Al Qur an dan
Kesehatan Jiwa
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi manusia. Walaupun kitab ini menggunakan
bahasa Arab, dan pada awal perkembangan Islam diturunkan pada masyarakat Arab.
Tidak berarti wahyu Allah itu hanya untuk kalangan tertentu, bangsa Arab.
Namun, ia bersifat universal risalahnya, yaitu untuk semua manusia, apapun ras,
bangsa dan bahasanya.
Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa ia tidak diturunkan
hanya untuk masyarakat Arab, tetapi juga
untuk seluruh umat manusia. (QS 2: 185) Oleh karena itu Rasulullah SAW berpesan
kepada mereka yang mempercayai Al-Qur’an sebagai wahyu Allah untuk mempelajari
dan mengajarkannya.
ﺨﻴﺮﻜﻡﻣﻦﺗﻌﻠﻡﺍﻠﻗﺭﺍﻦﻮﻋﻠﻤﻪ
“Sebaik-baik di
antaramu yaitu yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR Bukhari).
Pada zaman modern sekarang ini, ketika hubungan
antarbangsa semakin meningkat dan terbuka, tidak tertutup kemungkinan
orang-orang non-muslim pun mempelajari kitab Al-Qur’an. Walau tentu saja tujuan
mereka mempelajarinya berbeda dengan tujuan kaum muslim. Tujuan mereka ada yang
semata-mata ilmiah dan juga sengaja ingin merusak aqidah umat Islam, sedangkan
kaum muslim mempunyai tujuan untuk memahami dan mengamalkannya.
Dilihat dari sejarahnya Al-Qur’an diturunkan pada masyarakat
Arab Jahiliyah. Pada zaman ini masyarakat Arab hidup dalam kegelapan, yaitu
suatu kehidupan tanpa cahaya iman. Dalam situasi demikian yang berlaku dalam
mengatur kehidupan adalah hukum rimba, yang kuat menjadi pemimpin dan yang
lemah menjadi budak. Benda-benda dijadikan sebagai Tuhan dan anak perempuan
dianggap tidak berharga. Mereka ibarat layang-layang yang terputus, tak
mepunyai arah dan tujuan. Dapat dikatakan bahwa orang-orang Jahiliyah itu hanya
sibuk mengurus dunia, atau sebagai penganut materialisme, sedangkan ruhaninya
gersang. Karena itu, tepat sekali Al-Qur’an diturunkan pada saat masyarakat
mengalami kemerosotan akhlak.
Dalam keadaan demikian kitab ini menjadi petunjuk dan
sebagai obat penawar kegersangan ruhani. Masyarakat Jahiliyah seperti pasien
yang sakit yang butuh pertolongan dokter, namun yang sakit bukan jasmaninya
melainkan ruhaninya atau jiwanya. Allah berfirman dalam kitab-Nya: “Hai seluruh
manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu pengajaran dari Tuhan kamu dan
obat bagi apa yang terdapat dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang mukmin ”. (QS Yunus: 57)
Abdullah Yusuf Ali, dalam menafsirkan ayat ini
mengatakan, bahwa “obat penyakit hati keimanan, lebih berharga daripada
keuntungan duniawi (materi), kekayaan.” (Yusuf Ali, h. 499) Dan memang, kata
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengatakan bahwa, “Ayat ini menegaskan
bahwa Al-Qur’an adalah obat bagi apa yang terdapat dalam dada. Penyebutan kata
dada yang diartikan dengan hati, menunjukkan bahwa wahyu-wahyu Ilahi itu
berfungsi menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani seperti ragu, dengki, takabur
dan semacamnya.” (vol. 6, h. 102)
Dalam ayat lain yang berhubungan dengan ayat sebelumnya:
“Dan (sedangkan) Kami menurunkan Al-Qur’an sebagai obat penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan ia tidaklah menambah kepada orang-orang yang
dhalim selain kerugian. ”(QS Al-Isra: 82) Mengenai obat penawar telah
disinggung di muka, dan tentang rahmat Allah Quraish Shihab mengatakan bahwa,
“Ayat ini membatasi rahmat Al-Qur’an untuk orang-orang mukmin, karena merekalah
yang paling berhak menerimanya sekaligus paling banyak memperolehnya. Akan
tetapi ini bukan berarti bahwa selain mereka tidak memperoleh walau secercah
dari rahmat akibat kehadiran Al-Qur’an.” (Tafsir Al-Mishbah, vol. 7, h. 533)
“Tidak ragu lagi bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kekuatan spiritual yang luar
biasa dan mempunyai pengaruh mendalam atas diri manusia. Ia membangkitkan
pikiran, menggelorakan perasaan, dan menajamkan wawasan. Dan manusia yang berada di bawah pengaruh
Al-Qur’an ini seakan menjadi manusia baru yang diciptakan kembali.” Demikian
dikatakan oleh Dr. M ‘Utsman Najati dalam bukunya Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa.
Kita dapat membandingkan dalam sejarah umat manusia,
bagaimana masyarkata Arab sebelum dan sesudah datangnya Islam. Sebelum
datangnya Islam mereka hidup dalam kegelapan, namun setelah Islam, kehidupan
mereka berubah sama sekali. Dari masyarakat nomad dan bersuku-suku mereka mampu
membangun peradaban Islam yang maju, hingga dapat menandingi imperium besar,
Persia dan Romawi.
Atas keberhasilan itu Michael Hert menempatkan nabi
Muhammad SAW pada rangking pertama dari seratus tokoh yang berpengaruh di
dunia.
Itulah kekuatan spiritual Al-Qur’an. Bukan saja secara
spiritual, namun juga ia sebagai obat secara fisik. Seperti diceritakan oleh
Ibnul Qoyyim, bahwa suatu ketika beberapa sahabat Nabi SAW sampai di suatu
perkampungan Arab. Ketika itu kepala dusun tersengat ular berbisa, dan belum
juga mendapat obat. Lalu beberapa dari mereka meminta sahabat Nabi untuk
mengobatinya. Salah seorang musafir tersebut membaca suratal-Fatihah sampai selesai, dan orang itupun sembuh.
Ketika bertemu dengan Rasulullah peristiwa ini
diceritakan para sahabat. Beliau berkata, “ Adakah yang memberi tahu kepadamu
bahwa Al-Fatihah itu “ruqyah” (obat dengan jampi-jampi)? Engkau telah dengan
tepat melakukannya. …”(Ibnul Qoyyim, h. 18-19 ).
Al-Qur’an adalah obat penawar dan rahmat bagi kaum
beriman. Karena itu, jiwa-jiwa kaum beriman tidak mengalami gangguan jiwa.
Terjadinya gangguan jiwa karena kehidupan manusia, terutama manusia modern saat
ini, tidak seimbang. Padahal hidup manusia harus seimbang antara kehidupan
duniawi (materi) dan kebutuhan akan ketenangan jiwa (ruhani). Dengan
keseimbangan itu, maka jiwa manusia akan sehat.
Jadi, kita sebagai manusia (beriman) harus mau
mempelajarinya dengan membaca, memahami dan mengamalkannya serta merenungkan
apa yang terdapat di dalamnya. Wallahu ‘alam bishawwab.
Daftar Pusaka
Abdullah Yusuf
Ali, The Holy Qur’an, terj. Ali Audah
Quraish Shihab,
Tafsir Al-Mishbah, vol. 6
———————-, Tafsir
Al-Mishbah, vol. 7
Dr. M. Utsman
Najati, Al-Quran dan Ilmu Jiwa, terj.
Ibnu Qoyyim,
Therapi Penyakit Hati, terj
0 komentar:
Posting Komentar