Ramadhan dan
Tadarus AlQuran
KIBLAT.NET – Di antara amalan yang paling utama pada
bulan Ramadhan adalah tadarus Al-Quran. Tadarus Al-Quran adalah aktivitas
interaksi dengan Al-Quran, baik dengan membacanya, memahaminya,
mengkhatamkannya, mendengarnya, mentadabburinya, menghafalnya dan
mempelajarinya. Selama ini tadarus Al-Quran dipahami oleh kebanyakan orang
hanya sebatas membaca dan mengkhatamkan Al-Quran, padahal tidak demikian.
Tadarus Al-Quranmerupakan ibadah yang paling digalakkan
pada setiap saat, terutama pada bulan Ramadhan sesuai dengan sunnah Nabi saw.
Nabi saw mengisi hari-hari Ramadhan dengan bertadarus Al-Quran. Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra disebutkan bahwasanya Rasulullah saw
selalu bertadarus Al-Quran dengan malaikat Jibril as pada setiap hari bulan
Ramadhan (HR. Bukhari dan Muslim). Terlebih lagi Al-Quran diturunkan di bulan
Ramadhan sehingga dinamakanlah bulan Ramadhan dengan bulan Al-Quran.
Makna ruhiah inilah yang dipahami oleh para ulama
salafusshalih (sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in) sehingga mereka meninggalkan
aktivitas dunia mereka di bulan Ramadhan, termasuk pengajian mereka untuk
bertadarus Al-Quran. Di bulan Ramadhan, mereka mengkhatamkan Al-Quran setiap
sepuluh hari atau tiga kali khatam. Ada yang mengkhatamkannya setiap sepekan
atau empat kali khatam. Ada yang mengkhatamkannya lima kali, tujuh kali dan
bahkan ada yang mengkhatamkannya dalam setiap tiga hari atau sepuluh kali.
Sebagai bulan Al-Quran, Ramadhan menuntut kita untuk
mempertegaskan kembali komitmen kita sebagai seorang muslim terhadap Al-Quran
dengan cara berinteraksi dengannya (tadarus Al-Quran). Tadarus Al-Quran ini
dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
Pertama, membaca bacaan Al-Quran. Hendaklah kita membaca
Al-Quran setiap saat khususnya dalam bulan Ramadhan ini. Membaca Al-Quran
hukumnya wajib ‘ain, karena tuntutan iman. Seseorang dikatakan muslim ketika
beriman dengan Al-Quran. Beriman kepada Al-Quran itu tidak cukup dengan
meyakini kebenaran Al-Quran dan meyakininya sebagai petunjuk dan pedoman hidup,
namun juga dituntut membacanya, memahaminya, mengkhatamkannya, mendengarnya,
menghafalnya, dan mempelajarinya. Inilah bukti keimanan kita terhadap Al-Quran.
Maka sangatlah disayangkan jika ada seorang muslim yang
malas membaca Al-Quran atau jarang membacanya, bahkan tidak pernah. Seharusnya
dia malu mengaku sebagai seorang muslim. Seorang muslim sepatutnya membaca
Al-Quran kapanpun dan di manapun dia berada, terlebih lagi di bulan Ramadhan
yang penuh keberkahan. Bila dalam bulan yang berkah yang dilipat ganda pahala
ibadah padanya ini kita masih malas membaca Al-Quran, maka bagaimana lagi di
bulan lainnya? Sepatutnya dengan keberkahan dan berbagai keutamaan Ramadhan
memberikan motivasi dan semangat kepada kita untuk membaca Al-Quran setiap hari.
Selama ini kita mampu membaca surat kabar atau majalah
dalam waktu 20-30 menit setiap hari. Bahkan kita mampu mengkhatamkan buku
setebal Al-Quran seperti buku novel, cerpen, roman, buku kuliah dan sebagainya
hanya dalam waktu beberapa hari. Namun, kenapa kita tidak mampu membaca
Al-Quran dalam sehari dalam waktu 20-30 setiap hari? Kenapa kita tidak mampu
mngkhatamkannya dalam beberapa hari? Padahal membaca Al-Quran mendapat pahala,
syafaat pada hari kiamat dan memasukkan ke surga. Tidak demikian halnya dengan
bacaan lainnya seperti buku kuliah, novel, komik, surat kabar, majalah dan
sebagainya.
Kedua, mengkhatamkan Al-Quran. Hendaklah kita mampu
mengkhatamkan Al-Quran beberapa kali di bulan Ramadhan ini, minimal sekali
khatam. Untuk mengkhatamkan Al-Quran sekali khatam maka kita harus mampu
membaca satu juz setiap harinya. Jika kita mampu membaca dua juz setiap hari
maka kita bisa mengkhatamkannya dua kali. Jika kita mampu membaca tiga juz
perhari berarti tiga kali khatam dan seterusnya. Oleh karena itu, para ulama
dan orang-orang yang shalih mampu mengkhatamkan Al-Quran pada bulan Ramadhan
sebanyak empat kali, lima kali, enam kali bahkan ada yang mengkhatamkan sepuluh
kali selama bulan Ramadhan.
Mengkhatamkan Al-Quran beberapa kali selama bulan Ramdhan
tidaklah sulit jika kita punya tekat dan komitmen. Membaca satu juz dengan
bacaan tartil hanya memakan waktu 40 sampai 50 menit, tidak mencapai satu jam.
Masih banyak tersisa waktu (23 jam lagi) yang bisa kita gunakan untuk urusan
dunia dan berbagai ibadah lainnya. Jika kita mampu membaca 2 jam setiap hari,
maka kita bisa khatam dua kali selama Ramadhan. Jika kita mampu membaca 3 jam
setiap hari maka kita mampu khatam tiga kali, dan seterusnya.
Ketiga, memahami Al-Quran dan mentadabburinya. Hendaknya kita
paham terhadap bacaan Al-Quran yang kita baca. Paling tidak, kita paham bacaan
surat Al-Fatihah dan surat-surat yang kita baca dalam shalat setiap hari.
Memahami Al-Quran dapat dilakukan dengan cara membaca terjemahan Al-Quran dan
tafsir ayat tersebut, sehingga kita paham makna Al-Quran yang kita baca.
Memahami Al-Quran perlu dan penting, agar kita dapat mengamalkannya.
Mengamalkan Al-Quran tidak mungkin dilakukan tanpa memahami pesan-pesan
Al-Quran tersebut.
Begitu pula dengan memahami Al-Quran dapat dilakukan
dengan cara tadabbur Al-Quran yaitu memahami makna ayat secara per kata dan
kalimat ayat Al-Quran, memahami tafsirnya (penjelasannya), dan isi
kandungannya. Tadabbur Al-Quran bisa juga bermakna menghayati isi kandungan
Al-Quran. Dalam Al-Quran terdapat hukum-hukum dan kisah-kisah para Nabi dan
umat-umat terdahulu yang mesti diambil ibrah (pelajaran) sebagai petunjuk untuk
kehidupan kita.
Keempat, menghafal Al-Quran. Menghafal Al-Quran penting dan
perlu. Pahalanya surga bagi penghafal Al-Quran jika dia mengamalkan apa yang
dihafalnya itu. Tidak hanya bagi dirinya, namun juga bisa memberi syafaat
kepada orang tuanya pada hari Kiamat nanti. Oleh karena itu, orang tua patut
bersyukur jika anaknya hafal Al-Quran. Orang tua harus memberi perhatian dan
motivasi kepada anaknya untuk hafal Al-Quran, agar dia mendapat saham pahala
dan syafaat.
Menghafal Al-Quran tiga puluh juz sangat dianjurkan. Jika
tidak mampu, minimal juz tiga puluh. Surat-surat pendek dalam juz tiga puluh
ini perlu dihafal untuk dibacakan dalam shalat. Terlebih lagi jika kita menjadi
imam shalat. Para ulama shalafusshalih mampu hafal Al-Quran tiga puluh juz
dalam usia kanak-kanak seperti imam Syafi’i hafal Al-Quran pada umur 7 tahun.
Itulah modal kesuksesan mereka di dunia dan di akhirat.
Sangat disayangkan, saat ini banyak muslim yang mampu
menghafal lagu dan musik, namun kita tidak mampu menghafal Al-Quran. Seorang
muslim sepatutnya menghafal Al-Quran, karena Al-Quran itu petunjuk hidup.
Al-Quran memberi petunjuk kepada kita agar kita selamat dan bahagia di dunia
dan akhirat, sedangkan musik dan lagu menjauhkan kita dari petunjuk. Al-Quran
memasukkan kita ke surga, sedangkan lagu dan musik tidak. Bahkan lagu dan musik
bisa memasukkan kita ke neraka dengan melakukan maksiat dengannya, melalaikan ibadah,
mengumbarkan syahwat dan mempertontonkan aurat. Al-Quran memberi ketenangan,
sedangkan lagu dan musik tidak. Jika seseorang merasa tenang dengan lagu dan
musik, berarti dia sudah jauh dari petunjuk.
Itu hanya ilusi dan talbis iblis (perangkap iblis). Al-Quran memberi
syafaat (pertolongan) pada hari Kiamat, sedangkan lagu dan musik tidak
memberikan syafaat. Inilah perbedaan Al-Quran dengan musik dan lagu yang saling
bertentangan dan mustahil disatukan.
Musik dan lagu tidak ada manfaatnya sama sekali, bahkan
membawa kepada maksiat dan dosa. Maka sudah sepatutnya kita tinggalkan. Coba
perhatikan, di mana ada maksiat, di situ ada musik dan lagu. Maksiat itu
biasanya diawali dan dihiasi dengan musik dan lagu. Oleh karena itu,
tempat-tempat maksiat seperti bar, klub malam, kafee dan lainnya diputar lagu
dan musik sehingga timbul maksiat seperti pergaulan bebas, dansa-dansi, joget,
main wanita, pacaran, minum-minuman keras, judi sampai kepada zina. Ini akibat
musik dan lagu.
Kelima: Mendengar Al-Quran. Mendengar Al-Quran perlu dan
penting. Selain mendapatkan pahala, mendengar Al-Quran juga menenangkan hati.
Bagi orang yang menghafal Al-Quran, mendengar Al-Quran sangat membantu dalam
menguatkan hafalannya. Mendengar Al-Quran juga dapat menjaga kita dari gangguan
syaithan. Oleh karena itu, hendaklah kita selalu mendengar Al-Quran di mana pun
kita berada, baik di rumah, di mobil, di kantor dan tempat lainnya. Agar hidup
kita tenang dan bahagia.
Jika kita dalam keadaan sibuk sehingga tidak sempat
membaca Al-Quran, maka kita bisa mendengarkan Al-Quran melalui televisi,
kaset/CD murattal, handphone, dan media elektronik lainnya. Tinggalkan siaran
atau tontonan televisi yang menyajikan siaran yang tidak ada manfaatnya seperti
lagu, musik, film dan sinetron. Inilah sumber penyakit iman dan akhlak.
Pilihlah televisi islami yang senantiasa menyajikan Al-Quran dan kajian agama
seperti televisi rodja, surau, weshal, insan, ummat dan lainnya.
Sangat disayangkan, ada sebagian muslim yang merasa
tenang dan terhibur dengan lagu, musik, film dan senetron yang melalaikan kita
dari ibadah dan mengumbarkan syahwat serta mempertontonkan aurat. Mereka tidak
merasa tenang dengan membaca dan mendengar Al-Quran yang merupakan petunjuk
hidupnya. Padahal Allah Swt berfirman:
“…Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang”. (Q.S Ar-Ra’d:
28). Bahkan Al-Quran tidak dibaca dan tidak pula didengar. Bila demikian
halnya, bagaimana mungkin seseorang mendapatkan petunjuk jika jalan untuk
mendapat petunjuk itu tidak ditempuh. Mustahil mereka bisa memperoleh petunjuk
dari Allah Swt. Pepatah Arab mengatakan, “Kamu mengharapkan keselamatan, namun
kamu sendiri tidak mau menempuh jalan keselamatan tersebut. Bagaimana mungkin
perahu berlayar diatas daratan?”
Keenam: mempelajari Al-Quran. Hendaklah kita mempelajari
Al-Quran setiap waktu, khususnya di bulan Ramadhan ini. Mempelajari Al-Quran
wajib, agar bisa diamalkan. Al-Quran merupakan petunjuk hidup manusia untuk
mencapai kebahagian dan keselamatan di dunia dan akhirat. Al-Quran mengatur segala
kehidupan manusia baik persoalan agama, ekonomi, sosial, politik, negara dan
sebagainya. Oleh karena itu, Rasulullah saw sangat menggalakkan kita untuk
mempelajari Al-Quran. Rasulullah saw bersabda: “Orang yang paling baik di
antara kalian adalah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarinya.”. (HR.
Al-Bukhari).
Al-Quran memberi petunjuk kepada kita menuju kebahagian
dunia dan akhirat. Selain itu, juga memberikan kelapangan rezki dan keberkahan
hidup. Maka wajib dipelajari isi kandungannya atau ajarannya agar dapat
diamalkan. Bila Al-Quran ditinggalkan, di mana bukti pengakuan kita sebagai
seorang muslim yang beriman kepada Al-Quran? Tidakkah kita malu kepada Allah
yang telah mencurahkan nikmat-Nya yang begitu banyak kepada kita, namun kita
meninggalkan Al-Quran dengan kesibukan mencari materi atau harta semata?
Padahal, harta dan kemewahan dunia ini tidak dapat memberikan jaminan
kebahagiaan di dunia apalagi akhirat.
Demikianlah bentuk-bentuk tadarus Al-Quran digalakkan
setiap waktu, terutama di bulan Ramadhan ini. Semua bentuk tadarus Al-Quran di
atas bertujuan untuk mengamalkan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Membaca,
memahami, menghafal dan mempelajari Al-Quran tidak akan bermanfaat bila tidak
ada pengamalan terhadap Al-Quran. Meskipun demikian, mengamalkan Al-Quran tidak
mungkin terwujud bila tidak membaca dan memahami Al-Quran itu sendiri. Oleh
karena itu, aktifitas tersebut diatas sangat terkait satu sama lainnya
Sebagai penutup, mari kita memperbanyak tadarus Al-Quran
setiap saat, khususnya di bulan Ramadhan ini. Bulan Ramadhan merupakan momentum
yang sangat tepat untuk mempertegas kembali komitmen kita sebagai seorang
muslim terhadap Al-Quran. Berbagai keutamaan Ramadhan sejatinya mampu
memotivasi kita untuk memperbanyak tadarus Al-Quran. Semoga ibadah tadarus
Al-Quran kita di bulan Ramadhan ini diterima Allah Swt dan semoga kita menjadi
orang yang bertakwa yang senantiasa bertadarus Al-Quran dan mengamalkannya.
Amin..!
Penulis: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA (Ketua Majelis
Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Pengurus Dewan Dakwah Aceh
& Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara)
0 komentar:
Posting Komentar