Bagaimana pikiran dan emosi sampai bisa memengaruhi gen
dalam inti sel?
Saat kita berpikir dan merasakan emosi tertentu otak
menghasilkan senyawa kimiawi yang disebut neuropeptida. Neuropeptida ini
berfungsi sebagai pembawa pesan dan menyebar ke sel-sel di seluruh tubuh dan
mencari reseptor atau docking station yang sesuai untuk dapat menyampaikan
pesan kepada DNA dalam sel. Ini sama seperti kita memasukkan flashdisk ke
USB-port di laptop dan selanjutnya mengunduh datanya ke komputer.
Melalui gen-gen inilah akhirnya dimengerti bagaimana kita
dapat memengaruhi kesehatan tubuh melalui kondisi pikiran dan tubuh guna
meningkatkan kesehatan, ketahanan fisik, dan kesembuhan.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa hampir 90% gen
dipengaruhi oleh interaksi dengan keluarga, lingkungan, tempat kerja, teman,
rekan kerja, stres, makanan, gaya hidup, praktik spiritual, kondisi emosi, dll.
Riset terkini di bidang genetika menemukan bahwa faktor di
luar sel memengaruhi gen. Ini dinamakan epigenetics yang secara harafiah
berarti “control above genetics” atau “kendali atas gen”. Faktor ini bisa yang
berasal dari luar sel, masih di dalam tubuh, dan bisa berasal dari luar diri
individu seperti interaksi dengan lingkunan, keluarga, teman, rekan kerja,
stres, emosi, pikiran, polusi, makanan, gaya hidup, praktik spiritual, kondisi
emosi, dll.
Epigenetics menyatakan bahwa nasib kita tidak sepenuhnya
ditentukan oleh gen-gen kita dan perubahan kondisi kesadaran manusia dapat
menghasilkan perubahan fisik, baik pada struktur dan fungsi di tubuh manusia.
Contoh nyata epigenetics adalah pada kembar identik
dengan DNA yang persis sama. Jika mengacu pada pernyataan bahwa semua penyakit
ditentukan oleh gen – genetic predeterminism, berarti kedua kembar ini punya
ekspresi gen yang sama dan sakit yang sama.
Namun ternyata tidaklah demikian. Kembar identik bisa
punya gen yang sama namun kondisi fisik atau kesehatan yang berbeda. Studi
epigenetics memunculkan satu pertanyaan penting: Bagaimana bila kita tidak
dapat mengubah lingkungan eksternal?
Bagaimana bila kita melakukan hal yang sama setiap hari,
bertemu orang yang sama pada waktu yang sama setiap hari – hal-hal yang
mengakibatkan pengalaman yang sama dan menghasilkan emosi yang sama yang
memberi sinyal kepada gen-gen dengan cara yang sama?
Selama kita melihat atau menjalani hidup dengan kacamata
masa lalu dan bereaksi pada kondisi yang kita alami menggunakan jaringan otak
yang sama, merasakan emosi yang sama, maka senyawa kimiawi yang dihasilkan
otak, neurotransmitter dan neuropeptida yang menyebar ke sel-sel tubuh, yang
berperan sebagai pembawa pesan (messenger), adalah sama, dan kita mengirim
sinyal yang sama pada gen-gen yang sama, dan membuat gen-gen ini aktif atan
nonaktif dengan cara yang sama, dan mengakibatkan kondisi kita tetap sama.
Dengan kata lain, tubuh kita tinggal di masa lalu. Salah
satu sebab utama dan paling kuat dari perubahan epigenetics adalah stres. Stres
menyebabkan tubuh kehilangan keseimbangan (homeostasis). Ada tiga bentuk stres:
stres fisik (trauma), stres kimiawi (racun), dan stres emosi (takut, khawatir,
kewalahan, terluka, marah, benci, dll).
Bahaya stres
Setiap bentuk stres ini dapat mengakibatkan terjadinya
1.400 reaksi kimia dan menghasilkan lebih dari 30 hormon. Saat senyawa
kimiawi/hormon ini terpicu, pikiran memengaruhi tubuh melalui sistem saraf
otonom dan kita mengalami keterhubungan pikiran dan tubuh.
Ironisnya, merasakan atau mengalami stres bersifat
adaptif, maksudnya semua makhluk hidup diprogram untuk mampu mengalami stres
jangka pendek guna memobilisasi dan menggunakan semua sumber daya yang mereka
miliki untuk mengatasi kondisi genting.
Saat kita merasakan adanya ancaman di lingkungan, nyata
atau hanya dalam pikiran, repson lawan atau lari (fight or flight) mengaktifkan
sistem saraf simpatik (subsistem dari sistem saraf otonom), dan denyut jantung
meningkat, tekanan darah naik, otot menegang, hormon seperti adrenalin dan
kortisol membanjiri tubuh menyiapkan kita untuk menyelamatkan diri melalui
mekanisme lawan atau lari.
Setelah melewati masa genting, misalnya berhasil lolos
dari kejaran anjing liar, tubuh akan kembali ke kondisi normal, homeostasis,
segera setelah kita merasa aman atau berada di tempat yang aman. Inilah cara
tubuh kita dirancang. Tubuh bisa keluar dari kondisi homeostasis namun hanya
untuk waktu yang singkat, hingga bahaya lewat.
Hal serupa terjadi di dunia modern. Saat sedang
mengendarai mobil dan tiba-tiba ada pengemudi lain memotong jalur kita, untuk beberapa
saat kita mungkin kaget dan marah. Ini bisa kita rasakan tidak hanya di
perasaan namun juga terutama di tubuh Kita. Ini adalah respon stres. Beberapa
saat setelah menyadari bahwa kita tidak sampai menabrak atau tertabrak, kita
menjadi kembali rileks.
Respon stres juga bisa terjadi saat kita mengingat
kejadian di masa lalu, yang berisi muatan emosi negatif intens namun belum
terselesaikan, atau membayangkan kejadian di masa depan, yang juga menimbulkan
emosi negatif.
Semua ini mengakibatkan kita hidup dalam mode survival
yang nyata namun tidak nyata. Dan setiap kali kita merasakan emosi tertentu,
otak menghasilkan neuropeptida yang akan menyebar ke sel-sel di seluruh tubuh
dan memengaruhi gen-gen yang ada pada inti sel.
Bila emosi yang dirasakan adalah emosi negatif maka
gen-gen ini akan terpengaruh secara negatif. Sebalilknya bila yang dirasakan
adalah emosi positif maka gen-gen juga akan terpengaruh secara positif. Dalam
mode fight-flight, energi kehidupan dimobilisasi dan digunakan oleh tubuh untuk
melawan atau lari. Namun, bila tubuh tidak kembali ke homeostasis, karena kita
terus merasa atau yakin ada bahaya, energi vital ini hilang tak berbekas.
Energi kehidupan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel
atau penyembuhan terpakai untuk tujuan lain. Komunikasi antarsel terhambat.
Semua sistem diri fokus hanya pada upaya keselamatan hidup secara fisik. Sistem
imun dan endokrin melemah karena gen-gen pada wilayah yang berhubungan dengan
fungsi-fungsi ini terganggu.
Ini sama seperti 98 persen sumberdaya yang ada pada satu
negara semuanya digunakan untuk pertahanan, dan tidak lagi ada yang tersisa
untuk membangun infrastruktur, sistem komunikasi, produksi makanan, kesehatan,
pendidikan, dll.
Peneliti di Ohio State Universty Medical Center menemukan
lebih dari 170 gen yang terpengaruh oleh stres, 100 di antaranya benar-benar
“off” (termasuk banyak di antaranya adalah gen yang memfasilitasi pembentukan
protein untuk penyembuhan). Para peniliti melaporkan bahwa luka pada pasien
yang mengalami stres butuh waktu 40 persen lebih lama untuk sembuh. Stres yang
kita alami berbeda dari masa ke masa.
Stres di masa sekarang bisa muncul dari banyak kondisi
atau sebab seperti akibat tekanan pekerjaan, berusaha memenuhi target
perusahaan, kondisi finansial yang kurang baik, cemas akan masa depan, kerja
berlebih dan kurang istirahat, menentukan target pribadi terlalu tinggi
sehingga diri merasa tidak berdaya, lingkungan atau suasan kerja yang tidak
kondusif, masalah rumah tangga, dan berbagai masalah lainnya.
Stres juga lebih sering dialami seseorang akibat pola
pikir yang salah. Kondisi, kejadian, atau situasi yang sebenarnya tidak perlu
menjadi masalah, bisa menjadi masalah (besar) dan mengakibatkan stres karena
sikap dan pola pikir yang salah. Dan saat stres berlangsung dalam waktu lama,
yang kita sebut stres kronis, tubuh terpengaruh, tidak mampu beroperasi
optimal, menjadi tidak sehat atau bahkan sakit.
Sehat Berkat Pikiran
Setiap bentuk pikiran yang kita pikirkan, baik yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan/stres, setiap emosi yang kita rasakan, dan
setiap kejadian yang kita alami, dapat menjadi penyebab perubahan epigenetics
dari sel-sel tubuh. Dengan menyadari keterhubungan pikiran, emosi, dan
perubahan epigenetics kita dapat membalik proses yang membuat kita sakit.
Caranya, pertama adalah dengan menetralisir emosi-emosi
negatif yang selama ini terus dirasakan dan menganggu hidup kita. Emosi
negatif, yang adalah stres, harus dihilangkan secepatnya dan setuntasnya.
Selanjutnya adalah dengan memrogram pikiran bawah sadar untuk mencapai kondisi
tubuh sehat.
Kunci untuk memrogram pikiran bawah sadar untuk
kesembuhan dan kesehatan adalah dengan relaksasi mental dan fisik yang dalam
(deep trance) yang digabungkan dengan teknik sensualisasi yang tepat, dan
merasakan emosi positif spesifik dan intens.
Penjelasan detil teknik mengolah pikiran, perasaan, dan
tubuh untuk kesembuhan dan kesehatan akan sangat panjang bila dijelaskan di
sini. Teknik ini yang saya ajarkan kepada salah satu klien penderita kanker
tulang stadium empat guna melengkapi perawatan medis yang ia jalani. Sel-sel
kankernya telah menyebar ke tulang rusuk dan tulang belakang L2 dan L5.
Dengan rutin mempraktikkan teknik penyembuhan berbasis
sensualisasi dan emosi positif, hasilnya klien dinyatakan sembuh total. Hasil
PET Scan menunjukkan ia telah benar-benar bersih.
Dua penelitian penting
Dua penelitian penting tentang pengaruh relaksasi mental
dan fisik yang dalam dan emosi positif yang memicu perubahan epigenetics untuk
meningkatkan kesehatan diselenggarakan di Benson-Henry Institute for Mind Body
Medicine di Massachusetts General Hospital di Boston.
Relaksasi mental dan fisik yang dilakukan bertujuan untuk
menghasilkan perasaan tenang, damai, sangat menyenangkan, dan melihat
pengaruhnya pada ekspresi gen. Dalam penelitian pertama, tahun 2008, dua puluh
relawan mendapat pelatihan selama delapan minggu mempraktikan teknik yang
berhubungan dengan pikiran dan tubuh (termasuk beberapa jenis meditasi, yoga,
dan doa repetitif) yang bertujuan menghasilkan respon relaksasi, satu kondisi
fisik yang sangat rileks dan nyaman.
Penelitian ini juga melibatkan sembilan belas meditator
berpengalaman. Di akhir masa penelitian, meditator pemula menunjukkan perubahan
pada 1.561 gen (874 mengalami upregulated untuk kesehatan dan 687 downregulated
untuk stres), penurunan tekanan darah, denyut jantung dan napas. Sementara
praktisi berpengalaman menunjukkan ekspresi 2.209 gen. Sebagian besar perubahan
genetik ini meningkatkan respon tubuh terhadap stres psikologis kronis.
Penelitian kedua, tahun 2013, menemukan bahwa respon
relaksasi mengakibatkan perubahan ekspresi gen setelah hanya satu sesi
relaksasi mental dan fisik baik pada para pemula maupun praktisi berpengalaman.
Gen yang mengalami upregulated antara lain yang memengaruhi fungsi kekebalan
tubuh, metabolisme, energi, dan sekresi insulin, sementara gen yang mengalami
downregulated antara lain yang behubungan dengan radang dan stres.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal
penting berikut:
- Pikiran, otak, dan tubuh saling terhubung dan
memengaruhi satu terhadap yang lain.
- Bentuk pikiran dan emosi yang kita pikirkan atau
rasakan setiap hari membentuk siapa diri kita pada level seluler.
- Betuk pikiran dan emosi yang sama menghasilkan pengaruh
yang sama pada sel-sel tubuh dan mengakibatkan kondisi tubuh yang sama, bisa
sehat atau sakit.
- Saat memikirkan atau merasakan hal yang berbeda, kita
mengubah pola listrik otak dan memulai pengaruh sistemik yang meliputi
perubahan pada tegangan otot, ritme napas, dan aliran neurotransmitter dan
hormon.
DR. Adi W.
Gunawan, CCH.
President of Adi
W. Gunawan Institute of Mind Technology
Indonesia Leading
Expert in Mind Technology
President of
Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia (AHKI)
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Yuk dapatkan hadiah ny dengan modal 20rb saja sudah bisa menikmati semua permainan poker di ARENADOMINO loh yuk langsung saja.. WA +855 96 4967353
Posting Komentar