Kedudukan Hadits
Tentang Keutamaan Shalat Sunnah Syuruq
dakwatuna.com – Apakah
anda pernah melaksanakan shalat sunnah syuruq? Yaitu shalat sunnah yang
dikerjakan pada waktu syuruq (terbitnya matahari), setelah sebelumnya didahului
dengan shalat subuh berjamaah di masjid lalu berdzikir di masjid hingga
matahari terbit kemudian melaksanakan shalat sunnah dua rakaat.
Tulisan ini akan membahas tentang kedudukan dan derajat
dari hadits yang menggambarkan keutamaan shalat sunnah syuruq. Mudah-mudahan
ada manfaatnya, dan insya Allah tulisan ini tidak memiliki tujuan kecuali hanya
kebaikan semata.
Hadits Tentang Keutamaan Shalat Sunnah Syuruq
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ
اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ
كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ (رواه الترمذي هذا حديث حسن غريب)
Dari Anas
bin Malik ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang shalat
pagi hari (subuh) secara berjamaah, kemudian ia duduk berdzikir kepada Allah
SWT hingga terbitnya matahari, kemudian ia shalat dua rakaat, maka baginya
pahala seperti pahala mengerjakan haji dan umrah. Rasulullah SAW bersabda,
‘Sempurna, sempurna, sempurna.’ (HR. Turmudzi, beliau berkata bahwa hadits ini
hasan gharib)
Takhrij dan
Sanad Hadits:
Hadits ini
memiliki sanad lengkapnya sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا أَبُو ظِلَالٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ
ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ، قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Hadits ini
diriwayatkan hanya oleh Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab Al-Jum’ah an
Rasulullah SAW, Bab dzikr ma yustahab minal julus fil masjid ba’da shalatis
subhi hatta tatlu’as syamsi, hadits no 535 dari jalur Abdul Aziz bin Muslim
dari Abu Dzilal dari Anas bin Malik ra.
Hadits ini
dikatakan oleh Imam Turmudzi sebagai “Hasan Gharib”, yaitu bahwa menurut Imam
Turmudzi, sanad hadits ini “hasan” artinya tidak mencapai derajat shahih, dan
diriwayatkan oleh satu orang perawi saja pada satu tingkatan sanadnya (gharib).
Namun dalam
sanad hadits ini terdapat Abu Dzilal, yang diperbincangkan oleh ulama Jarh wa
Ta’dil. Nama aslinya adalah Hilal bin Abi Hilal, termasuk tabi’in kecil. Ibnu
Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzib mengatakan bahwa Abu Dzilal itu dhaif.
Dan pada umumnya, apabila dalam sanad hadits terdapat perawi yang dhaif, maka
hadits tersebut dihukumi sebagai hadits dhaif juga.
Namun Imam
Turmudzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan gharib. Kemungkinan yang
dimaksudkan oleh Imam Turmudzi adalah hasan li ghairihi, yaitu hadits dhaif
yang dikuatkan oleh hadits serupa dengan jalur sanad yang berbeda (syahid).
Bahkan
Syekh Albani menghukumi bahwa hadits ini menurutnya adalah hadits shahih,
sebagaimana dalam Shahih Jami’ Shaghir 5/ 313 no 6222 dari hadits Anas bin
Malik, meskipun dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang didhaifkan ulama
hadits, yaitu Abu Dzhilal.
Hadits Lain
yang Serupa (Syahid):
Memang
terdapat beberapa riwayat lainnya yang serupa dengan hadits di atas, di
antaranya adalah hadits-hadits berikut:
Hadits
Riwayat Imam Baihaqi, dalam Kitab Syu’abul Iman:
عن سعد بن طريف ، عن عمير بن
مأمون بن زرارة ، عن حسن بن علي ، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من صلى
الفجر ثم قعد في مجلسه يذكر الله حتى تطلع الشمس ، ثم قام فصلى ركعتين حرمه الله
على النار أن تلفحه أو تطعمه (رواه البيهقي)
Dari Sa’d
bin Tharif, dari Umair bin Ma’mun bin Zararah, dari Hasan bin Ali ra berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang shalat subuh kemudian ia
duduk di majelisnya berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia
shalat dua rakaat, maka Allah akan haramkan dirinya dijilat atau dimakan api
neraka.’ (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman Fashl Al-Masyi Ilal Masjid, Bab
Man Shalla Al-Fajr summa Qa’ada fi Majlisihi Yadzkurullah Hatta Tatlu’as Syams,
hadits no 2826.
Keterangan:
Hadits ini
dhaif, karena terdapat Sa’d bin Tharif. Bahkan ibnu Hibban mengatakan bahwa
Sa’d bin Tharif itu matruk, pernah tertuduh memalsukan hadits. Sehingga
kesimpulannya, Hadits ini tidak bisa menguatkan atau menjadi syahid bagi hadits
bab. Karena hadits dhaif tidak menambah apapun kecuali kedhaifan semata.
Hadits
riwayat Imam Muslim
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِي مُصَلاَّهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسَنًا
(رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وأحمد)
Dari Jabir
bin Samurah ra bahwa Nabi SAW apabila shalat subuh, beliau duduk di tempat
shalatnya hingga terbit matahari dengan baik. (HR. Muslim, Abu Daud, Turmudzi,
Nasa’i dan Ahmad)
Keterangan:
Hadits ini
shahih, namun tidak sesuai dengan hadits bab dari dua aspek:
Jalur
sanadnya dari Jabir bin Samurah, sementara hadits bab dari Anas bin Malik.
Maknanya
tidak menguatkan hadits bab. Karena hadits ini hanya menggambarkan bahwa
Nabi SAW
duduk di tempat shalatnya setelah shalat subuh, tanpa menggambarkan keutamaan
yang terkandung di dalamnya, sebagaimana dalam hadits bab.
Kesimpulan:
Hadits ini
tidak bisa menguatkan hadits bab, kecuali hanya dari sisi makna bahwa Nabi SAW
duduk di tempat shalatnya ba’da shalat subuh, hingga matahari terbit dengan
baik. Adapun keutamaan akan mendapatkan pahala seperti haji atau umrah, adalah
tidak ada. Karena tidak ada satu keterangan pun yang menggambarkan hal tersebut
dalam hadits ini.
Kesimpulan
dan Penjelasan Terkait Sanad Hadits:
Dalam
kutubut tis’ah (kitab hadits yang sembilan), hadits ini hanya diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi. Sementara tidak ada satupun dari Imam yang 9 (Imam Bukhari,
Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Darimi dan Imam
Malik) yang meriwayatkan hadits ini selain Imam Turmudzi. Jadi, Imam Turmudzi
lah satu-satunya yang meriwayatkan hadits ini.
Bahwa Imam
Turmudzi pun ketika meriwayatkan hadits ini, beliau mengatakan bahwa derajat
hadits ini hasan gharib. Hasan artinya bahwa hadits ini tidak mencapai derajat
shahih. Sementara gharib maknanya adalah bahwa hadits yang dalam salah satu
tingkatan perawinya hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi hadits saja.
Di dalam
sanad hadits ini terdapat perawi yang dhaif, yaitu Abu Dzilal. Beliau adalah
Hilal bin Abi Hilal, merupakan salah seorang tabi’in. Beliau hanya mengambil
hadits dari Anas bin Malik. Dan beliau sendiri merupakan perawi yang didhaifkan
oleh para Ulama Jarh wa Ta’dil.
Keterangan
mengenai Abu Dzilal dapat dilihat misalnya dari pendapat Imam Yahya bin Ma’in,
yang mengatakan bahwa beliau (Abu Dzilal) adalah dhaif. Demikian juga Imam
Nasa’i mengatakan bahwa beliau adalah dhaif, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam
taqribut tahdzibnya menyimpulkan bahwa Abu Dzilal adalah dhaif.
Umumnya,
hadits yang dalam sanadnya terdapat perawi yang dhaif, maka hadits tersebut
akan dihukumi sebagai hadits dhaif. Karena tingkatan dan derajat suatu hadits
ditentukan oleh kredibilitas para perawinya. Jika perawinya tsiqah dari awal
sanad hingga akhirnya, maka hadits tersebut menjadi hadits shahih. Sebaliknya
jika dalam hadits terdapat perawi yang lemah (dhaif), maka juga akan
menjadikannya sebagai hadits dhaif, kecuali jika terdapat riwayat lain yang
serupa dengan hadits tersebut namun memiliki jalur sanad yang berbeda, maka
hadits tersebut bisa menguatkannya dan bisa meningkatkan derajat haditsnya dari
dhaif menjadi “hasan li ghairihi”, yaitu hadits hasan karena sebab ada hadits
dari jalur sanad lainnya yang menguatkannya.
Sejauh
pengamatan penulis, memang terdapat beberapa riwayat yang memiliki kemiripan
dengan hadits tersebut sebagaimana pembahasan di atas, namun tidak satupun dari
hadits-hadits yang mirip tersebut memiliki kesamaan, khususnya dari sisi
keutamaannya; yaitu bahwa siapa yang shalat subuh berjamaah di masjid lalu
duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit kemudian ia melaksanakan
shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrah, sempurna sempurna
sempurna. Salah satu hadits yang menguatkannya adalah dhaif, bahkan termasuk
hadits dhaif yang berat dikarenakan salah seorang perawinya ada yang tertuduh
pernah berdusta atas nama Nabi SAW, sedangkan yang satunya lagi tidak
menjelaskan tentang keutamaannya melainkan hanya menjelaskan bahwa Nabi SAW
pernah shalat subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir hingga matahari terbit.
Kesimpulan:
menurut penulis bahwa hadits ini pada dasarnya merupakan hadits dhaif, namun
dapat menjadi hasan karena sebab riwayat lain (syahid) .yang menguatkannya.
Wallahu A’lam
bis shawab.
Rikza Maulan, Lc. MAg.
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Mainkan dan menangkan hadiah nya bersama kami di ARENADOMINO beragam permainan POKER menanti anda semua fair play silahkan di add WA +855 96 4967353
Posting Komentar