Doktor Wanita
Jerman Tersentuh Surah Al Fatihah dan Akhlak Fathimah
Alkisah ada seorang doktor wanita berasal dari Jerman,
berkebangsaan Amerika, umurnya 46 tahun. Dia masuk Islam karena mahasiswinya
yang bernama Fathimah. Dia menuturkan kisah keislamannya:
Dulu saya membenci kalimat Islam. Saya tidak pernah
berangan-angan akan menemui seorang Muslim atau Muslimah hingga saya sampai di
Amerika. Sejak bertahun-tahun lamanya saya menambah kebencian terhadap Islam
sesuai dengan pemberitaan di pagi hari dan sore hari yang memberikan menu
kebencian terhadap Islam. Setelah itu takdir Allah menundukkan saya untuk
bertemu dengan Fathimah.
Pada suatu hari Kepala Jurusan berkata kepada saya: “Kami
memiliki seorang mahasiswi Muslim yang cerdas dan baik. Dia memiliki syarat
yang aneh, yaitu dia harus berada di bawah bimbingan seorang doktor wanita
tidak di bawah bimbingan doktor laki-laki!” Saya katakan: “Saya tidak tahu,
saya akan mencobanya. Saya akan menemuinya terlebih dahulu sebelum persetujuan
untuk membimbingnya.” Maka sayapun menemuinya.
Berubahlah segalanya. Hanya sekadar bertemu dengannya.
Berubahlah pandanganku terhadap Islam. Dia adalah seorang wanita yang elok,
berbudi luhur, berbaju sopan yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Sebuah wajah
bercahaya putih yang semakin menambah cahaya dan kilatannya setiap kali
tersenyum. Konsisten memegang agama dan ajarannya. Konsisten terhadap
pakaiannya hingga sampai pada tingkatan yang semakin menambah penghormatanku
kepadanya.
Wahai Tuhanku, dia kuat berbangga dengan agamanya! Dia
mensyaratkan apa yang menjaga kemuliaan diri dan agamanya!! Dia memuliakan
orang lain, dia muliakan dirinya, agamanya, dan umatnya. Dia tidak menyebut
mereka kecuali dengan kebaikan.
Saya putuskan untuk setuju dan membimbingnya. Setiap hari
bertambahlah kekagumanku terhadapnya. Dia tunaikan shalat pada sudut terbuka
dari ruangan laboratorium. Maka saya izinkan dia untuk masuk ke kantorku saat
dia memerlukan shalat. Saya mengawasi shalatnya, dia menoleh setelah shalat,
dan sungguh wajahnya bersinar dan bercahaya. Saya merasa seakan-akan dia telah
menjadi makhluk malaikat dari cahaya setelah selesai dari beribadah.
Saya sangat berkeinginan untuk mengetahui rahasia hal
ini, saya berusaha untuk mengetahuinya. Sayapun berbincang dengannya, berdebat
dan berdialog tentang segala sesuatu; kehidupannya, dan ilmunya. Sayapun
menyetujuinya dalam keimanan, akan tetapi saya tidak merasakan kenikmatan
terhadap keimanan sebagaimana dia bisa merasakan keimanan tersebut.
Pada suatu kali dia shalat pada salah satu area di dalam
kantorku, sayapun mengawasinya, dan memperhatikan gerakan-gerakannya. Maka saat
dia menoleh kepadaku, dia tersenyum dengan senyuman lembut. Sayapun merasakan
perasaan yang mengalirkan keinginan untuk menangis. Saya sangat ingin
memeluknya, dan memintanya dengan terus terang untuk mengetahui rahasia
kebahagiaan yang terus menerus dan cahaya pada wajahnya?!
Pada suatu kali saya gagal dalam menjalankan perkerjaan
rutinku. Maka dia tersenyum dan berkata: “Sesungguhnya ini adalah termasuk
pengaturan Allah Ta’ala.” Maka saya bertanya kepadanya, maka diapun menjelaskan
kepada saya tentang iman terhadap qadha dan qadar!! Oh…. Seandainya saya
memiliki iman ini, agar tidak bosan dengan jiwa saya, tidak menggerutu atas
kegagalan saya yang menjadikan saya merasa gundah.
Sayapun meminta dia memberikan informasi tentang
agamanya. Maka dia menghadiahkan kepada saya sebuah mushaf, yang di dalamnya
telah diterjemahkan makna-makna kalimat. Saya terhenti pada dua ayat yang ada
di halaman pertama (yakni pada surah Al-Fatihah): “Tunjukilah kami jalan yang
lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka.”
(QS. Al-Fatihah: 6-7).
Siapakah mereka yang telah diberi nikmat oleh Allah?
Apakah jalan yang lurus itu? Saya terus mengulang-ulang kedua ayat tersebut
tanpa sadar, sayapun hampir berteriak. Kemudian pecahlah tangisan saya, dan
saya berteriak tanpa sadar: “Wahai Tuhanku, tunjukilah saya jalan yang lurus,
tunjukilah saya jalan yang lurus!! Sungguh saya telah hidup dalam jalan yang
bengkok, gelap, dan derita!”
Kemudian saya menguasai diri dan bertanya-tanya: Apakah
jalan yang lurus itu?! Saya kembali lagi melihat kepada Al-Qur`an, maka
datanglah jawabannya yaitu jalannya orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Ta’ala
atas mereka. Siapakah mereka menurut pendapat Anda?!
Jiwa saya menjawabnya, dari lubuk hati yang paling dalam.
Mereka itu adalah orang-orang seperti Fathimah!! Ya, orang-orang seperti
Fathimah, yang hidup dalam nikmatnya senyuman, nikmatnya kebahagiaan, nikmatnya
ketenangan jiwa, mulia dengan apa yang dimilikinya dan apa yang tumbuh
baginya!! Sayapun menangis, dan saya mengulang-ulang doa, “Tunjukkanlah kepada
saya jalan yang lurus wahai Tuhanku!”
Pada malam itu saya tidak bisa tidur nyenyak. Pagi harinya
saya menemui Fathimah. Saya memuliakan dan menghormatinya dengan penghormatan
yang lebih dari biasanya, seakan-akan saya adalah mahasiswi dan dia adalah
dosen.
Sayapun mengabarkan kepadanya akan keputusan saya!! Saya
ingin di pagi ini menjadi orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah atas
mereka!!
Diapun tersenyum kemudian memelukku!! Kamipun diam sambil
berpelukan satu sama lain untuk beberapa menit. Sayapun menangis dengan penuh
kerinduan dan kekhusyukan. Saya sama sekali tidak ingin melepaskan pelukannya.
Dia mengurus urusan pernyataan keislaman saya melalui
Islamic Center. Saya merasakan nikmatnya kebahagiaan. Saya rasakan nikmat dan
manisnya iman. Saya rasakan manisnya kehidupan dalam lindungan dan naungan
Allah. Saya semakin bertambah bahagia setelah saya bertemu dengan divisi
kewanitaan pada Islamic Center tersebut, dimana kami membaca Al-Qur`an, kami
saling membantu dalam membaca Al-Qur`an, dan peningkatan keimanan melalui
program menyenangkan yang memenuhi hidup saya dengan kesenangan dan kebahagiaan.
Saya mencintai Allah, saya mencintai saudari-saudariku
Muslimah, saya terikat dengan mereka di rumah Allah, sayapun menjadi ibu bagi
yang kecil di antara mereka, menjadi teman bagi yang besar, dan ini adalah
sesuatu yang paling mahal yang saya temui dalam kehidupan saya. Alhamdulillahi
Rabbil Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar