Jagalah Lisanmu
Dari Ghibah
Bismillahirrahmanirrahim
Pengertian Gibah
Ghibah sebagaimana telah jelas pengertiannya yang
terdapat dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ :
أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ :
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخْيْ
مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ
إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “’Tahukah kalian
apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya yang lebih tahu’.
Rasulullah bersabda: ‘Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci’.
Beliau ditanya: ‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang
saudaraku?’ Rasulullah bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu
maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan
yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang saudaramu.’”
(HR. Muslim no. 2589)
Hukum
Ghibah
Ghibah
adalah perkara yang diharamkan sebagaimana dalam firman-Nya, Allah telah
melarangnya sebagaimana dalam kaidah ushul fikih bahwa lafadz larangan asalnya
menghasilkan hukum haram. Di antara dalil larangan ghibah adalah firman Allah
ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اجْتَنِبُوْا كَثيرًا مِنَ
الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ
بَعْضُكُمُ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَنْ يَأكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوْهُ ۚ وَاتَّقُوْا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوّابٌ رَحيمٌ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian
prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di
antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik.
Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)
Ibnu Katsir
menjelaskan dalam Tafsirnya bahwa pada ayat ini terdapat pelarangan dari
perbuatan ghibah. Penjelasan hal tersebut sebagaimana dalam hadits dari Abu
Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya.
Ghibah
tetap haram, baik itu sedikit atau banyak sebagaimana dijelaskan dalam Sunan
Abu Dawud (4875), diriwayatkan oleh
Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau
berkata:
حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ
كَذَا وَ كَذَا. قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِيْ قَصِيْرَةً. فَقَالَ : لَقَدْ
قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ.
“Wahai
Rasulullah, cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu memiliki
sifat demikian dan demikian.” Salah seorang periwayat hadits menjelaskan maksud
ucapan ‘Aisyah, yaitu bahwa Shafiyah itu orangnya pendek. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan
sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan
merubahnya”. Hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Dawud.
Sebagaimana
juga dalam kitab Shahihain, hadits dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu
bahawasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ
أَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِيْ شَهْرِكُمْ
هَذَا فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا.
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta
kalian (juga kehormatan kalian) adalah haram di antara kalian seperti haramnya
hari ini, bulan ini, dan negeri ini.”
Dalam Sunan
At-Tirmidzi (2032) dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah
dulu berdiri di atas mimbar lalu menyeru dengan suara yang keras: ’Wahai
sekumpulan manusia yang merasa aman dengan lisan dan yang tidak menjadikan iman
dalam hatinya. Janganlah kalian mengganggu muslimin, janganlah kalian mencela
mereka, dan janganlah kalian mencari aib mereka. Barangsiapa yang mencari aib
saudaranya muslim maka Allah akan membuka aibnya. Dan barang siapa yang Allah
buka aibnya maka allah membongkar keburukannya walaupun dia bersembunyi.’”
Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi.
Dalam
Shahih Musnad (131) dan di Sunan Abu Dawud (4878) dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ‘Tatkala aku dimi’raj,
aku berpapasan dengan kaum yang kukunya dari tembaga lalu mereka mencakar wajah
mereka dan dada mereka maka aku berkata: ‘Siapa mereka wahai Jibri?’ Jibril
berkata: ‘Mereka adalah orang yang memakan daging manusia karena mereka
menjatuhkan harga diri manusia.’”
Ghibah
diharamkan oleh ijma’. Tidaklah ghibah diharamkan, kecuali jika di sana mendatangkan maslahat
sebagaimana Allah ta’ala telah menyerupakan gibah seperti seseorang memakan
daging manusia yang mati dalam firman-Nya yang artinya: “Apakah di antara
kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa
jijik”. Maknanya adalah sebagaimana kalian membenci watak atau perbuatan ini
maka tentulah kalian membenci terjurumus ke dalamnya.
Oleh karena
itu, ghibah sangatlah berbahaya maka hendaknya seseorang agar senantiasa
waspada terhadap diri sendiri agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang diharamkan. Adapun jika sudah
terlanjur terjatuh ke dalamnya maka hendaknya kita bersegera untuk bertaubat.
Cara
Menghindari Ghibah
Mengingat
bahwa semua amalan akan dicatat termasuk ucapan
Kita harus
sadar bahwa segala sesuatu apa yang telah kita ucapkan semuanya akan dicatat
dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana
Allah berfirman yang artinya :
ما يَلفِظُ مِن قَولٍ إِلّا
لَدَيهِ رَقيبٌ عَتيدٌ
“Tiada
suatu ucapan apapun yang diucapkan melaikan ada didekatnya malaikat pengawas
yang selalu hadir.” (QS. Qaf : 18)
Mengingat
‘aib sendiri yang lebih seharusnya
diperhatikan
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
يبصر أحدكم القذاة في أعين
أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع – في عين نفسه
“Salah
seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi dia
lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” [semut di seberang lautan nampak,
gajah di pelupuk mata tak nampak, pen] (Az-Zuhd war Raqaiq Ibnul Mubarak, 211)
Anggap diri
kita lebih rendah dari orang lain
‘Abdullah
Al Muzani mengatakan,
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً
على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل
الصالح فهو ير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت
العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.
“Jika iblis
memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka
perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu maka seharusnya engkau
katakan: “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku
maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu maka
seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa
serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya
lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika
engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu”. (Hilyatul Auliya,
2/226)
Cara
bertaubat dari ghibah
Dalam
masalah ini, ada dua pendapat ulama. Keduanya dari riwayat Imam Ahmad
rahimahullah, yaitu: Apakah bertaubat dari ghibah cukup dengan memintakan
ampunan untuk orang yang dighibahi? Atau apakah harus diumumkan untuk orang
yang dighibahi? Atau apakah harus diumumkan dan meminta penghalangnya?
Pendapat
yang benar adalah tidak perlu diumumkan. Sebaliknya, dia cukup memintakan
ampunan untuknya dan menyebutkan kebaikan-kebaikannya di tempat-tempat ia
menggibahinya. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan yang
lainnya. Sedangkan yang berpendapat bahwa pelaku gibah harus mengumumkan
taubatnya, mereka menganggap gibah seperti hak harta.
Perbedaan
keduanya sangat jelas. Sesungguhnya hak-hak harta, orang terzalimi masih dapat
mengambil manfaat dengan dikembalikannya harta yang sebanding. Bila mau, dia
dapat mengambilnya atau dapat pula menyedekahkannya..
Adapun
ghibah, yang demikian tersebut tidak mungkin. Orang yang di-ghibah-i tidak
memperoleh sesuatu dengan diumumkannya taubat itu, kecuali sesuatu yang
berlawanan dengan tujuan syariat. Sesungguhnya pengumuman taubat itu justru
akan membangkitkan kemarahannnya, dan menyakitkannya jika dia mendengar seusatu
yang dituduhkan kepadanya. Bahkan mungkin akan membangkitkan permusuhannya dan
tidak akan menjernihkan permasalahannya selama-lamanya.
Ini
bukanlah jalan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya penetapan
syariat yang bijaksana tidak membolehkannya terlebih lagi mewajibkannya dan
memerintahkannya. Poros perputaran syariat adalah menghilangkan dan
mempersedikit kerusakan, bukan mendatangkan dan menyempurnakannya.
Semoga
Allah ta’ala memberikan taufik kepada kita semua agar kita terjauhkan dari dosa
ini yaitu ghibah. Betapa banyak manusia yang terjerumus ke neraka disebabkan mereka
tidak mampu menahan lisan mereka dari ghibah lebih-lebih di zaman yang penuh
fitnah saat ini. Hanya kepada Allah ta’ala kita meminta pertolongan. Wallahu
a’lam
***
Referensi:
Terjemahan Nasihat lin Nisa’ karya Ummu Abillah
Al-Wadi’iyyah. Cetakan Pustaka Ar Rayyan
Sibuk Memikirkan Aib Sendiri, Ust. Muhammad Abduh
Tuasikal, https://rumaysho.com/1201-sibuk-memikirkan-aib-sendiri.html
Hukum Mendengarkan Ghibah, Bertaubat Dari Ghibah Dan
Ghibah Yang Dibolehkan, Ust. Ibnu Abidin As Soronji, https://almanhaj.or.id/2851-hukum-mendengarkan-ghibah-bertaubat-dari-ghibah-dan-ghibah-yang-dibolehkan.html
Penulis: Putri Maulidia
0 komentar:
Posting Komentar