Riba Haram dalam
Segala Keadaan, Benarkah?
Pertanyaan:
Apakah setiap riba dalam bentuk apapun pasti diharamkan
secara mutlak atas kedua belah pihak (pemberi piutang/rentenir dan yang
berhutang)? Ataukah hanya diharamkan atas rentenir saja, sedangkan yang
berhutang terbebas? Dan bila yang berhutang tidak berdosa, apakah hal ini hanya
bila sedang membutuhkan kepada piutang saja, terjepit dan kemiskinan, ataukah
kebutuhan tidak menjadi persyaratan bagi bolehnya berhutang dengan membayar
riba? Bila dibolehkan bagi orang yang membutuhkan/terjepit, apakah bagi orang
yang kebutuhannya tidak terlalu mendesak boleh untuk berhutang dari bank yang
bertransaksi dengan bunga/riba 15 % setiap tahun –misalnya-. Dengan demikian,
ia dapat berusaha dengan modal uang hutang tersebut, dan menghasilkan
keuntungan yang lebih besar dari bunga/riba yang ditetapkan, misalnya
keuntungannya sebesar 50 % setiap tahun. Dengan cara ini, berarti ia berhasil
memperoleh hasil dari piutang tersebut sebesar 35 % yang merupakan sisa keuntungan
dikurangi bunga yang ditetapkan, sebagaimana pada kasus yang dicontohkan,
ataukah riba tetap tidak boleh dengan cara apapun?
Jawaban:
Pertama: Riba diharamkan dalam keadaan apapun dan dalam
bentuk apapun. Diharamkan atas pemberi piutang dan juga atas orang yang
berhutang darinya dengan memberikan bunga, baik yang berhutang itu adalah orang
miskin atau orang kaya. Masing-masing dari keduanya menanggung dosa, bahkan
keduanya dilaknati (dikutuk). Dan setiap orang yang ikut membantu keduanya,
dari penulisnya, saksinya juga dilaknati. Berdasarkan keumuman ayat-ayat dan
hadits-hadits shahih yang-nyata mengharamkan riba. Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ
مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ
مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ . يَمْحَقُ
اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ
أَثِيمٍ البقرة: 275-276
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan
melipat-gandakan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa
berbuat kekafiran / ingkar, dan selalu berbuat dosa.” (Qs. al-Baqarah:
275-276).
Sahabat
Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
الذهب بالذهب والفضة بالفضة
والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح مثلا بمثل، سواء بسواء،
يدا بيد، فمن زاد أو استزاد فقد أربى. رواه مسلم
“Emas
dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum,
sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan
kurma, dan garam dijual dengan garam, (takaran / timbangannya) harus sama dan
kontan. Barangsiapa yang menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat
riba.” (HR. Muslim dalam kitabnya as-Shahih).
Sahabat Abu
Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwasannya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تبيعوا الذهب بالذهب إلا
مثلا بمثل، ولا تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا الورق بالورق إلا مثلا بمثل، ولا
تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا منها غائبا بناجز. رواه البخاري ومسلم
“Janganlah
engkau jual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah
engkau lebihkan sebagiannya di atas sebagian lainnya. Janganlah engkau jual
perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau
lebihkan sebagiannya di atas sebagian lainnya. Dan janganlah engkau jual
sebagiannya yang diserahkan dengan kontan ditukar dengan lainnya yang tidak
diserahkan dengan kontan.” (HR. al-Bukhary dan Muslim).
Imam Ahmad
dan al-Bukhary meriwayatkan, bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
الذهب بالذهب والفضة بالفضة
والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح مثلا بمثل، سواء بسواء،
يدا بيد، فمن زاد أو استزاد فقد أربى، الآخذ والمعطي فيه سواء. رواه مسلم
“Emas
dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum,
sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan
kurma, dan garam dijual dengan garam, harus sama dan sama dan kontan.
Barangsiapa yang menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba,
pemungut dan yang memberikannya dalam hal ini sama.” (HR. Muslim).
Dan telah
tetap dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasannya ia
menuturkan,
لعن رسول الله صلّى الله عليه
وسلّم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه، وقال: (هم سواء). رواه مسلم
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang
yang memberikan / membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya), dan juga
dua orang saksinya. Dan beliau juga bersabda, ‘Mereka itu sama dalam hal
dosanya’.” (HR. Muslim).
Dan uang
kertas yang berlaku pada zaman sekarang ini kedudukannya sama dengan emas dan
perak yang berfungsi sebagai alat jual beli, oleh karena itu hukumnya adalah
sama dengan hukum emas dan perak. Dengan sebab itulah, hendaknya setiap orang
muslim untuk mencukupkan diri dengan hal-hal yang dihalalkan dan menjauhkan
dirinya dari segala yang diharamkan Allah ‘Azza wa Jalla. Dan Allah sungguh
telah memberikan kelapangan kepada umat Islam dalam hal pekerjaan di dunia ini
guna mengais rezeki. Sehingga, bisa saja orang yang fakir bekerja sebagai
tenaga kerja (kuli) atau pelaku usaha dengan menggunakan modal orang lain
dengan sistem mudharabah dengan perjanjian bagi hasil, misalnya fifty-fifty
atau yang semisalnya dari keuntungan, dan bukan dari modal, tidak juga dengan
jumlah / nominal uang tertentu dari keuntungan. Dan barang siapa yang tidak
mampu berusaha padahal ia fakir, maka halal baginya untuk meminta-minta,
menerima zakat, dan juga jaminan sosial.
Kedua:
Tidak boleh bagi seorang muslim, baik kaya atau fakir untuk berhutang kepada
bank atau lainnya dengan bunga 5 % atau 15 % atau lebih atau kurang dari itu.
Karena itu adalah riba, dan termasuk dosa besar. Dan Allah telah mencukupkan
baginya dengan jalan-jalan mengais rezeki yang dihalalkan sebagaimana
disebutkan di atas, baik menjadi tenaga kerja di tempat orang yang memiliki
pekerjaan atau mendaftarkan diri menjadi pegawai negeri pada jabatan yang
halal, atau berdagang dengan modal orang lain dengan sistem mudharabah dengan
bagi hasil dalam persentase tertentu, sebagaimana dijelaskan di atas.
Wabillahit
taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.” Sumber: Majmu’ Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah
13/268-271, fatwa no. 3630
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA.
Dipublikasikan oleh: KonsultasiSyariah.com
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Halloo kami dari ARENADOMINO ingin mengajak anda semua pecinta games poker untuk bermain disini permainan fairplay menanti anda semua dan 100% no robot player vs player
yuk silahkan langsung bermain dengan kami proses mudah cepat dan nyaman jika kesulitan dalam pendaftaran dapat juga dibantu ya bisa dari live chat ataupun dari WA +855 96 4967353 silahkan ..
Posting Komentar