Rabu, 11 Juli 2018

Mengabaikan Emosi Berdampak Buruk Bagi Kesehatan


Mengabaikan Emosi Berdampak Buruk Bagi Kesehatan



Mengabaikan Emosi Berdampak Buruk Bagi Kesehatan Menghindari emosi tidak baik untuk kesehatan mental dan fisik, karena ini sama halnya dengan menekan gas dan rem mobil secara bersamaan. (Ilustrasi/Foto: ThinkStock/Ben Goode)

Jakarta, CNN Indonesia -- Perasaan emosi sering dialami oleh banyak orang. Emosi bisa muncul karena banyaknya tekanan dari pekerjaan, rasa takut kehilangan, marah dan sebagainya. Bukan hal yang mudah untuk mengatasi emosi yang dirasakan, apalagi berusaha untuk tidak menunjukkan emosi tersebut di depan banyak orang.

Dalam bersosialisasi di masyarakat, seseorang tak diajarkan untuk bekerja dengan emosi, tapi bagaimana menghalangi dan menghindari emosi tersebut.

Untuk menghindari emosi banyak orang yang melampiaskannya dengan mengonsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu. Namun, menghindari emosi tidak baik untuk kesehatan mental dan fisik. Sama halnya dengan menekan gas dan rem mobil secara bersamaan.

Dilansir dari Time baru-baru ini, Frank, salah satu pasien yang merasa terganggu dengan emosinya karena tidak mampu membeli jenis mobil yang benar-benar dia inginkan. Emosinya membuat Frank merasakan kesedihan, kemarahan, penghinaan dan kecemasan dalam dirinya.

Emosi yang dirasakan juga menimbulkan gejala fisik, Frank merasa sakit pada bagian perutnya. Ia tidak sadar bahwa hal tersebut terjadi akibat emosi. Sampai akhirnya Frank menjalani terapi, ia belajar mengenali emosi di tubuhnya.

Bagaimanapun, emosi merupakan hal yang wajar dan seharusnya tidak dihindari. Ketika pikiran mencoba menggagalkan emosi yang berlebihan, otak akan memberi tekanan pada pikiran dan tubuh yang menimbulkan tekanan pada psikologis. Bukan hanya penyakit mental, menahan emosi juga bisa menimbulkan masalah fisik seperti penyakit jantung, masalah usus, sakit kepala, insomnia, dan gangguan autoimun.

Para ahli saraf mengatakan, semakin banyak seseorang mengalami emosi, maka semakin banyak kecemasan yang mereka rasakan. Emosi dipicu di otak tengah yang mengirimkan sinyal ke jantung, paru-paru, dan usus. Sinyal tersebut akan mempersiapkan tubuh untuk melakukan tindakan dalam upaya bertahan hidup.

Frank akhirnya berhasil menyembuhkan rasa sakit perutnya dengan membiarkan dirinya menunjukkan kesedihan, ia juga meratapi kehilangan karena tidak dapat memiliki mobil tersebut. Rasa penghinaan yang dirasakannya dihadapi oleh Frank dengan menerapkan rasa belas kasih.

Agar emosinya tidak kembali timbul secara berlebihan, Frank mencoba belajar keterampilan khusus untuk melepaskan kemarahannya. Tentunya dengan cara yang sehat dan tidak merusak dirinya sendiri atau orang lain.

Sebab, ketika ia dapat mengenali emosi dan mampu menghadapinya kita akan merasa jauh lebih baik. Dengan begitu pikiran tidak akan mengirimkan sinyal ke tubuh yang membuat tubuh menjadi sakit. (cel/rah)

CNN Indonesia Membutuhkan Partisipasi Anda. Ikuti Survei Ini.



0 komentar:

Posting Komentar