KEUTAMAAN SAYYIDUL
ISTIGHFAR
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
سَيِّدُ الْاِسْتِغْفارِ أَنْ يَقُوْلَ الْعَبْدُ: اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ ،
لَا إِلٰـهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأَنَا عَلَى
عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ،
أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ عَلَيَّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ،
فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ
مُوْقِنًا بِهَا ، فَمَـاتَ مِنْ يوْمِهِ قَبْل أَنْ يُمْسِيَ ، فَهُو مِنْ أَهْلِ
الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوْقِنٌ بِهَا فَمَاتَ
قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ .
Dari
Syaddad bin Aus Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
“Sesungguhnya Istighfâr yang paling baik adalah seseorang hamba mengucapkan :
ALLAHUMMA
ANTA RABBII LÂ ILÂHA ILLÂ ANTA KHALAQTANII WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA
WA WA’DIKA MASTATHA’TU A’ÛDZU BIKA MIN SYARRI MÂ SHANA’TU ABÛ`U LAKA
BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABÛ`U BIDZANBII FAGHFIRLÎ FA INNAHU LÂ YAGHFIRU ADZ
DZUNÛBA ILLÂ ANTA
(Ya Allâh,
Engkau adalah Rabbku, tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain
Engkau. Engkau yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi
perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu
dari keburukan perbuatanku, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui
dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa
selain Engkau).
(Beliau
bersabda) “Barangsiapa mengucapkannya di waktu siang dengan penuh keyakinan
lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni
surga. Barangsiapa membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal
sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga.
TAKHRIJ
HADITS
Hadits ini
shahih. Diriwayatkan oleh:
1. Imam
al-Bukhari dalam shahîhnya (no. 6306, 6323) dan al-Adabul Mufrad (no. 617, 620)
2. Imam
an-Nasâ-i (VIII/279), as-Sunanul Kubra (no. 9763, 10225), dan dalam ‘Amalul
Yaum wal Lailah (no. 19, 468, dan 587)
3. Imam
Ibnu Hibbân (no. 928-929-at-Ta’lîqâtul Hisân ‘ala Shahih Ibni Hibbân)
4. Imam
ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 7172), al-Mu’jamul Ausath (no.
1018), dan dalam kitab ad-Du’aa (no. 312-313)
5. al-Hâkim
(II/458)
6. Imam
Ahmad dalam musnadnya (IV/122, 124-125)
7. Imam
al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 1308), dan lainnya dari Shahabat Syaddad
bin Aus Radhiyallahu anhu
Diriwayatkan
juga oleh Imam at-Tirmidzi (no. 3393) dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu anhu
dengan lafazh awalnya berbeda, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى
سَيِّدِ الْإِسْتِغْفَار …
Maukah aku
tunjukkan kepadamu sayyidul Istighfâr ? …
at-Tirmidzi
berkata, ‘Hadits Hasan Gharib.’ Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dengan
beberapa jalan dan syawâhid (penguat)nya dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah
(no. 1747).
Imam
Bukhâri rahimahullah memasukkan hadits ini dalam “Bab Istighfâr yang paling
utama”. Ini menunjukkan bahwa Imam Bukhâri t menganggap ini adah lafazh
Istighfâr terbaik. Juga kandungan makna dalam hadits ini menunjukkan bahwa doa
ini layak disebut dengan Sayyidul Istighfâr (penghulu Istighfâr) sebagaimana
yang disifati oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
PENJELASAN
TENTANG ANJURAN ISTIGHFAR
Setiap bani
Adam itu pasti banyak berbuat dosa, namun yang terbaik dari oang yang berbuat
dosa yaitu yang memohon ampun kepada Allâh Azza wa Jalla dan bertaubat. Allâh
Azza wa Jalla memerintahkan hamba-Nya untuk selalu memohon ampun dan bertaubat
kepada-Nya. Allâh pun berjanji akan mengampuni orang-orang yang meminta ampun
dan bertaubat kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ
تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ
Dan
sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan,
kemudian tetap dalam petunjuk.” [Thâha/20:82]
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah,
“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri!
Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allâh. Sesungguhnya Allâh mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
[az-Zumar/39:53]
Allâh Azza
wa Jalla memerintahkan kepada kita untuk banyak beristighfâr/meminta ampun
kepada-Nya. Begitu pula Allâh memerintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk beristighfâr. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“…Dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan dosa orang mukmin laki-laki dan perempuan…”
[Muhammad/47:19]
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
“Maka aku
berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha
Pengampun.’” [Nûh/71:10]
وَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ ۖ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Dan mohon
ampunlah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[an-Nisâ’/4:106]
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Maka
bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penerima taubat. [an-Nashr/110: 3]
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ
Dan pada
akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allâh). [adz-Dzâriyât/51:18]
Maksudnya,
bangun di akhir malam untuk shalat tahajjud dan di waktu sahur mereka memohon
ampun kepada Allâh Azza wa Jalla .
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ
يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
Dan
barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya kemudian dia mohon
ampun kepada Allâh, niscaya ia mendapati Allâh Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. [an-Nisâ’/4:110]
وَمَا كَانَ اللَّهُ
لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ
Dan
sekali-kali Allâh tidaklah akan mengadzab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada
diantara mereka, dan tidaklah pula Allâh akan mengadzab mereka sedang mereka
meminta ampun.” [al-Anfâl/8:33]
Dalam
hadits Qudsi, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
… يَاعِبَادِيْ
إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ، وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ
جَمِيْعًا ، فَاسْتَغْفِرُوْنِيْ أَغْفِرْلَكُمْ…
…Wahai
hamba-hamba-Ku! Sesungguhnya kalian selalu berbuat kesalahan (dosa) di waktu
malam dan siang hari, dan Aku mengampuni dosa-dosa seluruhnya, maka mohonlah
ampunan kepada-Ku niscaya Aku mengampuni kalian…[1]
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa Istighfâr ketika ruku’ atau sujud
sebagai berikut :
سُبْحَانَكَ اللهم رَبَّنَا
وَ بِحَمْدِكَ اللهم اغْفِرْلِيْ.
Maha suci
Engkau, ya Allâh! Rabb kami dan dengan memuji-Mu ya Allâh ampunilah dosaku. [2]
Para Ulama
menyebutkan bahwa Allâh Azza wa Jalla memberikan rasa aman kepada manusia
dengan 2 hal, yaitu adanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diantara mereka
dan Istighfâr. Sekarang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, berarti
yang masih tinggal satu yaitu istighfâr. Oleh karena itu istighfâr menjadi
pengaman dari kemarahan Allâh Azza wa Jalla .
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا
فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ
مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Dan juga
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri mereka ingat akan Allâh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka,
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari Allâh ? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan keji itu sedang mereka mengetahui. [Ali ‘Imrân/3:135]
Ibnu ‘Abbas
Radhiyallahu anhuma berkata :
لَا كَبِيْرَةَ مَعَ
اسْتِغْفَارٍ وَلَا صَغِيْرَةَ مَعَ إِسْرَارٍ
Tidak ada
dosa besar jika diiringi dengan istighfâr dan tidak ada dosa kecil jika dikerjakan
terus menerus.[3]
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
واللهِ إِنِّي لأَسْتَغْفِرُ
اللهَ وأَتُوبُ إِلَيْهِ في الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سبْعِينَ مَرَّةً
Demi Allâh,
sesungguhya aku benar-benar memohon ampun kepada Allâh dan bertaubat kepada-Nya
dalam sehari semalam lebih dari 70 kali.[4]
Dalam
riwayat Imam Muslim :
…وَإِنِّيْ
لأَسْتغْفِرُ اللهَ فِيْ الْيوْمِ مِئَةَ مرَّةٍ
…Dan
sesungguhnya aku benar-benar memohon ampunan Allâh dalam sehari semalam
sebanyak 100 kali.[5]
وعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ : كُنَّا نَعُدُّ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِيْ الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ : « ربِّ اغْفِرْ لِيْ ،
وتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ » .
Dari Ibnu
Umar Radhiyallahu anhuma beliau berkata, “Kami dahulu menghitung dalam satu
majlis Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam 100 kali membaca, ‘Ya Allâh
ampunilah dosaku, dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima
taubat dan Maha Penyayang.’” [6]
وعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: منْ قَالَ : « أَسْتَغْفِرُ اللهَ الَّذِيْ لَا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ
الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ »، غُفِرَتْ ذُنُوبُهُ وإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ
مِنَ الزَّحْفِ .
Dari Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Barang siapa yang membaca :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الَّذِيْ
لَا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
(Aku mohon
ampun kepada Allâh yang tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain
Dia, yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri, dan aku bertaubat kepadaNya)
maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun pernah lari dari medan perang.[7]
Di antara
do’a Istighfâr yang paling baik adalah sayyidul Istighfâr, sebagimana yang
telah diajarkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Syaddad
bin Aus Radhiyallahu anhu .
SYARAH
HADITS
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan lafazh istigfâr ini dengan Sayyidul
Istighfâr karena terkandung dalam hadits ini makna taubat dan merendahkan diri
di hadapan Allâh Azza wa Jalla , yang tidak terdapat dalam hadits-hadits taubat
lainnya.
Imam
ath-Thîbiy rahimahullah berkata, “Karena do’a ini mengandung makna-makna taubat
secara menyeluruh maka dipakailah istilah sayyid, yang pada asalnya, sayyid itu
artinya induk atau pimpinan yang dituju dalam semua keperluan dan semua urusan
kembali kepadanya.”[8]
Ibnu Abi
Jamrâh rahimahullah berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengumpulkan dalam hadits ini makna-makna yang indah dan lafazh-lafazh yang
bagus sehingga pantas untuk dinamakan sayyidul Istighfâr. Dalam hadits ini
terdapat :
• Pengakuan
terhadap uluhiyah Allâh dan ibadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla • Pengakuan
bahwa Allâh Azza wa Jalla adalah satu-satu-Nya yang Maha Pencipta. Pengakuan
bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan janji yang diambil untuk
hamba-Nya.
• Harapan
yang telah Allâh janjikan kepada hamba-Nya,
•
Berlindung dari keburukan yang telah diperbuat hamba terhadap dirinya,
•
Menisbatkan semua nikmat kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang telah mengadakan
semua nikmat ini, menisbatkan dosa kepada diri seorang hamba,
• Keinginan
dan harapan dia agar diampuni dosa-dosanya oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala
• Dan pengakuannya
bahwa tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Allâh.” [9]
SAYYIDUL
ISTIGHFAR
1. اللّٰـهُمَّ
أَنْتَ رَبِّيْ (Ya
Allâh Engkau adalah Rabb-ku) [10]
Pengakuan
seorang hamba bahwa Allâh Azza wa Jalla adalah Rabbnya. Rabb adalah pemilik,
pencipta, pemberi rizki dan pengatur semua urusan makhluk-Nya. Terkandung dalam
hadits ini pengakuan tentang rububiyyah Allâh Azza wa Jalla .
2. لَا إِلٰـهَ إِلَّا أَنْتَ (Tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Engkau)
Yaitu tidak
ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Engkau ya Allâh. Kalimat
ini merupakan perwujudan tauhid uluhiyyah. Semua Muslim wajib meyakini bahwa
satu-satunya yang berhak diibadahi dengan benar hanyalah Allâh, sedangkan
selain Allâh tidak boleh disembah dan kita hanya berdo’a kepada Allâh saja.
3. خَلَقْتَنِيْ
وَأَنَا عَبْدُكَ
(Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hamba-Mu)
Pengakuan
hamba bahwa tidak ada yang menciptakan alam semesta beserta isinya ini
melainkan hanya Allâh Azza wa Jalla saja. Seluruhnya adalah makhluk, baik di
langit maupun di bumi. Allâh Azza wa Jalla yang telah menciptakan semua
makhluk. Kalimat ini mengandung (prilaku hamba) yang menghinakan dan
merendahkan dirinya di hadapan Allâh Azza wa Jalla . Di dalamnya terkandung
tauhid rububiyyah. Doa ini diucapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sehingga menunjukan bahwa beliau n adalah seorang hamba, yang tidak
berhak untuk diibadahi.
4. وَأَنَا
عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَاسْتَطَعْتُ (Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku)
Aku tetap
dalam perjanjian-Mu Ya Allâh, beriman kepada-Mu, melaksanakan ketaatan
kepada-Mu dan melaksanakan perintah-perintah-Mu semampuku. Menurut kemampuan
aku, karena Allâh tidaklah membebani suatu jiwa melainkan sesuai dengan
kemampuannya. Yang dimaksud janji di sini adalah janji ketika Allâh
mengeluarkan calon-calon makhluk atau ruh. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ
بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Dan
(ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu
Adam keturunan mereka dan Allâh Mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya
Berfirman), ‘Bukankah Aku ini Rabb-mu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Rabb
kami), kami bersaksi.’ (Kami Lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat
kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.’”
[al-A’râf/7:172]
Kalau
mereka bersaksi bahwa Allâh Azza wa Jalla sebagai Rabb mereka, maka
konsekuensinya adalah mereka harus beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla.
Konsekuensinya adalah melaksanakan perintah Allâh Azza wa Jalla dan
meninggalkan larangan Allâh Azza wa Jalla .
Allâh Azza
wa Jalla berfirman :
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ
يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ
مُبِينٌ﴿٦٠﴾وَأَنِ اعْبُدُونِي ۚ هَٰذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
Bukankah
Aku telah Memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah
setan ? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu, dan hendaklah kamu
menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.” [Yâsîn/36:60-61]
Kalimat (وَوَعْدِكَ)“janji-Mu” yaitu tentang balasan pahala
dan ganjaran, yaitu ‘Aku tetap dalam perjanjianku dengan Allâh selama aku
mampu. Aku yakin dengan janji-Mu Ya Allâh.’ Bagi orang-orang yang bertauhid dan
menjauhkan perbuatan syirik, dijanjikan dengan Surga dan pahala yang besar.’
Oleh karena
itu hadits di atas menyebutkan barangsiapa membacanya dengan penuh keyakinan
maka dijanjikan dengan Surga.
5. أَعُوْذُبِكَ
مِنْ شَرِّ مَاصَنَعْتُ
(Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku)
Aku
berlindung kepada-Mu dari kejelekan amal perbuatanku dan akibat buruknya, (Aku
berlindung kepada-Mu agar tidak) ditimpa dengan petaka, agar diampuninya dosa,
dan kembali kepada perbuatan jelekku.
Aku
berlindung kepada-Mu dari kejelekan perbuatan dosa dan maksiat. Sesungguhnya
perbuatan dosa membawa akibat yang jelek. Orang yang durhaka kepada orang tua,
memutuskan silaturahim, menzhalimi orang lain, mengambil hak orang lain, makan
riba, dan dosa-dosa lainnya akan membawa akibat yang jelek. Diantara akibat
buruknya adalah hilangnya barakah dalam ilmu kita dan hafalan kita. Akibat dosa
yang paling berbahaya adalah akan di adzab oleh Allâh Azza wa Jalla . Harta
yang diperoleh dengan cara zhalim maka harta itu tidak akan mendapatkan
barakah, akan membuat istrinya dan anak-anaknya durhaka. Oleh karena itu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika khutbatul haajah bersabda :
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا…
Kami
berlindung kepada Allâh dari keburukan jiwa kami dan kejelekan amal perbuatan
kami…
Oleh karena
itu, hendaknya kita berlindung kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dari segala
perbuatan dosa kita.
Akibat dosa
tersebut diantaranya hilangnya barakah umur kita, barakah ilmu kita, amal
ketaatan, dan hilangnya hafalan. Yang paling bahaya adalah tidak diampuni dosa
kita. Atau kita kembali kepada perbuatan dosa itu. Nas-alullâha al-‘afwa wal
‘âfiyah was salâmah fid dunyâ wal akhirah.
6. أَبُوْءُ
لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ
(Aku akui nikmat-Mu kepadaku)
Aku
mengakui dan menetapkan besarnya nikmat-Mu kepadaku, dan agungnya karunia-Mu
dan kebaikan-Mu kepadaku. Setiap Muslim dan Muslimah wajib menisbatkan semua
nikmat kepada Allâh Azza wa Jalla . Semua nikmat yang diberikan Allâh Azza wa
Jalla , baik di langit, bumi dan diantara keduanya adalah berasal dari Allâh
Azza wa Jalla .
Firman
Allâh Azza wa Jalla :
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ
فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
Dan segala
nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allâh, kemudian apabila kamu ditimpa
kesengsaraan, maka kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. [an-Nahl/16:53]
Nikmat Allâh
Azza wa Jalla yang diberikan kepada kita sangatlah banyak. Kita tidak akan
pernah bisa menghitungnya. Cobalah kita hitung nikmat yang Allâh Azza wa Jalla
berikan sejak kita lahir ! Nikmat mata, telinga, lisan, rambut, hati, udara,
oksigen, air, tumbuhan, nikmat hidayah, kesehatan, dijauhkan dari malapetaka,
nikmat di atas tauhid dan sunnah, dan lainnya.
Allâh Azza
wa Jalla berfirman :
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا
سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Dan Dia
telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika
kamu menghitung nikmat Allâh, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.
Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allâh).
[Ibrâhîm/14:34]
Apabila
kita mengakui nikmat-nikmat Allâh Azza wa Jalla , maka konsekuensinya adalah
bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla . Bila seorang hamba bersyukur kepada
Allâh Azza wa Jalla , maka Allâh akan menambah nikmat-nikmat-Nya kepada kita.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي
لَشَدِيدٌ
Dan
(ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” [Ibrâhîm/14:7]
Jika
seseorang bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla maka Allâh Azza wa Jalla tidak
akan mengadzabnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
مَا يَفْعَلُ اللَّهُ
بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
Allâh tidak
akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allâh Maha Mensyukuri,
Maha Mengetahui. [an-Nisâ’/4:147]
7. وَأَبُوْءُ
بِذَنْبِيْ
(Aku mengakui dosaku kepada-Mu)
Aku mengakui
kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan, berupa perbuatan dosa, kesalahan,
kelalaian, kewajiban yang aku tinggalkan, perbuatan haram dan maksiat yang aku
lakukan. Pengakuan ini sebagai langkah awal untuk bertaubat dan kembali kepada
Allâh Azza wa Jalla .
8. فَاغْفِرْلِيْ (Ampunilah dosaku)
Ya Allâh,
ampunilah seluruh dosa yang telah aku lakukan. Sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. Seorang hamba yang bertakwa tatkala ia berbuat
dosa, ia segera memohon ampun kepada Allâh Azza wa Jalla . Sebagaimana
firman-Nya :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا
فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ
مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri
sendiri, mereka (segera) mengingat Allâh, lalu memohon ampunan atas
dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allâh ?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” [Ali
‘Imrân/3:135]
9. فَإِنَّهُ
لاَيَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ (Karena
yang tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau ya Allâh)
Pengakuan
kita bahwa tidak ada yang dapat mengampuni semua dosa-dosa kecuali hanya Allâh
Azza wa Jalla . Oleh karena kita memohon ampun hanya kepada Allâh Azza wa Jalla
, tidak kepada selain-Nya. Allâh Maha Pengampun dan Penerima taubat.
10.
Barangsiapa yang membacanya di pagi hari dengan penuh keyakinan, kemudia ia
meninggal dunia sebelum sore hari, maka ia termasuk penghuni Surga. Barangsiapa
yang membacanya di sore hari dengan penuh keyakinan, kemudia ia meninggal dunia
sebelum esok pagi hari, maka ia termasuk penghuni Surga
Yaitu
membacanya dengan penuh keyakinan, ikhlas, mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla ,
meninggalkan syirik, membenarkan kandungan do’a sayyidul Istighfâr ini,
mengakui tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, mengakui semua dosa-dosanya,
mengakui semua nikmat dari Allâh Azza wa Jalla dan meminta ampunan hanya kepada
Allâh Azza wa Jalla .
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk membacanya dengan penuh
keyakinan ketika kita di waktu pagi dan sore hari.
Syaikhul
Islam rahimahullah berkata, “Orang yang mengenal Allâh Azza wa Jalla yang ia
tuju, maka dia mempersaksikan bahwa semua itu karunia Allâh dan menyadari
dirinya yang banyak dosa dan aib.”[11]
Beliau
rahimahullah menjelaskan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan 2
hal, yaitu persaksian semua nikmat dari Allâh Azza wa Jalla dan pengakuan
dosa-dosa yang telah dilakukan, bahwa kita banyak berbuat kesalahan. Lalu
dilanjutkan dengan amal. Menyaksikan semua nikmat, anugerah dan karunia Allâh Azza
wa Jalla kepada kita, konsekuensinya adalah wajibnya kita mencintai Allâh Azza
wa Jalla . Ini juga menuntut kita memuji Allâh, bersyukur kepada Allâh karena
Allâh telah memberi semua nikmat dan kebaikan. Kita pun harus menyadari diri
kita yang banyak berbuat dosa dan kesalahan, yang menuntut kita agar
menghinakan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , merendahkan diri kita di hadapan
Allâh Azza wa Jalla serta menyatakan diri kita fakir, membutuhkan Allâh dan
kita wajib bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla pada setiap waktu dan dia tidak
melihat dirinya kecuali orang yang tidak punya apa-apa sama sekali.[12]
FAIDAH-FAIDAH
HADITS
1. Wajib
menetapkan rububiyyah Allâh Azza wa Jalla , karena Allâh adalah Pencipta, Yang
Maha Pemberi Rezeki, Yang Maha Pemberi karunia, Yang Maha Menahan, dan Yang
Maha Melapangkan, Yang Maha menghidupkan, Yang Maha mematikan, dan Yang Maha
mengatur segala urusan.
2. Wajib
menetapkan ‘ubudiyyah, uluhiyyah, dan wahdaniyyah bagi Allâh Azza wa Jalla .
Bahwa hanya Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang wajib dan berhak diibadhi dengan
benar.
3. Dalam
sayyidul Istighfâr terdapat penetapan dan pengakuan seorang hamba bahwa dirinya
adalah hamba yang hina di hadapan Rabb-nya, Pencipta-nya, dan Pemberi
Rezeki-nya.
4. Di
dalamnya juga terdapat penetapan seorang hamba bahwa dia berpegang kepada
perjanjian yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala ambil atasnya.
5.
Hendaklah seorang hamba melaksanakan perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala sesuai
dengan kemampuannya. Ini seperti dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا
اسْتَطَعْتُمْ
“…Maka
bertakwalah kamu kepada Allâh menurut kesanggupanmu…” [at-Taghâbun/64:16]
6.
Pengakuan seorang hamba atas dosa-dosanya dengan taubat.
7.
Penetapan dan pengakuan seorang hamba kepada Rabb-nya dengan kelemahan dan
kekurangan, dengan menyembah-Nya dengan sebenar-benarnya.
8. Tidak
ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allâh Azza wa Jalla.
9.
Hendaklah seorang hamba berlindung kepada Allâh Azza wa Jalla dari kejelekan
apa-apa yang telah dia perbuat.
10.
Keutamaan Istighfâr (meminta ampun kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala) dan
keutamaan sayyidul Istighfâr.
11.
Hendaklah seorang hamba berlindung kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dari
kejelekan perbuatan dan niatnya, karena itu merupakan sebab mendapat hukuman
dan adzab.
12. Dalam
hadits ini terdapat dalil bahwa segala tujuan itu hendaknya dicapai dengan
cara-cara yang benar, dan sebab-sebab yang mencapai kepada tujuan itu. Adapun
menggunakan khurafat, bid’ah, cara-cara yang syirik, maka itu tidak menambah (kedudukan)
seorang manusia di hadapan Rabb-nya kecuali (tetap seorang) hamba (yang hina).
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVI/1433H/2012M. Penerbit Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Shahih: HR. Muslim (no.2577), Ahmad (V/160), dan
selain keduanya dari Shahabat Abu Dzarr al-Ghifâri z .
[2]. Shahih: HR. al-Bukhâri (no. 794, 817) dan Muslim
(no. 484).
[3]. Shahih: HR. Ibnu Jarir Atsar at-Thabari dalam
tafsirnya (no. 9207) dan lainnya. Syaikh Masyhur Hasan Salman berkata,
‘Sanadnya shahih mauquf dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma . (al-Kabâir, hlm.
47 karya Imam adz-Dzahabi)
[4]. Shahih: HR. al-Bukhari (no. 6307), at-Tirmidzi (no.
3259), Ahmad (II/282, 341), an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 438,
439), dan lainnya dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[5]. Shahih: HR. Muslim (no. 2701 (42)), dari shahabat
al-Agharr bin Yasar al-Muzani Radhiyallahu anhu.
[6]. HR. Abu Dawud (no. 1516), at-Tirmidzi (no. 3434),
dan Ibnu Majah (no. 3814). Hadits ini adalah lafazh at-Tirmidzi dan ia berkata,
“Hadits ini hasan shahih gharib.”
[7]. Shahih: HR. Abu Dawud (no. 1517). Lihat Shahiih
Sunan Abi Dawud (no. 1358).
[8]. Fat-hul Bâri (XI/99).
[9]. Fat-hul Bâri (XI/100).
[10]. Syarah mufradat ini dinukil dari kitab Fat-hul Bâri
(XI/98-100) karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fiqhul Ad’iyati wal Adzkâr
(III/18-20), Syaikh DR. Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, dan kitab-kitab
lainnya.
[11]. Dibawakan perkataan ini oleh Imam Ibnul Qayyim
al-Jauziyyah t (murid beliau) dalam kitab al-Wâbilis Shayyib, Lihat Shahîh
al-Wâbilis Shayyib (hlm. 16).
[12]. Shahîh al-Wâbilis Shayyib (hlm. 17).
Oleh Al-Ustadz
Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Yuk mainkan permainan POKER No ROBOT 100% silahkan langsung saja merapat dan bermain POKER bersama kami di ARENADOMINO ditunggu ya gan.. :) WA +855 96 4967353
Posting Komentar