MENJAGA LISAN AGAR
SELALU BERBICARA BAIK
Allah berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni
dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia
telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]
Dalam ayat
lain disebutkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ
لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya
sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebahagian kamu menggunjing sebahagian
yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat : 12]
Allah juga
berfirman.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا
الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ
إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ
وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ
عَتِيدٌ
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu)
ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah
kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang
diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadirs” [Qaf :
16-18]
Begitu juga
firman Allah Ta’ala.
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا
بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang
mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata” [Al-Ahzab : 58]
Dala kitab
Shahih Muslim hadits no. 2589 disebutkan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُونَ مَا
الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَأكَ بِمَا
يَكْرَهُ قِيلَ اَفَرَاَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنَّ كَانَ
فِيْهِ مَا تَقُولُ فَقَدِاغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَهُ
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apa itu ghibah ?” Para sahabat
menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. “Beliau berkata, “Ghibah
ialah engkau menceritakan hal-hal tentang saudaramu yang tidak dia suka” Ada
yang menyahut, “Bagaimana apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada
padanya?” Beliau menjawab, “Bila demikian itu berarti kamu telah melakukan
ghibah terhadapnya, sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya,
berarti kamu telah berdusta atas dirinya”
Allah Azza
wa Jalla berfirman.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan
janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawaban” [Al-Israa : 36]
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُم
ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ
تُشْرِكُوا بِهِ سَيْئًا وَأَنْ تَعتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ
تَفَرَّ قُواوَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَشْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ
الْمَالِ
“Sesungguhnya
Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula.
Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak
mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan
janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka
qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah)
serta menyia-nyiakan harta” [1]
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ
نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَمَحَااَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِيْنَا
هُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِيْنَا هُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ
زِيْنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِيْنِاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِيْنَاهَا
الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوِى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ
وَيُكَذِّ بُهُ
“Setiap
anak Adam telah mendapatkan bagian zina yang tidak akan bisa dielakkannya. Zina
pada mata adalah melihat. Zina pada telinga adalah mendengar. Zina lidah adalah
berucap kata. Zina tangan adalah meraba. Zina kaki adalah melangkah. (Dalam hal
ini), hati yang mempunyai keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang
membuktikan semua itu atau mengurungkannya” [2]
Diriwayatkan
oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari Abdullah bin Umar
Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ
الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang
muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan
dan tangannya”
Hadits di
atas juga diriwayatkan oleh Muslim no.64 dengan lafaz.
إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ
مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Ada
seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang
yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.
Hadits
diatas juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir hadits no. 65 dengan lafaz
seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar.
Al-Hafizh
(Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadits tersebut. Beliau berkata, “Hadits
ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan
memungkinkan berbicara tentang apa yang telah lalu, yang sedang terjadi
sekarang dan juga yang akan terjadi saat mendatang. Berbeda dengan tangan.
Pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga
mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan
pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh tulisan”.
Oleh karena
itu, dalam sebuah sya’ir disebutkan :
Aku menulis
dan aku yakin pada saat aku menulisnya
Tanganku
kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi
Bila
tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal
Jika
tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan.
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahwa
Rasulullah bersabda.
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ
لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa
bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua
janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”
Yang
dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan
apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan.
Al-Bukhari
dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 74
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik
atau diam”
Imam Nawawi
berkomentar tentang hadits ini ketika menjelaskan hadits-hadits Arba’in. Beliau
menjelaskan, “Imam Syafi’i menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah apabila
seseorang hendak berkata hendaklah ia berpikir terlebih dahulu. Jika
diperkirakan perkataannya tidak akan membawa mudharat, maka silahkan dia
berbicara. Akan tetapi, jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa
mudharat atau ragu apakah membawa mudharat atau tidak, maka hendaknya dia tidak
usah berbicara”. Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan
kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih
banyak diam daripada berbicara”.
Imam Abu
Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah
Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada
bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan
sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar
mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara,
sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.
Beliau berkata
pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan
kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi
telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu adalah supaya dia lebih
banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali orang menyesal di kemudian hari
karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa
penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih
mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu
karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya
akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan
mampu mengontrol perkataan-perkataannya.
Beliau
menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali
hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu
kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia
akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun
orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara
apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga
lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya”.
Al-Bukhari
meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6477 dan Muslim dalam
kitab Shahihnya no. 2988 [3] dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
إِنَّ الْعَبْدَ
لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي
النَّارِأَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya
seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa
dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih
jauh dari jarak timur dengan barat”
Masalah ini
disebutkan pula di akhir hadits yang berisi wasiat Nabi kepada Muadz yang
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2616 yang sekaligus dia komentari sebagai
hadits yang hasan shahih. Dalam hadits tersebut Rasulullah bersabda.
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي
النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَ مَنَا خِرِهِِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ
أَلْسِنَتِهِمْ
“Bukankah
tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya?”
Perkataan
Nabi di atas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan Mu’adz.
يَا نَبِّيَّ اللَّهِ
وَإِنَّا لَمُؤَا خَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ
“Wahai Nabi
Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa yang kita katakan ?”
Al-Hafidz
Ibnu Rajab mengomentari hadits ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam
(II/147), “Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan dan siksaan dari
perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap orang yang hidup di
dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal
perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia
tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun
perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan. Sebaliknya, barangsiapa yang
menanam Sesuatu yang jelek dari ucapan maupun perbuatan maka kelak akan menuai
penyesalan”.
Beliau juga
berkata dalam kitab yang sama (hal.146), “Hal ini menunjukkan bahwa menjaga
lisan dan senantiasa mengontrolnya merupakan pangkal segala kebaikan. Dan
barangsiapa yang mampu menguasai lisannya maka sesungguhnya dia telah mampu
menguasai, mengontrol dan mengatur semua urusannya”.
Kemudian
pada hal. 149 beliau menukil perkataan Yunus bin Ubaid, “ Seseorang yang
menganggap bahwa lisannya bisa membawa bencana sering saya dapati baik
amalan-amalannya”.
Diriwayatkan
bahwa Yahya bin Abi Katsir pernah berkata, “Seseorang yang baik perkataannya
dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya, dan orang yang jelek perkataannya
pun dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya”.
Muslim
meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2581 dari Abu Hurairah
Rasulullah bersabda.
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ
قَالُوْاالْمُفْلِسُ فِيْنَا يَا رَسُو لَ اللَّهِ مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ
مَتَاعَ قَالَ رَسُو لَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّيِي
مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَتِهِ وًِصِيَامِهِ وِزَكَاتِهِ وَيَأتِي
قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَاَكَلاَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا
وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَيَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ
فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُحِذَ مِنْ خَطَايَاهُم
فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرحَ فِي النَّارِ
“Tahukah
kalian siapa orang yang bangkrut ? Para sahabat pun menjawab, ‘Orang yang
bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda.
‘Beliau menimpali, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah
orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan
zakat, akan tetapi, ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela,
menuduh, memakan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak
kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan
kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak
kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu diberikan
kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”.
Muslim
meriwayatkan sebuah hadits yang panjang dalam kitab Shahihnya no. 2564 dari Abu
Hurairah, yang akhirnya berbunyi.
بِحَسْبِ امْرِيْ مِنَ
الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسلِمَ كُلٌ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ
حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Cukuplah
seseorang dikatakan buruk jika sampai menghina saudaranya sesama muslim.
Seorang muslim wajib manjaga darah, harta dan kehormatan orang muslim lainnya”
Al-Bukhari
meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya hadits no. 1739 ; begitu juga
Muslim [4] dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah pernah berkhutbah pada hara nahar
(Idul Adha). Dalam khutbah tersebut beliau bertanya kepada manusia yang hadir
waktu itu, “Hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari yang haram”. Beliau
bertanya lagi, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri Haram”. Beliau
bertanya lagi, “Bulan apakah ini ?” Mereka menjawab, “Bulan yang haram”.
Selanjutnya beliau bersabda.
فَإِنَّ دِمَا ئَكُمْ وَ
أَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُم حَرَامٌ، كَحُرمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي
بَلَدِ كُمْ هَذَا في شَهْرِ كُمْ هَذَا، فَأَعَادَهَا مِرَارًا، ثُمّ رَفَعَ
رَأْسَهُ فَقَالَ : اللَّهُمَ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللَّهُمَ هَلْ بَلَّغْتُ؟
“Sesungguhnya
darah, harta dan kehormatan kalian haram bagi masing-masing kalian
(merampasnya) sebagaimana haramnya ; hari, bulan dan negeri ini. Beliau
mengulangi ucapan tersebut beberapa kali, lalu berkata, “Ya Allah bukankah aku
telah menyampaikan (perintah-Mu)? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan
(perintah-Mu) ?”
Ibnu Abbas
mengomentari perkataan Nabi di atas, “Demi Allah yang jiwaku berada di
tanganNya, sesungguhnya ini adalah wasiat beliau untuk umatnya. Beliau berpesan
kepada kita, ‘Oleh karena itu, hendaklah yang hadir memberitahukan kepada yang
tidak hadir. Janganlah kalian kembali kepada kekafiran sepeninggalku nanti,
yaitu kalian saling memenggal leher”.
Muslim
meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2674 dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah bersabda.
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ
لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِشْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لآَيَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ
مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa
yang menyeru kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang
yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan
barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa
orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”
Al-Hafidz
Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib (I/65) mengomentari hadits.
إِذَا مَاتَ الْإنْسَانُ
انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثٍ …
“Apabila
seorang manusia wafat, maka terputuslah jalan amal kecuali dari tiga perkara
…dst”
Beliau
berkata, “Orang yang mebukukan ilmu-ilmu yang bermanfaat akan mendapatkan
pahala dari perbuatannya sendiri dan pahala dari orang yang membaca, menulis
dan mengamalkannya, berdaasrkan hadits ini dan hadits yang semisalnya. Begitu
pula, orang-orang yang menulis hal-hal yang membuahkan dosa, maka dia akan
mendapatkan dosa dari perbuatannya sendiri dan dosa dari orang-orang yang
membaca, menulis atau mengamalkannya, berdasarkan hadits.
مَنْ سَنَّ سُنَةً حَسَنَةً
أَوْ سَيِّئَةً
“Barangsiapa
yang merintis perbuatan yang baik atau buruk, maka ….”
Al-Bukhari
meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6505 dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda.
إِنَّاللَّهَ قَالَ مَنْ
عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
“Sesungguhnya
Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka kuizinkan ia untuk
diperangi”
[Disalin
dari buku Rifqon Ahlassunnah bi Ahlissunnah Penulis Abdul Muhsin bin Hamd Al
Abbad Al Badr, Edisi Indonesia Rifqon Ahlassunnah bi Ahlissunnah Menyikapi
Fenomena Tahdzir dan Hajr, Penerbit : Titian Hidayah Ilahi Bandung, Cetakan
Pertama Januari 2004]
_______
Oleh Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr
Footnote
[1]. Diriwayatkan oleh Muslim hadits no. 1715. Hadits
tentang tiga perkara yang dibenci ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari
Mughirah hadits no.2408 dan diriwayatkan juga oleh Muslim.
[2]. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya
hadits no. 6612 dan Muslim hadits no.2657. Lafaz di atas adalah yang terdapat
dalam riwayat Muslim
[3]. Tetapi lafaz hadits tersebut adalah yang terdapat
dalam riwayat muslim
[4]. Tetapi lafaz yang tersebut terdapat dalam riwayat
Bukhari
0 komentar:
Posting Komentar