Mengabaikan Emosi
Berdampak Buruk Bagi Kesehatan
Mengabaikan Emosi Berdampak Buruk Bagi Kesehatan
Menghindari emosi tidak baik untuk kesehatan mental dan fisik, karena ini sama
halnya dengan menekan gas dan rem mobil secara bersamaan. (Ilustrasi/Foto: ThinkStock/Ben
Goode)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perasaan emosi sering dialami
oleh banyak orang. Emosi bisa muncul karena banyaknya tekanan dari pekerjaan,
rasa takut kehilangan, marah dan sebagainya. Bukan hal yang mudah untuk
mengatasi emosi yang dirasakan, apalagi berusaha untuk tidak menunjukkan emosi
tersebut di depan banyak orang.
Dalam bersosialisasi di masyarakat, seseorang tak
diajarkan untuk bekerja dengan emosi, tapi bagaimana menghalangi dan
menghindari emosi tersebut.
Untuk menghindari emosi banyak orang yang melampiaskannya
dengan mengonsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu. Namun, menghindari emosi
tidak baik untuk kesehatan mental dan fisik. Sama halnya dengan menekan gas dan
rem mobil secara bersamaan.
Dilansir dari Time baru-baru ini, Frank, salah satu
pasien yang merasa terganggu dengan emosinya karena tidak mampu membeli jenis
mobil yang benar-benar dia inginkan. Emosinya membuat Frank merasakan
kesedihan, kemarahan, penghinaan dan kecemasan dalam dirinya.
Emosi yang dirasakan juga menimbulkan gejala fisik, Frank
merasa sakit pada bagian perutnya. Ia tidak sadar bahwa hal tersebut terjadi
akibat emosi. Sampai akhirnya Frank menjalani terapi, ia belajar mengenali
emosi di tubuhnya.
Bagaimanapun, emosi merupakan hal yang wajar dan seharusnya
tidak dihindari. Ketika pikiran mencoba menggagalkan emosi yang berlebihan,
otak akan memberi tekanan pada pikiran dan tubuh yang menimbulkan tekanan pada
psikologis. Bukan hanya penyakit mental, menahan emosi juga bisa menimbulkan
masalah fisik seperti penyakit jantung, masalah usus, sakit kepala, insomnia,
dan gangguan autoimun.
Para ahli saraf mengatakan, semakin banyak seseorang
mengalami emosi, maka semakin banyak kecemasan yang mereka rasakan. Emosi
dipicu di otak tengah yang mengirimkan sinyal ke jantung, paru-paru, dan usus.
Sinyal tersebut akan mempersiapkan tubuh untuk melakukan tindakan dalam upaya
bertahan hidup.
Frank akhirnya berhasil menyembuhkan rasa sakit perutnya
dengan membiarkan dirinya menunjukkan kesedihan, ia juga meratapi kehilangan
karena tidak dapat memiliki mobil tersebut. Rasa penghinaan yang dirasakannya
dihadapi oleh Frank dengan menerapkan rasa belas kasih.
Agar emosinya tidak kembali timbul secara berlebihan,
Frank mencoba belajar keterampilan khusus untuk melepaskan kemarahannya.
Tentunya dengan cara yang sehat dan tidak merusak dirinya sendiri atau orang
lain.
Sebab, ketika ia dapat mengenali emosi dan mampu
menghadapinya kita akan merasa jauh lebih baik. Dengan begitu pikiran tidak
akan mengirimkan sinyal ke tubuh yang membuat tubuh menjadi sakit. (cel/rah)
CNN Indonesia Membutuhkan Partisipasi Anda. Ikuti Survei
Ini.
0 komentar:
Posting Komentar