Dahsyatnya Zikir
untuk Mencapai Kesehatan Mental
KALIMAT tasbih: subhanallah, tahmid: alhamdulillah,
tahlil: laa-ilahaa illa-allah, dan takbir: Allahu akbar, merupakan beberapa
lantunan zikir yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Dalam buku
kimiya as-sa’adah, al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang berzikir adalah
orang yang selalu ingat bahwa Allah mengamati seluruh tindakan dan pikirannya,
karena sejatinya manusia hanya mampu melihat atas apa yang terindra, sementara
Allah melihat yang terindra dan tersembunyi (Al-Ghazali, 2001). Zikir juga
merupakan amalan utama bagi umat Islam yang memiliki implikasi luar biasa.
Teladan tentang pentingnya mengingat Allah dalam setiap
nafas kehidupan telah banyak dikisahkan oleh para sahabat nabi dan ulama. Salah
satunya oleh Abdullah ibn Dinar yang meriwayatkan bahwa ketika ia berjalan
bersama Khalifah Umar di dekat Mekah, mereka melihat seorang anak laki-laki
sedang menggembalakan sekawanan domba.
Umar berkata kepadanya, “Juallah seekor saja kepadaku.”
Gembala itu menjawab, “Domba ini bukan milikku, tetapi
milik tuanku.”
Kemudian untuk mengujinya, Umar berkata, “Katakan saja
kepada tuanmu bahwa serigala telah membunuh salah satu dombanya. Dia tidak akan
tahu!”
“Tidak, memang dia tidak akan tahu, tetapi Allah pasti
tahu,” kata anak itu.
Umar menangis mendengar jawabannya lalu mendatangi
majikan si gembala untuk membelinya dan kemudian membebaskannya seraya berkata,
“Jawabanmu itu telah membuatmu bebas di dunia ini akan dan akan membuatmu bebas
di akhirat.” (Al-Ghazali, 2001).
Ada dua tingkatan zikir kepada Allah menurut Al-Ghazali
(2001), tingkatan pertama adalah zikir para wali yang seluruh pikirannya
terserap dalam ingatan dan perenungan kepada Allah. Tak ada sedikitpun ruang
dalam hatinya kecuali hanya Allah, setiap dari anggota tubuhnya telah
dikendalikan oleh hatinya.
Tingkatan yang kedua adalah zikir golongan kanan (ashabul
yamin). Mereka menyadari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu tentang mereka
dan mereka merasa malu di hadapan-Nya. Mereka selalu waspada atas segala
pikiran yang terlintas dalam diri mereka, karena kelak di Hari Perhitungan akan
ditanyakan segala hal tentang apa yang mereka lakukan.
Tingkatan pertama diibaratkan sebagai orang yang
tiba-tiba mendapati dirinya di hadapan seorang raja sehingga ia kaget dan
bingung, sementara tingkatan kedua diibaratkan sebagai orang yang tiba-tiba
terkejut mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dan terburu-buru menutupi
tubuhnya.
Lantunan yang mudah diucapkan sebagai wujud pujian kepada
Allah ini memiliki banyak efek baik terutama dalam sisi kejiwaan kita. Prof.
Dr. Dadang Hawari seorang tokoh psikiater Indonesia menyatakan bahwa dari sudut
kedokteran dan kesehatan jiwa, doa dan zikir merupakan terapi psikiatrik yang
setingkat lebih tinggi dari psikoterapi biasa.
Hal ini dikarenakan doa dan zikir mengandung unsur
spiritual (kerohanian, keagamaan, dan ketuhanan) yang mampu membangkitkan
harapan (hope), rasa percaya diri (self-confidence) pada diri seseorang yang
sedang sakit, hingga pada akhirnya mampu meningkatkan kekebalan tubuh atau
imunitas sehingga mempercepat proses penyembuhan (Dadang Hawari, 2012 dalam
Saragih, 2016)
Studi tentang zikir pada kesehatan jiwa telah membuktikan
adanya dampak positif setelah berzikir. Arman Yurissaldi, dokter spesialis
syaraf Indonesia, mengatakan bahwa berdasarkan studi literature, pengalaman
empiris, dan juga pengamatan, ditemukan bahwa pelafalan huruf (makharij
al-huruf) pada bacaan zikir memiliki hubungan erat pada keadaan fisik dan
psikis seseorang.
Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan Abdul Hamid
Saragih, bahwasanya pengamalan zikir yang disertai kekhusyu’an mampu menurunkan
tingkat stres seseorang (Saragih, 2016). Zikir juga mampu mengubah tendensi
jiwa dari orientasi dunia luar (lahiriyyah) ke arah dunia dalam (batiniyyah),
mengubah jiwa yang kacau menuju arah penyatuan jiwa, dari yang berorientasi
kepada diri (self-centred) menunju God Centred (Subandi, 2009)
Sarana lain untuk mengingat Allah adalah dengan berdoa,
dzikirullah yang berarti mengingat Allah, juga merupakan wujud dari doa, maka
zikir dan doa adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Efektivitas doa pada
seseorang telah diteliti oleh Hebert Benson (2000), selama 25 tahun dia
meneliti tentang manfaat interaksi jiwa dan badan di Harvard Medical School.
Hasil penelitian Benson mengungkapkan bahwa ketika
seseorang terlibat secara mendalam dengan doa yang diulang-ulang (repetitive
prayer), ternyata akan membawa berbagai perubahan fisiologis. Antara lain
menurunnya kecepatan napas, berkurangnya kecepatan detak jantung, menurunnya
tekanan darah, melambatnya gelombang otak dan pengurangan menyeluruh kecepatan
metabolisme. Kondisi ini disebut disebut sebagai respon relaksasi (relaxation
response) (Subandi M. , 2012).
Berbagai penemuan dalam literatur empiris tentang zikir
yang ada sebenarnya telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 28:
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram.”
Zikir dengan segala manfaat jasmani dan rohani, menjadi
sesuatu yang berharga untuk di jaga, begitulah kata lagu lama tombo ati yang
menyebutkan adanya lima perkara untuk mengobati hati manusia, salah satunya
dengan menjaga zikir kepada Allah. []
Referensi:
Al-Ghazali. (2001). Tha Alchemy of Happiness. (D. S.
Bahreisy, Trans.) London : J. Murray.
Saragih, A. H. (2016). Konsep Sa’adah dalam Perspektif
Psikologi Modern dan Islam. Islamia, 41-49.
Subandi, M. (2012). Spiritualitas: Antara Kesehatan dan
Gangguan Mental (Spirituality: Between Mental Health and Mental Disorder).
Dalam Taufik Pasiak (Ed). Tuhan Empirik dan Kesehatan Spiritual. Yogyakarta:
Centre for Neuroscience, Health and Spirituality (C-Net), UIN Sunan Kalijaga.
Subandi, M. P. (2009). Psikologi Dzikir: Studi
Fenomenologi Dzikir Tawakkal. Pengalaman Transformasi Religius. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar dan Fakultas Psikologi UGM.
*Penulis berasal
dari Ciren, Triharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta, 55761. Tengah menempuh studi
strata-1 di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Tema psikologi Islam
menjadi salah satu minat penulis dalam belajar psikologi.
Oleh: Hastinia Apriasari*
0 komentar:
Posting Komentar