Kamis, 16 April 2020

Amalan Utama Bulan Syaban yang Disyariatkan


Amalan Utama Bulan Syaban yang Disyariatkan


Amalan Bulan Sya’ban Yang Disyariatkan – Bulan Sya’ban adalah bulan yang dilupakan. Adapun sebab ia dilupakan adalah karena ia berada antara bulan haram (Rajab) dan bulan Ramadhan. Bulan haram sudah kita ketahui bersama keutamaannya. Bahkan Allah menyebutkan tentangnya di dalam Al-Qur’an (lihat Al-Qur’an surat at-Taubah: 36). Sedangkan Sya’ban bukan termasuk bagian dari bulan haram, dan bukan pula bagian dari Ramadhan.Meski demikian, terdapat beberapa amalan yang terkadang dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim, dan amalan itu tidak disyari’atkan sebagaimana tulisan pada pembahasan selanjutnya. Pada tulisan singkat berikut, kami mencoba menghadirkan gambaran tentang apa yang harus dilakukan ketika berada di bulan Sya’ban.

Hal yang perlu difahami lebih awal, bulan Sya’ban adalah seperti bulan-bulan lainnya. Rasulallah saw tidak menganjurkan apapun di bulan ini, baik itu shalat, berdzikir pada malam tertentu, melakukan amaliyah tertentu pada akhir bulan Sya’ban seperti padusan, dan sebagainya (baca: keutamaan bulan Sya’ban). Satu-satunya amal yang kita dapati dilakukan secara khusus di bulan ini adalah puasa Sya’ban sebagaimana akan kita bahas.
Amalan Utama Bulan Sya'ban yang Disyariatkan

Oleh karenanya, mari bersikap proporsional terhadap bulan Sya’ban ini; tidak meremehkan dan tidak pula terlalu melebihkan sehingga kita terjatuh pada perbuatan yang mengada-ada. Adapun berkaitan dengan amal yang dianjurkan, berikut paparan singkatnyaMemperbanyak Puasa Sunnah


عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْتُكَ تَصُومُ مِنَ الشَّهْرِ شَيْئًا مَا لَا تَصُومُهُ مِنَ الشُّهُورِ أَكْثَرَ إِلَّا رَمَضَانَ قَالَ أَيُّ شَهْرٍ قُلْتُ شَعْبَانُ قَالَ هُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Dari Usamah bin Zaid ra, ia berkata; ‘Aku berkata, ‘Wahai Rasulallah! Aku melihat puasa engkau pada bulan itu lebih banyak dari bulan-bulan yang lain, kecuali Ramadhan.’ Beliau bertanya, ‘Bulan yang mana?’ Aku menjawab, ‘Bulan Sya’ban.’ Beliau bersabda, ‘Bulan Sya’ban merupakan bulan diangkatnya amal kepada Rabb Semesta Alam. Dan aku senang ketika amalku diangkat aku sedang berpuasa (H.R. an-Nasa’i no. 2357, Ahmad no. 21753. Dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab al-Irwa, IV: 103).”

عن عائشة زوجِ النبيَّ صلَّى الله عليه وسلم أنها قالت كان رسولُ الله صلَّى الله عليه وسلم يصُومُ حتى نقولَ لا يُفْطِرُ ويُفْطِرُ حتى نقولَ لا يصومُ وما رأيتُ رسولَ الله صلَّى الله عليه وسلم استكملَ صيامَ شهرٍ قطُّ إلا رمضانَ وما رأيتُه في شهرٍ أكثر صياماً منه في شعبان

“Dari ‘Aisyah, isti Nabi saw, beliau berkata: ‘Rasulallah saw (sering) berpuasa hingga kami berkata (mengira), beliau tidak berbuka. Pun berbuka hingga kami berkata, beliau tidak puasa. Aku tidak mengetahui Rasulallah saw puasa satu bulan penuh melainkan pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak mengetahui beliau lebih banyak berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban (H.R. al-Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156).”

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ حَدَّثَتْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ السَّنَةِ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa ‘Aisyah ra menceritakan kepadanya, bahwa Nabi saw tidak berpuasa pada bulan dalam setahun lebih banyak dari puasa beliau pada bulan Sya’ban. Rasulallah saw berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban (H.R. al-Bukhari no. 1970, Muslim no. 1156, Ahmad no. 24967, 25101).”

Berdasarkan beberapa riwayat tersebut, Nabi saw banyak puasa di bulan Sya’ban mengingat Allah mengangkat amal pada bulan itu. Dan Rasulallah saw sangat senang ketika amal beliau dihadapkan kepada Allah swt sedang beliau dalam keadaan puasa.

Namun jika kita cermati, seperti terdapat pertentangan antara dua riwayat yang bersumber dari istri Rasulallah saw, ‘Aisyah ra. Pada satu riwayat, beliau menyatakan Rasulallah berpuasa pada sebagian besar hari di bulan Sya’ban. Namun pada riwayat yang lain, beliau menyatakan Nabi saw berpuasa Sya’ban selama satu bulan penuh dilanjutkan dengaan bulan Ramadhan.

Berkaitan dengan hal ini, imam Ibnu Hajar dan imam an-Nawawi menyatakan, maksud kalimat “berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban” adalah pada sebagian besar harinya (lihat at-Taudlih, XIII: 450, Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Muslim, IV: 120, Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, VIII: 37, Fath al-Bari karya Ibnu Hajar, IV: 214). Inilah pendapat terpilih dari beberapa pendapat yang ada. Sebab kalimat “berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban” dimaknai sebagai taghlib, sebagaimana jika seseorang mengatakan semua mata penonton di stadion tertuju pada pertandingan yang sedang berlangsung. Padahal keadaan sebenarnya tidak demikian.

Oleh karena itu, bagi yang ingin melaksanakan puasa Sya’ban, sisihkan beberapa hari untuk tidak berpuasa sebagai pembeda dengan puasa Ramadhan yang dilaksanakan sebulan penuh.

Memperbanyak Amal Ibadah

Dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah adalah sebagai bagian dari keterangan yang terdapat pada riwayat sebelumnya, bahwa Allah swt mengangkat amal ibadah anak cucu Adam pada bulan ini. Amal ibadah disini dimaknai secara luas dan tidak hanya mencakup amalan tertentu (baca:mahdlah). Oleh karenanya, silahkan untuk meningkankan kuantitas dan kualitas amal ketika berada di bulan Sya’ban dan lebih giat lagi ketika masuk di bulan Ramadhan.

Mengqadla Hutang Puasa Ramadhan

Bagi siapapun yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan pada tahun sebelumnya dan belum mendapatkan kelapangan, maka harus segera meng-qadla ketika masuk di bulan Sya’ban. Hal ini sebagaimana hadits dari ‘Aisyah ra:


عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ

“Dari Abu Salamah, ia berkata; Aku mendengar ‘Aisyah ra berkata: ‘Dulu aku memiliki hutang puasa Ramadhan dan aku tidak dapat melunasinya kecuali pada bulan Sya’ban (H.R. al-Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146).”

Larangan Puasa Ketika Sya’ban Sudah Mencapai Separuh Bulan

Terdapat sebuah riwayat dari Rasulallah saw:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا

“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Apabila bulan Sya’ban telah sampai separuh, maka janganlah kalian berpuasa (H.R. Abu Dawud no. 2337, an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra no. 2923, al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 7962. Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih, I: 616).”

Lalu bagaimana kita memaknai hadits ini jika dikaitkan dengan riwayat sebelumnya?
Larangan puasa ketika telah memasuki pertengahan Sya’ban dikecualikan dari beberapa orang, sebagai berikut:

Pertama, seseorang yang memiliki kebiasaan puasa seperti senin kamis atau puada Dawud. Orang yang seperti ini dibolehkan untuk berpuasa meskipun telah memasuki pertengahan bulan Sya’ban. Dalilnya adalah:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ اليَوْمَ

“Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw beliau bersabda: ‘Jangan sesekali salah seorang diantara kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali jika seseorang telah biasa melakukan puasa sebelumnya. Maka (tidak mengapa) ia berpuasa (H.R. al-Bukhari no. 1914 dan Muslim no. 1082).”

Kedua, orang yang telah berpuasa sebelum pertengahan Sya’ban lalu ia ingin melanjutkan puasa yang ia lakukan selepas pertengahan Sya’ban. Dalil akan hal ini adalah:


كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا

“Rasulallah saw berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya, beliau berpuasa pada sebagian besar hari (pada bulan Sya’ban) kecuali sedikit (hari tidak berpuasa) (H.R. Muslim no. 1156).”

Berkaitan dengan hadits ini, imam an-Nawawi berkata:


وَقَوْلُهَا كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُهُ إِلَّا قَلِيلًا الثَّانِي تَفْسِيرٌ لِلْأَوَّلِ وَبَيَانٌ أَنَّ قَوْلَهَا كُلَّهُ أَيْ غَالِبَهُ

“Kalimat kedua pada hadits ini -beliau berpuasa pada sebagian besar hari (pada bulan Sya’ban) kecuali sedikit- merupakan tafsir bagi kalimat pertama; maksud dari kata ‘seluruhnya’ adalah ‘sebagian besarnya’ (lihat Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, VIII: 37).

Hal ini juga sebagaimana pendapat Ibn al-Mubarak, bahwa dalam Bahasa Arab, kata ‘seluruh’ (kullun, jami’un) dapat digunakan untuk menggambarkan aktivitas puasa yang dilakukan pada sebagian besar hari di bulan Sya’ban (lihat Fath al-Bari karya Ibnu Hajar, IV: 214).

Hadits ini menjadi dalil bolehnya puasa setelah pertengahan bulan Sta’ban bagi orang yang telah memulai puasa sebelum pertengahan bulan.

Ketiga, orang yang mengqadla puasa Ramadhan sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah ra di atas. Hal ini mengingat puasa sunnah di bulan Sya’ban adalah boleh, tentu melaksanakan puasa wajib (qadla) lebih dibolehkan lagi. Selain itu, tanggungan qadla puasa harus segera diselesaikan mengingat sempitnya waktu (lihat al-Majmu’, VI: 399). Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi ash-shawab.




0 komentar:

Posting Komentar