Jagalah Allah Ia
Akan Menjagamu
Jagalah Allah, Ia Akan Menjagamu
عبْد
الله بن عَبّاسٍ -رَضِي اللهُ عَنْهُما- قالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ -صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَوْمًا، فَقَالَ: ((يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ
كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا
سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ
أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ
يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى
أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ
عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ))
Abdullah
bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– menceritakan, suatu hari saya berada di
belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan
kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu.
Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta,
mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah
kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu
keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah
Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu
yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang
telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran
telah kering.”
Takhrij
Hadits
Sejumlah
ulama pengumpul hadis telah mengabadikan hadis ini di dalam karya tulis mereka.
Di antaranya adalah: Imam Tirmidzi di dalam kitab beliau Sunan At Trmidzi no.
2516, Imam Ahmad bin Hambal di dalam kitab Al Musnad: 1/307, dan beberapa ulama
lainnya.
Biografi
Singkat Perawi Hadits
Untaian
nasihat ini disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat
kecil beliau, Abdullah bin Abbas. Putra pamannya inilah yang pernah beliau
doakan, “Ya Allah,pahamkan dia terhadap agama dan ajarilah ia ilmu tafsir”.
Berkat berkah doa Rasulullah ini ia menjadi seorang yang pakar dalam tafsir
Alquran dan pakar dalam ilmu agama lainnya, hingga beliau digelari “Habrul
Ummah” (Ahli Ilmu Umat ini). Pemuda yang juga bergelar al bahru (samudera ilmu)
ini dilahirkan tiga tahun menjelang peristiwa Hijrah nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam dan meninggal dunia pada tahun 67 atau 68 hijriyah.1
Penjelasan
Hadits
Di dalam
hadis ini Rasulllah shallallallahu ‘alaihi wasallammewasiatkan beberapa untai
kalimat kepada Ibnu ‘Abbas,
Untaian
Kalimat yang Pertama, ‘Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu’.
Melalui
putra pamannya itu, Nabi mengajarkan kita semua, bila kita menjaga Allah dengan
sebaik-baiknya, Allah pasti akan menjaga kita dengan penjagaan yang melebihi
upaya kita.
Menurut
para ulama, menjaga Allah artinya menjaga batasan-batasan-Nya, hak-hak,
perintah-perintah, serta larangan-larangan-Nya. Bentuk aplikasinya adalah
dengan berkomitmen untuk menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan
tidak melampaui batasan yang dilarang oleh-Nya. Jika semua itu dikerjakan, maka
ia termasuk orang yang menjaga Allah sebaik-baiknya.2 Pemilik kriteria inilah
yang disanjung oleh Allah Ta’ala,
هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ
أَوَّابٍ حَفِيظٍ
“(Kepada
mereka dikatakan), “Inilah nikmat yang dijanjikan kepadamu, kepada setiap hamba
yang senantiasa bertobat (kepada Allah) dan menjaga (segala
peraturan-peraturan-Nya).” (QS. Qaf: 32)
Di antara
hak-hak Allah yang paling agung yang wajib dijaga oleh seorang hamba adalah
memurnikan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berkata kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak
Allah atas hamba-Nya?” Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Hak Allah atas hamba-Nya adalah beribadah hanya
kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.” (HR. Bukhari: 2856 dan Muslim: 48)
Juga
termasuk upaya menjaga Allah adalah menjaga shalat agar senantiasa tepat pada
waktunya.
Demikian
juga termasuk dalam upaya menjaga Allah adalah menjaga lisan dari segala bentuk
kedustaan, perkataan kotor, adu domba, menggunjing, dan menjaga kemaluan serta
menundukkan pandangan.
Rasulullah
shallallahu ‘alihi wasallam bersabda;
اضْمَنُوالِيسِتًّامِنْأَنْفُسِكُمْأَضْمَنْلَكُمْالْجَنَّةَ،اُصْدُقُواإذَاحَدَّثْتُمْ،وَأَوْفُواإذَاوَعَدْتُمْ،وَأَدُّواإذَااؤْتُمِنْتُمْ،وَاحْفَظُوافُرُوجَكُمْ،وَغُضُّواأَبْصَارَكُمْ،وَكُفُّواأَيْدِيَكُمْ
“Jika
kalian bisa menjamin enam hal, maka aku akan jamin kalian masuk surga: [1]
Jujurlah dalam berucap; [2] tepatilah janjimu; [3] tunaikanlah amanatmu; [4]
jaga kemaluanmu; [5] tundukkan pandanganmu; [6] dan jaga perbuatanmu.” (HR. Al
Hakim:8066 dan Ibnu Hibban: 107)3
Jika
seseorang telah menjaga Allah dengan menjaga hak, perintah, dan larangan-Nya,
maka konsekuensinya Allah akan mengganti dengan yang lebih baik. Yaitu,
“Niscaya Allah akan menjagamu.” Orang yang bersedia untuk menjaga Allah maka
Allah akan membalasnya dengan penjagaan pula, bahkan penjagaan Allah tentu
lebih baik.
Menurut
Ibnu Rajab, penjagaan Allah itu mengandung dua unsur4:
Pertama,
Allah akan menjaga hamba-Nya yang saleh dengan memenuhi kebutuhan dunianya,
seperti terjaga badan, anak, keluarga, dan hartanya. Di antara bentuk penjagaan
jenis ini, Allah menciptakan malaikat yang bertugas menjaga manusia. Allah
berfirman,
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ
يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
“Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu bergiliran menjaganya dari depan dan
dari belakang, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar Ra’du: 11)
Dan ada
kalanya jika Allah ingin menjaga hamba-Nya, maka Allah akan menjaga anak
keturunannya, meskipun ia sudah tiada. Hal ini sebagaimana telah Allah buktikan
dalam kisah dua anak yatim yang ditolong oleh Khidir. Anak tersebut ditolong
lantaran orang tuanya adalah orang yang saleh. Allah berfirman,
وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
“Dan
ayahnya adalah seorang yang saleh” (QS. Al Kahfi: 82)
Berkenaan
dengan ayat ini, imam Al Baghawi menukilkan perkataan Muhammad bin Munkadir,
“Sesungguhnya berkat kesalehan seorang hamba, Allah akan menjaga anak
keturunannya, sanak famili, dan keluarganya, serta orang-orang yang ada di
sekitar rumahnya.5
Kedua,
Allah akan menjaga agama dan imannya, inilah penjagaan yang paling agung dan
mulia. Hamba itu terjaga dari perkara syubhat yang menyesatkan dan dari syahwat
yang diharamkan.
Hal ini
sebagaimana telah Allah buktikan pada nabi Yusuf ketika ia digoda oleh seorang
perempuan jelita berdarah biru. Wanita tersebut mengajak Yusuf untuk melakukan
perbuatan keji di sebuah ruangan yang sangat sepi. Meskipun Yusuf juga
berhasrat kepadanya, akan tetapi Allah menjaganya sehingga ia selamat dari
perbuatan keji tersebut. Allah berfirman,
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ
السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Demikianlah
kami palingkan Yusuf dari keburukan dan kekejian. Sungguh dia terasuk dari
hamba kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24)
Itulah
rahasia yang tersirat di dalam firman Allah,
وَاعْلَمُواأَنَّاللَّهَيَحُولُبَيْنَالْمَرْءِوَقَلْبِهِ
“Ketahuilah
sesungguhnya Allah membatasi antara seorang hamba dan hatinya.”
(QS. Al
Anfal: 24)
Imam Ath
Thabari menjelaskan makna ayat ini dengan menukil perkataan Imam Adh Dhahak,
“Maksudnya Allah memberi pembatas antara orang kafir dengan ketaatan, dan
memberi pembatas antara orang mukmin dengan kemaksiatan.”
Itulah
balasan dari Allah kepada hamba-Nya yang sudi menjaga Allah Ta’ala. Adapun
orang yang tidak mau menjaga Allah, maka Allahpun juga enggan menjaganya.
Untaian
Kalimat Kedua, “Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu“
Maksudnya
jika engkau menjaga Allah maka Dia senantiasa di depanmu untuk membimbingmu
menuju jalan-jalan kebaikan, serta mencegahmu dari segala keburukan.6
Untaian
kalimat kedua ini menjadi penguat dari untaian kalimat yang pertama.
Dari
penjelasan di atas, maka bisa diambil faedah bahwa orang yang menjaga Allah
maka ia akan mendapatkan dua manfaat sekaligus:
Mendapatkan
penjagaan dari Allah
Allah akan
sentiasa membimbing di depannya
Ini
membuktikan betapa luar biasa balasan dan apresiasi Allah kepada hamba-Nya.
Kita sadari, betapa pun upaya kita menjaga Allah, tetap saja kita tidak akan
pernah bisa melakukan yang terbaik sesuai dengan perintah-Nya. Tapi, Allah
selalu membalas dengan balasan terbaik yang sejatinya itu jauh tak sebanding
dengan usaha kita yang serba terbatas.
Sungguh
tidak pantas jika kita berupaya menjaga Allah dengan segenap ibadah akan tetapi
ibadah tersebut kita nodai dengan riya dan kesyirikan.
Untaian
Kalimat Ketiga, “Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah.”
Artinya,
jika engkau hendak menginginkan sesuatu, maka mintalah kepada Allah, jangan
meminta kepada makhluk, sebab Allah adalah Maha Pencipta. Dia-lah yang mampu
mengabulkan segala permintaan hamba-Nya, sedangkan makhluk serba diliputi
keterbatasan, seringkali tidak mampu atau tidak mau.
Di samping
itu, meminta dan berdoa kepada Allah adalah ibadah yang Allah perintahkan
kepada hamba-Nya. Bahkan di situlah seorang hamba menampakkan kerendahannya,
mengemis, meminta kepada Allah Yang Maha Agung. Olehkarena itu Allah
memerintahkan,
وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ
فَضْلِهِ
“Mohonlah
kepada Allah sebagian karunia-Nya.” (QS. An Nisa: 32)
Lebih dari
itu, bahkan Allah murka kepada orang yang tidak mau meminta kepada-Nya. Allah
berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي
أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ
جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan
Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke
neraka Jahanam.” (QS.Al Mu’minun: 60)
Benarlah
seorang pujangga Arab mengatakan,
لاَتَسـْــألَــنَّبُنــيِّآدمَحَــاجَــةوَسَــــلِالذِيأَبْوَابُــــهُلَايُحـْجَــب
اللـهُ يَغـْضَـبُ إنْ
تَرَكْـتَ سُــؤَالَهوبني آدم حيــنَ يُـسْـــأَلُ يَغْضـَــبُ
Nak, jangan
pernah kau meminta kepada hamba
Mintalah
kepada pemilik pintu yang sentiasa terbuka
Sungguh
Allah murka jika kau tak meminta kepada-Nya
Sedangkan
anak adam akan murka jika kau meminta kepadanya
Untaian
Kalimat Keempat, “Jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada
Allah.”
Pantas lah
jika kita diperintahkan untuk meminta pertolongan kepada Allah, sebab Dia-lah
yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Itulah sebabnya kita diwajibkan untuk
berdoa dalam setiap shalat kita,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ
“Hanya
kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (QS. Al
Fatihah: 4)
Untaian
Kalimat Kelima, “Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu
suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang
telah Allah tetapkan untukmu”
Rasulullah
mengawali untaian ini dengan perkataan, “Ketahuilah”. Ini menunjukkan untaian
kalimat ini merupakan kalimat yang penting untuk diketahui.7
Makna hadis
ini, seandainya seluruh manusia atau bahkan seluruh makhluk bersatu untuk memberikan
keuntungan kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu dapatkan, kecuali jika Allah
telah menakdirkannya di lauh mahfudz.
Dengan
untaian nasihat ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada
kita bagaimana seharusnya kita beriman kepada takdir. Pada hakikatnya seluruh
manusia tidak bisa memberikan manfaat kepada sesamanya, kecuali dengan takdir
Allah. Jika demikian sudah seharusnya seluruh permintaan kita ditujukan kepada
Allah semata, bukan kepada sesama manusia. Sebab pada hakikatnya yang bisa
memberikan manfaat hanyalah Allah semata.8
Untaian
Kalimat Keenam, “Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang
membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah
Allah tetapkan untuk dirimu.”
Ini juga
menunjukan bahwa seluruh mara bahaya pada hakikatnya datang dari Allah, terjadi
dengan takdir dan kehendak-Nya. Jika demikian halnya maka sudah semestinya kita
memohon perlindungan hanya kepada Allah, bukan kepada makhluk. Sebab pada
hakikatnya hanya Dia yang mampu mencegah dan mendatangkan mara bahaya.
Untaian
Kalimat Ketujuh, “Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”
Yang
dimaksud dengan “pena” di sini adalah pena yang menulis seluruh takdir manusia.
Sedangkan maksud dari “lembaran-lembaran” adalah lembaran yang digunakan untuk
mencatat takdir. Ini artinya seluruh perkara dan kejadian sudah ditetapkan.
Apapun yang ditetapkan untuk kita, baik-buruknya pasti akan terjadi.9 Tidak ada
gunanya berkeluh kesah terhadap apa yang menimpa kita. Sebab itu semua datang
dari Allah Ta’ala.
Demikanlah
bunga rampai nasihat yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Semoga kita bisa mengambil manfaat darinya, sebagaimana Ibnu ‘Abbas
telah banyak mengambil manfaat darinya.
—
Catatan
Kaki
1 Lihat biografi selengkapnya dalam Siyar A’lam an
Nubabala; 4/169
2 Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 346
3 Hadis ini dinyatakan shahih oleh Imam Hakim dalam kitab
mustadrak dan dinyatakan shahih juga oleh Syaikh Albani dalam Silsilah
Shahihah: 1470
4 Ibid, hal. 348-353
5 Tafsir al Baghawi: 3/55
6 Syaikh Utsaimin dalam Syarah Al Arba’in An Nawawiyah,
hal. 241-242
7 Syaikh Utsaimin dalam Syarah Al Arba’in An Nawawiyah,
hal. 243
8 Disarikan dari penjelasan syaikh fauzan dalam Syarh
Arbain Nawawiyah, hal. 172-173
9 Disarikan dari penjelasan Syaikh ‘Utsaimin dalam Syarh
Arba’in Nawawiyah, hal. 243
Referensi
1. Ibnu Rajab, Adur Rahman. (1429 H). Jami’ul ‘Ulum wal
Hikam. Arab Saudi: Dar Ibnul Jauzi.
2. Al ‘Utsaimin, Muhammad. (1433 H). Syarh Al Arba’in An
Nawawiyah. ‘Unaizah, KSA: Muassah Syaikh ‘Utsaimin.
3. Fauzan, Shalih. (2008). Syarh Al Arba’in An NAwawiyah.
Riyadh, KSA: Darul ‘Ashifah.
4. Al Baghawi, Al Husain bin Mas’ud. (1432 H). Ma’alimut
Tanzil. Riyadh, KSA: Dar Ath Thayyibah.
5. Al Albani, Nashiruddin. (1995). Silsilah Al Ahadits As
Shahihah. Riyadh, KSA: Maktabah Al Ma’arif.
—
Penulis: Agus Pranowo
Murajaah: Ust. Misbahuzzulam, Lc, M.H.I
Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar