Manisnya Buah
Menjaga Lisan
Lisan merupakan salah satu nikmat Allah yang diberikan
kepada kita. Lisan merupakan anggota badan manusia yang cukup kecil jika
dibandingkan anggota badan yang lain. Akan tetapi, ia dapat menyebabkan
pemiliknya ditetapkan sebagai penduduk surga atau bahkan dapat menyebabkan
pemiliknya dilemparkan ke dalam api neraka.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya setiap muslim
memperhatikan apa yang dikatakan oleh lisannya, karena bisa jadi seseorang
menganggap suatu perkataan hanyalah kata-kata yang ringan dan sepele namun
ternyata hal itu merupakan sesuatu yang mendatangkan murka Allah Ta’ala.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
إن العبد
ليتكلم بالكلمة من رضوان الله , لا يلقي لها بالا , يرفعه الله بها درجات , و إن
العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله , لا يلقي لها بالا يهوي بها في جهنم
“Sungguh
seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan keridhoan Allah, namun
dia menganggapnya ringan, karena sebab perkataan tersebut Allah meninggikan
derajatnya. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang
mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan karena sebab
perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Wajibnya
Menjaga Lisan
Allah
Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)
Qotadah
menjelaskan ayat di atas, “Janganlah kamu katakan ‘Aku melihat’ padahal kamu
tidak melihat, jangan pula katakan ‘Aku mendengar’ sedang kamu tidak mendengar,
dan jangan katakan ‘Aku tahu’ sedang kamu tidak mengetahui, karena sesungguhnya
Allah akan meminta pertanggung-jawaban atas semua hal tersebut.”
Ibnu katsir
menjelaskan makna ayat di atas adalah sebagai larangan untuk berkata-kata tanpa
ilmu. (Tafsir Ibnu Katsir)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka katakanlah perkataan yang baik
atau jika tidak maka diamlah.”(Muttafaqun ‘alaihi)
Imam
Asy-Syafi’i menjelaskan makna hadits di atas adalah, “Jika engkau hendak
berkata maka berfikirlah terlebih dahulu, jika yang nampak adalah kebaikan maka
ucapkanlah perkataan tersebut, namun jika yang nampak adalah keburukan atau
bahkan engkau ragu-ragu maka tahanlah dirimu (dari mengucapkan perkataan
tersebut).” (Asy-Syarhul Kabir ‘alal Arba’in An-Nawawiyyah)
Ciri Muslim
yang Baik
Termasuk
tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia mampu meninggalkan perkara yang
tidak bermanfaat baginya.
Sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ
الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Di antara
tanda baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan perkara yang tidak
bermanfaat baginya.”
Oleh karena
itu, termasuk di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ia menjaga
lisannya dan meninggalkan perkataan-perkataan yang tidak mendatangkan manfaat
bagi dirinya atau bahkan perkataan yang dapat mendatangkan bahaya bagi dirinya.
Bahaya
Tidak Menjaga Lisan
Salah satu
bahaya tidak menjaga lisan adalah menyebabkan pelakunya dimasukkan ke dalam api
neraka meskipun itu hanyalah perkataan yang dianggap sepele oleh pelakunya.
Sebagaimana hal ini banyak dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam salah satunya adalah hadits yang telah disebutkan di atas.
Atau dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhu ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari
neraka, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang
rukun iman dan beberapa pintu-pintu kebaikan, kemudian berkata kepadanya:
“Maukah kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua?” kemudian
beliau memegang lisannya dan berkata: “Jagalah ini” maka aku (Mu’adz) tanyakan:
“Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa dengan sebab perkataan kita?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga ibumu kehilanganmu! (sebuah
ungkapan agar perkataan selanjutnya diperhatikan). Tidaklah manusia tersungkur
di neraka di atas wajah mereka atau di atas hidung mereka melainkan dengan
sebab lisan mereka.” (HR. At-Tirmidzi)
Imam Ibnu
Rajab Al Hambali rahimahullah berkata mengenai makna hadits di atas, “Secara
dzahir hadits Mu’adz tersebut menunjukkan bahwa perkara yang paling banyak
menyebabkan seseorang masuk neraka adalah karena sebab perkataan yang keluar
dari lisan mereka. Termasuk maksiat dalam hal perkataan adalah perkataan yang
mengandung kesyirikan, dan syirik itu sendiri merupakan dosa yang paling besar
di sisi Allah Ta’ala. Termasuk maksiat lisan pula, seseorang berkata tentang
Allah tanpa dasar ilmu, ini merupakan perkara yang mendekati dosa syirik.
Termasuk di dalamnya pula persaksian palsu, sihir, menuduh berzina (terhadap
wanita baik-baik) dan hal-hal lain yang merupakan bagian dari dosa besar maupun
dosa kecil seperti perkataan dusta, ghibah dan namimah. Dan segala bentuk
perbuatan maksiat pada umumnya tidaklah lepas dari perkataan-perkataan yang
mengantarkan pada terwujudnya (perbuatan maksiat tersebut). (Jami’ul Ulum wal
Hikaam)
Buah
menjaga lisan
Buah
menjaga lisan adalah surga. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
من يضمن لي ما بين لحييه وما
بين رجليه أضمن له الجنة
“Barangsiapa
yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan
apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) aku akan menjamin baginya
surga.” (HR. Bukhari)
Oleh karena
itu wajib bagi setiap muslim untuk menjaga lisan dan kemaluannya dari
perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah, dalam rangka untuk mencari
keridhaan-Nya dan mengharap balasan berupa pahala dari-Nya. Semua ini adalah
perkara yang mudah bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala.
(Kitaabul Adab)
Penutup
Ketika kita
telah mengetahui bahaya yang timbul akibat tidak menjaga lisan, dan kita pun
telah mengetahui bagaimana manisnya buah menjaga lisan, sudah sepantasnya kita
selalu berfikir sebelum kita mengucapkan suatu perkataan. Apakah kiranya
perkataan tersebut akan mendatangkan keridhaan Allah Ta’ala atau bahkan
sebaliknya ia akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala. Cukuplah kita selalu
mengingat firman Allah Ta’ala (artinya):
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ
إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada
suatu ucapan yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang
selalu hadir.” (Qaaf: 18).
Juga firman
Allah Ta’ala (artinya):
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)
Semoga
Allah Ta’ala senantiasa meluruskan lisan-lisan kita, memperbaiki amalan-amalan
kita dan memberikan kita taufik untuk mengamalkan perkara yang Dia cinta dan
Dia ridhai.
***
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ummu Zaid Wakhidatul Latifah
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Referensi:
Asy-Syarhul Kabir ‘alal Arba’in An-Nawawiyyah, Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dll, Maktabah Al Islamiyyah, Kairo
Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Imam Ibnu Rajab Al Hambali,
Muassasah Ar-Risalah, Beirut
Kitabul Adab, Fuad bin ‘Abdul aziz Asy-Syalhub, Daarul
Qasim, Riyadh
Nashihatii lin-Nisaa’, Ummu Abdillah Al Wadi’iyyah,
Daarul Atsar, Shan’a
Tafsir Ibnu Katsir, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin
Katsir Al Qurosyi, Daaruth Thoyyibah (Maktabah Syamilah)
Wujuubu Hifdhul-lisaan, Abu Ibrahim Muhammad bin Abdul
Wahhab Al Washobi
0 komentar:
Posting Komentar