Mukjizat Istighfar
Yang akan saya share berikut ini adalah sebuah kisah yang
cukup menginspirasi. Mungkin akan lebih mengena lagi kisahnya apabila
dikisahkan atau di ceritakan oleh seorang guru misalnya, atau dalam sebuah
ceramah keagamaan. Tapi itu tidak jadi sebuah masalah karena saya sendiri
memperoleh ata mengetahui kisah ini dari sebuah blog yang tentunya saya baca.
Dan dari komen – komen yang ada pun kisah seperti ini sering dijadikan bahan
renungan bahkan bahan khutbah. Kisah ini sepertinya cukup terkenal jadi
kemungkinan besar sobat sudah pernah juga mendengar/ membacanya sebelum ini.
Monggo dibaca….
Menjelang akhir hidup Imam Ahmad bin Hambal atau dikenal
juga Imam Hambali, beliau bercerita tentang perjalanan yang luar biasa dan
mencerahkan jiwanya. Murid utama Imam Syafi’i ini bertutur: “Satu ketika, (saat
usiaku telah tua) aku tidak tahu mengapa aku ingin pergi ke Bashrah.”
Beliau sendiri
merasa heran, mengapa ada dorongan kuat sekali untuk pergi ke Bashrah. Beliau
saat itu beliau sedang menetap di Baghdad.Padahal, tidak ada janji sama sekali
dengan siapa pun. Dan, tidak ada hajat apa pun di kota itu. Akhirnya Imam Ahmad
pergi sendiri menuju ke kota Bashrah.
“Ketika sampai Bashrah, malam telah masuk waktu Isya’.
Saya ikut shalat berjamaah Isya di salah satu masjid. Hati saya merasa tenang,
lalu saya ingin beristirahat,” tutur beliau. Setelah shalat Isya’ ditunaikan
dan jamaah telah pun berhambur keluar masjid, maka Imam Ahmad ingin sekadar
beristirahat di masjid itu sambil tiduran.
Namun, tiba-tiba Takmir masjid datang menemui Imam Ahmad
sambil bertanya, “Wahai Syaikh, apa yang kau lakukan disini?” Pengurus masjid ini memanggilnya “Syekh”
karena orang yang di depannya tampak tua, bukan karena dia orang kaya atau
orang alim. Dia sama sekali tidak tahu bahwa orang yang ditemui itu adalah Imam
Ahmad. Ulama sangat termashur di zamannya.
“Saya hanya ingin beristirahat. Saya musafir,” jawab Sang
Imam.
“Tidak boleh! Tidak boleh tidur di masjid ini!” bentak
pengurus masjid.
Dengan sikap tawaduknya, Imam Ahmad pun tidak
memperkenalkan siapa dirinya. Padahal di seluruh negeri, semua orang kenal
siapa Imam Ahmad. Tetapi, tak semua orang pernah melihatnya langsung.
Terjadilah peristiwa yang menyedihkan, Imam Ahmad diusir dari masjid. Beliau
didorong-dorong hingga hampir tersungkur. Setelah beliau di luar, masjid itu
pun dikunci. Setelah berada di luar masjid yang sudah terkunci pintunya, beliau
ingin tidur di teras masjid itu karena kelelahan. Namun, ketika sedang
berbaring di teras masjid tersebut, tiba-tiba Marbot itu kembali datang dan
memarahi Imam Ahmad.
“Apa lagi yang akan kau lakukan, Syekh?” bentaknya.
“Saya mau tidur, saya musafir,” jawab Imam Ahmad.
“Jika di dalam masjid tidak boleh, maka di teras masjid
pun tidak boleh,” tegas marbot.
Imam Ahmad pun diusir dengan cara yang tak sopan. Bahkan,
beliau didorong-doronghingga ke jalanan.
Kesabaran Imam Ahmad telah teruji. Beliau sama sekali tak
marah dan sama sekali tak mau menunjukkan siapa sesungguhnya beliau. Padahal,
jika marbot itu tahu siapa sesungguhnya dia, pasti tak akan terjadi peristiwa
ini. Kebetulan, di samping masjid itu ada warung penjual roti. Sebuah rumah
kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti. Tampak ada seorang penjual roti
yang sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian yang menimpa Sang Imam yang
didorong-dorong oleh marbot tadi.
Ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu
memanggil dari jauh, “Kemarilah,Syekh, kau boleh menginap di tempatku. Aku
mempunyai tempat, meskipun kecil.” ucap penjual roti itu. “Baiklah. Terima
kasih,” jawab Imam Ahmad sambil masuk ke rumahnya. Lalu, duduk di belakang
penjual roti yang sedang membuat roti. Lagi-lagi, Imam Ahmad sama sekali tidak
memperkenalkan siapa dirinya. Beliau hanya mengaku sebagai musafir.
Penjual roti ini punya kebiasaan yang unik. Mungkin
seperti orang yang pendiam dan tak banyak basa-basi. Jika Imam Ahmad ngajaknya
bicara, baru dia mau menjawabnya. Tapi, jikalau tidak, dia terus membuat adonan
roti sambil melafalkan istighfar.
Bacaan istighfarnya tak pernah berhenti. Saat menaruh
garam pada adonan, dia menyebut “Astaghfirullah”, saat mau memecahkan telur,
dia pun menyebut “Astaghfirullah”, saat mau mencampur gandum pun mengiringi
dengan “Astaghfirullah.” Praktis, dalam setiap keadaan dia mendawamkan
istighfar.
Peristiwa menarik ini diperhatikan terus-menerus oleh
Imam Ahmad.
Lalu beliau bertanya “Sudah berapa lama kau lakukan ini?”
Orang itu menjawab, “Sudah lama sekali syekh, saya
menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan membaca istighfar.”
Lalu, Imam Ahmad bertanya lagi, “Apa hasil dari
perbuatanmu ini?” Penjual roti itu menjawab “(Melalui wasilah istighfar) tidak
ada hajat yang aku minta , kecuali pasti dikabulkan Allah. semua yang aku minta
Allah, langsung diterima”.
Orang ini sangat percaya denga. hadis Nabi,”Siapa yang
menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua
masalah dan Allah akan berikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya.
“Semua dikabulkan Allah, kecuali satu, masih satu yang
belum Allah berikan kepadaku,” ungkap penjual roti.
“Apa yang belum Allah kabulkan?” tanya Imam Ahmad
penasaran.
Orang itu menjawab, “Aku minta kepada Allah supaya
dipertemukan dengan Imam Ahmad.”
Saat itu juga Imam Ahmad kaget luar biasa hingga beliau
bertakbir, “Allahu akbar! Allah telah mendatangkan saya jauh dari Baghdad pergi
ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke
jalanan itu ternyata karena istighfarmu.”
Penjual roti pun terperanjat. Dia memuji Allah
bekali-kali, karena ternyata yang di depannya adalah Imam Ahmad, orang yang
sangat dirindukan dan diharapkannya berada di hadapannya, di dalam rumahnya
sendiri. Sebuah tarikan dzikir “istighfar” yang dilantunkan oleh seorang secara
terus-meneris mampu menarik kordinat seorang ulama hadis terkemuka dan imam
mazhab
0 komentar:
Posting Komentar