Bolehkah Wanita
Haid Membaca Al Quran?
Tanya:
Assalamu’alaikum, Pak Ustadz mau tanya:
Bagaimana adab-adab membaca Al Quran, apakah wanita yang
sedang berhalangan/haid boleh membaca Al Quran?
Dan apakah tanpa wudhu juga boleh membaca Al Quran?
Terima kasih atas jawabannya. Wassalamu’alaikum
(Bu Elly, Pontianak)
Jawab:
Wa’alaikumsalam.
Pertama:
Diantara adab-adab membaca Al-Quran:
1. Membaca ta’awwudz (a’udzu billahi
minasysyaithanirrajim).
Allah ta’alaa berfirman:
(فَإِذَا
قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) (النحل:98)
“Apabila
kamu membaca al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
syaitan yang terkutuk.” (Qs. 16:98)
2. Membaca
Al-Quran dengan tartil (sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid).
Allah
ta’alaa berfirman:
(وَرَتِّلِ
الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً) (المزمل:4)
“Dan
bacalah al-Qur’an itu dengan tartil.” (Qs. 73:4)
3.
Hendaklah dalam keadaan suci.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إني كرهت أن أذكر الله إلا
على طهر
“Sungguh
aku membenci jika aku berdzikir kepada Allah dalam keadaan tidak suci.” (HR.
Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)
4.
Membersihkan mulut sebelum membaca Al-Quran dengan siwak atau sikat gigi atau
yang lain.
Berkata Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:
إن أفواهكم طرق للقرآن .
فطيبوها بالسواك
“Sesungguhnya
mulut-mulut kalian adalah jalan-jalan Al-Quran, maka wangikanlah mulut-mulut
kalian dengan siwak.” (Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan dishahihkan
oleh Syeikh Al-Albany di Shahih Ibnu Majah 1/110-111).
5. Memilih
tempat yang bersih.
6.
Hendaknya merenungi apa yang terkandung di dalam Al-Quran.
Allah
ta’ala berfirman:
(أَفَلا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً) (النساء:82)
“Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”
(Qs. 4:82)
7. Memohon
rahmat Allah jika melewati ayat-ayat rahmat dan meminta perlindungan dari
kejelekan ketika melewati ayat-ayat adzab.
Di dalam
hadist Hudzaifah disebutkan bahwa suatu saat beliau shalat malam bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau menceritakan bagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Quran ketika shalat:
إذا مر بآية فيها تسبيح سبح
وإذا مر بسؤال سأل وإذا مر بتعوذ تعوذ
“Jika
melewati ayat yang di dalamnya ada tasbih (penyucian kepada Allah) maka beliau
bertasbih, dan jika melewati ayat tentang permintaan maka beliau meminta, dan
jika melewati ayat tentang memohon perlindungan maka beliau memohon
perlindungan.” (HR. Muslim)
8. Tidak
membaca Al-Quran dalam keadaan mengantuk.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا قام أحدكم من الليل
فاستعجم القرآن على لسانه فلم يدر ما يقول فليضطجع
“Kalau
salah seorang dari kalian shalat malam kemudian lisannya tidak bisa membaca
Al-Quran dengan baik (karena mengantuk) dan tidak tahu apa yang dikatakan maka
hendaklah dia berbaring.” (HR. Muslim)
(Lihat
pembahasan lebih luas di At-Tibyan fii Aadaab Hamalatil Quran, An-Nawawy, dan
Al-Itqan fii ‘Ulumil Quran, As-Suyuthi (1/276-299), Al-Burhan fii ‘Ulumil
Quran, Az-Zarkasyi (1/449-480).
Kedua:
Para ulama
berbeda pendapat tentang apakah wanita yang haid boleh membaca Al-Quran atau tidak?
Dan yang kuat –wallahu a’lam- diperbolehkan bagi wanita yang sedang haid untuk
membaca Al-Quran karena tidak adanya dalil yang shahih yang melarang.
Bahkan
dalil menunjukkan bahwa wanita yang haid boleh membaca Al-Quran, diantaranya
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha
yang akan melakukan umrah akan tetapi datang haid:
ثم حجي واصنعي ما يصنع الحاج
غير أن لا تطوفي بالبيت ولا تصلي
“Kemudian
berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali
thawaf dan shalat.” (HR.Al-Bukhary dan Muslim, dari Jabir bin Abdillah)
Berkata
Syeikh Al-Albany:
فيه دليل على جواز قراءة
الحائض للقرآن لأنها بلا ريب من أفضل أعمال الحج وقد أباح لها أعمال الحاج كلها
سوى الطواف والصلاة ولو كان يحرم عليها التلاوة أيضا لبين لها كما بين لها حكم
الصلاة بل التلاوة أولى بالبيان لأنه لا نص على تحريمها عليها ولا إجماع بخلاف
الصلاة فإذا نهاها عنها وسكت عن التلاوة دل ذلك على جوازها لها لأنه تأخير البيان
عن وقت الحاجة لا يجوز كما هو مقرر في علم الأصول وهذا بين لا يخفى والحمد لله
“Hadist ini
menunjukkan bolehnya wanita yang haid membaca Al-Quran, karena membaca Al-Quran
termasuk amalan yang paling utama dalam ibadah haji, dan nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah membolehkan bagi Aisyah semua amalan kecuali thawaf dan
shalat, dan seandainya haram baginya membaca Al-Quran tentunya akan beliau
terangkan sebagaimana beliau menerangkan hukum shalat (ketika haid), bahkan
hukum membaca Al-Quran (ketika haid) lebih berhak untuk diterangkan karena
tidak adanya nash dan ijma’ yang mengharamkan, berbeda dengan hukum shalat
(ketika haid). Kalau beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Aisyah dari
shalat (ketika haid) dan tidak berbicara tentang hukum membaca Al-Quran (ketika
haid) ini menunjukkan bahwa membaca Al-Quran ketika haid diperbolehkan, karena
mengakhirkan keterangan ketika diperlukan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal
ini ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini jelas tidak samar lagi, walhamdu
lillah.” (Hajjatun Nabi hal:69).
Namun jika
orang yang berhadats kecil dan wanita haid ingin membaca Al-Quran maka dilarang
menyentuh mushhaf atau bagian dari mushhaf, dan ini adalah pendapat empat
madzhab, Hanafiyyah (Al-Mabsuth 3/152), Malikiyyah (Mukhtashar Al-Khalil hal:
17-18), Syafi’iyyah (Al-Majmu’ 2/67), Hanabilah (Al-Mughny 1/137).
Mereka
berdalil dengan firman Allah ta’alaa:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا
الْمُطَهَّرُونَ
(الواقعة: 79)
“Tidak
menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.”
Sebagian
ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mushaf yang kita dilarang
menyentuhnya adalah termasuk kulitnya/sampulnya karena dia masih menempel.
Adapun memegang mushhaf dengan sesuatu yang tidak menempel dengan mushhaf
(seperti kaos tangan dan yang sejenisnya) maka diperbolehkan.
Berkata
Syeikh Bin Baz:
يجوز للحائض والنفساء قراءة
القرآن في أصح قولي العلماء ؛ لعدم ثبوت ما يدل على النهي عن ذلك بدون مس المصحف،
ولهما أن يمسكاه بحائل كثوب طاهر ونحوه، وهكذا الورقة التي كتب فيها القرآن عند
الحاجة إلى ذلك
“Boleh bagi
wanita haid dan nifas untuk membaca Al-Quran menurut pendapat yang lebih shahih
dari 2 pendapat ulama, karena tidak ada dalil yang melarang, namun tidak boleh
menyentuh mushhaf, dan boleh memegangnya dengan penghalang seperti kain yang
bersih atau selainnya, dan boleh juga memegang kertas yang ada tulisan Al-Quran
(dengan menggunakan penghalang) ketika diperlukan” (Fatawa Syeikh Bin Baz
24/344).
Ketiga:
Yang lebih
utama adalah membaca Al-Quran dalam keadaan suci, dan boleh membacanya dalam
keadaan tidak suci karena hadats kecil.
Dan ini
adalah kesepakatan para ulama.
Berkata
Imam An-Nawawy:
أجمع المسلمون على جواز قراءة
القرآن للمحدث الحدث الاصغر والأفضل أن يتوضأ لها
“Kaum
muslimin telah bersepakat atas bolehnya membaca Al-Quran untuk orang yang tidak
suci karena hadats kecil, dan yang lebih utama hendaknya dia berwudhu.”
(Al-Majmu’, An-Nawawy 2/163).
Diantara
dalil yang menunjukan bolehnya membaca Al-Quran tanpa berwudhu adalah hadist
Ibnu Abbas ketika beliau bermalam di rumah bibinya Maimunah radhiyallahu ‘anha
(istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), beliau berkata:
فنام رسول الله صلى الله عليه
و سلم حتى إذا انتصف الليل أو قبله بقليل أو بعده بقليل استيقظ رسول الله صلى الله
عليه و سلم فجلس يمسح النوم عن وجهه بيده ثم قرأ العشر الخواتم من سورة آل عمران
“Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur sampai ketika tiba tengah malam,
atau sebelumnya atau sesudahnya, beliau bangun kemudian duduk dan mengusap muka
dengan tangan beliau supaya tidak mengantuk, kemudian membaca sepuluh ayat
terakhir dari surat Ali Imran.” (HR.Al-Bukhary)
Di dalam
hadist ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Quran setelah
bangun tidur, sebelum beliau berwudhu.
Imam
Al-Bukhary telah meletakkan hadist ini di beberapa bab di dalam kitab beliau
(Shahih Al-Bukhary) diantaranya di bawah bab:
باب قراءة القرآن بعد الحدث
وغيره
“Bab Membaca
Al-Quran setelah hadats dan selainnya”
Namun
sekali lagi, tidak boleh bagi orang yang berhadats kecil menyentuh mushaf
secara langsung.
Wallahu
a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar