AGAR RIZKI MENDAPAT
KEBERKAHAN
MAKNA KEBERKAHAN
Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan
dan berdo’a untuk mendapatkan keberkahan, baik dalam umur, keluarga, usaha,
maupun dalam harta benda dan lain-lain. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya,
apakah sebenarnya yang dimaksud dengan keberkahan itu? Dan bagaimana untuk
memperolehnya?
Apakah keberkahan itu hanya terwujud jamuan makanan yang
kita bawa pulang saat kenduri? Atau apakah keberkahan itu hanya milik para
kiyai, tukang ramal, atau para juru kunci kuburan, sehingga bila salah seorang
memiliki suatu hajatan, ia datang kepada mereka untuk “ngalap berkah”, agar
cita-citanya tercapai?
Bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu
bahasa Arab maupun melalui dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan
mendapatkan bahwa kata al-barakah memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat
luas dan agung. Secara ilmu bahasa, al-barakah, berarti berkembang, bertambah
dan kebahagian [1]. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Asal makna
keberkahan, ialah kebaikan yang banyak dan abadi” [2]
DAHULU, SABA MERUPAKAN NEGERI PENUH BERKAH
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang negeri
mereka.
بَلْدَةٌ
طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
“(Negerimu
adalah) negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun” [Saba/34
: 15]
Ayat diatas
berbicara tentang negeri Saba’ sebelum mengalami kehancuran lantaran kekufuran
mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah menjelaskan kisah bangsa Saba’, suatu negeri yang tatkala
penduduknya beriman dan beramal shalih, maka mereka dilingkupi dengan
keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan, kaum wanita Saba’
tidak perlu bersusah-payah memanen buah-buahan di kebun mereka. Untuk mengambil
hasil buahnya, cukup menaruh keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebun,
maka buah-buahan yang telah masak akan berjatuhan memenuhi keranjangnya, tanpa
harus memetik atau mendatangkan pekerja untuk memanennya.
Sebagian
ulama lain juga menyebutkan, dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk,
kutu, atau serangga lainnya. Kondisi demikian itu lantaran udaranya yang bagus,
cuacanya bersih, dan berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa
meliputi mereka. [3]
Kisah
keberkahan yang menakjubkan pada zaman keemasan umat Islam juga pernah
diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah :”Sungguh, biji-bijian dahulu,
baik gandum maupun yang lainnya lebih besar dibanding dengan yang ada sekarang,
sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu, pent) lebih
banyak. Imam Ahmad rahimahullah telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya,
bahwa telah ditemukan di gudang sebagian kekhilafahan Bani Umawi sekantung
gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung
luarnya :”Ini adalah gandum hasil panen pada masa keadilan ditegakkan” [4]
Bila
demikian, tentu masing-masing kita mendambakan untuk mendapatkan keberkahan
dalam pekerjaan, penghasilan dan harta. Sehingga kita bertanya-tanya,
bagaimanakah cara agar usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi Allah?
DUA SYARAT
MERAIH KEBERKAHAN
Untuk
memperoleh keberkahan dalam hidup secara umum dan dalam penghasilan secara
khusus, terdapat dua syarat yang mesti dipenuhi.
Pertama.
Iman Kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Inilah
syarat pertama dan terpenting agar rizki kita diberkahi Allah Subhanahu wa
Ta’ala, yaitu dengan merealisasikan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ
الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Andaikata
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” [Al-A’raf/7 : 96]
Demikian,
balasan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, dan
sekaligus menjadi penjelas bahwa orang yang kufur kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, niscaya tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.
Di antara
perwujudan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berkaitan dengan
penghasilan, ialah senantiasa yakin dan menyadari bahwa rizki apapun yang kita
peroleh merupakan karunia dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala , bukan
semata-mata jerih payah atau kepandaian kita. Yang demikian itu, karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kadar rizki setiap manusia semenjak ia
masih berada dalam kandungan ibunya.
Bila kita
pikirkan diri dan negeri kita, niscaya kita bisa membukukan buktinya. Setiap
kali kita mendapatkan suatu keberkahan, maka kita lupa daratan, dan merasa
keberhasilan itu karena kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi
kegagalan atau bencana, maka kita menuduh alam sebagai penyebabnya, dan
melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bila
demikian, maka mana mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberkahi kehidupan
kita? Bukankah pola pikir semacam ini yang telah menyebabkan Qarun mendapatkan
adzab dengan ditelan bumi? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ
عَلَىٰ عِلْمٍ عِنْدِي ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ
قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا
“Qarun
berkata : “Sesunguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku”.
Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan
umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak harta
kumpulannya ..” [Al-Qashah/28: 78]
Perwujudan
bentuk yang lain dalam hal keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan
dengan rizki, yaitu kita senantiasa menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala
ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan.
عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا أن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كان يَأْكُلُ طَعَاماً في
سِتَّةِ نَفَرٍ من أَصْحَابِهِ فَجَاءَ أعرابي فَأَكَلَهُ بِلُقْمَتَيْنِ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا إِنَّهُ لَوْ كَانَ ذَكَرَ
اسْمَ اللَّهِ لَكَفَاكُمْ. رواه أحمد والنَّسائي وابن حبان
“Dari
Sahabat Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba
datang seorang Arab badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan
(saja). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ketahuilah
seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Bismillah, pent), niscaya makanan
itu akan mencukupi kalian”. [HR Ahmad, An-Nasa-i dan Ibnu Hibban]
Pada hadits
lain, Nab Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketahuilah bahwasanya salah
seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata : “Dengan menyebut
nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak
yang Engkau karuniakan kepada kami”, kemudian mereka berdua dikaruniai anak
(hasil dari hubungan tersebut, pent) niscaya anak itu tidak akan diganggu
setan” [HR Al-Bukhari]
Demikian,
sekilas penjelasan peranan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang terwujud
pada menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan, sehingga
mendatangkan keberkahan pada harta dan anak keturunan.
Kedua :
Amal Shalih
Yang
dimaksud dengan amal shalih, ialah menjalankan perintah dan menjauhi
larangan-Nya sesuai dengan syari’at yang diajarkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketakwaan yang menjadi syarat datangnya
keberkahan sebagaimana ditegaskan pada surat Al-A’raf ayat 96 diatas.
Tatkala
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada
zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا
التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا
مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
“Dan
sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al-Qur’an) yang
diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas
mereka dan dari bawah kaki mereka” [Al-Ma’idah : 66]
Para ulama
tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “mendapatkan makanan dari atas
dan dari bawah kaki”, ialah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meielimpahkan kepada
mereka rizki yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan
mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu,
dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidup
mereka [5]
Di antara
contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal shalih, ialah kisah Khidir dan
Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut, Khidir menegakkan
tembok pagar yang hendak roboh guna menjaga agar harta warisan yang dimiliki
dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut , sehingga tidak
nampak dan tidak bisa diambil oleh orang lain.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirmn.
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ
لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا
وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا
وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ
“Adapun
dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan dibawahnya
ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang
shalih, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu” [Al-Kahfi/18 : 82]
Menurut
penjelasan para ulama tafsir, ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah
yang shalih itu bukan ayah kandung dari kedua anak tersebut. Akan tetapi, orang
tua itu ialah kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai
tukang tenun.
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata, “Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang
shalih akan dijaga, dan keberkahan amal shalihnya akan meliputi mereka di dunia
dan di akhirat. Ia akan memberi syafa’at kepada mereka, dan derajatnya akan
diangkat ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi senang,
sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah’ [6]
Sebaliknya,
bila seseorang enggan beramal shalih, atau bahkan malah berbuat kemaksiatan,
maka yang ia petik juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
(إن الرَّجُلَ
لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ) رواه أحمد وابن ماجة والحاكم وغيرهم
“Sesungguhnya
seseorang dapat saja tercegah dari rizkinya akibat dari dosa yang ia kerjakan”
[HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim dll]
Membusuknya
daging dan basinya makanan, sebenarnya menjadi salah satu dampak buruk yang
harus ditanggung manusia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
لَوْلَا بَنُو إِسْرَائِيلَ
لَمْ يَخْبُثْ الطَّعَامُ وَلَمْ يَخْنَزْ اللَّحْمُ (متفق عليه)
“Seandainya
kalau bukan karena ulah Bani Israil, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan
daging tidak akan pernah membusuk” [Muttafaqun ‘alaih]
Para ulama
menjelaskan, tatkala Bani Israil diberi rizki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka
tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan
daging-dading burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk
mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi, mereka
melanggar perintah ini, dan mengambil daging dalam jumlah yang melebihi
kebutuhan mereka pada hari tersebut, untuk disimpan. Akibat perbuatan mereka
ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum mereka, sehingga daging-daging yang
mereka simpan tersebut menjadi busuk. [7]
Demikian,
penjelasan dua syarat penting guna meraih keberkahan.
AMAL SHALIH
MEMBANTU MENDATANGKAN KEBERKAHAN
Setelah
terpenuhi dua syarat diatas, keberkahan juga bisa diraih berkat beberapa amal
shalih yang nyata telah kita lakukan. Misalnya sebagai berikut.
Pertama :
Mensyukuri Segala Nikmat
Tiada
kenikmatan, apapun wujudnya yang dirasakan menusia, melainkan datang dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Atas dasar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan
manusia untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Dengan cara senantiasa mengingat
bahwasanya kenikmatan tersebut datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,
diteruskan mengucapkan hamdalah, dan selanjutnya menafkahkan sebagai
kekayaannya di jalan-jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang
yang telah mendapatkan taufik untuk bersyukur, ia akan mendapatkan keberkahan
dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipatgandakan kenikmatan
baginya.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي
لَشَدِيدٌ
“Dan
ingatlah tatkala Rabbmu mengumandangkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” [Ibrahim/14 : 7]
Pada ayat
lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا
يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
“Dan
barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan)
dirinya sendiri” [An-Naml/27: 40]
Imam
Al-Qurthubi rahimahullah berkata :”Manfaat bersyukur tidak akan dirasakan,
kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan itu, ia berhak mendapatkan kesempurnaan
dari nikmat yang telah ia dapatkan, dan nikmat tersebut akan kekal dan
bertambah. Sebagaimana syukur, juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang
telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai” [8]
Sebagai
contoh nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. (yang artinya) :
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman
mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada
mereka dikatakan) : “Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugrahkan) Rabbmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu)
adalah Rabb Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan
kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua
kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan
pohon bidara” [Saba : 15-16]
Tatkala
bangsa Saba’ masih dalam keadaan makmur dan tenteram, Allah subhanahu wa Ta’ala
hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan, dengan
bersyukur, mereka dapat menjaga kenikmatan dari bencana, dan mendatangkan
kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan.
Kedua :
Membayar Zakat (Sedekah)
Zakat, baik
zakat wajib maupun sunnah (sedekah), merupakan salah satu amalan yang menjadi
faktor yang dapat menyebabkan turunnya keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman.
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا
وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah/2 : 276]
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ
الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ
أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا
تَلَفًا. متفق عليه
“Tiada pagi
hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berkata
(berdo’a) : “Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan
yang lain berdo’a :”Ya Allah, timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak
berinfak) kehancuran” [Muttafaqun alaih]
Ketiga :
Bekerja Mencari Rizki Dengan Hati Qona’ah, Tidak Dipenuhi Ambisi dan Tidak
Serakah
Sifat
qona’ah dan lapang dada dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan
kekayaan yang tidak ada bandingannya. Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah,
dan keridhaan dengan segala rizki yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan
akan datang kepadanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
(إن اللَّهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَبْتَلِيْ عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ. فَمَنْ رضي بِمَا قَسَمَ
الله لَهُ بَارَكَ الله لَهُ فِيْهِ وَوَسَّعَهُ . وَمَنْ لم يَرْضَ لم يُبَارِكْ
لَهُ وَلَمْ يَزِدْهُ عَلَى مَا كُتِبَ لَهُ) رواه أحمد والبيهقي وصححه الألباني
“Sesungguhnya
Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya
dengan rizki yang telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridha dengan
pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan
rizki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya
rizkinya tidak akan diberkahi” [HR Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani]
Al-Munawi
rahimahullah menyebutkan : “Penyakit ini (yaitu tidak puas dengan apa yang
telah Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya, pent) banyak dijumpai
pada pemuja dunia. Hingga engkau temui salah seorang dari mereka meremehkan
rizki yang telah dikaruniakan untuknya ; merasa hartanya sedikit, buruk, serta
terpana dengan rizki orang lain dan menganggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh
karena itu, ia akan senantiasa membanting tulang untuk menambah hartanya ,
sampai umurnya habis, kekuatannya sirna ; dan ia pun menjadi tua renta (pikun)
akibat dari ambisi yang digapainya dan rasa letih. Dengan itu, ia telah
menyiksa tubuhnya, menghitamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia
lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal, ia tidak akan memperoleh
selain apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada akhir
hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tidak mensyukuri yang
telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan”
[9]
Oleh karena
itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama
dan diri dalam setiap usaha yang ditempuhnya guna mencari rizki. Sehingga,
seorang muslim tidak akan menempuh, melainkan jalan-jalan yang telah dihalalkan
dan dengan telah menjaga kehormatan dirinya.
Keempat :
Bertaubat Dari Segala Perbuatan Dosa
Sebagaimana
perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rizki dari pelakunya,
maka sebaliknya, taubat dan istighfar merupakan salah satu faktor yang dapat
mendatangkan rizki dan keberkahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan
tentang Nabi Hud Alaihissallam bersama kaumnya.
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
“Dan (Hud
berkata) : Hai kaumku, beristighfarlah kepada Rabbmu lalu bertaubatlah
kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan
menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan
berbuta dosa” [Hud/11 : 52]
Akibat
kekufuran dan perbuatan dosa kaum ‘Ad –berdasarkan keterangan para ulama
tafsir- mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang wanita
pun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun
lamanya. Oleh karena itu, Nabi Hud Alaihissallam memerintahkan mereka untuk
bertaubat dan beristighfar. Sebab, dengan taubat dan istighfar itu, Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak
keturunan. [10]
Kelima :
Menyambung Tali Silaturahmi
Di antara
amal shalih yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, yaitu menyambung
tali silaturrahim. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dengan setiap
orang yang akan terkait hubungan nasab dengan kita. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ
لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ . ( متفق
عليه )
“Barangsiapa
yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda
(dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim” [Muttafaqun ‘alaih]
Yang
dimaksud dengan ditunda ajalnya, ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq untuk
beramal shalih, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi
kehidupannya di akhirat, dan ia terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal
yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang.
Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. [11]
Keenam :
Mencari Rizki Dari Jalan Yang Halal.
Merupakan
syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta, ialah memperolehnya dengan
jalan yang halal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ تَسْتَبْطِئُوْا
الرِّزْقَ ، فَإِنَّهُ لَنْ يَمُوْتَ الْعَبْدُ حَتَّى يَبْلُغَهُ آَخِرُ رِزْقٍ
هُوَ لَهُ، فَأَجْمِلوُاْ فِيْ الطَّلَبِ: أَخْذِ الْحَلَالِ، وَترَكِ الْحَرَامِ.
“Janganlah
kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesunguhnya, tidaklah
seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir
(yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari
rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram” [HR
Abdur-Razaq, Ibnu Hibbanm dan Al-Hakim]
Salah satu
yang mempengaruhi keberkahan ini ialah praktek riba. Perbuatan riba termasuk
faktor yang dapat menghapus keberkahan.
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا
وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah/2 : 276]
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata :”Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan
memusnahkan riba. Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari
tangan pemiliknya, atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya
tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan manfaat dari harta
ribanya. Bahkan dengan harta tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
membinasakannya dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan menyiksanya akibat harta tersebut” [12]
Bila
mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek riba, niscaya kita
dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak
pemakan riba yang hartanya berlimpah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan
tetapi tidak satu pun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan
kebahagiaan dari harta haram tersebut.
Begitu pula
dengan meminta-minta (mengemis) dalam mencari rizki, termasuk perbuatan yang
diharamkan dan tidak mengandung keberkahan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dampak hilangnya keberkahan
dari orang yang meminta-minta.
(ما يَزَالُ
الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ
وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ). متفق عليه
“Tidaklah
seseorang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain, hingga kelak akan
datang pada hari Kiamat, dalam keadaan tidak ada secuil daging pun melekat di
wajahnya” [Muttafaqun alaih]
Ketujuh :
Bekerja Saat Waktu Pagi.
Di antara
jalan untuk meraih keberkahan dari Allah, ialah menanamkan semangat untuk hidup
sehat dan produktif, serta menyingkirkan sifat malas sejauh-jaunya. Caranya,
senantiasa memanfaatkan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hal-hal yang
berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita.
Termasuk
waktu yang paling baik untuk memulai bekerja dan mencari rizki, ialah waktu
pagi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanjatkan do’a
keberkahan.
اللَّهُمَّ باَرِكْ
لِأُمَّتِيْ فِيْ بُكُوْرِهَا ( رواه أبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجة وصححه
الألباني )
“Ya Allah,
berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasa-i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]
Hikmah
dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, lantaran waktu pagi merupakan
waktu dimulainya berbagai aktifitas manusia. Saat itu pula, seseorang merasakan
semangat usai beristirahat di malam hari. Oleh karenanya, beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam mendo’akan keberkahan pada waktu pagi ini agar seluruh
umatnya memperoleh bagian dari doa tersebut.
Sebagai
penerapan langsung dari doa ini, bila mengutus pasukan perang, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di pagi hari, sehingga pasukan
diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.
Contoh lain
dari keberkahan waktu pagi, ialah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat
Shakhr Al-Ghamidi Radhiyallahu ‘anhu. Yaitu perawi hadits ini dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shakhr bekerja sebagai pedagang. Usai
mendengarkan hadits ini, ia pun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang
dagangannya kecuali di pagi hari. Dan benarlah, keberkahan Allah Subhanahu wa
Ta’ala dapat ia peroleh. Diriwayatkan, perniagaannya berhasil dan hartanya
melimpah ruah. Dan berdasarkan hadits ini pula, sebagian ulama menyatakan,
tidur pada pagi hari hukumnya makruh.
Masih
banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan
seorang muslim. Apa yang telah saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh
Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan keberkahan-Nya
kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya
pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila
pemaparan diatas ada kesalahan, maka hal itu datang dari saya dan dari setan,
sehingga saya beristighfar kepada Allah. Dan bila ada kebenaran, maka itu semua
atas taufik dan inayah-Nya.
Wallahu
a’lam bish-shawab
Oleh Ustadz DR Muhammad Arifin Badri
_______
Footnote
[1]. Al-Misbahul-Munir, 1/45. Al-Qamus Al-Muhith, 2/1236.
Lisanul Arab 10/395
[2]. Syarhu Shahih Muslim, oleh An-Nawawi 1/225
[3]. Tafsir Ibnu Katsir, 3/531
[4]. Lihat Zadul Ma’ad, 4/363 dan Musnad Ahmad 2/296
[5]. Tafsir Ibnu Katsir, 2/76
[6]. Tafsir Ibnu Katsir, 3/99
[7]. Ma’alimut Tanzil, 1/97. Syarhu Shahih Muslim 10/59
Fathul Bari 6/411
[8]. Tafsir Al-qurthubi, 13/206
[9]. Faidhul Qadir, 2/236
[10]. Lihat Tafsir Ath-Thabari (15/359) dan Tafsir
Al-Qurthubi (9/51)
[11]. Lihat Syarhu Shahih Muslim (8/350) dan Aunul Ma’bud
(4/102)
[12]. Tafsir Ibnu Katsir, 1/328
2 komentar:
DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :)
Player vs Player WOW langsung saja kunjungin kami di ARENADOMINO tempat bermain Poker dan kartu yang sangat menyenangkan dan hadiah nyata menanti anda semua.. WA +855 96 4967353
Posting Komentar