38 TEKNIK NABI MUHAMMAD SAW DALAM MENASIHATI DAN
MENGOREKSI
1. TEGURLAH SEGERA DAN JANGAN DITUNDA-TUNDA.
Ketika mengetahui seseorang melakukan kesalahan,
Rasulullah SAW akan segera menegur dan menasihatinya, terlebih lagi jika
menurutnya menunda nasihat akan berdampak lebih buruk. Ia diutus kedunia untuk
menyampaikan kebenaran dan menjelaskannya kepada umat manusia, menganjurkan
kebaikan, dan memperingatkan mereka dari kesalahan. Dalam berbagai kesempatan,
Rasulullah tak pernah diam dan membiarkan seseorang melakukan kesalahan tanpa
teguran atau peringatan sedikitpun. Dalam hadist-hadist yang telah dikemukakan
diatas kita melihat bagaimana Rasulullah menegur orang yang berbuat salah pada
saat itu juga, misalnya yang ia lakukan kepada Usamah, Abu Bakar, dan
lain-lain. Tempalah besi menjadi barang yang diinginkan ketika besi itu masih
panas. Jika dibiarkan dingin, tentu kita akan kesulitan membentuk besi itu
menjadi sesuatu yang kita inginkan. Sama halnya, kita harus segera menegur
orang yang melakukan kesalahan dan jangan menundanya hingga ia tidak merasa
bersalah, kecuali dalam kasus atau situasi tertentu yang akan kita bahas lebih
jauh dibawah ini.
2. JELASKANLAH KESALAHAN SESEORANG DARI SUDUT PANDANG
SYARIAT.
Dalam keadaan apapun, syariat mesti kita jadikan landasan
sikap dan perilaku, termasuk ketika menegur dan memperingatkan seseorang dari
kesalahannya. Islam diturunkan sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia.
Syariat Islam bersifat universal dan menyeluruh meliputi berbagai aspek
kehidupan, baik ibadah, aqidah, maupun muamalah. Karena itu, ketika menegur
orang yang berbuat salah, semestinya kita mengingatkan kepadanya bahwa
tindakannya itu melanggar syariat. Jarhad r.a meriwayatkan bahwa suatu ketika
ia berpapasan dengan Rasulullah SAW, sementara bagian pahanya tak tertutupi
kain. Nabi SAW menegurnya dan berkata, "tutupilah pahamu, karena itu bagian
dari aurat." Sunan Al-Tirmidzi.
3. JELASKANLAH KESALAHAN YANG DILAKUKAN SESEORANG DAN
SERULAH IA
AGAR SELALU
MENGIKUTI AJARAN ISLAM.
Ketika seseorang melakukan kesalahan, berarti saat itu
hati dan fikirannya jauh dari prinsip-prinsip Islam. Dalam beberapa kasus,
penjelasan mengenai prinsip-prinsip Islam dan seruan untuk mengikutinya dapat
menjadi cara yang efektif untuk menyadarkan seseorang dari kekeliruan dan
kesesatan. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika mendamaikan
perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar akibat fitnah yang disebarkan
oleh kaum munafik. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dalam shahihnya bahwa Jabir r.a
berkata, "kami berangkat dalam sebuah ekspedisi militer bersama Rasulullah
serta para sahabat Muhajirin dan Anshar. Ketika kami tiba di pinggiran Madinah,
seorang pengikut ibn Ubay dari suku Khazraj menghalang-halangi seorang
muhajirin yang hendak mengambil air dari sebuah sumur. Muhajirin itu mendorong
tubuh pengikut ibn Ubay itu hingga terjatuh. Mendapat perlawanan seperti itu,
pengikut ibn Ubay berteriak, "hai orang-orang Anshar, kemarilah."
Sebaliknya, orang Muhajirin itupun berteriak, "hai orang-orang Muhajirin,
kemarilah." Tidak butuh waktu lama, sejumlah orang muhajirin dan anshar
telah bergerombol saling berhadapan didekat sumur. Keadaan berkembang menjadi
sangat tegang dan panas.
Ibn Ubay memanfaatkan situasi itu. Ia berdiri dan
berpidato didepan orang-orang Anshar. "Lihatlah, mereka melakukan
keburukan ini kepada kalian. Dan kini, kalian
biarkan mereka? Mereka telah melarikan diri ke negeri kita dan
menyesakkan rumah kita. Demi Allah, perilaku mereka bagaikan peribahasa
'menolong anjing terjepit'. Demi Allah, jika kita kembali ke Madinah, kita
keluarkan yang hina dari yang mulia."
Kemudian ia memandang kaumnya dan berkata, "inikah
yang kalian lakukan dengan diri kalian? Kalian bebaskan tanah kalian untuk
mereka, kalian bagi milik kalian dengan mereka. Demi Allah, seandainya kalian
tak menolong dan memberi mereka, tentu mereka akan berpaling kepada orang lain."
Mendengar keributan itu Nabi Muhammad SAW mendatangi
mereka dan berkata, "persoalan apakah yang sedang diributkan orang-orang
Jahiliah ini?"
Kemudian ia bertanya kepada semua orang, "apakah
yang terjadi?"
Para sahabat menceritakan tentang seorang sahabat Muhajirin
yang mendorong sahabat Anshar. Nabi Muhammad SAW bersabda, "tinggalkan
perselisihan itu karena termasuk kejahatan". HR.Al-Bukhari.
Menurut riwayat yang diceritakan oleh Muslim, Rasulullah
SAW berkata, "seseorang harus menolong saudaranya, baik orang itu
bersalah, ia harus menghentikannya. Jika ia adalah korban kejahatan, ia harus
membantunya."Shahih Muslim.
Ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah, ada beberapa
kelompok yang tidak menyukai mereka, termasuk diantaranya kaum Yahudi dan kaum
Munafik. Setiap saat kedua kelompok itu melakukan berbagai upaya untuk mengusik
ketenteraman dan kedamaian umat Islam di Madinah. Kaum munafik mendengki kaum
muslimin karena mereka dianggap merebut penghidupan dan kedudukan sosial yang
selama ini mereka nikmati. Abdullah ibn Ubay dikenal sebagai pentolan munafik.
Meskipun menyatakan diri sebagai muslim, tetapi tindak-tanduk dan tingkah
lakunya selalu merugikan kaum muslimin. Ia tidak suka jika Muhammad, seorang
asing yang baru datang di Madinah dan tidak dikenal sebelumnya, tiba-tiba saja
menjadi pemimpin Madinah, sementara ia yang seumur hidup di Madinah dan
berhasrat menjadi pemimpin kota itu tersisihkan begitu saja dari percaturan
sosial-politik. Karena itulah ia selalu berusaha menghasut penduduk Madinah
agar membenci Rasulullah dan kaum muslimin.
Kendati demikian, Rasulullah selalu mendahulukan
persatuan dan kedamaian. Bahkan saat pertama kali tiba di Madinah, yang ia
lakukan adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Cara itu
terbukti efektif menyatukan berbagai komunitas Madinah yang heterogen itu.
Maka, ketika terjadi perselisihan antara Muhajirin dan Anshar, seperti yang
diceritakan dalam riwayat diatas, Rasulullah berusaha mengingatkan mereka pada
prinsip-prinsip ajaran Islam yang menekankan cinta, kasih sayang, dan
persaudaraan. Ia menekankan bahwa perselisihan dan sikap saling memusuhi
merupakan kejahatan yang harus dihindari.
4. LURUSKANLAH KESALAHPAHAMAN AKIBAT PEMIKIRAN SESEORANG
YANG
TIDAK JELAS.
Dalam shahih Al-Bukhari, Humaid ibn Abi Humaid al-Thawil
meriwayatkan bahwa ia mendengar Anas ibn Malik r.a berkata, "tiga orang
datang kerumah istri-istri Nabi Muhammad SAW menanyakan perihal ibadah
Rasulullah SAW. Ketika mereka diberi tahu mengenai ibadah Rasulullah, mereka
berhasrat untuk melakukan ibadah seperti yang dilakukan Rasulullah. Mereka
berkata, "apalah artinya ibadah kita dibandingkan dengan ibadah
Rasulullah, padahal semua dosa-dosanya, baik yang dimasa lampau maupun dimasa
yang akan datang, telah diampuni?"
Pikiran untuk beribadah seperti Rasulullah mendorong
mereka untuk melakukan ibadah secara berlebihan sehingga salah seorang diantara
mereka berkata, "menurutku, aku akan mendirikan shalat sepanjang
malam."
Orang kedua berkata, "aku akan berpuasa sepanjang
hidupku dan tidak akan pernah berbuka."
Orang terakhir berkata, "menurutku, aku tidak akan
mempergauli perempuan dan tidak akan menikah."
Kabar mengenai keinginan ketiga sahabat itu sampai ke
telinga Rasulullah SAW hingga ia mendatangi mereka dan berkata, "apakah
kalian orang-orang yang mengatakan hal itu? Demi Allah, aku adalah orang yang
paling takut kepada Allah diantara kalian, tetapi aku berpuasa dan aku
berbuka., aku melaksanakan shalat dan aku tidur, dan aku menikah."
Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa sekelompok sahabat
Muhammad SAW menanyai istri-istri Nabi perihal ibadahnya. Salah satu dari
mereka (sahabat) berkata, "aku tidak akan pernah menikahi perempuan."
Orang kedua berkata, "aku tidak akan pernah makan
daging."
Seorang lagi berkata, "aku tidak akan pernah tidur
dikasur". Kabar tentang mereka itu sampai ke telinga Rasulullah. Usai
melaksanakan shalat, ia memuji kepada Allah kemudian bersabda, "apa yang
terjadi dengan beberapa orang yang berkata perihal dirinya? Aku sendiri
mendirikan shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku menikahi
perempuan. Barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahku maka ia tidak termasuk
umatku." Shahih Muslim.
Kedua riwayat itu menunjukkan betapa Rasulullah menjadi
teladan utama bagi para sahabat dan seluruh umatnya. Para sahabat yang menemui
istri-istri Rasulullah dan menanyakan perihal ibadahnya itu terkesiap kaget
ketika mendengar betapa berat ibadah yang dijalani oleh Rasulullah. Dalam
riwayat-riwayat lain dipaparkan bagaimana Rasulullah mendirikan shalat tahajud
setiap malam hingga kedua kakinya bengkak-bengkak saking lamanya ia berdiri
dalam shalat. Shalat malam telah menjadi kewajiban bagi Rasulullah meskipun
bagi umatnya shalat itu hukumnya sunnah. Tidak hanya itu, nyaris setiap hari ia
berpuasa sehingga menurut para sahabat, mereka seakan-akan tak pernah melihat
Rasulullah berbuka. Dan, meskipun dosa-dosanya telah diampuni baik yang telah
lalu maupun yang akan datang, Rasulullah tak pernah alpa memohon ampunan kepada
Allah, tak kurang dari tujuh puluh kali dalam sehari. Karena itulah ketiga
sahabat itu merasa takjub dan merasa sangat hina dihadapan Rasulullah. Riwayat
inipun menunjukkan betapa besar kecintaan dan semangat para sahabat untuk
meneladani keutamaan Rasulullah. Generasi sahabat dikenal sebagai generasi yang
sangat taat kepada Rasulullah. Mereka senantiasa berlomba-lomba melakukann
kebaikan dalam berbagai bidang, dalam bidang ibadah maupun muamalah.
Ada beberapa pelajaran lain yang bisa kita ambil dari
riwayat diatas, diantaranya :
1. Rasulullah SAW mendatangi para sahabatnya secara
langsung. Kendati demikian, ia tidak menyebutkan nama seseorang ketika ingin
menasihati dan mengajarkan syariat. Ia hanya mengatakan, "apa yang terjadi
dengan orang-orang?" Dengan begitu, ia memelihara kehormatan mereka dan
berusaha menutupi kesalahan mereka seraya tetap menjalankan kewajibannya yang
utama, yaitu mengajari dan menasihati setiap orang.
2. Hadist itu bertutur tentang pencarian kebenaran yang
dilakukan orang-orang baik dan kemudian mereka berusaha merumuskannya.
Pengkajian dan penelaahan terhadap kebaikan merupakan tanda kecemerlangan akal.
3. Riwayat inipun memberi kita petunjuk bahwa berkaitan
dengan beberapa persoalan tertentu, kita dapat bertanya kepada perempuan.
4. Mengungkapkan amal kebaikan sendiri tidak disalahkan
selama tidak bertujuan untuk pamer atau mencari keuntungan dari orang lain.
5. Hadist inipun memberi kita pelajaran agar tidak
beribadah secara berlebihan karena dikhawatirkan justru akan menimbulkan kebosanan
hingga akhirnya kita meninggalkannya sama sekali. Sebaik-baik orang adalah yang
pertengahan.
6.Kesalahan memahami sering kali menimbulkan kesalahan
yang lebih fatal dan lebih serius. Kesalahan akan berkurang jika orang-orang
memahami aturan dengan baik. Para sahabat dalam riwayat diatas ingin melakukan
ibadah secara ekstrem dan mempraktikkan asketisme dengan maksud agar bisa
mengejar kemuliaan ibadah Rasulullah SAW. Mereka pikir, Nabi SAW saja yang
dosa-dosanya telah diampuni beribadah begitu ketat dan berat sehingga jika
ingin selamat, mereka harus beribadah lebih
keras dan lebih berat dibanding ibadah orang kebanyakan. Namun,
Rasulullah SAW meluruskan pemahaman mereka dengan mengatakan bahwa meskipun
telah dimaafkan, ia tetap menjadi orang yang paling takut kepada Allah
dibanding manusia lainnya dan ia memerintahkan mereka untuk mengikuti sunnahnya
dalam beribadah.
Peristiwa serupa dialami oleh seorang sahabat yang
bernama Kahmas al-Hilali r.a. Ia menuturkan
bahwa setelah menyatakan memeluk Islam, ia mendatangi Rasulullah SAW
mengabarkan keislaman dirinya. Setelah itu ia mengasingkan diri selama setahun
hingga tubuhnya menjadi sangat kurus. Ketika ia kembali, Rasulullah
memandanginya dari atas kebawah. Kahmas bertanya, "apakah Tuan tidak mengenaliku,
wahai Rasulullah?"
Rasulullah menjawab, "siapakah kau?"
"Aku Kahmas al-Hilali."
"Apa yang terjadi denganmu?"
"Setelah aku memeluk Islam dan menemuimu, tak pernah
kulewatkan waktuku tanpa berpuasa, dan aku sangat jarang tidur pada malam
hari."
Rasulullah bertanya, "siapakah yang mengajarimu
untuk menyiksa dirimu sendiri? Berpuasalah sebulan penuh (yakni pada bulan
Ramadhan) dan selain itu puasalah satu hari setiap bulannya."
"Biarkanlah aku mengerjakan lebih dari itu."
"Puasalah sebulan penuh dan selain itu puasalah dua
hari setiap bulannya."
"Biarkanlah aku mengerjakan lebih dari itu, aku
mampu melakukannya."
"Puasalah sebulan penuh dan selain itu puasalah tiga
hari setiap bulannya." HR.Al-Tabari.
Sering kali kekeliruan disebabkan oleh kesalahan
memandang atau memahami seseorang. Berikut ini contoh riwayat yang menuturkan
bagaimana Rasulullah SAW menasihati orang yang melakukan kesalahan karena
pandangannya yang keliru tentang orang lain. Dalam Shahih al-Bukhari, ada
sebuah riwayat dari Sahl ibn Sa'd al-Sa'idi yang menuturkan bahwa suatu ketika
para sahabat berkumpul bersama Nabi SAW. Tidak lama kemudian seorang laki-laki
berjalan melewati mereka. Rasulullah bertanya kepada para sahabat, "apa
pendapat kalian mengenai orang itu?"
Mereka menjawab, "ia adalah orang yang kaya raya.
Demi Allah, jika ia melamar perempuan, ia pasti diterima dan jika ia menengahi
suatu perkara, keputusannya pasti diterima. Rasululllah SAW tidak mengatakan
apa-apa. Tidak lama kemudian seorang laki-laki lain berjalan melintas.
Rasulullah SAW kembali bertanya kepada para sahabat, "apa pendapatmu
mengenai orang itu?"
Mereka menjawab, "wahai Rasulullah ia adalah seorang
muslim yang sangat fakir. Jika ia melamar, lamarannya tidak akan diterima. Jika
ia menjadi penengah, keputusannya tidak akan diterima, dan jika ia berbicara,
pembicaraannya tidak akan didengar."
Rasulullah SAW bersabda, "orang ini jauh lebih baik
daripada laki-laki sebelumnya yang sarat dengan dunia." HR.Al-Bukhari.
Dari riwayat tersebut kita bisa menarik pelajaran penting
bahwa tak semestinya kita menilai seseorang dari penampilan fisik, pakaian yang
dikenakan, atau harta yang dimilikinya. Kemuliaan dan keagungan seseorang tidak
terletak pada penampilan fisik, harta, atau cara bicara dan cara berjalannya,
tetapi ditentukan oleh ketaqwaannya kepada Allah serta kesucian dirinya dari
kekejian dan kemungkaran.
5. INGATKANLAH ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR SENANTIASA
MENGINGAT
ALLAH.
Jundub ibn Abdullah al-Bajali meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW mengirim sekelompok sahabat untuk memerangi kaum musyrik. Kedua
pihak pun bertemu di medan perang. Seorang musyrik bertempur dengan hebat dan
membunuh banyak pasukan muslim. Kemudian seorang muslim menurut Jundub, orang
itu adalah Usamah ibn Zaid bergerak cepat melawan orang itu dan berusaha
membunuhnya. Saat Usamah hendak menebaskan pedangnya, orang musyrik itu berseru,
"la ilaha illallah." Namun, Usamah tetap membunuhnya. Seorang sahabat
menyampaikan peristiwa itu kepada Rasulullah SAW yang kemudian segera memanggil
Usamah dan menanyainya, "mengapa kau tetap membunuhnya?"
Usamah menjawab, "wahai Rasul, ia telah menyebabkan
banyak penderitaan kepada kaum muslim. Ia membunuh beberapa orang seraya
menyebutkan satu persatu korban-korban orang musyrik itu. Karena itulah aku
menyerangnya, dan saat hendak kutebas, ia mengucapkkan la ilaha illallah."
Rasulullah bertanya, "dan kau tetap
membunuhnya?"
"ya."
Apa yang akan kau lakukan ketika la ilaha illallah muncul
pada Hari Kebangkitan?"
Usamah menjawab, "wahai Rasulullah, mohonkanlah
ampunan untukku."
Rasulullah SAW kembali berkata, "apa yang akan kau
lakukan ketika la ilaha illallah muncul pada Hari Kebangkitan?" HR.Muslim.
Dalam riwayat yang lain Usamah ibn Zaid menuturkan,
"Rasulullah SAW mengutus kami untuk memerangi kaum musyrik dan kami tiba
di al-Haraqat dekat Juhainah di pagi hari. Dalam pertempuran itu aku menangkap
seorang musyrik dan saat aku hendak menebas lehernya, ia mengucapkan la ilaha
illallah, namun aku tetap membunuhnya. Aku merasa bersalah dan kemudian
kulaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah bertanya, "ia
telah mengucapkan la ilaha illallah dan kau tetap membunuhnya?"
Aku menjawab, "wahai Rasulullah, ia mengucapkan
kalimat itu hanya untuk menyelamatkan dirinya dari pedangku."
"Apakah kau mengetahui isi hatinya? Bagaimana kau
bisa yakin apakah ia tulus atau tidak?"
Rasulullah terus mengulangi ucapannya itu hingga aku
berharap bahwa aku belum memeluk Islam hingga hari itu." HR.Muslim.
Riwayat berikut ini menjelaskan bagaimana Rasulullah
mengingatkan sahabatnya agar senantiasa mengingat Allah. Jika pada pembahasan
nomor 5, Rasulullah mengajari kita agar tidak menilai seseorang dari penampilan
fisiknya saja, dalam riwayat ini Rasulullah mengajari kita untuk senantiasa
berbaik sangka kepada orang yang telah mengucapkan kalimat tauhid la ilaha
illallah. Sebab, tidak ada seorangpun yang mengetahui isi hati seseorang
sehingga dapat menentukan bahwa seseorang jujur atau berdusta ketika
mengucapkan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid merupakan kalimat pengakuan
yang menandai penyerahan diri seseorang kepada Allah, semestinya kita berbaik
sangka dan menghukumi setiap orang yang telah mengucapkan kalimat itu sebagai
muslim. Setelah itu kita hanya bisa menyerahkan kepada Allah apakah seseorang
jujur dengan pengakuannya ataukah berdusta.
Imam Muslim r.a meriwayatkan bahwa Abu Mas'ud al-Badri
berkata, "aku sedang memukuli budakku dengan cambuk ketika aku mendengar
suara dibelakangku, 'dengarkanlah hai Abu Mas'ud! Namun aku tidak memedulikan
suara itu karena aku sangat marah. Ketika suara itu semakin jelas terdengar, aku
sadar bahwa itu adalah suara Rasulullah SAW. Beliau berkata, 'Dengarkanlah hai
Abu Mas'ud, dengarkanlah hai Abu Mas'ud! Aku meletakkan cambukku (menurut
riwayat lain, ia menjatuhkan cambuknya karena menghormati beliau). Rasulullah
kembali berkata, 'Dengarkanlah hai Abu Mas'ud, Allah lebih berkuasa atasmu
daripada kekuasaanmu atas budak ini.' Aku berkata, 'aku tidak akan
mencambukinya lagi.'
Menurut riwayat lain ia berujar, "wahai Rasulullah,
ia bebas atas nama Allah."
Rasulullah SAW berkata, "jika kau tidak membebaskannya
maka api neraka akan menyambar mukamu, atau api neraka akan menyengatmu."
Menurut cerita lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim,
"Rasulullah berkata, "pasti Allah lebih berkuasa atas dirimu daripada
kekuasaan yang kau miliki." Kemudian Abu Mas'ud membebaskan budaknya
itu." Shahih Muslim.
Dalam riwayat lain Abu Mas'ud al-Anshari berkata,
"aku sedang memukuli seorang budakku ketika aku mendengar seseorang
berkata dari belakangku, 'dengarkanlah hai Abu Mas'ud, dengarkanlah hai Abu
Mas'ud. Aku berbalik dan melihat Rasulullah SAW beliau bersabda, 'Allah lebih
berkuasa atas dirimu melebihi kekuasaanmu atas dirinya.' Setelah kejadian itu
aku tidak pernah memukuli budak-budakku." HR.Al-Tirmidzi.
Riwayat dari Abu Mas'ud itu memberi kita pelajaran agar
kita tidak pernah menghina dan merendahkan siapapun, bahkan kepada seorang
budak sekalipun. Seluruh manusia hanyalah makhluk yang lemah dan hina.
Kekuasaan yang dimiliki manusia tidak akan pernah melebihi kekuasaan Allah yang
maha berkehendak. Riwayat inipun menunjukkan bentuk perhatian Rasulullah kepada
kaum dhuafa dan fakir miskin. Ia sangat menyayangi mereka dan bahkan ia
merupakan pemimpin kaum fakir. Sikap kasar dan menyakiti sesama manusia tidak
akan pernah muncul jika manusia senantiasa mengingat Allah. Orang yang selalu
ingat kepada Allah akan selalu merasa takut kepada-Nya. Ia tak akan merasa
sombong atau merasa lebih berkuasa dibanding orang lain yang lebih lemah.
6. TUNJUKKANLAH KASIH SAYANG KEPADA ORANG YANG BERBUAT
SALAH.
Tunjukkanlah kelembutan dan kasih sayang kepada orang
yang berbuat salah, terutama jika mereka benar-benar menunjukkan penyesalan.
Kita merumuskan banyak riwayat yang menggambarkan betapa Nabi Muhammad
mengasihi sepenuh hati orang-orang yang berbuat salah dan menyesali perbuatannya.
Nabi Muhammad SAW selalu bersikap lembut dan penuh perhatian ketika menghadapi
orang yang datang merendahkan dirinya seraya mengakui kesalahannya dan bertekad
untuk memperbaiki dirinya. Kasus seperti ini biasanya terjadi ketika seseorang
datang menanyakan suatu persoalan hukum dan Nabi Muhammad SAW memberikan
jawabannya.
Ibn Abbas meriwayatkan bahwa seseorang yang telah
menceraikan istrinya karena zihar, menggaulinya lagi, dan kemudian ia
mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata, "wahai Rasulullah, aku
menceraikan istriku karena zihar, lalu aku menggaulinya, padahal aku belum
membayar kafarat."
Nabi Muhammad SAW bertanya, "mengapa kau lakukan
itu? Semoga Allah mengampunimu."
Ia berkata, "aku tergoda saat melihatnya pada malam
hari."
Nabi Muhammad SAW bersabda, "jangan lagi
mendekatinya sampai kau mengerjakan apa yang Allah perintahkan kepadamu."
Shahih Sunan al-Tirmidzi.
Abu Hurairah r.a menuturkan bahwa ketika ia dan para
sahabat lain duduk bersama Rasulullah SAW seorang laki-laki mendatanginya dan
berkata, "wahai Rasulullah, hukumlah aku!"
Nabi Muhammad SAW berkata, "apa yang telah kau
lakukan?"
Ia berkata, "aku telah menggauli istriku padahal aku
sedang berpuasa."
Rasulullah SAW bertanya, "apakah kau mampu
membebaskan seorang budak?"
"Tidak."
"Apakah kau mampu berpuasa dua bulan
berturut-turut?"
"Tidak."
"Apakah kau memiliki harta untuk memberi makan enam
puluh orang miskin?"
"Tidak."
Rasulullah SAW terdiam karena tak ada lagi yang bisa
menjadi kafarat untuk orang itu. Tidak lama berselang, seseorang datang membawa
sekeranjang kurma sebagai sedekah. Rasulullah SAW bertanya, "dimanakah
orang yang tadi bertanya?"
Laki-laki itu menjawab, "ini aku wahai
Rasulullah."
"Ambillah kurma ini dan sedekahkanlah kepada orang
miskin."
"Siapakah yang lebih miskin daripada diriku, wahai
Rasulullah? Demi Allah, di Madinah ini tidak ada keluarga yang lebih miskin
daripada keluargaku."
Rasulullah SAW tersenyum hingga giginya kelihatan,
kemudian bersabda, "berilah makan keluargamu dengan kurma
ini."HR.Al-bukhari.
Sahabat yang melakukan kesalahan itu benar-benar
menunjukkan rasa penyesalannya dan ia tidak bercanda atau menyepelekan masalah
itu. Ia menyesali perbuatannya sehingga mengatakan, "Hukumlah aku!"
Karena itu, ia berhak diampuni dan dikasihani.
7. JANGAN TERBURU-BURU MENYATAKAN BAHWA SESEORANG
BERSALAH.
Diriwayatkan bahwa Umar ibn al-Khatthab mengatakan,
"aku mendengar Hisyam ibn Hakim ibn Hizam membaca surah al-Furqan dan
ternyata bacaannya itu berbeda dengan cara bacaan Rasulullah SAW. Aku hampir
saja menghentikan shalatnya, tetapi aku menunggunya sampai ia mengucapkan
salam. Setelah itu aku menarik dan menggenggam kerah jubahnya, 'siapakah yang
mengajarimu membaca surah dengan bacaan yang tadi kudengar?'
Ia menjawab, 'Rasulullah SAW sendiri yang mengajariku.'
Aku berkata, 'Kau bohong! Rasulullah mengajariku bacaan
yang berbeda dengan bacaanmu.'
Aku mengajaknya menemui Rasulullah, 'wahai Rasul, aku
mendengarnya membaca surah al-Furqan berbeda dengan cara yang engkau ajarkan
kepadaku.'
Rasulullah SAW bersabda, 'biarkan dia sendiri. Hai
Hisyam, bacakanlah untukku.'
Kemudian ia membacanya dengan bacaan seperti yang
kudengar sebelumnya. Rasulullah SAW berkata, 'seperti inilah bagaimana
Al-Qur'an dibacakan.' Kemudian Nabi berpaling kepadaku dan berkata, 'bacalah,
hai Umar.' Lalu aku membacanya seperti ia dulu mengajariku. Rasulullah SAW
bersabda, 'seperti inilah Al-Qur'an dibacakan. Al-Qur'an ini dibacakan dengan
tujuh cara bacaan. Maka, bacalah Al-qur'an dengan cara yang paling mudah
bagimu,"HR.Al-Bukhari.
Dari riwayat tersebut kita bisa menarik beberapa pelajaran
penting :
* Meminta seseorang membaca dihadapan orang lain dan
kemudian membenarkan bacaan keduanya adalah cara yang efektif untuk menunjukkan
bahwa cara baca keduanya benar.
* Rasulullah SAW menyuruh Umar untuk melepaskan Hisyam
agar ia bisa menyiapkan diri untuk membaca dengan tenang. Rasulullah tak mau
terburu-buru menghukumi bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah.
* Seorang pencari kebenaran tidak boleh terburu-buru
menyalahkan pendapat yang berbeda dengan pendapatnya. Ia harus yakin terhadap
pendapatnya sendiri, kemudian memperhatikan pendapat orang lain secara seksama
karena siapa tahu pendapatnya itu menghasilkan kebenaran.
Al-Nasa'i r.a meriwayatkan bahwa Abbad ibn Syurahbil r.a
menuturkan, "aku pergi bersama pamanku ke Madinah dan kami memasuki sebuah
kebun dikota itu. Karena rasa lapar, kami mengambil beberapa gandum sehingga
sebagian tanaman itu tampak rusak. Pemilik kebun itu datang, merampas jubahku,
dan memukulku. Aku menemui Rasulullah SAW untuk melaporkan peristiwa itu dan memohon
pertolongannya. Rasulullah meminta kami dan si pemilik kebun itu menghadap.
Pertama kali ia menanyai si pemilik kebun, 'mengapa kau menyerang dan
memukulnya?'
Ia menjawab,'Wahai Rasulullah, ia memasuki kebunku,
mengambil beberapa gandumku, dan membuat kerusakan didalamnya.'
Rasulullah SAW berkata, 'kau tidak mengajarinya ketika ia
tidak tahu, dan kau tidak memberinya makan saat ia kelaparan. Kembalikanlah
jubahnya.'
Selain itu, Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku agar
memberikan ganti rugi sebesar satu atau setengah wasaq (ukuran
gandum)."Al-Nasa'i.
Riwayat ini memberi kita pelajaran bahwa seharusnya kita
mencari tahu dan menganalisis keadaan seseorang yang berbuat salah sebelum kita
menegur apalagi menyerangnya dengan kekerasan. Pelajarilah penyebab ia
melakukan kesalahan itu atau kondisi orang itu sehingga kita bisa menyikapinya
dengan bijak dan baik. Riwayat itu juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW
tidak menghukum si pemilik kebun karena ia berada dalam posisi yang benar namun
memperlakukan saudaranya secara tidak benar. Rasulullah menjelaskan bahwa
caranya menyikapi persoalan itu tergesa-gesa dan tidak bijak. Ia mengambil
keputusan tidak sesuai dengan saat peristiwa itu terjadi dan tidak
memperhatikan keadaan orang yang melakukan kesalahan itu. Karena itulah
Rasulullah menyuruhnya untuk mengembalikan jubah milik Abbad ibn Syurahbil,
yang saat itu baru saja menempuh perjalanan dan dalam keadaan lapar.
8. PERINGATKANLAH DENGAN LEMBUT.
Sikap keras dan perlakuan yang kasar ketika memperingatkan
atau menasihati orang yang berbuat salah biasanya akan berujung pada keburukan,
bukan kesadaran. Kita bisa mengkaji hadist-hadist Nabi Muhammad SAW yang
menunjukkan contoh bagaimana ia memperlakukan dan menyikapi orang yang berbuat
salah, misalnya ketika ia memperlakukan seorang Badui yang kencing di Masjid
Madinah. Anas ibn Malik menceritakan bahwa ketika para sahabat duduk bersama
Rasulullah didalam masjid, seorang Badui datang dan kencing didalam masjid.
Para sahabat berkata, "hei, hentikan, dan pergilah!" Namun,
Rasulullah berkata, "jangan ganggu dia. Biarkanlah!"
Para sahabat membiarkannya sampai ia selesai kencing
kemudian Rasulullah SAW memanggilnya dan berkata, "masjid bukanlah tempat
untuk kencing atau buang air besar. Masjid adalah tempat untuk mengingat Allah,
melaksanakan shalat, dan membaca Al-Qur'an, atau ibadah lainnya." Setelah
itu Rasulullah menyuruh seorang sahabat mengambil seember air untuk menyiram
air kencing itu dan beliau ikut membantu membersihkannya. Shahih Muslim.
Nabi Muhammad SAW memberi contoh tentang bagaimana
menyikapi orang bodoh yang melakukan kesalahan. Ia memperlakukannya dengan
ramah dan lembut. Para sahabat, semoga Allah meridhai mereka, berusaha
menghentikan si Badui itu karena mereka sangat memperhatikan kesucian dan tak
mau ada najis di masjid suci itu. Karena alasan itulah mereka meneriaki
laki-laki badui itu, berusaha menghentikan, dan menegurnya dengan keras. Mereka
serempak mengatakan, "berhenti!" Ketika melihat laki-laki itu hendak
kencing didalam masjid. Namun, Nabi SAW mempertimbangkan dua pilihan sikap,
antara menghentikannya dan membiarkannya. Jika para sahabat itu dibiarkan
melarang laki-laki Badui itu, bisa jadi akibatnya akan lebih buruk. Mungkin
laki-laki itu akan menahan kencingnya, yang bisa membuatnya sakit. Dan jika ia
tidak bisa menahannya, dikhawatirkan air kencingnya itu akan menyebar kesemua
area masjid, karena ia takut kepada para sahabat yang mengejarnya, atau karena
ia kencing berpindah-pindah menghindari para sahabat. Nabi Muhammad SAW
memiliki pertimbangan yang lebih matang
dan pemikiran yang lebih tepat sehingga ia meminta para sahabat membiarkan
laki-laki itu menuntaskan hajatnya. Kencing di masjid memang sebuah kesalahan,
tetapi kesalahan itu menjadi lebih besar jika ia mengotori seluruh masjid.
Penyelesaian atas kesalahan itu sederhana saja, yakni menyiram bagian masjid
yang dikencingi dengan seember air. Karena itulah Rasulullah mengatakan kepada
para sahabatnya agar membiarkan laki-laki itu. Itulah langkah yang paling baik
daripada melarang atau menakut-nakutinya.
Setelah laki-laki itu menuntaskan kencingnya, Rasulullah
menanyainya, 'apakah kau bukan seorang muslim?'
Ia menjawab, 'tentu saja aku muslim.'
'Mengapa kau kencing didalam masjid kita?'
'Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku pikir
masjid seperti tempat lainnya sehingga aku bisa kencing didalamnya.' Kemudian
Rasulullah SAW meminta seember air dan menyirami kencing itu.
Kebijakan dan kelembutan Rasulullah SAW itu ternyata
berpengaruh besar terhadap kejiwaan laki-laki Badui itu. Ibn Majah meriwayatkan
bahwa Abu Hurairah berkata, "seorang Badui memasuki masjid yang didalamnya
ada Rasulullah sedang duduk bersama para sahabat. Laki-laki itu mendekati
Rasulullah SAW, kemudian duduk, dan berkata, 'Ya Allah, ampunilah aku dan
Muhammad, dan jangan ampuni orang lain.'
Rasulullah SAW tersenyum dan berkata, 'Kau membatasi
sesuatu yang lebih luas.'
Lalu orang Badui itu berdiri dan berjalan ke bagian lain
masjid, membuka celananya, dan langsung kencing. Si Badui menuturkan apa yang
terjadi kemudian, "Setelah kencing, aku melihat Rasulullah bangun. Demi
Allah, ia tidak menegur atau menghinaku. Rasulullah hanya berucap, 'kita tidak
boleh kencing didalam masjid, karena masjid didirikan hanya untuk berzikir
kepada Allah dan melaksanakan shalat.' Kemudian Rasulullah meminta seember air
dan menyiram air kencingku." Sunan Ibnu Majah.
Ibnu Hajar r.a menyebutkan dalam tafsirnya berapa
pelajaran yang dapat kita tarik dari hadist tersebut :
* Kita harus bersikap ramah ketika menghadapi orang bodoh
dan mengajarinya apa yang perlu ia ketahui tanpa menegurnya. Terlebih lagi jika
orang bodoh itu tidak menunjukkan kebengalan, tidak keras kepala, dan bertekad
untuk mencari pengetahuan.
* Nabi Muhammad SAW selalu bersikap ramah dan lembut
kepada siapapun, terlebih lagi kepada orang fakir dan orang awam.
* Para sahabat Rasulullah SAW telah terdidik untuk
senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian masjid sehingga tanpa meminta izin
Nabi Muhammad SAW ramai-ramai mereka hendak menghentikan orang Badui itu.
Mereka juga telah terbiasa menyeru orang-orang kepada kebaikan dan mencegah
mereka dari kemungkaran. Mereka merasa tak perlu lagi menunggu perintah Nabi
untuk urusan tersebut.
* Kita harus segera menghilangkan sesuatu yang
dipersoalkan jika memang tidak ada halangan. Ketika laki-laki Badui itu selesai
kencing, Rasulullah langsung meminta seember air kepada para sahabat untuk menghilangkan najis itu.
9. JELASKANLAH DAMPAK NEGATIF SUATU KESALAHAN.
Ibn Umar, Muhammad ibn Ka'b, Zaid ibn Aslam, dan Qatadah
meriwayatkan bahwa dalam perjalanan pulang dari perang Tabuk, seseorang
berkata, "tidak ada yang lebih menyukai makanan, yang paling menyukai
kebohongan, dan yang paling penakut dalam peperangan kecuali para qari
kita."
Auf ibn Malik berseru, "kau bohong! Kau munafik!
Sungguh aku akan melaporkan ucapanmu itu kepada Rasulullah,' ujarnya seraya
bergegas menemui Rasulullah SAW. Setibanya didepan Rasulullah, ternyata pada
saat yang sama beliau menerima wahyu tentang hal itu. Orang munafik itu datang
menemui Rasulullah yang saat itu sedang menunggang unta. Ia berkata, 'wahai
Rasulullah, kami hanya bercanda dan tidak ada maksud apa-apa dengan ucapan itu
kecuali mengisi waktu dalam perjalanan."
Ibn Umar berkata, "aku melihat orang itu memegang tali
kekang unta Rasulullah, menendang kerikil, dan berkata, 'wahai Rasul, kami
hanya bercanda, tak ada maksud lain,' sementara Rasulullah SAW membacakan ayat
: 'Dan jika kau menanyai mereka, niscaya mereka akan berkata, "kami hanya
bercanda dan mengisi kekosongan." Katakanlah, "apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya kalian mengolok-olok?"
QS.Al-Tawbah[9]:65.
Firman Allah itu dengan tegas menegur dan memperingatkan
orang yang memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya. Meskipun mengaku
bahwa ia sedang bercanda, kesalahan yang dilakukan orang itu benar-benar fatal
sehingga bukan para sahabat atau Rasulullah yang menegurnya, melainkan Allah
langsung mewahyukan firman-Nya. Tak ada yang boleh bercanda dan memperolok-olok
Allah, Rasulullah, dan ayat-ayat-Nya. Jika kesalahan seperti itu dibiarkan,
tentu akan berpengaruh buruk terhadap umat Islam. Orang-orang tidak akan merasa
takut untuk bercanda dan memperolok-olokk
keagungan Allah atau Rasul-Nya. Karena itulah Allah langsung menurunkan
firman-Nya.
10. JELASKANLAH BAHWA KESALAHAN SESEORANG BISA
MENIMBULKAN KESALAHAN YANG LEBIH SERIUS.
Abu Tsa'labah al-Khasyani berkata, "setiap kali
berhenti disebuah tempat untuk beristirahat dalam perjalanan, para sahabat
biasanya langsung berpencar mencari tempat yang teduh dan nyaman pilihan mereka
masing-masing. Suatu ketika Rasulullah SAW melihat kelakuan mereka dan ia
berkata, 'kalian membubarkan diri dan berpencar. Ketahuilah, itu merupakan
perbuatan setan.' Sejak saat itu, setiap kali berhenti untuk berisitrahat, para
sahabat tak lagi bubar dan berpencar. Mereka tetap berhimpun dan saling
berdekatan sehingga dikatakan bahwa seandainya jubah dibentangkan, tentu akan
meneduhi mereka semua." HR.Abu Dawud r.a
Disini kita melihat betapa Rasulullah sangat menyayangi
dan senantiasa memperhatikan para sahabatnya. Itulah contoh perhatian seorang
pemimpin kepada pasukannya. Bubar dan berpencarnya para sahabat ketika
mendirikan kemah merupakan taktik yang diembuskan setan untuk melemahkan orang
Islam sehingga musuh mudah menyerang mereka. Kebiasaan berpencar akan
menyulitkan para sahabat untuk membantu kelompok sahabat yang mendapat serangan
dari musuh.
Dalam riwayat inipun kita menyaksikan ketaatan dan
kepatuhan para sahabat kepada Rasulullah SAW yang merupakan pimpinan mereka.
Ketika Rasulullah memerintahkan atau melarang sesuatu, mereka langsung
mematuhinya.
Riwayat lain memberikan contoh tentang bagaimana Nabi
Muhammad SAW menegur sahabat yang melakukan kesalahan yang akan mengakibatkan
kesalahan yang lebih serius. Al-Nu'man ibn Basyir meriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW bersabda, "Luruskan dan rapatkan shaf (barisan) kalian, atau Allah
akan membuat kalain terpecah-pecah." HR.Al-Bukhari.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahih-nya dari Sammak ibn
Harb bahwa ia mendengar al-Nu'man ibn Basyir berkata, "Rasulullah SAW
biasanya meluruskan shaf dalam shalat dengan teguran yang keras sehingga ia
merasa yakin bahwa kami telah memahami dan mematuhi perintahnya. Suatu hari,
Rasulullah datang dan ketika akan mengucapkan takbiratul ihram, ia berkata
karena melihat seseorang yang barisannya tidak lurus, 'hai hamba Allah,
luruskan dan rapatkan barisanmu, atau Allah akan membuat kalian
tercerai-berai." Shahih Muslim.
Al-Nasa'i meriwayatkan dari Anas r.a bahwa Rasulullah SAW
berkata, "luruskan barisan kalian dan rapatkan satu sama lain. Buatlah
leher kalian dalam satu garis yang lurus. Demi Zat yang menguasai jiwa
Muhammad, aku melihat setan datang ditengah-tengah barisan kalian seakan-akan
kalian adalah domba-domba kecil yang terpencar."Shahih Al-Nasa'i.
Ketika menegur dan meyakinkan seseorang yang berbuat
salah, kita harus menjelaskan dampak dan akibat buruk yang akan terjadi jika ia
kembali melakukan kesalahan itu. Dampak dan akibat buruk itu bisa jadi akan
memengaruhi si pelaku sendiri atau mungkin menyebar dan membahayakan
orang-orang disekitarnya.
Abu Dawud r.a dalam sunan-nya, meriwayatkan dari Ibn
Abbas r.a bahwa seorang sahabat mengutuk angin. Diriwayatkan bahwa jubah salah
seorang sahabat ditiup angin, dan kemudian ia mengutuk angin itu. Rasulullah
SAW bersabda, "jangan mengutuknya, karena angin hanya bekerja sebagaimana
ia diperintahkan. Jika seseorang mengumpat sesuatu yang tidak layak dikutuk
maka kutukannya akan berbalik mengenai dirinya." HR.Abu Dawud.
Contoh yang lain diriwayatkan oleh al-Bukhari r.a dalam
shahih-nya dari Abdurrahman ibn Abi Bakrah dari ayahnya bahwa seseorang memuji
orang lain dihadapan Rasulullah SAW. Menurut riwayat yang diceritakan oleh
Muslim, seseorang berkata, "wahai Rasulullah, tidak ada seorangpun selain
Rasulullah, yang lebih baik daripada si Fulan dalam urusan
tertentu."Shahih Muslim.
Rasulullah SAW berkata kepadanya, "celakalah kau!
Kau telah memotong kerongkongan sahabatmu!" Rasulullah mengatakan kalimat
itu beberapa kali kemudian berkata, "jika kalian bersikukuh ingin memuji
sahabat kalian, katakanlah, 'aku pikir si fulan begini-begini,' dan hanya Allah
yang mengetahui kebenarannya. Aku sendiri tidak akan merasa lebih tahu
dibanding Allah mengenai kebaikan seseorang. Aku akan mengatakan,
"menurutku, si fulan begini dan begini." Hanya Allah yang mengetahui
kebenarannya."Shahih Al-Bukhari.
Menurut riwayat yang diceritakan oleh Al-bukhari dalam
al-Adab al-Mufrad, Mihjan al-Aslami r.a mengatakan, "ketika kami tiba di
masjid, Rasulullah SAW melihat seseorang melaksanakan shalat, bertakbir dan
rukuk. Rasulullah SAW bertanya kepadaku, 'siapakah dia?' Aku mulai memujinya
dan berkata, 'wahai Rasul, ini adalah si fulan, dan ia begini-begini.' (Menurut
riwayat lain, juga dalam al-Adab al-Mufrad, seorang sahabat berkata, 'ini
adalah si fulan. Dalam urusan shalat, ia adalah laki-laki terbaik di Madinah).'
Rasulullah SAW bersabda, 'Diam! Pujianmu itu akan menghancurkannya andai ia
mendengarnya.'
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa memuji seseorang secara
berlebihan merupakan kesalahan yang akan berdampak buruk. Tindakan seperti itu
mungkin akan membuat orang yang dipuji merasa bangga dan sombong. Hatinya akan
dipenuhi keangkuhan dan keagungan diri sendiri, dan ia mulai berlagak
menunjukkan keagungan dirinya. Ia merasa nyaman dengan pujian itu. Pada
gilirannya, pujian itu akan mengantarkannya pada kehancuran, yang dimaksudkan
oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, "kau telah menghancurkannya,"
atau "kau telah memotong kerongkongan orang itu," atau "kau
telah mematahkan punggung orang itu."
Selain itu, jika seseorang berlebih-lebihan memuji orang
lain dan mengucapkan sesuatu yang tidak ia yakini kebenarannya, atau
mengungkapkan sesuatu yang tidak diketahuinya, atau bahkan berdusta mengatakan
sesuatu yang tidak benar hanya untuk menyenangkan orang yang dipujinya, ia
berarti telah menimpakan bencana. Terlebih lagi, jika orang yang dipujinya
adalah orang yang sering melakukan kejahatan atau penindasan.
Jadi, memuji orang lain tidak dilarang, karena Rasulullah
SAW pun memuji langsung beberapa orang. Penjelasan yang lebih lengkap mengenai
tema ini terdapat dalam shahih muslim, dalam bab yang berjudul "al-nahy
'an al-madh idza kana fihi if-rath wa khifa minhu fitnah 'ala al-mamduh
(larangan memuji seseorang secara berlebihan atau jika dikhawatirkan akan
memunculkan fitnah bagi orang yang dipuji.
Seseorang yang menyadari kekurangan dan kehinaan dirinya
tidak akan rusak oleh pujian. Jika ia dipuji, ia tidak akan menjadi sombong,
karena ia mengetahui keadaan dan sifat dirinya. Beberapa ulama salaf
mengatakan, "jika seseorang dipuji, ucapkanlah 'Ya Allah, ampunilah aku atas
apa yang mereka tidak ketahui, jangan menyuruhku bertanggung jawab atas apa
yang mereka katakan, dan jadikanlah aku lebih baik dari pada yang mereka
pikirkan." HR.Al-Bukhari.
11. PRAKTIKKANLAH APA YANG ANDA NASIHATKAN.
Dalam banyak kasus, nasihat dengan perbuatan nyata lebih
efektif daripada kata-kata. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW Jubair
ibn Nufair meriwayatkan dari ayahnya bahwa ia mendatangi Rasulullah SAW, yang
meminta air, kemudian berkata, "wudhulah, hai Abu Jubair."
Abu Jubair memulai wudhu dengan berkumur. Rasulullah SAW
bersabda, "jangan berwudhu dimulai dengan mulutmu, Abu Jubair. Karena
orang kafir pun melakukan itu." Kemudian Rasulullah SAW meminta air,
membasuh tangannya sampai bersih, lalu berkumur tiga kali, menghirup air untuk
membersihkan hidungnya tiga kali, membasuh mukanya tiga kali, membasuh tangan
kanannya sampai siku tiga kali, dan tangan kirinya tiga kali, mengusap kepala,
dan membasuh kakinya."HR.Al-Baihaqi.
Kita melihat dalam riwayat ini bahwa Rasulullah SAW secara
langsung menghentikan sahabat yang melakukan kesalahan dalam beribadah. Beliau
melarangnya memulai wudhu dengan berkumur, karena orang kafir memulainya dengan
mulut. Maksudnya, orang kafir tidak membasuh tangannya terlebih dahulu sebelum
minum dari cangkir atau gelas-ini tafsiran yang dikemukakan oleh Syekh Abdul
Aziz ibn Baz. Namun yang paling penting, Rasulullah kemudian mempraktikkan cara
berwudhu yang benar. Dengan mempraktikkan secara langsung, sahabat bisa
memahami teknik dan cara-cara berwudhu yang benar dan sesuai dengan syariat.
Rasulullah selalu memberikan teladan yang baik kepada
umatnya. Ia senantiasa mengerjakan apa yang dinasihatkan dan diajarkan kepada
mereka. Dalam urusan apapun, ia selalu menjadi yang terdepan. Dialah hamba
Allah yang paling takut kepada-Nya meskipun seluruh dosanya telah diampuni oleh
Allah. Dia juga menjadi pemimpin yang paling baik dan paling mengasihi umatnya.
Sebagai pemimpin umat, Rasulullah tak mau menjadi orang yang lebih kaya
dibanding umatnya yang paling miskin. Dia juga memberi contoh yang paling baik
tentang menjadi suami dan kepala keluarga yang sangat menyaayangi anggota
keluarganya. Karena itulah Allah memperingatkan bahwa orang yang tidak
melakukan apa yang dikatakannya niscaya akan mendapat murka-Nya.
12. BERILAH ALTERNATIF YANG BENAR.
Abdullah ibn Mas'ud berkata, "jika melaksanakan
shalat dibelakang Nabi Muhammad SAW kami terbiasa mengucapkan, 'keselamatan
bagi Allah dari para hamba-Nya, keselamatan bagi fulan." Nabi Muhammad SAW
bersabda, "jangan ucapkan, 'keselamatan bagi Alllah, karena Allah adalah
keselamatan" (al-salam). Tetapi katakanlah, 'al-tahiyyatu lillahi wa
al-shalawatu wa al-thayyibatu, al-salamu 'alayka ayyuha al-nabiyyu wa
rahmatullahi wa barakatuhu, wa al-salamu 'alayna wa ala ibadillahi al-shalihin.'
Dengan mengucapkan itu, berarti kau memasukan setiap hamba Allah yang berada
dilangit maupun yang berada antara langit dan bumi. Kemudian katakanlah :'aku
bersaksi tiada tuhan selain Allah dan kau bersaksi bahwa Muhammad utusan dan
Rasul-nya.' Kemudian pilihlah doa apa saja yang kau sukai, dan bacalah doa
tersebut."HR.Al-Bukhari.
Riwayat lain yang berkaitan dengan topik ini diceritakan
oleh Anas r.a, yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melihat ada ludah diarah
kiblat dan hal itu membuatnya sangat marah. Kemarahannya tampak jelas dari
perubahan raut mukanya yang memerah. Ia berdiri dan membersihkan ludah dengan
tangannya sendiri kemudian bersabda, "ketika salah seorang diantara kalian
melaksanakan shalat maka sesungguhnya ia sedang berbicara kepada tuhan.
Tuhannya ada diantara dirinya dan kiblat. Maka, kalian tidak boleh meludah
kearah kiblat. Meludahlah kearah kiri atau kebawah kakinya." Kemudian Nabi
Muhammad SAW memegang ujung jubahnya, meludahinya dan mengelap bagian itu
dengan bagian yang lain, lalu berkata, "atau lakukanlah seperti ini."
HR.Al-bukhari.
Contoh lain diriwayatkan oleh Abu Sa'id al-Khudri r.a ia
menuturkan, "Bilal mendatangi Nabi dengan membawa kurma yang sangat baik.
Nabi SAW bertanya, 'dari manakah kurma-kurma ini?'
Bilal menjawab, 'kami punya kurma yang kurang baik
kualitasnya sehingga aku menukarkan dua takar kurma yang jelek itu dengan satu
takar kurma yang baik agar kami bisa memberikannya kepadamu Nabi.'
Mendengar ucapan Bilal, Nabi Muhammad SAW bersabda,
'oh,oh! Itu riba, seperti itulah hakikat riba! Jangan lakukan itu. Jika kau
ingin membeli, juallah kurmamu terlebih dahulu dan kemudian belilah kurma yang
kau inginkan dengan uang hasil penjualan itu." HR.Al-Bukhari.
Jika kita perhatikan saat ini, para dai atau mubalig yang
menyeru kepada kebaikan dan mencegah orang-orang dari kemungkaran memiliki
kelemahan yang sama. Mereka sering kali lebih mengandalkan pada ucapan dan
ceramah mengenai kebaikan tetapi tidak mementingkan praktik atau amal nyata.
Atau, mereka menunjukkan kesalahan dan keburukan yang dilakukan orang-orang
seraya menyebutnya sebagai kejahatan, tetapi mereka tidak memberikan jalan
alternatif, atau memberikan penjelasan mengenai apa yang seharusnya dilakukan
jika seseorang melakukan kesalahan.
Telah dikenal luas bahwa Islam senantiasa memberikan
jalan alternatif yang berguna dan menguntungkan manusia sebagai pilihan yang
lebih baik dari pada sesuatu yang diharamkan. Ketika zina dilarang, Islam
mensyariatkan bahwa menganjurkan pernikahan; ketika riba dilarang, Islam
mengizinkan perdagangan; ketika babi, bangkai, dan daging hewan yang bertaring
atau bercakar diharamkan, Islam mengizinkan memakan daging hewan ternak yang
disembelih dengan benar dan hewan-hewan lain yang dibolehkan. Banyak lagi
contoh lain yang menunjukkan bahwa Islam selalu menyediakan alternatif yang
lebih baik dari pada memilih jalan yang diharamkan oleh Allah. Jika seseorang
melakukan kesalahan, Islam mengajarinya untuk membersihkan diri dan bertaubat
sebagaimana dijelaskan dalam berbagai rujukan tentang taubat dan kafarat
(penebusan). Karena itu, seorang dai yang mengajak manusia kejalan Islam harus
mengikuti contoh yang ditunjukkan syariat dalam hal memberikan jalan alternatif
dan menemukan cara yang bisa diterima.
Penting untuk dikemukakan disini bahwa jalan alternatif
hanya diberikan jika memang situasinya memungkinkan. Sering kali kita harus
menegur dan memperingatkan orang yang berbuat salah tanpa bisa memberikan jalan
alternatif karena situasinya tidak memungkinkan. Misalnya, situasi masyarakat
disekitarnya yang cenderung telah kotor, rusak, dan jauh dari syariat, atau
karena kita tak menemukan jalan lain sebagai alternatif untuk kesalahan yang
dilakukannya. Kita hanya ingin menghentikan kesalahan itu dan mengubahnya
meskipun tak bisa menawarkan alternatif lain untuk menggantikannya. Contoh yang
paling aktual dan berjalin kelindan dengan kehidupan kita sehari-hari adalah
persoalan keuangan dan investasi. Dewasa ini, sistem ekonomi modern dikuasai
oleh negara-negara kafir sehingga mereka menerapkan sistem transaksi keuangan
yang ribawi. Sistem keuangan dan investasi itu dibawa dan diadopsi oleh
negara-negara Islam yang masih tergolong lemah dalam bidang ekonomi dan
kesejahteraan. Memang Islam memiliki sistem keuangan dan transaksi ekonomi yang
baik. Namun, situasi sosial ekonomi tidak memungkinkan mereka untuk menerapkan
sistem keuangan atau investasi syariah itu. Karena itulah banyak umat Islam
yang tidak bisa menghindari sistem ekonomi ribawi dan bergelut didalamnya.
Mereka hanya bisa menerima bahwa sistem itu salah, tetapi tidak bisa menerapkan
sistem yang lebih diterima syariat.
13. BIMBINGLAH MANUSIA AGAR TERHINDAR DARI PERBUATAN
SALAH.
Abu Umamah ibn Sahl ibn Hanif meriwayatkan dari ayahnya
bahwa Rasulullah SAW pergi bersama para sahabat menuju Makkah hingga akhirnya
mereka tiba di lembah al-Khazar dekat al- juhfah. Ketika mereka beristirahat,
Sahl ibn Hanif mandi membersihkan dirinya. Ia dikenal sebagai orang yang tampan
dengan kulit yang putih bersih. Ketika Sahl mandi, Amir ibn Rabiah, dari
keluarga Banu Adi ibn Ka'b, melihatnya dan berkata, "aku belum pernah
melihat sesuatu seperti yang kulihat saat ini, bahkan perawan yang terhijab pun
tidak seperti ini!"
Sahl terkejut dan ia terjerembab ke tanah (ia memiliki
penyakit ayan).
Rasulullah SAW datang dan seseorang berkata kepadanya,
"apakah anda ingin melihat Sahl? Demi Allah, ia tidak bisa mengangkat
kepalanya atau bangun."
Rasulullah SAW bertanya, "Siapakah yang membuatnya
seperti ini?"
Mereka menjawab, "Amir ibn Rabiah melihatnya ketika
ia mandi."
Rasulullah SAW memanggil Amir, memarahinya, dan berkata,
"mengapa kalian ingin membunuh saudara kalian sendiri? Jika setiap orang
diantara kalian melihat saudaranya memiliki suatu kebaikan, doakanlah kebaikan
untuknya." Kemudian Rasulullah berkata kepada Amir ibn Rabiah,
"bersihkanlah tubuhmu dan bantulah dia." Amir ibn Rabiah membersihkan
mukanya, tangannya sampai sikunya, kakinya hingga lututnya, bagian atas dan
bagian dalam kakinya. Kemudian Nabi bersabda, "Tuangkanlah air itu kepadanya."
Maka ia menuangkan air itu ke kepala dan punggungnya dari belakang, kemudian ia
mengangkat ember itu. Setelah itu Sahl pergi bersama para sahabat lainnya tanpa
merasa sakit sedikitpun." HR.Imam Ahmad.
Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari
riwayat ini, yaitu :
* Seorang guru (dalam riwayat ini adalah Nabi Muhammad
SAW) akan memarahi orang yang menyebabkan kesulitan dan keburukan kepada
saudaranya sesama muslim.
* Rasulullah SAW menjelaskan dampak buruk dari kesalahan
yang mungkin membahayakan.
* Rasulullah SAW menunjukkan cara untuk mencegah bahaya
yang mungkin menimpa seorang muslim.
14. JANGAN MEMBAHAS KESALAHAN SESEORANG SECARA LANGSUNG
DAN
SAMPAIKANLAH
DENGAN UNGKAPAN UMUM.
Anas ibn Malik berkata, "Nabi bersabda, 'apa yang
terjadi dengan orang-orang yang mengangkat pandangannya kelangit saat ia
melaksanakan shalat?' Rasulullah bersikap keras sehingga mengatakan, 'mereka
harus berhenti melakukan itu! Kalau tidak, Allah akan mengambil penglihatan
mereka.'HR.Al-Bukhari.
Ketika Aisyah ingin membeli seorang budak peempuan yang
bernama Barirah, para pemiliknya menolak kecuali jika mereka tetap bisa
berhubungan dengan budak itu. Ketika mendengar kabar itu, Nabi Muhammad SAW
bangkit dan bergegas menemui mereka. Setelah memuji Allah dan bersyukut
kepada-Nya, Rasulullah SAW bersabda, "mengapa ada orang-orang yang
memaksakan syarat yang tidak disebutkan dalam kitab Allah? Tidak ada syarat
yang tak disebutkan dalam kitab Allah yang dianggap sah, bahkan meskipun ada
ratusan syarat. Keputusan Allah adalah paling benar. Syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Allah bersifat mengikat. Hubungan kesetiaan (wala) seorang
budak adalah kepada orang yang memerdekakannya ."HR.al-Bukhari.
Aisyah r.a berkata, "Nabi melakukan sesuatu sehingga
hal itu diperbolehkan, tetapi beberapa orang merasa bahwa mereka sanggup
melakukan lebih dari itu. Kabar mengenai tingkah laku orang-orang itu didengar
oleh Nabi dan ia segera menemui mereka. Setelah memuji Allah dan bersyukur
kepada-Nya, Rasulullah bersabda, 'mengapa ada orang-orang yang berpikir mereka
bisa melakukan sesuatu melebihi yang bisa kulakukan? Demi Allah, aku lebih tau
mengenai Allah daripada mereka, tetapi akupun yang paling takut kepada-Nya
dibanding mereka."HR.Al-Bukhari.
Al-Nasa'i meriwayatkan dalam Sunan-nya bahwa Nabi SAW
mengerjakan shalat subuh dan membaca surah Al-Rum, tetapi bacaannya bercampur
dengan surah yang lain. Usai mengerjakan shalat, Rasulullah bersabda,
"mengapa masih ada diantara kalian yang melaksanakan shalat bersama kami
tetapi tidak menyucikan dirinya dengan benar? Orang itulah yang membuatku kacau
ketika aku membaca Al-Qur'an. Sunan Al-Nasa'i.
Ahmad r.a meriwayatkan bahwa Abu Raul al-Kala'i
mengatakan, "Rasulullah SAW memimpin shalat dan membaca Surah al-Rum,
tetapi bacaannya agak kacau pada salah satu bagian. Usai melaksanakan shalat,
Rasulullah bersabda, 'setan membuat kacau bacaanku, karena ada orang yang
mendirikan shalat tanpa berwudhu.' Jika kalian hendak melaksanakan shalat,
berwudhulah dengan sempurna."
Ada banyak hadist lain yang menunjukkan bahwa Nabi tidak
pernah menyebutkan jati diri orang yang melakukan kesalahan. Ia menegur
seseorang dengan ungkapan yang ditujukan kepada semua orang. Teknik menegur
secara tak langsung dan tanpa penyebutan jati diri orang yang bersalah memiliki
sejumlah keuntungan, diantaranya :
* Dapat menghindari reaksi negatif dari orang yang
berbuat salah sehingga ia tidak akan merasa sakit hati, dengki, atau dendam
kepada orang yang menegur atau menasihatinya.
* Teknik seperti ini lebih mudah diterima dan bekerja
lebih efektif.
* Teknik seperti ini akan merahasiakan kesalahan
seseorang didepan umum.
*Teknik seperti ini akan meningkatkan kehormatan orang
yang menegur atau menaasihati sehingga ia lebih disegani dan nasihatnya lebih
didengarkan.
Penting untuk diperhatikan bahwa metode ini yang
mempergunakan ungkapan umum atau simbolis untuk menegur orang yang berbuat
salah tanpa menyebutkan nama atau jati dirinya selayaknya hanya dipergunakan
jika kesalahannya itu tidak diketahui oleh orang-orang. Namun, jika banyak
orang mengetahui kesalahan yang dilakukan seseorang, dan ia pun tahu bahwa
masyarakat mengetahui kesalahannya, metode penasihatan yang lebih tepat adalah
menegurnya secara langsung, tanpa menyembunyikan jati dirinya. Jika perlu, kita
dapat memberikan teguran atau nasihat dengan keras. Kepada orang yang berbuat
salah dan kesalahannya telah diketahui umum, lebih baik digunakan cara yang
lebih jelas dan tegas. Namun, dampak yang akan ditimbulkan mungkin
berbeda-beda, tergantung pada siapa yang memberikan nasihat, didepan siapa
nasihat diberikan, dan apakah nasihat itu disampaikan dengan cara yang
provokatif dan agresif, ataukah dengan cara yang ramah dan sopan.
Nasihat atau teguran secara tak langsung munkgin bisa
bekerja efektif untuk menyadarkan orang yang melakukan kesalahan dan
kesalahannya telah diketahui umum apabila dipergunakan dengan bijak dan cermat.
15. JELASKANLAH BAHWA SEMUA ORANG MENENTANG KESALAHAN.
Metode ini hanya mungkin dipergunakan dalam keadaan yang
sangat terbatas, ketika pandangan orang-orang disatukan untuk mencegah
berlangsungnya sesuatu keburukan atau agar sesuatu tidak bertambah buruk.
Metode ini layak digunakan jika nasihat yang kita sampaikan tidak membuat
perubahan sedikitpun sehingga dibutuhkan pendapat dan nasihat dari banyak orang
yang sama-sama menentang kesalahannya.
Berikut ini sebuah riwayat yang menuturkan bagaimana Nabi
Muhammad SAW mempergunakan metode ini. Abu Hurairah menceritakan,
"seseorang menemui Nabi Muhammad SAW dan mengadukan kesalahan tetangganya.
Nabi berkata, 'kembalilah, dan bersabarlah.' Namun orang itu kembali menemui
Nabi Muhammad SAW hingga dua atau tiga kali. Karena itu, Nabi Muhammad SAW
berkata kepadanya, 'pergilah dan tinggalkanlah barang-barangmu dijalan.'
Laki-laki itu pergi dan meletakkan barang-barangnya dijalan. Orang-orang
menanyainya apa yang terjadi, dan ia memberitahukan masalahnya kepada mereka.
Orang-orang mulai mengutuk tetangga orang itu seraya berkata, 'semoga Allah
menimpakan sesuatu kepadanya.' Melihat banyak orang yang mengutuknya, si
tetangga itu mendatanginya dan berkata, 'ambillah kembali barang-barangmu.
Setelah hari ini, kau tidak akan lagi melihat sesuatu yang tidak kau sukai
dariku." HR.Abu Dawud.
Metode ini merupakan kebalikan dari metode berikut ini
yang juga dipergunakan dalam kondisi tertentu untuk melindungi pribadi dari
kejahatan umum sebagaimana akan kami jelaskan berikut ini.
16. JANGAN MEMBANTU SETAN DENGAN MEMUSUHI ORANG YANG
BERBUAT
SALAH.
Umar ibn al-Khatthab meriwayatkan bahwa pada masa Nabi
Muhammad SAW ada seorang pria bernama Abdullah yang punya nama julukan
"Himarr" (keledai). Laki-laki itu sering kali membuat Rasulullah
tertawa senang. Nabi telah melarangnya minum arak. Suatu ketika ia dibawa
kepada Nabi dan beliau memerintahkan sahabat untuk mencambuknya (karena minum
arak). Seorang sahabat berkata, "ya Allah, laknatlah dia! Betapa sering ia
dihukum karena minum arak!"
Nabi Muhammad SAW bersabda, "jangan kutuk dia. Demi
Allah, semua yang aku tahu tentang dia adalah bahwa dia mencintai Allah dan
Rasul-Nya."HR.Al-Bukhari.
Menurut riwayat lain, "kemudian Rasulullah SAW
berkata kepada para sahabatnya, 'nasihatilah dia.' Mereka mendekatinya kemudian
berkata, 'sungguh kau tidak pernah mengingat Allah, kau tidak takut kepada
Allah, dan kau tidak merasa malu dihadapan Rasulullah SAW." Kemudian
mereka meninggalkannya pergi. Nabi Muhammad bersabda, 'ucapkanlah : "ya
Allah, maafkanlah dia. Ya Allah, sayangilah dia."HR.Abu-Dawud.
Menurut riwayat lain, "ketika ia pergi menjauh,
beberapa orang berkata, 'mudah-mudahan Allah memberikannya rasa malu!"
Rasulullah bersabda, "jangan mengucapkan kata-kata seperti itu. Janganlah
menolong setan dengan memusuhi orang itu. Ucapkanlah, "mudah-mudahan Allah
mengasihinya."HR.Ahmad.
Riwayat ini memberikan kita pelajaran penting bahwa
seorang muslim yang melakukan kesalahan atau dosa, ia akan tetap menjadi muslim
selama tidak menyekutukan Allah atau murtad dari agamanya. Seorang pendosa pada
dasarnya masih tetap menjadi orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Kenyataan itu tak bisa dimungkiri sehingga tak semestinya kaum muslim menghina
atau merendahkannya. Karena itu, Nabi melarang umatnya menolong setan dengan
memusuhi orang yang melakukan kesalahan. Lebih baik kita mendoakannya dan
memohon agar Allah membimbing, mengampuni, dan mengasihinya.
17. MINTALAH AGAR PELAKU KESALAHAN MENGHENTIKAN
PERBUATANNYA.
Sangat penting sekali membuat seseorang menghentikan
kesalahannya agar si pelaku tidak menjadi terbiasa. Diriwayatkan bahwa ketika
Umar mengatakan, "bukan, demi ayahku," Rasulullah SAW menegurnya,
"cukup! Barang siapa bersumpah dengan sesuatu selain Allah, dikhawatirkan
ia akan terjebak dalam syirik."HR.Imam Ahmad.
Al-Tirmidzi meriwayatkan bahwa ibn Umar menceritakan,
"seseorang bersendawa dihadapan Nabi sehingga ia bersabda, 'jangan
bersendawa dihadapanku! Seseorang yang mengisi perutnya terlalu banyak didunia
maka ia akan menjadi orang yang selalu lapar pada Hari Kebangkitan."
Dalam riwayat diatas, kita melihat bahwa Rasulullah SAW
secara langsung menegur orang yang melakukan kesalahan hingga mereka merasa
kapok dan tak mengulangi kesalahannya.
18. JELASKANLAH KEBENARAN KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH
AGAR
IA BISA
MEMPERBAIKI DIRINYA.
Dalam berbagai kesempatan Nabi menegur para sahabat yang
berbuat salah seraya menjelaskan kebenaran yang seharusnya mereka lakukan.
Tindakan itu perlu dilakukan agar mereka bisa memosisikan dirinya dijalan yang
benar.
Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk
mengingatkan seseoransg akan kesalahannya dan agar ia melakukan yang benar,
diantaranya :
* Kita bisa menarik perhatian orang yang berbuat salah
agar ia memperhatikan teguran kita. Sebagai contoh, Abu sa'id Khudri r.a
menuturkan bahwa ia berjalan bersama Rasulullah SAW memasuki masjid dan beliau
melihhat seseorang yang duduk ditengah-tengah masjid, membunyikan jari-jarinya,
dan berbicara sendiri. Nabi memberi isyarat kepadanya, namun ia tidak
memperhatikan. Lalu Nabi berpaling kepada Abu sa'id dan bersabda, "jika
salah seorang diantara kalian sedang mengerjakan sholat, ia tidak boleh
membunyikan jari-jarinya karena perbuatan iru berasal dari setan. Dan sesungguhnya
kalian tetap berada dalam keadaan shalat selama kalian berada didalam masjid
hingga kalian keluar."HR.Ahmad.
* Jika memungkinkan, mintalah seseorang mengulangi
perbuatannya, kali ini dengan cara yang benar. Abu Hurairah r.a meriwayatkan
bahwa seseorang memasuki masjid ketika Rasulullah duduk di pojok masjid. Orang
itu mengerjakan shalat, kemudian ia mendekati Nabi dan mengucapkan salam
kepadanya. Rasulullah menjawab,"wa 'alayka al-salam, kembalilah dan
kerjakanlah shalat, karena kau belum mengerjakannya." Lalu ia kembali dan
mengerjakan shalat. Setelah itu ia kembali mendekati dan mengucapkan salam
kepada Nabi yang menjawab, "wa 'alayka al-salam, kembalilah dan
kerjakanlah shalat, karena kau belum mengerjakannya." Setelah dua atau tiga
kali, orang itu berkata, "ajarilah aku, wahai Rasul." Nabi bersabda,
"ketika kau hendak mengerjakan shalat, kerjakanlah wudhu secara sempurna,
kemudian menghadaplah kiblat, dan ucapkanlah takbir (Allahu akbar). Setelah itu
bacalah Al-Qur'an yang kau kehendaki, lalu membungkuklah untuk rukuk dengan
tumakninah (nyaman), lalu berdiri kembali dengan tumakninah. Kemudian
bersujudlah dengan tumakninah, lalu bangun lagi dengan tumakninah, lalu
bersujud lagi hingga merasa tumakninah. Setelah itu, duduk tahiyat dengan
tumakninah. Kerjakanlah ini disemua shalatmu."HR.Al-Bukhari.
Jika kita perhatikan dengan baik, kita melihat betapa
Rasulullah senantiasa memperhatikan perbuatan orang-orang disekelilingnya dan
menegur mereka ketika mereka melakukan kesalahan. Rasulullah tak pernah pilih
kasih. Semua orang, baik itu keluarga, sahabat dekat, ataupun sahabat biasa,
akan ia tegur jika mereka melakukan kesalahan. Tentu saja teknik tegurannya
berbeda-beda sesuai dengan keadaan orang itu dan keadaan disekitarnya. Menurut
sebuah riwayat yang diceritakan oleh al-Nasa'i, seorang memasuki masjid dan
mendirikan shalat. Tanpa kami sadari, ternyata Rasulullah SAW memperhatikan
orang itu. Ketika orang itu selesai, ia berjalan mendekati Rasulullah SAW dan
mengucapkan salam kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, "kembalilah dan
kerjakanlah shalat, karena kau belum mengerjakannya." Shahih al-Bukhari.
Seorang pendidik, pengajar, atau dai harus memperhatikan
tingkah laku orang-orang disekitarnya sehingga ia bisa menegur dan menasihati
jika mereka melakukan kesalahan. Selain itu, ia juga harus memiliki kecakapan
untuk membaca kepribadian dan sifat orang lain agar bisa memilih metode yang
tepat untuk menegur atau menasihatinya.
Dalam riwayat-riwayat diatas kita menyaksikan bagaimana
Rasulullah menerapkan metode yang sangat efektif untuk mengingatkan orang-orang
akan kesalahannya sehingga mereka sadar dan tidak mengulangi kesalahan.
Rasulullah meminta sahabat yang melakukan sesuatu secara salah untuk mengulangi
perbuatannya beberapa kali sehingga ia bisa memperhatikan bagian yang salah
dari perbuatannya. Jika setelah beberapa kali mengulangi dan ia masih melakukan
kesalahan, Rasulullah meberitahunya cara-cara yang benar. Dengan begitu,
sahabat itu akan selalu mengingat kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi sepanjang
hidupnya. Cara ini bekerja lebih efektif jika si pelaku menyadari kesalahannya
kemudian meminta saran atau nasihat dengan ikhlas mengenai cara atau perilaku
yang benar.
Ada banyak metode pengajaran dan penasihatan. Setiap
orang bisa memilih metode yang paling tepat untuk diterapkan sesuai dengan
situasi sosial dan kondisi orang yang melakukan kesalahan.
Contoh lain diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a dalam
shahinya dari Jabir r.a yang berkata, "Umar ibn al-Khatthab mengatakan
kepadku bahwa seseorang berwudhu, namun masih ada sedikit bagian kakinya yang
tak tersentuh air. Nabi melihatnya dan bersabda, "ulangilah wudhumu dengan
benar." Orang itu mengulangi wudhunya dan kemudian mendirikan
shalat." Shahih Muslim.
Contoh ketiga diriwayatkan oleh al-Tirmidzi r.a dalam
sunan-nya dari Kildah ibn Hanbal, yang mengatakan bahwa Shafwan ibn Umayah
membawa susu, yoghurt, dan dagabis (sejenis tanaman yang bisa dimakan) kepada
Nabi yang sedang berada didalam kemah dibagian atas lembah. Shafwan menuturkan,
'aku mendekati Nabi,tetapi tidak mengucapkan salam atau meminta izin untuk
masuk. Nabi bersabda, 'keluarlah dan ucapkanlah "Assalamu'alaikum,
bolehkan aku masuk?" HR.Al-Tirmidzi.
Setelah menegur atau memberikan nasihat yang diperlukan,
seyogyanya kita meminta orang yang berbuat salah agar memperbaiki diri sesuai
dengan kemampuan. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Nabi
bersabda, "seorang laki-laki tidak boleh sendirian dengan seorang
perempuan kecuali jika wanita itu mahramnya."
Tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dan berkata,
"wahai Rasul, istriku hendak pergi haji sementara aku telah berjanji untuk
bergabung dalam pasukan muslim yang akan berangkat perang."
Nabi menjawab, "temanilah istrimu berhaji."
HR.Al-Bukhari.
Kita juga harus menjelaskan akibat-akibat atau dampak buruk yang mungkin
timbul dari kesalahan yang dilakukan. Al-Nasa'i r.a meriwayatkan dalam
sunan-nya Dari Abdullah ibn Amr bahwa seseorang menemui Rasulullah SAW dan
berkata, "aku datang untuk mengucapkan sumpah setia dan berhijrah kepadamu.
Aku telah meninggalkan kedua orangtuaku dan mereka menangis."
Rasulullah bersabda, "kembalilah kepada mereka dan
buatlah mereka tersenyum sebagaimana kau telah membuat mereka menangis."
Setelah itu, kita juga harus memberikan penjelasan
tentang bagaimana seharusnya suatu perbuatan dilakukan dengan benar, atau
menunjukkan kafarat untuk menebus kesalahan itu (jika ada). Jika beberapa
kesalahan tidak dapat dibenarkan atau diperbaiki, Islam menyediakan cara
tertentu untuk membersihkan dampak buruk dari kesalahan itu. Salah satu caranya
adalah kafarat atau penebusan yang meliputi beberapa jenis, seperti kaffarah
al-yamin (tebusan karena sumpah yang tak dipenuhi), dan tebusan zihar (bentuk
perceraian jahiliyah, yaitu seseorang mengatakan kepada istrinya, "kau
seperti ibuku."), kafarah pembunuhan, kafarah bersetubuh pada siang hari
Ramadhan, dan lain-lain.
19. PERBAIKILAH BAGIAN YANG SALAH DARI PERBUATAN
SESEORANG.
Seringkali seseorang melakukan suatu perbuatan dan pada
bagian tertentu dalam perbuatannya itu dilakukan secara salah, sementara bagian
lainnya benar dan bisa diterima. Jika terjadi kasus seperti itu, kita bisa
mengatasi teguran hanya pada bagian yang salah dan membenarkan bagian yang
lainnya. Kita tak boleh menyebutkan bahwa seluruh perbuatannya itu salah atau
menyimpang.
Sebagai contoh, al-Bukhari r.a dalam shahih-nya
meriwayatkan dari al-Rubai' bint Mu'awwad ibn Afra, yang berkata, "Nabi
datang dan masuk, lalu duduk diatas ranjangku sebagaimana orang lainnya duduk.
Beberapa orang gadis terdengar memukul rebana dan menyanyikan kasidah, memuji
kaum muslimin yang gugur di medan Perang Badar. Kemudian salah seorang mereka
berkata, 'ditengah-tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui kejadian yang
akan datang.'
Rasulullah SAW bersabda, "jangan katakan yang itu,
tetapi ucapkanlah bagian yang sebelumnya."
Dengan metode seperti itu, orang yang ditegur tidak akan
merasa kesal, karena ada bagian perbuatannya yang dianggap baik. Kesalahannya
hanya terdapat pada bagian tertentu dari perbuatannya. Ia juga akan berpendapat
bahwa orang yang menegurnya telah berlaku jujur dan adil sehingga ia akan
menerima nasihatnya. Metode seperti ini berbeda dengan tindakan sebagian orang
yang mencela atau mengecam orang yang melakukan kesalahan secara berlebihan. Ketika
seseorang berbuat salah, seakan-akan
kesalahan itu menutupi semua kebaikannya sehingga sering kali ditegur
atau diperingati dengan keras tanpa mempertimbangkan kebaikannya. Cara dan
metode teguran yang keras dan memutlakkan kesalahan cenderung akan ditolak oleh
orang yang ditegur sehingga ia enggan menerima apalagi mengikuti nasihat
mereka.
Dalam beberapa kasus, kesalahan tidak hanya terdapat pada
kata-kata yang diucapkan seseorang, tetapi juga pada situasi atau konteks
kata-kata itu diucapkan. Contoh, ketika ada yang meninggal dan seseorang
mengucapkan, "al-Fatihah," orang-orang yang hadir disana langsung
membacakan surah al-Fatihah. Mereka yakin tidak ada yang salah karena mereka
baca adalah al-Qur'an, bukan kata-kata yang tidak bermakna atau menyimpang.
Jika kita ada dalam situasi seperti itu, kita harus menjelaskan bahwa kesalahan
tidak terletak pada bacaan atua ucapan mereka, tetapi bahwa ayat Al-Qur'an it
dibacakan pada situasi yang tidak tepat. Kesalahan mereka terletak pada
pemikiran bahwa mereka harus membaca al-Fatihah pada situasi seperti itu dan
menganggapnya sebagai ibadah. Jika suatu ibadah dilakukan tanpa landasan
syariat yang benar, dikhawatirkan akan jatuh kedalam bid'ah. Teguran seperti
inilah yang disampaikan oleh Ibn Umar r.a ketika seseorang disampingnya bersin
dan mengucapkan : "Al-hamdulillahi wa al-salam ala rasulillah." Ibn
Umar berkata, "aku bisa mengucapkan Al-hamdulillahi wa al-salam ala
rasulillah, tetapi ucapan itu tidak seperti yang diajarkan oleh Rasulullah (ketika
kita bersin). Ia mengajarkan kepada kita agar mengucapkan "Al-hamdulillahi
'ala kulli hal." Sunan al-Tirmidzi.
20. TEGAKKANLAH KEBENARAN DAN PERTAHANKANLAH SESUAI
DENGAN
KEMAMPUAN.
Muslim meriwayatkan bahwa Auf ibn Malik berkata,
"seseorang dari Humair membunuh seorang musuh dan ingin mengambil miliknya
sebagai pampasan perang, tetapi Khalid ibn al-Walid, pemimpin pasukan,
mencegahnya."
Auf ibn Malik mendatangi Rasulullah SAW dan melaporkan
kejadian itu. Nabi menanyai Khalid, "apa yang menahanmu untuk memberikan
barang pampasannya?"
Khalid menjawab, "karena aku menganggapnya terlalu
banyak, wahai Rasul."
Nabi bersabda, "berikanlah barang itu
kepadanya."
Kemudian Auf berjalan dan ketika berpapasan dengan
Khalid, ia menarika jubah Khalid sambil berujar, "bukankah telah kukatakan
bahwa aku melakukan sesuatu yang sesuai dengan pertimbangan Rasulullah
SAW?"
Rasulullah mendengar ucapannya dan berkata, "jangan
berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Jangan berikan barang itu kepadanya,
hai Khalid! Mengapa kau tidak menghormati panglimaku, hai Auf? Perumpamaan
dirimu dan mereka adalah seperti orang yang diminta untuk menjaga unta atau
domba kemudian mereka merawatnya. Ketika tiba-tiba waktu minum, ia membawa
hewan-hewan itu ke kolam dan hewan-hewan itu mulai minum. Hewan-hewan itu minum
air yang bersih sehingga yang tertinggal hanya air yang kotor."
Imam Ahmad menuturkan riwayat yang lebih lengkap dari Auf
ibn Malik al-Asyja'i yang menuturkan bahwa ia dan pasukan muslim berangkat
dalam sebuah ekspedisi militer hingga tiba di perbatasan Syiria. Saat itu,
Khalid menjadi pemimpin mereka. Seorang budak milik Humair tiba dan bergabung
dengan barisan Auf. Ia tidak membawa apa-apa kecuali sebuah pedang. Ketika
seorang muslim menyembelih seekor unta, budak itu berusaha membuat semacam
perisai dari kulit unta itu, kemudian menghamparkannya dan menjemurnya sampai
kering. Setelah itu ia membuat pegangan pada perisai itu.
Kami berhadapan dengan musuh, yang terdiri atas pasukan
Romawi dan Arab dari suku Qudafah. Mereka menyerang kami dengan ganas. Diantara
mereka terdapat seorang Romawi yang memiliki kuda palomino dengan pelana
berwarna keemasan, ikat pinggang berlapis emas, dan sebilah pedang yang juga
berlapis emas. Ia mulai menyerang dan menantang pasukan muslim. Orang Madadi
itu (budak milik Humair) terus mengintai orang Romawi itu, lalu mendekatinya
dari belakang dan menebas kaki kudanya hingga penunggangnya terjatuh. Si Madadi
langsung menerjang orang Romawi itu dan membunuhnya.
Ketika Allah memberikan kemenangan kepada pasukan muslim,
budak itu datang dan menanyakan pampasan perang yang menjadi haknya.
Orang-orang memberi kesaksian bahwa ia memang membunuh orang Romawi itu. Khalid
memberikan sebagian barang milik orang Romawi itu dan menyimpan sebagian
lainnya. Budak itu kembali kebarisan tentara Auf dan menceritakan apa yang
terjadi. Auf berkata, "kembalilah kepadanya dan mintalah agar Khalid
memberikan barang-barang yang lainnya."
Budak itu kembali menemui Khalid, tetapi Khalid menolak
memberikan barang-barang itu. Akhirnya auf mendatangi Khalid dan berkata,
"bukankah engkau tahu, Rasulullah telah mengatur bahwa pampasan menjadi
milik orang yang membunuhnya?"
Khalid menjawab, "tentu saja."
"Lalu mengapa kau tidak memberikan
pampasannya?"
"Menurutku, semua itu terlalu banyak untuknya."
"Jika aku bertemu Rasulullah, aku akan melaporkan
kejadian ini."
Ketika mereka tiba di Madinah, Auf membawa budak itu dan
ia mengadukan kejadian di medan perang kepada Rasulullah SAW. Mendengar
penuturan Auf, Rasulullah SAW memanggil Khalid dan bertanya, "hai khalid,
apa yang menahanmu untuk memberikan kepada orang ini pampasan perangnya?"
Khalid menjawab, "menurutku, barang-barang itu
terlalu banyak untuknya, wahai Rasulullah."
"Berikanlah barang-barangi itu kepadanya," ujar
Rasulullah SAW.
Ketika Khalid berjalan dan berpapasan dengan Auf,
jubahnya ditarik oleh Auf seraya berkata, "tidakkah cukup bagimu apa yang
telah kukatakan kepadamu mengenai ketetapan Rasulullah SAW?"
Nabi mendengar ucapannya dan ia berkata dengan marah,
"jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Jangan berikan barang
itu kepadanya, hai Khalid! Mengapa kau tidak menghormati panglimaku, hai Auf?
Perumpamaan dirimu dan mereka adalah seperti orang yang diminta untuk menjaga
unta atau domba kemudian mereka merawatnya. Ketika tiba-tiba waktu minum, ia
membawa hewan-hewan itu mulai minum. Hewan-hewan itu minum air yang bersih
sehingga yang tertinggal hanya air yang kotor."
Kita mencatat dari riwayat ini bahwa ketika Khalid
melakukan kesalahan dalm ijtihadnya dengan menahan sebagian pampasan,
Rasulullah SAW memerintahkan agar perkara itu diluruskan dan dibenarkan. Nabi
SAW memerintahkan agar semua pampasan itu diberikan kepada pemiliknya. Namun,
Rasulullah SAW marah ketika mendengar Auf r.a yang menyindir Khalid dan
mengejeknya dengan mengatakan, "tidakkah cukup bagimu yang telah kukatakan
kepadamu mengenai ketetapan Rasulullah SAW?" Sambil menarik jubah Khalid
ketika ia berjalan melewatinya. Melihat kelakuannya itu, Nabi SAW bersabda,
"jangan berikan itu kepadanya, hai Khalid!"
Rasulullah marah dan menegur Auf karena ia telah menghina
seorang pemimpin pasukan. Andai ia tidak mengejek Khalid, tentu budak Humair
itu akan mendapatkan sebagian haknya yang ditahan oleh Khalid. Nabi SAW ingin
menegakkan kehormatan panglima pasukan. Ia merasa berkewajiban menegakkan
kemuliaan orang yang diangkatnya sebagai pemimpin pasukan umat Islam. Tak
semestinya orang-orang merendahkan dan mengabaikan keputusan atau kebijaksanaan
yang diputuskan oleh seorang panglima pasukan.
Tetapi mungkin muncul pertanyaan di benak pembaca : jika
budak yang membunuh itu berhak atas barang-barang milik orang yang dibunuhnya,
mengapa Khalid tetap menahannya, dan mengapa kemudian Rasulullah mendukung
keputusan Khalid? Imam al-Nawawi r.a menjawab pertanyaan ini dengan dua
kemungkinan :
Pertama, bisa jadi Rasulullah berniat untuk memberikan
seluruh pampasan perang kepada orang itu, tetapi ia menundanya sebagai hukuman
bagi orang tersebut, serta peringatan bagi Auf karena telah mencela panglima
pasukannya. Atau bisa jadi, orang yang berhak atas pampasan itu memberikannya
dengan ikhlas dan menyumbangkannya untuk orang Islam. Hal itu dilakukan agar
Khalid r.a meras lebih baik, dan untuk menegakkan kehormatannya sebagai
pemimpin pasukan.
Ada riwayat lain yang berkaitan dengan upaya untuk
memperbaiki posisi orang yang disalahkan. Dalam Musnad-nya Imam Ahmad meriwayatkan
dari abu Tufail Amir ibn Wathiah bahwa seseorang berpapasan dengan sekelompok
orang dan orang itu mengucapkan salam kepada mereka, yang langsung menjawab
ucapan salamnya. Namun, beberapa kejap kemudian, salah seorang dalam kelompok
itu berkata, "demi Allah, aku benci orang ini atas nama Allah."
Seorang lainnya berkata, "buruk sekali ucapanmu itu!
Demi Allah, kami akan menyampaikan ucapanmu itu kepadanya. Berdirilah, hai
fulan kepada salah seorang diantara mereka dan beritahukanlah ucapannya itu
kepada orang tadi."
Utusan itu berjalan menemui orang itu dan menyampaikan
apa yang telah dikatakan. Orang itu menemui Rasulullah SAW dan berkata,
"wahai Rasul, aku berpapasan dengan sekelompok muslim, termasuk didalamnya
ada si fulan. Aku mengucapkan salam kepada mereka dan mereka menjawab salamku.
Namun ketika aku berlalu, seseorang menemuiku dan mengatakan bahwa si fulan
berkata : 'Demi Allah, aku benci orang itu karena Allah.' Aku memohon,
panggillah ia dan tanyailah mengapa ia membenciku."
Rasulullah SAW memanggil orang yang dimaksud dan
menanyainya tentang apa yang telah ia katakan. Ia mengakuinya dan berkata,
"benar aku telah mengatakan itu, wahai Rasul."
Nabi bersabda, "mengapa kau membencinya?"
Ia menjawab, "aku tetangganya dan aku sangat
mengenalnya. Demi Allah, aku belum pernah melihatnya mengerjakan shalat kecuali
shalat fardhu yang menjadi kewajiban bagi semua orang baik maupun buruk."
Orang itu berkata, "tanyakanlah kepadanya, wahai
Rasul, pernahkah ia melihatku menunda shalat atau tidak berwudhu dengan benar,
atau tidak ruku dan sujud dengan benar?"
Ia menjawab, "tidak, kemudian ia melanjutkan,
"Demi Allah, aku belum pernah melihatnya berpuasa kecuali puasa Ramadhan
yang diwajibkan atas semua orang."
Orang itu bertanya, "wahai Rasul, tanyakanlah
kepadanya, pernahkah ia melihatku tidak berpuasa selama bulan Ramadhan atau
melakukan sesuatu yang membatalkan puasaku?"
Rasulullah menanyakan pertanyaan itu kepadanya dan ia
menjawab, "tidak," kemudian ia melanjutkan, "Demi Allah, aku belum
pernah melihatnya memberikan sesuatu yang dibutuhkan orang atau menyedekahkan
hartanya atas nama Alllah kecuali zakat yang merupakan kewajiban semua
orang."
Orangi tu bertanya, "tanyakanlah kepadanya, wahai
Rasul, pernahkah aku menahan zakat atau memintanya kembali kepada orang yang
telah menerimanya?" Rasulullah SAW menanyai orang satunya dan ia menjawab,
"tidak."
Akhirnya Rasulullah SAW bersabda, "aku tidak tahu,
mungkin ia lebih baik daripada dirimu."
Dari riwayat-riwayat itu kita dapat menarik pelajaran
bahwa jika ada orang yang melakukan kesalahan dan kemudian ia menyesali
perbuatannya itu, selayaknya kita berusaha untuk mengembalikan kehormatan orang
itu agar ia merasa didukung bisa istiqomah menetapi jalan kebenaran. Berkaitan
dengan persoalan ini, perlu kami sampaikan sebuah riwayat lain tentang wanita
dari keluarga Makhzumi yang dipotong tangannya karena mencuri. Diriwayatkan
dari Aisyah r.a bahwa wanita itu benar-benar menyesali perbuatannya dan
bertaubat dengan baik. Wanita itu kemudian menikah dan ia sering menemui Aisyah
r.a untuk menanyakan berbagai persoalan agama, dan Aisyah menyampaikan apa yang
ditanyakan oleh wanita itu kepada Rasulullah SAW.
21. DAMAIKANLAH DUA ORANG YANG BERSELISIH.
Pada beberapa kasus, orang yang dituduh melakukan
kesalahan memang terbukti melakukan kesalahan. Namun, kadang-kadang kesalahan
itu dilakukan oleh kedua belah pihak yang berselisih. Jika terjadi hal semacam
itu, kedua belah pihak harus dinasihati. Abdullah ibn Abi Aufa menuturkan bahwa
Abdurrahman ibn Auf mengadukan Khalid bin Walid kepada Rasulullah SAW. Karena
Khalid dianggap telah mencela Abdurrahman. Menanggapi persoalan itu Rasulullah
SAW bersabda kepada Khalid, "jangan mengejek setiap orang yang ikut
berperang dalam perang Badar. Bahkan, seandainya kau bersedekah dengan emas
sebesar Gunung Uhud, amalmu itu tidak akan pernah setara dengan amal
mereka."
Ibn auf berkata, "mereka menghinaku lebih dahulu dan
aku hanya membalasnya."
Nabi SAW bersabda, "jangan mengejek Khalid, karena
ia adalah salah satu pedang Allah yang diutus untuk memerangi orang
kafir."
Kedua orang yang berselisih itu merupakan sahabat-sahabat
Rasulullah SAW. Mereka memiliki kedudukan yang penting disisinya. Ibn Auf
dikenal sebagai seorang sahabat yang lebih dulu memeluk Islam dibanding Khalid,
yang baru masuk Islam menjelang peristiwa penaklukan Makkah. Karena itu,
Rasulullah menegur Khalid karena menghina Ibn Auf, sahabat yang mengikuti
perang Badar. Namun, Rasulullah juga menegur Ibn Auf karena mengejek Khalid.
Sepanjang hayatnya Rasulullah selalu berusaha mendamaikan
pihak-pihak yang bertikai atau para sahabat yang berselisih. Bahkan pada masa
remajanya iya telah menorehkan tinta emas dengan mendamaikan berbagai kabilah
Makkah yang siap berperang satu sama lain demi memperebutkan hak untuk
memindahkan Hajar Aswad ketempatnya semula setelah Ka'bah dipugar dan
diperbaiki. Dengan kebijakan dan kecerdikannya, Rasulullah dapat mendamaikan
mereka. Begitu pula yang ia lakukan saat tiba di Madinah. Ia mendamaikan
pihak-pihak yang bertikai di Madinah, terutama antara suku Aus dan Khazraj,
yang sepanjang sejarah keduanya selalu berperang. Berkat kebijaksanaan,
kejujuran, dan kecerdasannya, Rasulullah dapat menghimpun masyarakat Madinah
yang heterogen dibawah satu panji. Karena mementingkan kedamaian dan persatuan
pula, Rasulullah tidak membasmi kaum munafik dan mencegah para sahabatnya yang
ingin membunuh Abdullah ibn Ubay pemimpin kaum munafik.
22. MINTALAH AGAR SESEORANG MEMAAFKAN ORANG YANG BERBUAT
SALAH
KEPADANYA.
Anas ibn Malik r.a berkata : "Orang Arab biasanya
saling melayani dan saling membantu satu sama lain ketika bepergian. Abu Bakar
dan Umar punya seseorang yang biasanya melayani mereka. Suatu ketika mereka
bangun dari tidur dan pelayan itu belum menyiapkan makanan apapun untk mereka.
Salah seorang dari keduanya berkata kepada yang lain, "Orang ini
kebanyakan tidur." Mereka membangunkannya dan berkata, "pergilah
kepada Rasulullah dan katakanlah kepadanya bahwa Abu Bakar dan Umar
menyampaikan salam kepadanya serta meminta makanan."
Orang itu segera pergi dan saat kembali ia menyampaikan
jawaban dari Rasulullah SAW : "Sampaikanlah salamku kepada mereka dan
katakan bahwa mereka sudah makan."
Kedua sahabat itu merasa khawatir jika Rasulullah marah
sehingga mereka segera mendatanginya dan berkata, "Wahai Rasul, kami
mengirim pesan kepadamu, meminta makanan dan engkau mengatakan bahwa kami sudah
makan? Apakah yang telah kami makan?"
Rasulullah menjawab, "Daging saudaramu. Demi Zat
yang menguasai jiwaku, aku bisa melihat dagingnya di sela-sela gigimu."
Mereka berkata, "mohonkanlah ampunan untuk kami
wahai Rasul."
Rasulullah bersabda, "Biarkanlah orang itu yang
memohonkan ampunan untuk kalian."
Satu lagi contoh yang menegaskan kemuliaan akhlak
Rasulullah SAW ia tidak membela kedua sahabat utamanya itu dan tidak pula
mengomeli pelayan mereka karena tidur. Justru Rasulullah menegur kedua
sahabatnya itu karena memarahi pelayan mereka. Seharusnya, keduanya bisa saling
membantu dan saling melayani, bukannya menyandarkan diri kepada seorang
pelayan.
23. INGATKAN ORANG YANG BERBUAT SALAH AKAN KEBAIKAN ORANG
YANG
KEPADANYA IA
MELAKUKAN KESALAHAN SEHINGGA IA MENYESAL DAN
MAU MEMINTA
MAAF.
Metode inilah yang di praktikkan oleh Rasulullah SAW
ketika terjadi perselisihan antara dua sahabat utamanya, Abu Bakar al-Shiddiq
dan Umar ibn al-Khatthab semoga Allah meridhai keduanya. Al-Bukhari r.a
meriwayatkan dalam Shahih-nya pada bab al-Tafsir, bahwa Abu Darda menceritakan
bahwa terjadi perselisihan antara Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar membuat Umar
marah sehingga Umar pergi dalam keadaan kesal. Abu Bakar menyusulnya dan
meminta maaf kepadanya. Namun, Umar tak mau berhenti dan memaafkannya. Ia berjalan
memasuki rumahnya dan menutup pintu dihadapan abu bakar. Akhirnya, Abu Bakar
pergi meninggalkan rumah Umar dan kemudian berjalan menemui Rasulullah SAW yang
sedang duduk bersama para sahabat.
Rasulullah SAW bersabda, "sahabat kalian ini sedang
menghadapi perselisihan."
Pada saat yang sama Umar menyesali perbuatannya
mengabaikan Abu Bakar sehingga ia bergegas pergi ketempat Rasulullah. Setibanya
disana ia mengucapkan salam lalu duduk disamping Rasulullah SAW. Ia sampaikan
kepada Nabi apa yang telah terjadi. Mendengar penyampaian Umar, Rasulullah
terlihat marah kepadanya sehingga Abu Bakar segera berkata, "Demi Allah,
wahai Rasul. Akulah yang paling bersalah."
Rasulullah SAW bersabda, "apakah kalian hendak meninggalkan sahabatku ini sendirian?
Apakah kalian ingin meninggalkan sahabatku ini sendiran? Ketika aku katakan
kepada semua orang bahwa aku adalah Rasulullah untuk kalian semua, kalian
mengatakan, 'kau berbohong (hai Muhammad),' tetapi Abu Bakar mengatakan,
"sungguh engkau mengatakan kebenaran." HR.Al-Bukhari.
Masih dalam Shahih Bukhari, Abu Darda r.a menuturkan
bahwa ketika ia duduk bersama Nabi SAW, Abu Bakar r.a datang dan kemudian
memegang salah satu ujung jubah Nabi SAW hingga lutut beliau terlihat. Nabi SAW
bersabda, "sedangkan mengenai sahabat kalian, sesungguhnya ia telah
menyerahkan dirinya."
Abu Bakar menyalaminya dan berkata, "wahai
Rasulullah, aku ada masalah dengan Umar ibn al-Khatthab. Aku menyesal. Aku
menemuinya dan memohon agar ia memaafkanku, namun ia enggan. Kini aku berada
disini menghadap kepadamu."
Rasulullah SAW bersabda, "Abu Bakar, Allah
mengampunimu." Beliau mengucapkan itu sebanyak tiga kali.
Pada saat yang bersamaan, Umar menyadari kekhilafannya
dan merasa menyesal. Ia bergegas ingin menemui Abu Bakar dirumahnya, namun ia
tidak ada disana. Ia langsung pergi ketempat Rasulullah dan mengucapkan salam
kepadanya. Umar tertegun melihat wajah Nabi SAW yang memerah karena marah. Abu
Bakar r.a berusaha menahan amarah Nabi SAW dan memohon belas kasihannya. Lalu
Umar duduk, memegang dua lutut Nabi SAW dan berkata, "wahai Rasulullah,
aku telah berbuat dzalim dua kali."
Nabi SAW bersabda, "sesungguhnya Allah mengutusku
kepada kalian. Ketika aku menyeru kalian, kalian berkata, 'kau berdusta,'
sedangkan Abu Bakar berkata, 'Engkau benar.' Dia menolong dan mendampingiku
serta mengorbankan jiwa dan hartanya. Jadi, apakah kalian akan meninggalkan
sahabatku ini?" Beliau mengucapkannya tiga kali. Setelah peristiwa itu
tidak ada lagi yang berani mencela dan menyakiti Abu Bakar. HR.Al-Bukhari.
Setiap kali terjadi perselisihan diantara para sahabat,
Nabi SAW selalu berupaya mendamaikan mereka, termasuk ketika terjadi
perselisihan antara Khalid ibn Walid dan Abdurrahman ibn Auf. Nabi SAW tak
pernah membiarkan para sahabat saling membenci atau saling memusuhi satu sama
lain. Ia mengetahui karakter dan kepribadian setiap sahabatnya. Ia pun
mengetahui keutamaan masing-masing sahabatnya. Ketika dua sahabat utamanya, Abu
Bakar dan Umar berselisih, tentu saja keadaan itu membuat galau hati
Rasulullah. Mereka merupakan sahabat setianya, dan keduanya memiliki
keistimewaan masing-masing. Nabi SAW sangat mencintai para sahabatnya, terutama
kepada Abu Bakar, sahabat setia yang menemaninya dalam perjalanan hijrah.
Karena itu, Nabi SAW marah ketika mendengar perlakuan Umar kepada Abu Bakar
meskipun dalam perselisihan mereka, Abu Bakar-lah yang pertama kali melakukan
kesalahan. Nabi SAW marah karena Umar mengabaikan Abu Bakar dan tidak menerima
permintaan maafnya. Maka, saat keduanya datang dihadapan para sahabat lain,
Nabi SAW menegaskan keutamaan sahabat Abu Bakar.
24. DAMAIKANLAH PERSELISIHAN DAN BERUSAHALAH UNTUK
MENGHENTIKAN
FITNAH YANG
TERJADI.
Ditengah masyarakat niscaya akan selalu ada sekelompok
orang yang berusaha mengeruhkan suasana dan memancing di air keruh. Orang-orang
itu terbiasa membuat fitnah dan huru-hara yang merusak kedamaian masyarakat.
Situasi yang sama berlangsung pada masa Rasulullah SAW. Beberapa kali berembus
fitnah, baik yang disebarkan oleh kaum Yahudi maupun oleh kaum munafik. Mereka
tidak menyukai kedamaian dan kesejahteraan yang dirasakan oleh kaum muslimin di
Madinah. Dalam beberapa kesempatan Nabi SAW selalu tampil untuk mendamaikan
pihak-pihak yang berselisih dan berusaha memadamkan fitnah yang terjadi
ditengah-tengah umatnya. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah ketika terjadi
perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar akibat fitnah yang disebarkan
kaum munafik. Hal yang sama dilakukan oleh Rasulullah ketika menyebar peristiwa
al-ifk yang menistakan salah seorang istri Rasulullah, yaitu Aisyah bint Abu
Bakar.
Ketika kaum muslimin pulang dari peperangan melawan Bani
Musthaliq, Aisyah r.a tertinggal dari rombongan utama karena rombongan
menyangka ia telah berada didalam sekedupnya. Setibanya di Madinah, Rasulullah
tidak mendapati Aisyah dalam rombongan. Keesokan harinya, Aisyah muncul dengan
diantar oleh seorang pemuda yang bernama Shafwan. Abdullah ibn Ubay, pentolan
kaum munafik, memanfaatkan situasi itu untuk memojokkan Rasulullah SAW. Ia
menyebarkan fitnah bahwa Aisyah telah berselingkuh dengan shafwan sehingga
terlambat datang di Madinah. Kabar fitnah itu menyebar dengan cepat sehingga
membuat Rasulullah masygul. Tentu saja beliau mengenal kebaikan istrinya dan
memercayai kejujuran serta kesetiaannya. Ia juga mengenal Shafwan sebagai
pemuda yang baik yang tak akan berani melakukan kekejian.
Namun, kabar yang disiarkan kaum munafik itu telah
tersebar luas dikalangan kaum muslimin sehingga mereka terbagi dua kelompok,
antara yang memercayai kabar itu dan yang menolaknya mentah-mentah. Karena itu,
Nabi SAW berkhutbah dihadapan orang-orang berusaha meredam fitnah yang telah
beredar luas itu. Nabi SAW berkata membela kesucian istrinya dan juga Shafwan,
"wahai manusia, masih saja orang-orang berusaha menyakitiku dan membicarakan
sesuatu yang tidak benar tentang keluargaku. Demi Allah, aku mengenal kebaikan
semua anggota keluargaku. Tidak ada keburukan pada mereka. Mereka juga
mengatakan keburukan tentang laki-laki yang aku kenal sebagai orang baik. Tak
pernah sekalipun ia memasuki salah satu rumah diantara rumah-rumahku kecuali
aku menemaninya."
Ia juga ingin mengetahui sikap para sahabatnya terhadap
Abdullah ibn Ubay, pentolan kaum munafik yang menyebarkan fitnah itu. Salah
seorang sahabat Anshar, Sa'd ibn muaz dari suku Aus, berdiri dan berkata,
"wahai Rasul, aku akan mengurusinya untukmu. Jika ia berasal dari suku
Aus, niscaya kami akan menebas lehernya. Jika ia berasal dari Khazraj,
katakanlah kepada kami apa yang harus kami lakukan kepadanya."
Namun, salah seorang dari suku Khazraj, Sa'd ibn Ubadah,
berdiri menimpali ucapan Sa'd ibn Muaz. Biasanya ia dikenal sebagai orang ynag
santun dan berbudi, tetapi semangat kesukuan rupanya telah membangkitkan
emosinya sehingga ia berkata kepada Sa'd ibn Muaz, "demi Allah, kau pendusta!
Engkau bermulut besar. Kau tidak akan membunuhnya. Kau katakan seperti itu
karena tahu bahwa ia dari suku Khazraj. Jika ia dari suku Aus, kau tidak akan
berbicara seperti itu dan kau tidak akan mau membunuhnya. Kau tidak akan mau
jika ia membunuhnya!"
Sahabat lainnya, yang berasal dari suku Aus, yaitu Asid
ibn Hadir, bangkit membela Sa'd ibn Muaz. Ia berkata tegas kepada Sa'd ibn
Ubadah, "Engkaulah pendusta! Demi Allah, kami akan membunuhnya! Kau adalah
munafik yang membela kaum munafik!"
Beberapa orang Khazraj langsung berdiri membela pemimpin
mereka, Sa'd ibn Ubadah. Sama halnya, sekelompok orang dari suku Aus berdiri
berhadapan dengan mereka. Kedua kelompok saling berhadapan. Khawatir terjadi
perkelahian antara mereka, Nabi SAW berteriak agar mereka tenang dan jangan
menghunus senjata dihadapan saudara mereka sendiri. HR. Al-Bukhari.
Karena kedua kelompok itu tak mau tenang, Rasulullah SAW
pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah.
Rasulullah SAW mendatangi Bani Amr ibn Auf untuk
mendamaikan kedua kelompok itu dan tetap disana sampai waktu ashar datang
sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sahl ibn
sa'd al-Sa'idi r.a berkata, "perselisihan mencuat antara dua kelompok
orang Anshar. Mereka saling mengecam dan saling melemparkan tuduhan. Nabi SAW
datang untuk mendamaikan mereka. Ketika waktu shalat datang, Bilal
mengumandangkan azan dan menunggu kedatangan Rasulullah SAW, namun beliau tidak
kunjung datang. Lalu ia mengumandangkan iqamah dan karena Rasulullah tak juga
tiba, Abu Bakar r.a memimpin shalat saat itu."
25. TUNJUKKANLAH KEMARAHAN ATAS KESALAHAN YANG
DILAKUKAN
SESEORANG.
Ketika Nabi SAW melihat atau mendengar terjadinya suatu
kesalahan atau penyimpangan, khususnya kesalahan yang berkaitan dengan masalah
aqidah, ia akan menunjukkan kemarahannya. Sikap seperti itulah yang ditunjukkan
oleh Rasulullah ketika mendengar para sahabat memperdebatkan masalah qadar
(ketetapan Allah) dan Al-Qur'an. Dalam sunan Ibn Majah ada sebuah riwayat dari
Amr ibn Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya yang menuturkan bahwa Rasulullah
SAW mendatangi para sahabatnya yang sedang berdebat tentang qadar. Seakan
ditaburi biji buah delima, paras Rasulullah memerah karena sangat marah. Ia
berkata tegas, "apakah kalian diperintahkan untuk melakukan perbuatan
seperti ini? Apakah untuk persoalan ini kalian diciptakan? Apakah kalian
mempergunakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk membantah orang lain? Umat-umat sebelum
kalian dimusnahkan akibat kelakuan seperti ini!"
Abdullah ibn Amr mengatakan, "aku merasa sedih jika
tidak hadir dalam sebuah pertemuan yang dihadiri Rasulullah. Namun, aku sungguh
senang tidak ada ditengah orang-orang yang berkumpul pada saat itu."
HR.Ibnu Majah.
Menurut Ibn Asim dalam Kitab al-Sunnah, "Rasulullah
SAW mendatangi para sahabatnya yang sedang memperdebatkan takdir Allah. Salah
satu pihak mengutip ayat Al-Qur'an, begitu pula pihak yang lain. Seakan
ditaburi biji buah delima, paras Rasulullah memerah karena marah. Ia berkata,
"apakah kalian diciptakan untuk ini? Apakah kalian diperintahkan untuk
melakukan perbuatan seperti ini? Jangan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk
melawan orang lain. Perhatikanlah untuk apa yang kalian diperintahkan, dan
kerjakanlah. Perhatikanlah apa-apa yang dilarang untuk kalian, dan hindarilah!"
Riwayat lain memberi kita contoh tentang kemarahan Nabi
SAW kepada sahabatnya karena mempersoalkan sumber hukum Islam. Imam Ahmad r.a
meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Jabir ibn Abdullah bahwa Umar ibn
al-Khatthab menemui Rasulullah SAW sambil membawa sebuah buku yang ia dapatkan
dari kaum Ahlul kitab. Nabi SAW sangat marah dan bersabda, "apakah kau
meragukan ini, hai Anak al-Khatthab? Demi Zat yang menguasai jiwaku, aku telah
membawakan untukmu pesan yang suci dan bersih. Maka, jangan pernah mempertanyakannya,
baik mereka mengatakan kebenaran dan kau menolaknya, ataupun mereka mengatakan
kesalahan dan kau menerimanya. Demi Zat yang menciptakanku, bahkan seandainya
Musa a.s hidup saat ini, tidak ada yang bisa dilakukannya kecuali
mengikutiku." HR.Imam Ahmad.
Hadist itu juga diriwayatkan oleh al-Darimi r.a dari
Jabir yang menceritakan bahwa Umar ibn al-Khatthab mendatangi Rasulullah SAW
membawa salinan Taurat dan berkata, "wahai Rasul, ini adalah salinan
Taurat."
Rasulullah tidak menggubris ucapannya. Ketika Umar mulai
membacakannya, paras muka Rasulullah berubah menjadi merah karena marah. abu
Bakar mengatakan, "andai ibumu tak melahirkanmu! Apakah kau tidak melihat
wajah Rasulullah SAW?"
Umar r.a melihat wajah Rasulullah SAW dan berkata,
"aku berlindung kepada Allah dari murka Allah dan murka Rasul-Nya SAW.
Kami ridha Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, Dan Muhammad
sebagai Nabi kami."
Rasulullah SAW bersabda, "demi Zat yang menciptakan
Muhammad, bahakn jika Musa a.s hidup diantara kalian dan kemudian kalian
mengikutinya serta meninggalkanku, niscaya kalian akan tersesat dari jalan yang
lurus. Jika ia hidup sampai masa kenabianku, niscaya ia akan mengikutiku."
HR. Ahmad.
Diantara riwayat-riwayat lain yang mendukung riwayat ini
adalah hadist riwayat Abu Darda yang menuturkan bahwa Umar membawa beberapa
halaman Taurat kepada Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, ini
beberapa halaman Taurat yang kudapatkan dari saudaraku yang berasal dari Bani
Zuraig."
Wajah Rasulullah SAW berubah merah dan Abdullah ibn
Zaid-seorang sahabat yang bermimpi tentang azan berkata, "apakah kau sudah
gila? Apakah kau tidak melihat perubahan wajah Rasulullah SAW?"
Umar berkata setelah melihat wajah Rasulullah yang memerah
karena marah, "Kami meridhai Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama
kami, Muhammad sebagai Nabi kami, dan Al-Qur'an sebagai panduan kami."
Rasulullah SAW terlihat kembali tenang dan bersabda,
"Demi Zat yang menguasai jiwa Muhammad, jika Musa hidup diantara kalian,
kemudian kalian mengikutinya dan meninggalkanku, niscaya kalian akan tersesat.
Kalian adalah umatku dan aku adalah Nabi kalian." HR.Al-Tabrani.
Jika kita perhatikan riwayat-riwayat itu, kita melihat
bahwa teguran yang disampaikan Rasulullah SAW didukung oleh orang-orang yang
hadir ditempat peristiwa itu terjadi. Rasulullah tak perlu berpanjang kata,
menegur sahabatnya yang melakukan kesalahan. Dengan melihat ekspresi wajahnya,
para sahabat bisa mengetahui kemarahan Rasulullah SAW dan menyampaikannya
kepada orang yang sedang ditegur. Perpaduan antara kemarahan Rasulullah dan
peringatan para sahabat itu menjadi nasihat yang sangat efektif yang
menyadarkan si pelaku kesalahan. Dampak yang terjadi begitu besar sehingga
sahabat yang melakukan kesalahan langsung menyadarinya dan memohon ampunan
kepada Allah.
Proses penyadaran itu berlangsung melalui tahap-tahap
berikut ini:
*Pertama : kemarahan Rasulullah muncul ketika melihat
kesalahan yang dilakukan sahabatnya. Kemarahannya itu tak terungkap lewat
kata-kata, tetapi melalui perubahan ekspresi wajahnya.
*Kedua : Para sahabatnya, dalam kasus ini Abu Bakar
al-Shiddiq dan Abdullah ibn Zaid, menyaksikan perubahan ekspresi wajah
Rasulullah dan menyampaikannya kepada Umar.
*Ketiga : Umar menyadari kesalahannya dan segera memohon
ampunan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia benar-benar menyesal dan meminta maaf
atas kesalahannya. Ia memohon perlindungan kepada Allah dari murka Allah dan
murka Rasul-Nya. Setelah itu ia menegaskan lagi keridhaannya atas prinsip-prinsip
aqidah Islam.
*Keempat : Nabi SAW kembali terlihat tenang ketika Umar
telah menyadari kesalahannya dan menarik ucapannya.
*Kelima : Nabi SAW menegaskan kembali prinsip-prinsip
aqidah Islam yang dikatakan oleh Umar kemudian menegaskan keharusan umat Islam
untuk mengikuti risalah yang dibawanya dan melarang mereka mengikuti panduan
selain Al-Qur'an.
Contoh lain yang menggambarkan kemarahan Nabi SAW adalah
riwayat yang telah kami sebutkan diatas tentang orang yang meludah di arah
kiblat shalat. Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dari Anas ibn Malik bahwa
ketika Rasulullah SAW melihat air ludah didalam mesjid diarah kiblat, wajahnya
memerah karena marah. Ia langsung membersihkan ludah itu dengan tangannya
sendiri dan bersabda, "ketika salah seorang diantara kalian mendirikan
shalat, sesungguhnya ia sedang berbincang dengan Tuhannya. Atau, Tuhannya ada diantara dirinya dan kiblat.
Maka, tak seharusnya ia meludahi arah kiblat. Meludahlah diarah kiri atau
dibawah kakinya. Jika tidak bisa, lakukanlah seperti ini, "ujarnya sambil
mengambil salah satu ujung gamisnya, meludah disana, kemudian mengambil ujung gamis
lain dan menggosokkannya untuk mengeringkan ludah itu."HR.Al-Bukhari.
Dalam hadist lain, yang juga diriwayatkan oleh al-Bukhari
dari abu Mas'ud al-Anshari, diceritakan bahwa seseorang mendatangi Rassulullah
SAW dan berkata, "wahai Rasul, mungkin aku akan datang terlambat dalam
shalat besok hari karena si fulan yang memimpin shalat terlalu lama."
Periwayat hadist ini menuturkan, "aku belum pernah
melihat Rasulullah SAW marah ketika menegur seperti saat itu. Ia bersabda, 'Hai
orang-orang! Sebagian kalian telah menyepelekan orang lain. Jika salah seorang
diantara kalian memimpin shalat, ringankanlah bacaan kalian, karena diantara
kalian ada orang yang telah lanjut usia, lemah, dan orang yang punya kebutuhan
mendesak."HR.Al-Bukhari.
Riwayat lain bisa menjadi contoh bagi para dai atau
pemberi fatwa agar menunjukkan kemarahan kepada orang yang mengajukan
pertanyaan secara serampangan dan mennyepelekan. Zaid ibn Khali al-Juhani r.a
menceritakan, "seorang Badui mendatangi Nabi Muhammad SAW dan bertanya
tentang benda hilang yang ditemukannya. Nabi SAW bersabda, umumkanlah barang
itu selama setahun. Ingatlah ciri khas bentuknya dan tali pengikatnya. Jika
seseorang datang dan mengklaim barang itu, dan ia dapat menggambarkannya dengan
benar, berikanlah kepadanya, dan kau tidak boleh menggunakannya."
Ia bertanya lagi, "wahai Rasul, bagaimana dengan
domba yang hilang?"
Rasulullah SAW bersabda, "domba itu untukmu, untuk
saudaramu (yakni pemiliknya) atau untuk serigala."
"Bagaimana kalau unta yang hilang?"
Wajah Nabi SAW memerah karena marah dan kemudian berkata,
"kau tak ada urusan dengannya. Unta itu punya kaki, bisa mencari air
sendiri, dan bisa makan tumbuhan!" HR.Al-Bukhari.
Ketika melihat seseorang melakukan kesalahan, kita boleh
menunjukkan kemarahan agar orang itu menyadari kesalahannya dan memahami bahwa
kita tidak menyukai tindakannya yang salah. Kendati demikian, kemarahan yang
kita tunjukkan selayaknya sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Bisa
jadi, kita cukup menunjukkan ekspresi marah saat melihat suatu kesalahan
dilakukan, atau mungkin kita ungkapkan kata-kata yang tegas dan keras sebagai
ekspresi kemarahan kita. Kadang-kadang seseorang sudah merasa takut atau
khawatir ketika melihat perubahan paras muka orang lain yang memerah karena marah.
Perubahan raut muka, nada bicara, juga gerak-gerik tubuh bisa menunjukkan
ekspresi kemarahan seseorang. Kemarahan perlu ditunjukkan, selain agar si
pelaku menyadari kesalahannya, juga agar orang lain yang hadir ditempat
peristiwa itu merasa takut melakukan kesalahan serupa. Sering kali ketika kita
marah, kata-kata yang keluar dari mulut kita menjadi tak terkendali. Karena
itu, sering kali Rasulullah diamm seribu
bahasa ketika marah. Barulah ketika reda dari marahnya Rasulullah mengatakan
apa yang ingin ia katakan. Jadi, tunggulah hingga amarah anda reda sebelum anda
mengungkapkan apa yang ingin anda ungkapkan.
Namun, kadang-kadang yang dibutuhkan untuk mengubah
perilaku seseorang atau masyarakat adalah kesabaran dan kebijaksanaan. Dalam
kasus-kasus tertentu, mungkin akan lebih bijaksana bila kita tidak langsung
berkomentar dan menasihati orang yang melakukan kesalahan. Dalam kasus
tertentu, akan lebih baik jika kita menunda penjelasan dan komentar mengenai
suatu kesalahan hingga datang waktu yang tepat untuk mengatakannya, misalnya
ketika orang-orang lain telah berkumpul atau ketika suasana telah reda. Dalam
riwayat berikut ini, Rasulullah menunggu hingga kaum muslimin berkumpul baru
menyampaikan nasihatnya, karena kesalahan yang dilakukan sahabat pelaku itu
dianggap cukup serius.
Dalam Shahih al-Bukhari, Abu Humaid al-Sa'idi
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menunjuk seseorang untuk menghimpun zakat.
Setelah menyelesaikan tugasnya, ia datang dan berkata, "wahai Rasul, ini
untukmu, sedangkan ini adalah sesuatu yang diberikan kepadaku sebagai
hadiah."
Rasulullah bersabda, "mengapa kau tidak diam saja
dirumah orangtuamu dan tunggulah apakah ada orang yang datang membawa hadiah
untukmu?!"
Malam harinya, usai melaksanakan shalat, Rasulullah SAW
berdiri dihadapan kaum muslimin cukup lama kemudian mengucapkan syahadat,
memuji kepada Allah, dan bersabda, "apa yang salah dengan petugas yang
kami tunjuk, kemudian ia kembali menemui kami dan berkata, 'ini bagian untukmu
dan ini sebagai upahku?' Mengapa ia tidak duduk saja dirumah orangtuanya dan
menunggu adakah orang yang datang memberinya hadiah? Demi Zat yang menguasai
jiwa Muhammad, diharamkan atas kalian mengambil sesuatu dari kami, kecuali ia
akan datang di Hari Pembalasan dengan barang itu menggantung di lehernya : jika
itu seekor unta maka ia akan membawanya seraya menguak, jika itu seekor kerbau
maka ia akan membawanya seraya melenguh, dan jika itu seekor domba maka ia akan
membawanya seraya mengembik. Aku telah menyampaikan pesan."
Abu Humaid menambahkan, "kemudian Rasulullah
mengangkat tangannya tinggi-tinggi hingg kami dapat melihat
ketiaknya."HR.al-Bukhari.
26. HINDARILAH ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR IA MERASA
MALU DAN
KEMBALI KEPADA
JALAN YANG BENAR.
Al-bukhari r.a meriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib r.a
bahwa pada suatu malam Rasulullah SAW mendatanginya dan putrinya, Fatimah r.a,
lalu berkata kepadanya, "apakah kau tidak melaksanakan shalat?"
Ali menjawab, "wahai Rasul, jiwa kita ada dalam
genggaman Allah. Jika Dia menghendaki untuk menghidupkan kita setelah mati
(tidur) maka Dia akan melakukannya!"
Mendengar ucapanya itu, Rasulullah SAW langsung pergi
menjauhnya dan tidak menangggapinya sama sekali. Ali kembali berbicara
kepadanya, tetapi Nabi SAW tetap tak mau menanggapinya. Ali mendengar langkah
kaki Nabi SAW yang berjalan menjauh sambil memukuli pahanya sendiri dan
berkata, "namun, manusia lebih suka berdebat dibanding makhluk lain."
QS.Al-Kahf (18):54.
Riwayat ini memberi kita pelajaran, bahkan sahabat yang
mulia pun berusaha mencari alasan ketika Rasulullah menyerunya melakukan
kebaikan. Ali ibn Abi Thalib tentu tidak bermaksud menentang seruan Rasulullah.
Namun, sebagaimana firman Allah yang dibacakan oleh Nabi SAW, manusia punya
kecenderungan untuk mendebat dan mencari alasan. Tindakan seperti itu tidak
disukai oleh Rasulullah SAW hingga ia meninggalkan Ali yang merasa malu karena
Rasulullah marah kepadanya. Sejak memeluk Islam pada usia remaja, Ali ibn Abi
Thalib selalu taat dan patuh kepada junjungannya, Rasulullah SAW apapun akan ia
lakukan agar Rasulullah ridha kepadanya. Karena itulah ia merasa sangat masygul
ketika melihat Rasulullah marah dan langsung pergi menghindarinya.
27. MENGHUKUM ORANG YANG BERBUAT SALAH.
Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah kepada Hathib ibn
Balta'ah ketika ia ketahuan mengirimkan surat kepada kaum kafir Quaraisy
mengabarkan niat Rasulullah dan kaum muslimin untuk menaklukkan Makkah.
Rasulullah SAW memanggil Hathib, yang segera menghadap kepadanya. Ketika keduanya
telah berhadapan, Rasulullah SAW menunjukkann surat Hathib untuk keluarganya di
Makkah, kemudian beliau bertanya, "hai Hathib, apa yang mendorongmu
melakukan ini?"
Hathib berkata, "wahai Rasulullah, janganlah engkau
terlampau cepat menghakimiku. Aku sama sekali tidak berniat buruk. Aku punya
keluarga di Quraisy. Aku adalah pelindung sebagian anggota keluargaku meskipun
mereka belum memeluk Islam. Disisimu juga banyak kaum Muhajirin yang memiliki
kerabat dan keluarga di Makkha, kerabat yang menjaga dan memelihara keturunan
serta harta mereka. Jika mereka semua binasa, siapa lagi yang akan menjaga
harta dan keluarga kaum Muhajirin?"
Rasulullah SAW terdiam sejenak. Beliau merasakan
kejujuran dalam ucapan Hathib. Kemudian Hathib berkata lagi dengan suara yang
lembut dan mengharapkan belas kasihan, "wahai Rasulullah, aku melakukan
itu bukan karena aku telah murtad dari Islam, bukan juga karena aku meridhai
kekafiran."
Dengan ucapannya ini, Hathib ingin membersihkan dirinya
dari kesalahan dan menyucikan jiwanya dari kejahatan. Rasulullah SAW sendiri
mengetahui kadar keimanan dan kejujuran Hathib. Rasulullah SAW bersabda,
"engkau benar."
Jawaban Rasulullah SAW itu menunjukkan bahwa beliau telah
mengampuni kesalahan Hathib. Namun, beberapa sahabat, diantaranya Umar ibn
al-Khatthab tidak puas mendengar ucapan dan pengakuan Hathib. Mereka
beranggapan bahwa Hathib telah merencanakan perbuatannya itu dengan matang.
Umar berkata geram, "wahai Rasulullah, biarkanlah aku membunuhnya. Sungguh
dia seorang munafik."
Tuduhan itu dilemparkan Umar kepada Hathib, padahal ia
terbebas dari kemunafikan. Rasulullah SAW memandang Umar, menenangkannya, dan
meredakan kemarahannya, kemudian berkata, "wahai Umar, Hathib adalah salah
seorang pejuang dalam Perang Badar. Kita tidak pernah tahu bahwa mungkin saja
Allah menakdirkannya menjadi salah seorang Syuhada Badar." Kemudian
Rasulullah SAW, berpaling kepada Hathib dan bersabda, "kerjakanlah
sekehendak kalian, karena kalian telah diampuni."
Air mata mengalir deras dimata Umar dan ia berkata,
"Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."HR.Al-Bukhari.
Meskipun Hathib selamat dari murka Rasulullah karena ia
terlibat dalam Perang Badar, Allah menurunkan firman-Nya yang dengan tegas
menegur orang yang bersekutu atau membantu kaum kafir :
"Hai orang-orang beriman, janganlah menjadikan
musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman setia yang kalain sampaikan kepada
mereka (berita-berita tentang Muhammad) karena merasa kasihan. Padahal mereka
telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan
mengusir kalian karena kalian beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kalian
benar-benar keluar untuk berjihad dijalan-Ku dan mencari ridha-Ku jangan kalian
mengabarkan secara rahasia (berita-berita tentang Muhammad) kepada mereka,
karena merasa kasihan. Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa
yang kalian nyatakan. Dan barangsiapa diantara kalian melakukannya,
sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus."
QS.Al-Mumtahanah(60):1.
Ada beberapa simpulan penting yang dapat kita pelajari
dari riwayat tersebut :
* Nabi SAW menegur para sahabat yang melakukan kesalahan
serius dengan mengajukan pertanyaan : "Apa yang membuatmu melakukan
itu?" Nabi SAW ingin mengetahui alasan sahabat melakukan kesalahan itu,
padahal mungkin sahabat itu mengetahui akibat buruk perbuatannya itu pada
dirinya dan orang-orang disekitarnya.
* Kesalahan mungkin dilakukan oleh semua orang, termasuk
orang yang sekian lama dikenal masyarakat sebagai orang yang baik dan mulia.
* Jika ingin menegur dan mengubah perilaku buruk
seseorang, kita harus senantiasa berlapang dada dan bersikap terbuka menanggapi
setiap keluhan atau kesalahan yang dilakukannya sehingga ia menyadari
kesalahannya dan terus berusaha kembali ke jalan yang benar. Teguran dan
nasihat ditujukan untuk mengubah perilaku buruk seseorang, bukan untuk
mengasingkannya.
* Seorang dai, mubalig, atau bahkan siapapun harus
menghargai dan menyadari bahwa setiap orang mungkin melakukan kesalahan ; bahwa
setiap orang memiliki kelemahannya masing-masing yang pada saat-saat tertentu
kelemahan itu menguasai diri mereka sehingga mereka melakukan kesalahan. Dengan
kesadaran seperti itu ia tidak akan merasa kaget ketika melihat seseorang yang
dihormati atau yang lebih tua melakukan kesalahan.
* Kita harus mempertimbangkan kebaikan dan kehormatan
seseorang yang sekian lama dikenal sebagai orang baik ketika kita menegur atau
menasihatinya karena melakukan kesalahan. Jangan sampai karena teguran atau
nasihat yang kita sampaikan, orang itu tak lagi melakukan kebaikan yang selama
ini ia lakukan.
28. TEGURLAH DENGAN TEGAS JIKA SESEORANG MELAKUKAN
KESALAHAN.
Ketika menyaksikan atau mendengar seseorang melakukan
kesalahan, kita tak boleh mengabaikannya dan berpura-pura tidak tahu. Kita
harus mengarahkan orang yang berbuat salah kejalan yang benar. Harus ada
seseorang yang menegur dan mengingatkannya agar ia sadar bahwa ia telah berbuat
salah meskipun ia dikenal sebagai orang yang baik dan terhormat ditengah
masyarakat.
Al-bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya bahwa Ali r.a
berkata, "aku punya seekor unta betina bagianku dari harta pampasan Perang
Badar, dan Nabi SAW memberiku seekor unta betina lain bagianku dari Khumus.
Ketika aku ingin menikahi Fatimah, putri Rasulullah SAW, aku membuat janji
dengan seorang tukang emas dari Banu Qaynuqa untuk pergi bersamaku ke Idhkur.
Aku ingin menjual dua gelang emas kepadanya dan uangnya akan kupergunakan
sebagai biaya walimah. Ketika aku menyiapkan pelana, kantong perjalanan, tali
kekang, dan barang-barang perlengkapan lainnya, unta-untaku kubiarkan disamping
sebuah rumah milik seorang Anshar. Setelah menyiapkan semua barang yang
kubutuhkan, aku kembali dan mendapati unta-untaku telah disembelih. Bagian
punggungnya telah koyak, dan sisi tubuhnya tak lagi utuh. Bagian dalam unta itu
terburai keluar. Tentu saja aku marah menyaksikan keadaan itu. Aku bertanya
kepada orang-orang disana, 'siapa yang melakukannya?'
Mereka menjawab, 'Hamzah ibn Abdul Muthalib. Ia ada di
kedai minuman itu, sedang minum bersama orang-orang Anshar.'
Aku segera pergi menemui Nabi Muhammad SAW dan melihat
Zaid ibn Harisah tengah bersamanya. Rasulullah menyadari ada yang salah dari
ekspresi mukaku. Beliau bertanya, 'apa yang terjadi denganmu?'
Aku berkata, 'wahai Rasul, aku belum pernah melihat
keburukan seperti yang kulihat hari ini! Hamzah menyembelih dua unta betina,
mengoyak punggung keduanya, dan membedah tubuh keduanya. Saat ini ia sedang
minum di sebuah kedai.'
Rasulullah SAW meminta diambilkan jubahnya kemudian
mengenakannya dan bergegas pergi. Aku dan Zaid ibn Harisah berjalan cepat
mengikutinya hingga ia tiba di kedai minuman. Rasulullah meminta izin masuk,
dan mereka mengizinkannya masuk. Mereka tampak sedang minum-minum dan
Rasulullah SAW mulai memarahi Hamzah dan menegurnya atas kesalahan yang ia
lakukan. Namun, ketika diperhatikan, Hamzah terlihat sudah mabuk dan kedua
matanya merah. Hamzah memperhatikan Rasulullah SAW ia melihat lekat-lekat pada
lutut Rasulullah, memperhatikan bagian perut dan wajahnya kemudian berkata,
'bagiku, engkau tak lebih daripada budak ayahku.' Rasulullah SAW menyadari
bahwa Hamzah sudah mabuk sehingga ia langsung beranjak pulang dan kami berjalan
mengikutinya." HR.Al-Bukhari.
Rasulullah berjalan pulang dalam keadaan marah. Selang
beberapa hari kemudian ia memerintahkan beberapa sahabatnya untuk menyebarkan
larangan minuman arak seraya menyatakan bahwa arak adalah minuman yang
diharamkan. Siapa saja yang meminumnya, tanpa pandang bulu, akan mendapatkan
siksa, meskipun mereka adalah veteran Perang Badar. Peristiwa ini terjadi sebelum turun ayat Al-Qur'an tentang
larangan meminum minuman keras.
Riwayat ini menunjukkan bahwa meskipun Hamzah dikenal
sebagai salah seorang pahlawan Perang Badar yang gagah berani dan juga paman
Rasulullah SAW ia tetap harus ditegur dan diperingatkan jika melakukan
kesalahan. Namun, Rasulullah sendiri menyadari bahwa ia tak mungkin menasihati
orang yang sudah mabuk karena minuman keras. Karena itulah ia memutuskan pulang
kerumah. Barulah beberapa hari kemudian ia menyampaikan larangan minum-minuman
keras kepada seluruh umat Islam. Kita juga melihat bahwa meskipun sangat marah
dan kesal, Ali ibn Abi Thalib tidak langsung melabrak dan memarahi Hamzah. Ia
menyadari posisi pamannya itu ditengah masyarakat sehingga ia segera menemui
Rasulullah dan mengadukan persoalan itu kepadanya. Hanya Rasulullah orang yang
tepat untuk menegur dan menasihati Hamzah ibn Abdul Muthalib.
29. JAUHILAH PARA PELAKU KESALAHAN.
Imam Ahmad r.a meriwayatkan dari Humaid yang menuturkan,
"Al-Walid dan salah seorang temanku mendatangiku dan berkata, 'datanglah
bersamaku, karena engkau lebih muda daripada diriku dan kau lebih tahu tentang
hadist.'
Ia membawa kami ke Bisyr ibn Ashim. Abu al-Aliyah berkata
kepadanya, 'dapatkah kau sampaikan hadistmu itu kepada dua orang ini?'
Bisyr ibn Ashim menjawab, 'Uqbah ibn Malik mengatakan
kepada kami, Abu al-Nadr al-Laitsi mengatakan bahwa Bahz, salah seorang anggota
keluarganya, menuturkan bahwa Rasulullah SAW mengirim pasukan kecil untuk
menyerang satu kabilah.
Seseorang berlari meninggalkan kabilah itu, tetapi
seorang pasukan muslim mengejarnya dengan pedang terhunus. Orang yang berlari
itu mengatakan, "Aku seorang muslim," tetapi prajurit muslim itu
tidak menggubrisny. Ia menyerang dan membunuh orang itu.
Berita tentang kejadian itu sampai kepada Rasulullah SAW
dan beliau menanggapinya dengan komentar yang keras. Kabar tentang kemarahan
Rasulullah SAW itu sampai ke telinga si prajurit muslim yang membunuh orang
itu. Suatu saat, ketika Rasulullah berceramah didepan orang-orang, si prajurit
msulim itu bangkit dan berkata, "wahai Rasul, demi Allah, ia berkata
seperti itu hanya untuk menyelamatkan dirinya."
Rasulullah tidak menanggapi ucapannya. Ia berbalik dari
orang itu dan orang-orang disekelilingnya kemudian melanjutkan ceramahnya.
Orang itu berkata lagi, "wahai Rasul, ia berkata seperti itu hanya untuk
menyelamatkan dirinya."
Rasulullah tidak menanggapi ucapannya. Ia berbalik dari
orang itu dan melanjutkan ceramahnya. Orang itu tampak tidak puas sehingga
untuk ketiga kalinya ia berkata, "wahai Rasul, ia berkata seperti itu
hanya untuk menyelamatkan dirinya."
Rasulullah SAW berpaling kepadanya, dan orang-orang yang
hadir disana dapat melihat dengan jelas ekspresi kekecewaan yang terpancar dari
wajahnya. Rasulullah SAW bersabda, "Allah mengutuk orang yang membunuh
seorang mukmin." Ia mengucapkan kalimat itu tiga kali. HR.Imam Ahmad.
Al-Nasa'i meriwayatkan dari Abu sa'id al-Khudri bahwa
seorang laki-laki dari Najran menemui Rasulullah SAW sementara salah satu jari
tangannya terlihat dilingkari sebuah cincin emas.
Rasulullah SAW berpaling darinya dan bersabda, "Kau
mendatangiku sementara tanganmu membawa bara api dari neraka."
Imam Ahmad menuturkan versi riwayat yang lebih lengkap
dari Abu Sa'id al- Khudri : seseorang berasal dari Najran mendatangi Rasulullah
SAW mengenakan cincin emas dijarinya. Rasulullah SAW berpaling darinya dan
tidak mengucapkan sepatahpun kata. Orang itu pulang ke istrinya dan
menyampaikan sambutan yang didapatkannya dari Rasulullah SAW. Istrinya berkata,
"pasti ada alasan mengapa Rasulullah bersikap seperti itu. Kembalilah
kepada Rasulullah SAW."
Orang itu segera berangkat untuk menemui Rasulullah
sambil membuang cincin emasnya dan jubahnya. Ketika ia meminta masuk,
Rasulullah mengizinkannya. Ia mengucapkan salam dan Rasulullah SAW langsung
menjawabnya. Setelah berhadapan, ia berujar, "wahai Rasul, engkau
berpaling dariku ketika itu aku datang tadi."
Rasulullah SAW bersabda, "kau mendatangiku dengan
sebongkah bara api neraka ditanganmu."
"Wahai Rasul, sepertinya aku datang membawa banyak
bara api," ujarnya. Ia mengatakan itu karena ia membawa banyak pakaian yan
indah dari Bahrain.
Rasulullah SAW bersabda, "semua barang yang kau bawa
itu sebanyak apapun takkan bisa menolong kami (dikehidupan akhirat). Semua itu
tidak lebih berharga dari pada bebatuan Harrah. Batu-batu itu (maksudnya
perhiasan) adalah kemewahan di dunia ini."
"Kalau begitu, jelaskanlah kepada para sahabat sehingga
mereka tidak berpikir bahwa engkau marah kepadaku karena suatu sebab
lain."
Rasulullah SAW berdiri dan menyampaikan persoalan itu
kepada para sahabat dan menyatakan bahwa persoalan itu hanya karena ia
mengenakan cincin emas.
30. KUCILKANLAH ORANG YANG BERBUAT SALAH.
Ini merupakan salah satu metode yang sangat efektif yang
pernah di praktikkan oleh Rasulullah SAW, terutama ketika seseorang melakukan
kesalahan yang sangat serius. Metode ini berdampak besar pada jiwa si pelaku
kesalahan. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi pada Ka'b ibn Malik dan
dua sahabatnya yang tidak ikut dalam pasukan umat Islam menuju Tabuk.
Akhirnya, setelah beberapa minggu, Rasulullah dan kaum
Muslimin pulang dari perjalanan jihad. Dan seperti biasanya, ia langsung menuju
masjid untuk melaksanakan shalat dua raka'at, setelah itu ia menerima
kedatangan orang-orang yang tinggal di Madinah dan tidak ikut berperang. Mereka
menyampaikan permohonan maaf sambil mengemukakan berbagai alasan. Mereka
memohon ampunan sambil bersumpah atas nama Allah. Rasulullah menerima
permintaan maaf mereka yang diungkapkan secara terus terang, dan mereka kembali
membaiat Rasulullah. Sementara, berkaitan dengan apa yang tersembunyi dalam
hati mereka, Rasulullah menyerahkannya kepada Allah.
Lalu, Ka'b datang hendak menemui Rasulullah dengan
langkah gontai dan kepala tertunduk. Rasulullah tersenyum, namun pandangan
matanya menunjukkan kemarahan. Rasulullah bertanya kepada Ka'b, "apa yang
membuatmu terlambat? Bukankah kau telah menyiapkan hewan tunggangan?"
Ka'b menjawab, "benar, wahai Rasulullah. Demi Allah,
seandainya saat ini yang kuhadapi adalah orang lain, bukan engkau, aku akan
berusaha meredakan kemarahannya dengan berbagai alasan, karena aku pandai
berdebat. Tetapi, demi Allah, jika aku berbicara kepadamu dengan kata-kata yang
mengandung dusta, pasti Allah akan murka, begitupun engkau. Namun, jika aku
berkata jujur, aku sungguh merasa berat untuk mengungkapkannya. Aku sungguh
mengharapkannya. Aku sungguh mengharapkan ampunan Allah...demi Allah, aku tidak
punya alasan dan uzur apapun. Demi Allah, aku merasa sangat berduka dan berat
hati sejak menyadari bahwa aku tidak berada di medan jihad bersama kaum
Muslimin lainnya."
Rasulullah bersabda, "orang ini sungguh jujur.
Karena itu, berdirilah, aku tak dapat memberikan keputusan tentangmu. Tunggulah
hingga Allah memberikan keputusan."
Kemudian Murrah datang dan disusun oleh Hilal. Mereka pun
menyampaikan kata-kata yang sama seperti Ka'b. Rasulullah pun membiarkan mereka
berdua menanti keputusan Allah.
Rasulullah melarang orang-orang berbicara dan bergaul
dengan mereka sampai Allah memberi keputusan tentang mereka. Dia akan menghukum
mereka jika berkehendak, atau menerima tobat mereka. Hari demi hari terus
berlalu setelah kejadian itu. Ketiga orang itu semakin sedih dan berduka.
Detik-detik terasa berjalan sangat lambat. Mereka gelisah dan bingung. Resah
dan menderita. Pengucilan kaum Muslimin itu benar-benar menjadi bencana yang
sangat menyakiti jiwa mereka.
Murrah ibn al-Rabi dan Hilal ibn Murrah menutup diri
didalam rumah sambil terus menangis dan meratap, menantikan keputusan Allah.
Sementara itu, Ka'b bersikap seperti pemuda biasa, bolak-balik ke pasar seperti
kebanyakan orang lainnya. Ikut shalat berjamaah dan duduk dijalanan. Tetapi tak
ada seorangpun yang mengajaknya bicara. Tak seorangpun yang memandang atau
menyapanya. Suatu saat, setelah mengerjakan shalat, ia menghadap Rasulullah dan
mengucapkan salam kepadanya. Namun karena situasi saat itu sedang ramai, ia
tidak tahu apakah Rasulullah menghadap atau berpaling darinya, ia pun tak tahu,
apakah Rasulullah menjawab salamnya atau tidak.
Isolasi yang dilakukan kaum muslimin semakin ketat.
Mereka benar-benar menaati perintah Rasulullah. Ketiga orang itu semakin merasa
terasingkan hingga akhirnya Allah menurunkan firman-Nya, menerima taubat ketiga
orang itu. Suatu hari, menjelang pelaksanaan shalat subuh, tampak kepala
Rasulullah tertunduk dan ruhnya gaib sejenak dari orang-orang disekitarnya.
Sesaat kemudian ia menghadap kepada para sahabat dengan wajah yang cerah dan
dada yang lapang. Ia bersabda, "Allah telah menerima taubat Ka'b, Murrah,
dan Hilal. Pergi dan temuilah mereka. Ucapkanlah kata selamat dan sampaikanlah
kabar gembira ini."
Ka'b menuturkan pengalamannya saat itu, "Rasulullah
SAW melarang kaum muslimin berbicara kepada kami (Ka'b, Hilal, Murrah) yang
tidak ikut ekspedisi itu. Semua orang menghindari kami dan sikap mereka kepada
kami berubah bahkan dunia tempatku berjalan seakan-akan asing. Kami dikucilkan
selama 50 hari. Dua sahabatku yang juga dikucilkan lebih banyak mengurung diri
dirumah meratapi nasib mereka. Namun, aku adalah yang termuda diantara kami
sehingga aku bisa ikut mengerjakan shalat berjamaah dengan kaum muslimin dan
berjalan-jalan dipasar-pasar meski tak seorangpun yang mau bicara denganku. Aku
pernah mendatangi Rasulullah SAW ketika ia berkumpul bersama para sahabat usai
melaksanakan shalat. Aku mengucapkan salam kepadanya tetapi ia bersikap
seakan-akan aku tidak ada. Aku mengerjakan shalat didekatnya dan meliriknya.
Ketika aku hendak mengerjakan shalat, ia berpaling kepadaku dan ketika aku
melihatnya, ia berpaling dariku.
Karena semua orang terus menghindariku, aku pergi menuju
perkebunan milik Abu Qatadah yang tak lain adalah anak pamanku dan orang yang
paling kucintai. Aku melompati pagar kebunnya dan kemudian mengucapkan salam
kepadanya. Namun Abu Qatadah tidak membalas salamnya.
Ka'b berkata, 'Hai Abu Qatadah, aku menyerumu dengan nama
Allah, apakah engkau tahu bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya?'
Abu Qatadah tetap diam. Ka'b mengulang pertanyaannya. Abu
Qatadah menjawab, 'Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.' Mendengar jawabannya
itu, air mataku mengalir, lalu aku berbalik pergi.
Pada hari kelima puluh sejak Rasulullah SAW melarang
setiap orang berbincang dengan kami, tepat setelah shalat subuh, ketika aku
duduk diatas atap rumahku, ketika jiwaku terasa sesak, dan ketika bumi yang
sangat luas terasa sesak menghimpitku " (QS.al-Tawbah(9):118), aku
mendengar seseorang berteriak lantang dari puncak bukit Sal :'Hai Ka'b ibn
Malik, gembiralah!" HR.Al-Bukhari.
Kita mendapat banyak pelajaran dari riwayat itu yang tak
bisa diabaikan begitu saja. Banyak ulama yang telah menjelaskan hadist ini dari
berbagai sudut pandang, termasuk diantaranya yang terdapat dalam kitab Zad
al-Ma'ad dan Fath al-Bari.
Bukti lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah
mempergunakan teknik penyadaran seperti ini adalah hadist yang diriwayatkan
oleh al-Tirmidzi dari Aisyah yang mengatakan, "tidak ada perilaku yang
paling dibenci Rasulullah SAW selain dusta. Jika seseorang berdusta didepannya,
Rasulullah SAW akan menjadi sangat marah hingga ia mengetahui bahwa orang yang
berdusta itu telah bertaubat dan menyesali perbuatannya."
Sementara riwayat Ahmad disebutkan : "ia akan tetap
menunjukkan kemarahannya kepada orang itu."
Menurut riwayat lain :"jika salah seorang
keluarganya berbohong maka Nabi SAW akan terus berpaling darinya sampai ia
menunjukkan penyesalannya kepada Nabi." HR.Al-Hakim.
Riwayat-riwayat diatas menunjukkan dengan jelas bahwa
menghindar dan berpaling dari orang yang melakukan kesalahan merupakan metode
yang sangat efektif untuk mengubah perilaku seseorang. Kendati demikian, metode
ini baru akan bekerja efektif jika orang yang berpaling itu memiliki kedudukan
yang lebih istimewa dibanding si pelaku. Jika kedudukan atau kehormatan orang
yang menjauhi itu biasa saja dan tidak lebih tinggi dibanding si pelaku
kesalahan, kemungkinan besar metode itu tidak akan berpengaruh, atau bahkan
mungkin si pelaku akan merasa senang karena dijauhi oleh orang yang tidak
menyukai perbuatannya.
31. DOAKANLAH KEBURUKAN BAGI ORANG YANG TERUS MENGULANGI
KESALAHANNYA.
Imam Muslim r.a meriwayatkan bahwa seseorang makan dengan
tangan kirinya di depan Rasulullah SAW sehingga Rasulullah menegurnya,
"Makanlah dengan tangan kananmu!"
Orang itu berkata, "aku tidak bisa."
Rasulullah lalu berujar, "mudah-mudahan selamanya
kau tidak bisa!" Kesombongan membuatnya enggan berubah. Sejak peristiwa
itu ia tidak bisa mengangkat makanan ke mulutnya.
Dalam riwayat Ahmad, Iyas ibn Salamah ibn Al-Akwa
meriwayatkan bahwa ayahnya menuturkan,
"Aku mendengar Rasulullah SAW berkata kepada seseorang bernama Bisr ibn
Ra'i al-Ir agar makan dengan tangan kanannya, karena Rasulullah melihatnya
makan dengan tangan kirinya. Bisr berkata, "Aku tidak bisa."
Nabi SAW lalu berkata, "mudah-mudahan kau tidak akan
pernah bisa!" Dan sejak itu tangan kanannya tak pernah bisa terangkat ke
mulutnya.
Al-Nawawi r.a berkomentar, "hadist ini menunjukkan
bahwa kita boleh mendoakan keburukan bagi orang yang melanggar syariat tanpa
uzur atau halangan apapun. Hadist ini pun mengajarkan kepada kita agar terus
berusaha menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan, bahkan sekalipun
dalam urusan makan." Shahih Muslim.
Lalu apakah mendoakan keburukan kepada pelaku kesalahan
tidak bertentangan dengan salah satu metode yang dijelaskan diatas tentang
larangan membantu setan dengan memusuhi pelaku kesalahan. Doa keburukan yang
dimaksudkan disini merupakan bagian dari teguran atau peringatan agar si pelaku
tidak mengulangi kesalahannya.
32. BERPURA-PURA TIDAK MENGETAHUI KESALAHAN SESEORANG
KARENA
MENGHARGAI
KEDUDUKANNYA.
"Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan suatu
peristiwa secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah).
Maka tatkala (Hafsah) menceritakan perisitwa itu kepada Aisyah dan Allah
memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Aisyah dan Hafsah) kepada
Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diceritakan Allah
kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala
(Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu Hafsah
bertanya : "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?"
Nabi Menjawab: "Allah Yang Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal."
QS.Al-Tahrim(66):3.
Al-Qasimi r.a berkata dalam Mahasin al-Ta'wil bahwa kata
Nabi dalam frasa "Dan ingatlah ketika Nabi" merujuk kepada Muhammad
SAW. Frasa "kepada salah seorang dari istri-istrinya" merujuk kepada
Hafsah. Frasa "suatu peristiwa" berarti bahwa Hafsah tidak boleh
menceritakan apa yang dikatakan Nabi SAW, atau apa yang ia haramkan atas
dirinya sendiri meskipun Allah telah membolehkannya. Frasa "Tatkala ia
menceritakan peristiwa itu" berarti ia menceritakan rahasia itu kepada sahabatnya
(Aisyah). Frasa "Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad"
berarti Allah memberitahukan kepada apa yanng Hafsah katakan kepada Aisyah.
Frasa "Muhammad memberitahukan sebagian" berarti bahwa ia
memberitahukan sebagian apa yang telah Hafsah katakan dengan maksud untuk
menegurnya. Frasa "menyembunyikan sebagian yang lain" berarti
Muhammad tidak menyampaikan sebagian yang lain karena menghormati Hafsah.
Diungkapkan dalam al-Iklil: "ayat itu menunjukkan
bahwa dibolehkan membicarakan sesuatu rahasia kepada orang kita percayai,
seperti pasangan atau sahabat dekat kita seraya meminta kepadanya agar ia
menyimpan rahasia itu. Ayat itu juga menunjukkan bagaimana memperlakukan istri
dengan baik, bersikap lembut ketika menegurnya, dan tidak mengungkapkan seluruh
kesalahan yang dilakukannya."
Al-Hasan berpendapat, "bukanlah seorang mulia orang
yang mempermasalahkan setiap kesalahan kecil." Sementara Sufyan
mengatakan, "pura-pura tidak tahu merupakan salah satu sikap orang yang
mulia."
Kendati demikian, penting untuk dicatat bahwa sikap
pura-pura tidak tahu seperti itu tidak berlaku untuk kesalahan-kesalahan
serius, apalagi yang berkaitan dengan syariat dan keyakinan Islam.
33. BANTULAH SAUDARA SESAMA MUSLIM UNTUK MEMPERBAIKI
KESALAHANNYA.
Abu Hurairah r.a menuturkan bahwa ketika ia dan para
sahabat duduk bersama Rasulullah SAW, seorang laki-laki mendatanginya dan
berkata, "Wahai Rasulullah, hukumlah aku!"
Nabi SAW bertanya, "apa yang telah kau
lakukan?"
Ia berkata, "aku telah menggauli istriku padahal aku
sedang berpuasa."
Rasulullah SAW bertanya, "apakah kau mampu
membebaskan seorang budak?"
"Tidak."
"Apakah kau memiliki harta untuk memberi makan enam
puluh orang miskin?"
"Tidak."
Rasulullah SAW terdiam karena tak ada lagi yang bisa
menjadi kafaat untuk orang itu. Tidak lama berselang, seseorang datang membawa
sekeranjang kurma sebagai sedekah. Rasulullah SAW bertanya, "Dimanakah
orang yang tadi bertanya?"
Laki-laki itu menjawab, "ini aku wahai
Rasulullah."
"Ambillah kurma ini dan sedekahkanlah kepada orang
miskin."
"Siapakah yang lebih miskin dari pada diriku, wahai
Rasulullah? Demi Allah, di Madinah ini tidak ada keluarga yang lebih miskin
dari pada keluargaku."
Rasulullah SAW tersenyum hingga giginya terlihat,
kemudian bersabda, "berilah makan keluargamu dengan kurma ini."
HR.Al-Bukhari.
34. TEMUILAH PELAKU KESALAHAN DAN AJAKLAH UNTUK
MEMBICARAKANNYA.
Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan bahwa Abdullah ibn
Amir menceritakan : "Ayahku menikahkanku dengan seorang perempuan dari
keluarga baik-baik. Kadang-kadang ayahku datang kerumah dan menanyai menantunya
tentang suaminya. Istriku itu mengatakan, 'laki-laki yang sangat baik. Ia tidak
pernah tidur diatas ranjang kami, atau menggauliku sejak kami menikah.' Setelah
berlangsung lama dan jawabannya tidak berubah, ayahku menyampaikan persoalan
itu kepada Rasulullah SAW yang kemudian berkata, 'biarkanlah aku menemuinya.'
Karena itu, aku segera menemui Rasulullah SAW yang
kemudian bertanya kepadaku, 'seberapa sering kau berpuasa?'
Aku menjawab, 'setiap hari.'
'Seberapa sering kau mengkhatamkan Al-Qur'an?'
'Setiap malam.'
Rasulullah bersabda, 'puasalah tiga hari tiap bulan, dan
khatamkanlah Al-Qur'an sekali sebulan.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Berpuasalah tiga hari stiap minggu.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Jangan berpuasa selama dua hari, kemudian berpuasalah
sehari.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Lakukanlah puasa yang paling baik, yaitu puasa Dawud,
berpuasa sehari lalu tidak puasa sehari berikutnya, dan khatamkanlah Al-Qur'an
sekali setiap tujuh hari.'
Andai saja dahulu aku menerima keringanan yang diberikan
oleh Rasulullah SAW karena kini, ketika aku beranjak tua dan semakin lemah, aku
harus membaca Al-Qur'an pada siang hari juga agar pada malam harinya aku bisa
mengkhatamkannya dalam waktu tujuh hari. Ketika aku merasac lemah, aku tidak
berpuasa selama beberapa hari dan aku menghitung hari-hari yang aku tidak
berpuasa didalamnya untuk kemudian kugantikan pada hari-hari lainnya. Aku tidak
ingin menyerah dan menyalahi ucapan yang telah kukatakan kepada Rasulullah SAW." Abu Abdullah berkata:
"sebagian periwayat mengatakan bahwa Abdullah ibn Amr menamatkan Al-Qur'an
dalam tiga hari. Ada juga yang mengatakan dalam lima hari, tetapi kebanyakan
mengatakan dalam tujuh hari." HR.Al-Bukhari.
Beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari
riwayat ini diantaranya :
*Pertama: Rasulullah SAW memahami masalah yang dialami
oleh salah seorang sahabatnya, yaitu Abdullah ibn Amr yang menyibukkan dirinya
untuk beribadah kepada Allah tetapi ia tidak meluangkan waktunya untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai suami.
*Kedua: Riwayat inipun memberi pelajaran bahwa apapun
yang kita lakukan, aktivitas ibadah kepada Allah harus berjalan seimbang dengan
muamalah kepada sesama manusia. Apapun pekerjaan kita, baik sebagai pelajar,
mubalig, alim ataupun yang lainnya, harus menyeimbangkan antara aktivitas
ibadah dan aktivitas muamalah. Dan yang paling penting, kita harus
memperhatikan kepentingan keluarga, termasuk istri dan anak-anak kita, karena
mereka berada dibawah tanggung jawab kita sebagai kepala keluarga. Allah SWT
membebankan kewajiban kepada semua manusia sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing. Jangan sampai kita memaksakan diri untuk melakukan banyak ibadah
sehingga kewajiban kita sebagai kepala keluarga dan sebagai manusia terabaikan.
35. SAMPAIKANLAH SECARA LUGAS DAN TERUS-TERANG.
Al-Bukhari r.a meriwayatkan bahwa Abu Dzarr bercerita,
"Terjadi perselisihan antara diriku dan seseorang. Ibu orang itu bukan
seorang Arab dan aku mengatakan sesuatu yang menyakitkannya. Ia mengadukan
perlakuanku kepada Rasulullah, yang kemudian menanyaiku, 'apakah kau menghina
si fulan?'
Aku menjawab, 'ya.'
Ia bertanya lagi, 'apakah kau mengatakan sesuatu yang
menyakitkan perihal ibunya?'
'Ya.'
'Berarti masih ada sifat jahiliyah dalam dirimu.'
'Aku mengatakannya karena usiaku yang semakin uzur, wahai
Rasul.'
'Ya, tetapi mereka adalah saudaramu. Allah telah
memberimu kekuasaan dan wewenang atas mereka. Barang siapa yang diberi
kekuasaan atas orang lain, ia harus berusaha memberi makan mereka sebagaimana
ia memberi makan dirinya sendiri; ia harus memberi mereka pakaian sebagaimana
ia sendiri memberi pakaian; dan ia tak seharusnya membebani mereka pekerjaan
yang tidak mampu mereka lakukan. Jika ia terpaksa memberi mereka terlalu banyak
pekerjaan, berusahalah untuk membantunya."
Rasulullah SAW berbicara kepada Abu Dzarr dengan lugas
dan jelas tanpa tedeng aling-aling karena ia mengetahui bahwa Abu Dzarr akan
menerima nasihat serta tegurannya. Pendekatan seperti ini menjadi pendekatan
yang sangat efektif untuk dilakukan karena akan mengirit waktu dan energi.
Selain itu, orang yang ditegur tidak akan berburuk sangka atau salah memahami
apa yang kita sampaikan. Kendati demikian, pendekatan seperti ini tidak bisa
diterapkan kepada semua orang. Kita harus memperhatikan sifat dan kepribadian
seseorang, begitu juga lingkungan tempat kita akan menyampaikannya sehingga
teguran kita yang disampaikan secara lugas tidak menyinggung atau menyakitinya.
Pendekatan seperti ini jarang dipergunakan jika
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang lebih buruk dan lebih serius atau
jika ditengarai bahwa teguran itu akan menghambat kepentingan yang lebih besar.
Misalnya, jika orang yang melakukan kesalahan itu adalah seorang penguasa atau
pemimpin yang punya wewenang atas orang lain, mungkin ia tidak akan menerima
teguran yang lugasa dan terus terang. Atau, mungkin jika teguran atau nasihat
yang lugas itu akan membuat seseorang merasa sangat malu. Pendekatan langsung
dan lugas seperti dalam riwayat diatas tak perlu dipergunakan jika si pelaku
kesalahan termasuk orang yang terlalu sensitif dan cenderung merasa sakit hati
serta bereaksi dengan buruk. Tidak selayaknya pendekatan ini kita pergunakan
jika dilandasi oleh semangat kebencian dan permusuhan, apalagi bertujuan untuk
merendahkan dan mempermalukan seseorang sekaligus mengangkat martabat serta
kehormatan kita.
Sama halnya, kita harus berhati-hati ketika hendak
mempergunakan pendekatan tak langsung agar tidak menimbulkan dampak negatif
yang lebih besar. Jelasnya, jika kita mempergunakan pendekatan tak langsung
misalnya menggunakan bahasa simbolis dan tidak menohok langsung pada persoalan
si pelaku kesalahan mungkin akan berpikir bahwa kita adalah orang bodoh atau
sedang mempermainkan dirinya. Ia tidak akan menyadari kesalahannya apalagi
mengubah perilaku dan sifatnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cara
atau pendekatan yang benar belum tentu efektif jika kita tetapkan pada
seseorang. Pada sebagian orang, kita bisa menerapkan pendekatan yang bersifat
langsung, tegas, dan lugas, sementara pada sebagian lainnya dibutuhkan kepintaran
untuk melihat dan menganalisis kepribadian orang lain agar kita bisa memilih
metode yang lebih efektif.
36. JELASKANLAH KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH BAHWA IA
SEDANG
MELAKUKAN
KESALAHAN.
Ajaklah seseorang yang berbuat salah untuk berdiskusi dan membahas kesalahan yang
dilakukannya sehingga ia benar-benar menyadari bahwa perbuatannya itu salah.
Pembahasan dan obrolan dari hati ke hati dibutuhkan untuk menyadari si pelaku
sehingga ia mau mengubah perilakunya dan kembali ke jalan yang benar. Berikut ini
adalah hadist yang diriwayatkan oleh al-Thabrani r.a dalam al-Mu'jam al-Kabir
dari Abu Umamah r.a yang mengatakan bahwa seorang anak muda mendatangi
Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, izinkanlah aku untuk
berzina."
Orang-orang yang
hadir disana berteriak memarahi anak muda itu, tetapi Rasulullah SAW berkata,
"Diam!"
Kemudian ia melanjutkan, "Biarkanlah ia
tenang." Lalu, ia berpaling kepada anak muda itu, "kemarilah."
Anak muda itu mendekat dan duduk dihadapan Rasulullah SAW
yang berkata kepadanya, "apakah kau suka jika ibumu dizinai?"
"Tidak."
"Maka, begitu pun orang lain. Mereka tidak akan suka
jika ibu mereka dizinai?"
Kemudian Rasulullah bertanya lagi, "apakah kau suka
jika anak perempuanmu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika anak
perempuan mereka dizinai. Apakah kau suka jika saudarimu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari
mereka dizinai. Apakah kau suka jika saudari ayahmu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari
ayah mereka dizinai. Dan apakah kau suka jika saudari ibumu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari
ibu mereka dizinai."
Kemudian Rasulullah SAW meletakkan tangannya diatas dada
anak muda itu dan berkata, "ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, sucikanlah
hatinya, dan lapangkanlah dadanya."
37. JELASKANLAH BAHWA ALASAN ORANG ITU MELAKUKAN
KESALAHAN
TIDAK BISA
DITERIMA.
Beberapa orang yang melakukan kesalahan berusaha menutup-nutupinya
atau mengemukakan berbagai alasan yang tidak bisa diterima, terutama ketika
mereka tertangkap basah saat melakukan kesalahan. Sebagian mereka mungkin
tampak gagap ketika mengemukakan alasan, terutama orang yang tidak pandai
berdusta karena pada dasarnya mereka baik hati. Bagaimanakah semestinya seorang
pendidik menghadapi situasi seperti ini? Riwayat berikut ini menggambarkan
tindakan cerdas yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW ketika menghadapi seorang
sahabat yang melakukan dalih atas kesalahannya. Riwayat ini juga menunjukkan
kepada kita bagaimana si pendidik harus terus mengikuti argumentasinya sampai
pelaku kesalahan mengakui dan menerima kesalahannya serta mau memperbaiki diri.
Khuwait ibn Jubair r.a bercerita, "kami berkemah
bersama Rasulullah di Marr al-Zahran (sebuah tempat dekat Makkah). Aku keluar
dari tendaku dan melihat beberapa perempuan sedang bercengkerama. Aku menyukai
mereka sehingga aku kembali, mengeluarkan petiku, dan mengambil sehelai
pakaian. Aku letakkan kembali peti itu, mendekati para wanita tersebut, lalu
duduk bersama mereka. Rasulullah SAW datang dan menyeru, 'Hai Abu
Abdullah!" Rasulullah menegurku karena aku duduk dengan para wanita yang
bukan mahram. Saat melihat Rasulullah, aku merasa takut dan gagap, berusaha mencari-cari
alasan. Aku katakan kepadanya, "wahai Rasul, untaku hilang dan aku mencari
tali untuk mengikatnya."
Mendengar aku berdalih, Rasulullah beranjak pergi dan aku
mengikutinya. Tiba-tiba ia melemparkan jubahnya kepadaku dan berjalan menuju
pepohonan yang rindang aku melihat putih
dadanya diantara warna daun pepohonan yang menghijau ketika ia
menunaikan hajat, lalu mengambil berwudhu. Usai berwudhu, Nabi SAW berbalik
mendekatiku dengan air yang menetes dari jenggot sampai dadanya. Rasul berkata,
'hai Abu Abdullah, apa yang terjadi pada untamu yang hilang?' Saat itu aku
tidak bisa menjawabnya.
Setelah cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan
hingga di sebuah tempat, aku berpapasan dengannya dan ia berkata kepadaku,
"assalamualaika hai Abu Abdullah. Apa yang terjadi pada untamu yang
hilang?"
Aku sadar dan tak kuasa menjawab pertanyaannya. Dalam
perjalanan pulang, aku bergegas ke Madinah dan setibanya disana aku menghindari
masjid dan perkumpulan yang dihadiri oleh Rasulullah SAW. Aku terus berlaku
seperti itu untuk waktu yang cukup lama hingga pada suatu hari, aku mencoba
pergi ke mesjid ketika orang-orang telah membubarkan diri. Setibanya di mesjid
aku segera mendirikan shalat, tetapi tiba-tiba aku mendengar Rasulullah SAW
keluar dari rumahnya, memasuki mesjid, lalu mendirikan shalat dua raka'at. Aku
sengaja berlama-lama melaksanakan shalat berharap ia segera beranjak pulang
kerumahnya dan meninggalkanku. Tetapi Rasulullah SAW berkata, 'shalatlah selama
apapun kau suka, hai Abu Abdullah, karena aku tidak akan meninggalkanmu sampai
kau selesai.'
Aku berkata kepada diriku sendiri, 'Demi Allah, aku harus
meminta maaf kepada Rasulullah SAW dan berusaha membuatnya ridha kepadaku.'
Setelah aku melaksanakan shalat, Rasulullah SAW bersabda, "Assalamualaika,
hai Abu Abdullah. Apa yang terjadi pada untamu yang hilang?"
Aku menjawab, 'Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran,
untaku tidak pernah hilang sejak aku menjadi muslim.'
Rasulullah SAW bersabda, 'mudah-mudahan Allah
mengampunimu, mudah-mudahan Allah mengampunimu.'
Sejak saat itu ia tak pernah menyinggung masalah unta
itu."
Jika kita perhatikan, kita dapat melihat betapa cerdas
metode yang dipraktikkan Rasulullah SAW untuk menyadarkan sahabatnya yang
melakukan kesalahan. Ketika mendengar atau melihat salah seorang sahabatnya
melakukan kesalahan, ia tidak pernah menunda untuk menegurnya. Ia tidak akan
membiarkan atau meninggalkan si pelaku kesalahan itu hingga ia benar-benar
menyadari kesalahannya dan bertekad untuk memperbaiki dirinya. Ada beberapa
pelajaran lain yang dapat kita tarik dari riwayat ini :
1. Seseorang yang melakukan kesalahan atau dosa akan
merasa malu kepada pemimpin yang dihormati, apalagi jika ia tertangkap basah
melakukan kesalahan.
2. Cara seorang pendidik atau mubalig berbicara dan
menginterogasi seseorang, meskipun dilakukan dengan singkat, akan menimbulkan
dampak yang besar.
3. Rasulullah tidak membantah atau mematahkan argumen
yang diungkapkan sahabatnya secara langsung, meskipun ia mengetahui bahwa
sahabatnya itu berkelit dan mencari-cari alasan. Rasulullah menghindarinya
terlebih dahulu sehingga sahabatnya itu sadar dan kemudian menegurnya lagi pada
waktu lain. Setelah beberapa kali teguran, sahabat itu akhirnya menyadari dan
benar-benar menyesali perbuatannya.
4. Pendidik yang baik adalah orang yang membuat seorang
pelaku kesalahan merasa sangat malu kepadanya sehingga pelaku itu akan
berbicara terus terang dan jujur mengakui kesalahannya.
5. Perubahan sikap si pelaku kesalahan, dalam riwayat
ini, ditandai dengan munculnya kesadaran dan pengakuan yang jujur bahwa ia
benar-benar melakukan kesalahan dan bertekad untuk tidak mengulanginya
lagi.
Seorang pendidik atau pemimpin yang memiliki pengaruh
besar terhadap orang-orang yang di didik atau dipimpinnya pasti akan menegur
atau menasihati orang yang berbuat salah. Nasihat dan tegurannya akan berdampak
besar pada perubahan sikap dan perilaku seseorang dibanding pemimpin atau
pendidik yang tidak dihormati atau dihargai oleh bawahan atau anak didiknya.
Selain itu, seorang pemimpin atau pendidik harus memperhatikan kepentingan
orang lain ketika menegur mereka sehingga tindakannya itu benar-benar efektif
dan berpengaruh.
38. PERHATIKANLAH WATAK DAN SIFAT MANUSIA.
Contoh berikut ini menggambarkan kecemburuan yang
biasanya menjadi sifat khas kaum wanita, terutama dalam kasus seorang istri
kepada madunya. Riwayat berikut ini bertutur tentangi stri Rasulullah yang
mencemburui istrinya yang lain dan ia dipanas-panasi oleh istrinya yang lain.
Rasulullah SAW sangat memahami kecemburuan yang bersarang dalam dada
istri-istrinya sehingga ia senantiasa bersikap hati-hati memperlakukan dan
menyikapi mereka. Ia selalu menyikapi mereka dengan sabar, adil, dan jujur
ketika menegur atau menasihati istri-istrinya yang berbuat salah.
Al-Bukhari r.a dalam Shahih-nya meriwayatkan dari Anas
bahwa ketika Rasulullah SAW sedang berada dirumah salah seorang istrinya,
datang seorang pelayan membawa sebuah bejana berisi makanan kiriman dari salah
seorang Ummul Mukminin. Istri yang sedang bersama Nabi hendak menolak kiriman
itu dan ia menarik tangan si pelayan sehingga bejana itu jatuh dan pecah
menjadi dua sementara isinya berserakan di lantai. Rasulullah SAW memunguti
serpihan bejana itu dan menghimpunnya kembali menjadi satu sambil berkata
kepada si pelayan, "Ibumu cemburu."
Kemudian ia meminta si pelayan untuk menunggu sampai ia
mengganti bejana yang pecah untuk diberikan kepada Ummul Mukminin yang
mengirimnya dan memberikan bejana yang pecah kepada istri yang memecahkan
bejana itu."
Kecemburuan telah menjadi watak alami seorang perempuan
sehingga sering kali mereka melakukan sesuatu yang tidak pantas tanpa
memikirkan akibat buruk yang akan menimpa diri mereka atau orang lain.
Kecemburan sering kali menutupi akal sehat sehingga mereka tidak dapat
memikirkan akibat dan berbagai kemungkinan yang terjadi dari perbuatannya.
Rasulullah sangat memahami perilaku dan watak istri-istrinya sehingga ia selalu
bersikap sabar dan menanggapi kecemburuan mereka dengan kelembutan dan kasih
sayang, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika perbuatan atau perilaku
mereka yang didorong oleh rasa cemburu dianggap keterlaluan dan melewati batas.
Dikutip dari buku Cara cerdas Nabi mengoreksi kesalahan
orang lain (Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Player vs Player WOW langsung saja kunjungin kami di ARENADOMINO tempat bermain Poker dan kartu yang sangat menyenangkan dan hadiah nyata menanti anda semua.. WA +855 96 4967353
Posting Komentar