Amalan Utama Bulan
Syaban yang Disyariatkan
Amalan Bulan Sya’ban Yang Disyariatkan – Bulan Sya’ban
adalah bulan yang dilupakan. Adapun sebab ia dilupakan adalah karena ia berada
antara bulan haram (Rajab) dan bulan Ramadhan. Bulan haram sudah kita ketahui
bersama keutamaannya. Bahkan Allah menyebutkan tentangnya di dalam Al-Qur’an
(lihat Al-Qur’an surat at-Taubah: 36). Sedangkan Sya’ban bukan termasuk bagian
dari bulan haram, dan bukan pula bagian dari Ramadhan.Meski demikian, terdapat
beberapa amalan yang terkadang dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim, dan
amalan itu tidak disyari’atkan sebagaimana tulisan pada pembahasan selanjutnya.
Pada tulisan singkat berikut, kami mencoba menghadirkan gambaran tentang apa
yang harus dilakukan ketika berada di bulan Sya’ban.
Hal yang perlu difahami lebih awal, bulan Sya’ban adalah
seperti bulan-bulan lainnya. Rasulallah saw tidak menganjurkan apapun di bulan
ini, baik itu shalat, berdzikir pada malam tertentu, melakukan amaliyah
tertentu pada akhir bulan Sya’ban seperti padusan, dan sebagainya (baca:
keutamaan bulan Sya’ban). Satu-satunya amal yang kita dapati dilakukan secara
khusus di bulan ini adalah puasa Sya’ban sebagaimana akan kita bahas.
Amalan Utama Bulan Sya'ban yang Disyariatkan
Oleh karenanya, mari bersikap proporsional terhadap bulan
Sya’ban ini; tidak meremehkan dan tidak pula terlalu melebihkan sehingga kita
terjatuh pada perbuatan yang mengada-ada. Adapun berkaitan dengan amal yang
dianjurkan, berikut paparan singkatnyaMemperbanyak Puasa Sunnah
عَنْ
أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
رَأَيْتُكَ تَصُومُ مِنَ الشَّهْرِ شَيْئًا مَا لَا تَصُومُهُ مِنَ الشُّهُورِ
أَكْثَرَ إِلَّا رَمَضَانَ قَالَ أَيُّ شَهْرٍ قُلْتُ شَعْبَانُ قَالَ هُوَ شَهْرٌ
تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ
عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Dari
Usamah bin Zaid ra, ia berkata; ‘Aku berkata, ‘Wahai Rasulallah! Aku melihat
puasa engkau pada bulan itu lebih banyak dari bulan-bulan yang lain, kecuali
Ramadhan.’ Beliau bertanya, ‘Bulan yang mana?’ Aku menjawab, ‘Bulan Sya’ban.’
Beliau bersabda, ‘Bulan Sya’ban merupakan bulan diangkatnya amal kepada Rabb
Semesta Alam. Dan aku senang ketika amalku diangkat aku sedang berpuasa (H.R.
an-Nasa’i no. 2357, Ahmad no. 21753. Dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam
kitab al-Irwa, IV: 103).”
عن عائشة زوجِ النبيَّ صلَّى
الله عليه وسلم أنها قالت كان رسولُ الله صلَّى الله عليه وسلم يصُومُ حتى نقولَ
لا يُفْطِرُ ويُفْطِرُ حتى نقولَ لا يصومُ وما رأيتُ رسولَ الله صلَّى الله عليه
وسلم استكملَ صيامَ شهرٍ قطُّ إلا رمضانَ وما رأيتُه في شهرٍ أكثر صياماً منه في
شعبان
“Dari
‘Aisyah, isti Nabi saw, beliau berkata: ‘Rasulallah saw (sering) berpuasa
hingga kami berkata (mengira), beliau tidak berbuka. Pun berbuka hingga kami
berkata, beliau tidak puasa. Aku tidak mengetahui Rasulallah saw puasa satu
bulan penuh melainkan pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak mengetahui beliau
lebih banyak berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban (H.R. al-Bukhari no. 1969 dan
Muslim no. 1156).”
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ حَدَّثَتْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ السَّنَةِ أَكْثَرَ مِنْ
صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Dari Abu
Salamah bin Abdurrahman, bahwa ‘Aisyah ra menceritakan kepadanya, bahwa Nabi
saw tidak berpuasa pada bulan dalam setahun lebih banyak dari puasa beliau pada
bulan Sya’ban. Rasulallah saw berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban (H.R.
al-Bukhari no. 1970, Muslim no. 1156, Ahmad no. 24967, 25101).”
Berdasarkan
beberapa riwayat tersebut, Nabi saw banyak puasa di bulan Sya’ban mengingat
Allah mengangkat amal pada bulan itu. Dan Rasulallah saw sangat senang ketika
amal beliau dihadapkan kepada Allah swt sedang beliau dalam keadaan puasa.
Namun jika
kita cermati, seperti terdapat pertentangan antara dua riwayat yang bersumber
dari istri Rasulallah saw, ‘Aisyah ra. Pada satu riwayat, beliau menyatakan
Rasulallah berpuasa pada sebagian besar hari di bulan Sya’ban. Namun pada riwayat
yang lain, beliau menyatakan Nabi saw berpuasa Sya’ban selama satu bulan penuh
dilanjutkan dengaan bulan Ramadhan.
Berkaitan
dengan hal ini, imam Ibnu Hajar dan imam an-Nawawi menyatakan, maksud kalimat
“berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban” adalah pada sebagian besar harinya
(lihat at-Taudlih, XIII: 450, Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Muslim, IV: 120,
Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, VIII: 37, Fath al-Bari karya Ibnu Hajar, IV: 214).
Inilah pendapat terpilih dari beberapa pendapat yang ada. Sebab kalimat
“berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban” dimaknai sebagai taghlib,
sebagaimana jika seseorang mengatakan semua mata penonton di stadion tertuju
pada pertandingan yang sedang berlangsung. Padahal keadaan sebenarnya tidak
demikian.
Oleh karena
itu, bagi yang ingin melaksanakan puasa Sya’ban, sisihkan beberapa hari untuk
tidak berpuasa sebagai pembeda dengan puasa Ramadhan yang dilaksanakan sebulan
penuh.
Memperbanyak
Amal Ibadah
Dianjurkan
untuk memperbanyak amal ibadah adalah sebagai bagian dari keterangan yang
terdapat pada riwayat sebelumnya, bahwa Allah swt mengangkat amal ibadah anak
cucu Adam pada bulan ini. Amal ibadah disini dimaknai secara luas dan tidak
hanya mencakup amalan tertentu (baca:mahdlah). Oleh karenanya, silahkan untuk
meningkankan kuantitas dan kualitas amal ketika berada di bulan Sya’ban dan
lebih giat lagi ketika masuk di bulan Ramadhan.
Mengqadla
Hutang Puasa Ramadhan
Bagi
siapapun yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan pada tahun sebelumnya dan
belum mendapatkan kelapangan, maka harus segera meng-qadla ketika masuk di
bulan Sya’ban. Hal ini sebagaimana hadits dari ‘Aisyah ra:
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ
سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ
الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ
“Dari Abu
Salamah, ia berkata; Aku mendengar ‘Aisyah ra berkata: ‘Dulu aku memiliki
hutang puasa Ramadhan dan aku tidak dapat melunasinya kecuali pada bulan
Sya’ban (H.R. al-Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146).”
Larangan
Puasa Ketika Sya’ban Sudah Mencapai Separuh Bulan
Terdapat
sebuah riwayat dari Rasulallah saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ
فَلَا تَصُومُوا
“Dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Apabila bulan Sya’ban telah sampai
separuh, maka janganlah kalian berpuasa (H.R. Abu Dawud no. 2337, an-Nasa’i
dalam as-Sunan al-Kubra no. 2923, al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 7962.
Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih, I: 616).”
Lalu
bagaimana kita memaknai hadits ini jika dikaitkan dengan riwayat sebelumnya?
Larangan
puasa ketika telah memasuki pertengahan Sya’ban dikecualikan dari beberapa
orang, sebagai berikut:
Pertama,
seseorang yang memiliki kebiasaan puasa seperti senin kamis atau puada Dawud.
Orang yang seperti ini dibolehkan untuk berpuasa meskipun telah memasuki
pertengahan bulan Sya’ban. Dalilnya adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ
يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ
يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ اليَوْمَ
“Dari Abu
Hurairah ra, dari Nabi saw beliau bersabda: ‘Jangan sesekali salah seorang
diantara kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari
sebelumnya, kecuali jika seseorang telah biasa melakukan puasa sebelumnya. Maka
(tidak mengapa) ia berpuasa (H.R. al-Bukhari no. 1914 dan Muslim no. 1082).”
Kedua,
orang yang telah berpuasa sebelum pertengahan Sya’ban lalu ia ingin melanjutkan
puasa yang ia lakukan selepas pertengahan Sya’ban. Dalil akan hal ini adalah:
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ
كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Rasulallah
saw berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya, beliau berpuasa pada sebagian besar
hari (pada bulan Sya’ban) kecuali sedikit (hari tidak berpuasa) (H.R. Muslim
no. 1156).”
Berkaitan
dengan hadits ini, imam an-Nawawi berkata:
وَقَوْلُهَا كَانَ يَصُومُ
شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُهُ إِلَّا قَلِيلًا الثَّانِي تَفْسِيرٌ
لِلْأَوَّلِ وَبَيَانٌ أَنَّ قَوْلَهَا كُلَّهُ أَيْ غَالِبَهُ
“Kalimat
kedua pada hadits ini -beliau berpuasa pada sebagian besar hari (pada bulan
Sya’ban) kecuali sedikit- merupakan tafsir bagi kalimat pertama; maksud dari
kata ‘seluruhnya’ adalah ‘sebagian besarnya’ (lihat Syarh an-Nawawi ‘ala
Muslim, VIII: 37).
Hal ini
juga sebagaimana pendapat Ibn al-Mubarak, bahwa dalam Bahasa Arab, kata
‘seluruh’ (kullun, jami’un) dapat digunakan untuk menggambarkan aktivitas puasa
yang dilakukan pada sebagian besar hari di bulan Sya’ban (lihat Fath al-Bari
karya Ibnu Hajar, IV: 214).
Ketiga,
orang yang mengqadla puasa Ramadhan sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah ra di
atas. Hal ini mengingat puasa sunnah di bulan Sya’ban adalah boleh, tentu
melaksanakan puasa wajib (qadla) lebih dibolehkan lagi. Selain itu, tanggungan
qadla puasa harus segera diselesaikan mengingat sempitnya waktu (lihat
al-Majmu’, VI: 399). Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar