Sabtu, 11 April 2020

Dahsyatnya Zikir untuk Mencapai Kesehatan Mental


Dahsyatnya Zikir untuk Mencapai Kesehatan Mental


KALIMAT tasbih: subhanallah, tahmid: alhamdulillah, tahlil: laa-ilahaa illa-allah, dan takbir: Allahu akbar, merupakan beberapa lantunan zikir yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Dalam buku kimiya as-sa’adah, al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang berzikir adalah orang yang selalu ingat bahwa Allah mengamati seluruh tindakan dan pikirannya, karena sejatinya manusia hanya mampu melihat atas apa yang terindra, sementara Allah melihat yang terindra dan tersembunyi (Al-Ghazali, 2001). Zikir juga merupakan amalan utama bagi umat Islam yang memiliki implikasi luar biasa.

Teladan tentang pentingnya mengingat Allah dalam setiap nafas kehidupan telah banyak dikisahkan oleh para sahabat nabi dan ulama. Salah satunya oleh Abdullah ibn Dinar yang meriwayatkan bahwa ketika ia berjalan bersama Khalifah Umar di dekat Mekah, mereka melihat seorang anak laki-laki sedang menggembalakan sekawanan domba.

Umar berkata kepadanya, “Juallah seekor saja kepadaku.”

Gembala itu menjawab, “Domba ini bukan milikku, tetapi milik tuanku.”

Kemudian untuk mengujinya, Umar berkata, “Katakan saja kepada tuanmu bahwa serigala telah membunuh salah satu dombanya. Dia tidak akan tahu!”

“Tidak, memang dia tidak akan tahu, tetapi Allah pasti tahu,” kata anak itu.
Umar menangis mendengar jawabannya lalu mendatangi majikan si gembala untuk membelinya dan kemudian membebaskannya seraya berkata, “Jawabanmu itu telah membuatmu bebas di dunia ini akan dan akan membuatmu bebas di akhirat.” (Al-Ghazali, 2001).

Ada dua tingkatan zikir kepada Allah menurut Al-Ghazali (2001), tingkatan pertama adalah zikir para wali yang seluruh pikirannya terserap dalam ingatan dan perenungan kepada Allah. Tak ada sedikitpun ruang dalam hatinya kecuali hanya Allah, setiap dari anggota tubuhnya telah dikendalikan oleh hatinya.

Tingkatan yang kedua adalah zikir golongan kanan (ashabul yamin). Mereka menyadari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu tentang mereka dan mereka merasa malu di hadapan-Nya. Mereka selalu waspada atas segala pikiran yang terlintas dalam diri mereka, karena kelak di Hari Perhitungan akan ditanyakan segala hal tentang apa yang mereka lakukan.

Tingkatan pertama diibaratkan sebagai orang yang tiba-tiba mendapati dirinya di hadapan seorang raja sehingga ia kaget dan bingung, sementara tingkatan kedua diibaratkan sebagai orang yang tiba-tiba terkejut mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dan terburu-buru menutupi tubuhnya.

Lantunan yang mudah diucapkan sebagai wujud pujian kepada Allah ini memiliki banyak efek baik terutama dalam sisi kejiwaan kita. Prof. Dr. Dadang Hawari seorang tokoh psikiater Indonesia menyatakan bahwa dari sudut kedokteran dan kesehatan jiwa, doa dan zikir merupakan terapi psikiatrik yang setingkat lebih tinggi dari psikoterapi biasa.

Hal ini dikarenakan doa dan zikir mengandung unsur spiritual (kerohanian, keagamaan, dan ketuhanan) yang mampu membangkitkan harapan (hope), rasa percaya diri (self-confidence) pada diri seseorang yang sedang sakit, hingga pada akhirnya mampu meningkatkan kekebalan tubuh atau imunitas sehingga mempercepat proses penyembuhan (Dadang Hawari, 2012 dalam Saragih, 2016)

Studi tentang zikir pada kesehatan jiwa telah membuktikan adanya dampak positif setelah berzikir. Arman Yurissaldi, dokter spesialis syaraf Indonesia, mengatakan bahwa berdasarkan studi literature, pengalaman empiris, dan juga pengamatan, ditemukan bahwa pelafalan huruf (makharij al-huruf) pada bacaan zikir memiliki hubungan erat pada keadaan fisik dan psikis seseorang.

Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan Abdul Hamid Saragih, bahwasanya pengamalan zikir yang disertai kekhusyu’an mampu menurunkan tingkat stres seseorang (Saragih, 2016). Zikir juga mampu mengubah tendensi jiwa dari orientasi dunia luar (lahiriyyah) ke arah dunia dalam (batiniyyah), mengubah jiwa yang kacau menuju arah penyatuan jiwa, dari yang berorientasi kepada diri (self-centred) menunju God Centred (Subandi, 2009)

Sarana lain untuk mengingat Allah adalah dengan berdoa, dzikirullah yang berarti mengingat Allah, juga merupakan wujud dari doa, maka zikir dan doa adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Efektivitas doa pada seseorang telah diteliti oleh Hebert Benson (2000), selama 25 tahun dia meneliti tentang manfaat interaksi jiwa dan badan di Harvard Medical School.

Hasil penelitian Benson mengungkapkan bahwa ketika seseorang terlibat secara mendalam dengan doa yang diulang-ulang (repetitive prayer), ternyata akan membawa berbagai perubahan fisiologis. Antara lain menurunnya kecepatan napas, berkurangnya kecepatan detak jantung, menurunnya tekanan darah, melambatnya gelombang otak dan pengurangan menyeluruh kecepatan metabolisme. Kondisi ini disebut disebut sebagai respon relaksasi (relaxation response) (Subandi M. , 2012).

Berbagai penemuan dalam literatur empiris tentang zikir yang ada sebenarnya telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 28: “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”

Zikir dengan segala manfaat jasmani dan rohani, menjadi sesuatu yang berharga untuk di jaga, begitulah kata lagu lama tombo ati yang menyebutkan adanya lima perkara untuk mengobati hati manusia, salah satunya dengan menjaga zikir kepada Allah. []

Referensi:
Al-Ghazali. (2001). Tha Alchemy of Happiness. (D. S. Bahreisy, Trans.) London : J. Murray.
Saragih, A. H. (2016). Konsep Sa’adah dalam Perspektif Psikologi Modern dan Islam. Islamia, 41-49.
Subandi, M. (2012). Spiritualitas: Antara Kesehatan dan Gangguan Mental (Spirituality: Between Mental Health and Mental Disorder). Dalam Taufik Pasiak (Ed). Tuhan Empirik dan Kesehatan Spiritual. Yogyakarta: Centre for Neuroscience, Health and Spirituality (C-Net), UIN Sunan Kalijaga.
Subandi, M. P. (2009). Psikologi Dzikir: Studi Fenomenologi Dzikir Tawakkal. Pengalaman Transformasi Religius. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Fakultas Psikologi UGM.
 *Penulis berasal dari Ciren, Triharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta, 55761. Tengah menempuh studi strata-1 di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Tema psikologi Islam menjadi salah satu minat penulis dalam belajar psikologi.
Oleh: Hastinia Apriasari*


0 komentar:

Posting Komentar