Istri Tidak Itikaf
Tetapi Mendapat Pahala Itikaf Suami Juga
Ada seorang istri yang sangat ingin i’tikaf di sepuluh
malam hari Ramadhan, akan tetapi suaminya menyuruh agar ia di rumah saja
mengurus anak-anak dan memasak makanan untuk keluarga. Tentunya seorang yang
ingin beribadah kepada Allah akan sedikit kecewa karea tidak bisa beribadah.
Akan tetapi perlu diketahui bagi setiap istri, bahwa
istri juga akan mendapat pahala i’tikaf yang sama dengan suami jika istri
mendukung penuh suami dalam beribadah. Istri mempersiapkan keperluan suami,
istri mendukung penuh serta memberikan dukungan moril kepada suami.
Sebagaimana perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada Asma’ binti Yazid Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha, sahabiyah ini
bertanya mengenai keterbatasan wanita sebagai istri dalam beribadah dan harus
melayani suami, sedangkan laki-laki bisa berjihad, i’tikaf dan sebagainya.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya,
” افهمي أيتها المرأة، وأعلمي من خلفك من النساء، أن حسن تبعل
المرأة لزوجها وطلبها مرضاته، واتباعها موافقته، يعدل ذلك كله “.فانصرفت المرأة
وهي تهلل
“Pahamilah
wahai wanita. Dan beritahu para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri
kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridhanya dan kepatuhannya terhadap
keinginannya menyamai semua itu.” Wanita itu berlalu dengan wajah
berseri-seri.[1]
Begitu juga
dengan beberapa hadits yang lain, di mana orang yang mempersiapkan akan
mendapatkan pahala sebagaimana yang dipersiapkan. Misalnya istri mempersiapkan
bekal untuk suami berjihda, didukung secara moril. Maka istri juga akan
mendapat pahala yang sama sebagaimana suami.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ جَهَّزَ غَازِياً فِى
سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا ، وَمَنْ خَلَفَ غَازِياً فِى سَبِيلِ اللَّهِ
بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا
“Barang
siapa mempersiapkan (membekali) orang yang berperang, maka sungguh ia telah
berperang. Barang siapa yang menanggung keluarga orang yang berperang, maka
sungguh ia telah berperang.”[2]
Istri
mendukung dakwah dan ibadah suami
Sudah
menjadi fitrah bahwa tugas istri adalah mendukung suaminya dalam kehidupannya.
Lebih-lebih dalam memperjuangkan agama ini, mendukung suaminya dalam menuntut
ilmu agama, mengamalkan ilmunya dan mendukung dalam dakwah.
Hal ini
sesuai dengan fitrah wanita dan didukung juga oleh syariat, karena wanita tidak
dibebankan amal sebanyak amalan laki-laki seperti jihad, berbakti kepada orang
tua dan dakwah. Dan ini sesuai dengan kodrat wanita yang lebih lemah baik fisik
dan mentalnya di banding laki-laki. Dalam hadits dijelaskan bahwa wanita cukup
melakukan empat hal saja untuk masuksurga dari pintu mana saja, padahal untuk
masuk surga dari pinta mana saja, memerlukan kesungguhan yang sangat tinggi.
Salah satu empat hal tersebut adalah mentaati suaminya yaitu bisa merupa mendukungnya
dalam dakwah adalah mencari ridha suaminya maka ia bisa masuk surga.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ
خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا،
دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila
seorang wanita [1] mengerjakan shalat lima waktunya, [2] mengerjakan puasa di
bulan Ramadhan, [3] menjaga kemaluannya dan [4] menaati suaminya, maka ia akan
masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.”[3]
Catatan:
Berikut
teks lengkap hadits binti Yazid Al-Anshariyah
أنها أتت النبي صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهو بين أصحابه، فقالت: بأبي وأمي أنت يا رسول الله،
أنا وافدة النساء إليك، إن الله عَزَّ وَجَلَّ بعثك إلى الرجال والنساء كافة،
فآمنا بك وبإلاهك، وإنا معشر النساء محصورات مقصورات، قواعد بيوتكم، ومقضى
شهواتكم، وحاملات أولادكم.
وإنكم معشر الرجال فضلتم
علينا بالجمع والجماعات، وعيادة المرضى، وشهود الجنائز، والحج بعد الحج، وأفضل من
ذلك الجهاد في سبيل الله عَزَّ وَجَلَّ وإن الرجل إذا خرج حاجا أو معتمرا أو
مجاهدا، حفظنا لكم أموالكم، وغزلنا أثوابكم، وربينا لكم أولادكم، أفما نشارككم في
هذا الأجر والخير؟
“bahwa dia mendatangi Rasulullah, sementara
beliau sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma’ berkata, “Aku korbankan
bapak dan ibuku demi dirimu ya Rasulullah. Saya adalah utusan para wanita di
belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki dan
wanita, maka mereka beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu. Kami para wanita
selalu dalam keterbatasan, sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat dan
mengandung anak-anak kalian, sementara kalian – kaum laki-laki – mengungguli
kami dengan shalat Jum’at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar
jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari itu
adalah jihad fi sabilillah. Jika salah seorang dari kalian pergi haji atau
umrah atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang menenun pakaian
kalian, yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan
kebaikan ini sama seperti kalian?”
فالتفت النبي صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى أصحابه بوجهه كله، ثم قال: ” هل سمعتم مقالة امرأة قط أحسن
من مساءلتها في أمر دينها من هذه؟ ” فقالوا: يا رسول الله، ما ظننا أن امرأة تهتدي
إلى مثل هذا.
Nabi memandang para sahabat dengan seluruh
wajahnya. Kemudian beliau bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar ucapan
seorang wanita yang lebih baik pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada
wanita ini?” mereka menjawab, “Ya Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada
wanita yang bisa bertanya seperti dia.”
فالتفت النبي صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إليها فقال: ” افهمي أيتها المرأة، وأعلمي من خلفك من النساء،
أن حسن تبعل المرأة لزوجها وطلبها مرضاته، واتباعها موافقته، يعدل ذلك كله
“.فانصرفت المرأة وهي تهلل
Nabi
menengok kepadanya dan bersabda, “Pahamilah wahai ibu. Dan beritahu para wanita
di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh
ridhanya dan kepatuhannya terhadap keinginannya menyamai semua itu.” Wanita itu
berlalu dengan wajah berseri-seri.[4]
Maka
hendaknya wanita mendukung para suaminya untuk menuntut ilmu, beribadah dan
berdakwah, bersabar jika sering ditinggal. Maka pahalanya sama dengan pahala
yang didapatkan oleh suaminya jika ia benar-benar berbakti yang membuat ridha
suaminya.
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
[1] Usudul Ghaayah
fi ma’rifatis shahabah 7/17, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Cet. Ke1, 1415 H.
Asy-Syamilah
[2](HR. Bukhari dan Muslim
[3] HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih
Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 660.
[4] Usudul Ghaayah
fi ma’rifatis shahabah 7/17, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Cet. Ke1, 1415 H.
Asy-Syamilah
1 komentar:
DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :) :* :*
Posting Komentar