Dahsyatnya Lafal
Dzikir Sehingga Menghapus Dosa Meskipun Sebanyak Buih Di Lautan
Salah satu cara mendekatkan diri kita kepada Allah
subhanahu wa ta’ala adalah dengan berdzikir. Dengan berdzikir, hati kita
menjadi tenteram dan damai. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan petunjuk tentang dzikir yang dapat menghapuskan dosa.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa membaca ”Subhanallaahi wa bihamdiihi, Maha
Suci Allah dan Segala Puji Bagi-Nya” seratus kali dalam sehari maka dosanya
akan dihapus meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim)
Pertanyaannya, apakah harus seratus kali dalam sekali
berdzikir?
Para ulama menjelaskan bahwa keterangan yang menyatakan
seratus kali bacaan ini ternyata tidak harus diselesaikan dalam satu sesi,
tetapi bisa diangsur secara terpisah asal masih dalam hari yang sama, misalnya
pagi hari 30 kali, siang 30 kali, dan malam 40 kali.
At Tayibi rahimahullahu ta’ala berkata,
“Sama saja apakah bacaan tersebut “Subhanallah” seratus
kali terpisah atau dalam satu kali bacaan, dalam satu majelis atau dalam
beberapa majelis, di awal siang atau di akhir siang. Akan tetapi yang lebih
baik adalah mengumpulkannya di awal siang.”
Dalam hadits lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
juga disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang pada setiap usai shalat bertasbih
membaca “Subhanallah” sebanyak 33 kali, bertahmid membaca “Alhamdulillah”
sebanyak 33 kali, dan bertakbir membaca “Allahu akbar” sebanyak 33 kali, maka
jumlahnya 99 kali lalu menyempurnakannya menjadi seratus dengan bacaan “Laa
ilaha illallah wahdahu laa syarikalah lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala
kulli syai-in qadiir” maka diampunilah kesalahan-kesalahannya walaupun kesalahannya
seperti buih air laut.” (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut ada empat kata yang dianjurkan untuk
dibaca yaitu tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Jumlah totalnya mencapai
seratus bacaan. Bila kita melakukannya maka dosa kita akan diampuni meskipun
sebanyak buih di lautan.
Lalu mengapa lafal-lafal dzikir itu memiliki khasiat yang
begitu dahsyat sehingga bisa menghapus dosa-dosa meskipun sebanyak buih di
lautan?
Para ulama berpendapat tentang khasiat lafal-lafal
dzikir, sebenarnya hanya Allah yang tahu. Allah Maha Kuasa, bebas memilih apa
saja untuk diutamakan dari yang lain termasuk dzikir yang utama untuk menghapus
dosa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dia kehendaki dan
memilihnya. sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (QS. Al Qashash: 68)
Akan tetapi bila direnungkan, kita akan melihat bahwa
kalimat “Subhanallah”, “Alhamdulillah”, “Allahu akbar”, dan “Laa ilaha
illallah” terkait dengan pengakuan keesaan Allah. Kalimat ini juga bermakna
penyucian Dzat Allah dari segala kekurangan. Pernyataan syukur kepada Allah
karena hanya Dia yang memberikan semua karunia dan pernyataan kebesaran Allah
subhanahu wa ta’ala.
Bila semua kalimat ini diucapkan dengan penghayatan penuh
dan secara berulang-ulang sepertinya tidak akan ada orang yang masih memiliki
nyali untuk melakukan dosa. Bagaimana mungkin akan melakukan dosa, sementara
dalam waktu yang sama, dia menyadari sepenuhnya bahwa Allah Maha Suci, Segala
Puji hanya layak dihaturkan kepada-Nya, serta Dia adalah Maha Besar, dan mampu
berbuat apapun terhadap-Nya. Wallahu a’lam.
Namun demikian, terkait jumlah bacaan yang telah
ditentukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti “Subhanallah wa bihamdihi”
sebanyak seratus kali, serta bacaan tasbih, tahmid, dan takbir setiap usai
shalat dengan masing-masing 33 kali, bagaimana jika ada orang yang membacanya
lebih dari jumlah itu? Apakah masih mendapatkan pahala dari dzikir tersebut?
Mayoritas ulama menyebutkan bahwa membaca dzikir melebih
jumlah yang telah ditentukan tidak apa-apa, tidak haram, dan makruh pun tidak.
Membacanya tetap mendapatkan pahala khusus seperti telah dijanjikan bahkan
mendapatkan pahala lebih karena membacanya melebihi jumlah yang telah
ditentukan.
Misalnya, ada orang yang membaca tasbih, tahmid, dan
takbir masing-masing sebanyak 40 kali maka dosa-dosanya akan diampuni sesuai
dengan janji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan masih mendapatkan pahala
lain dari 7 kali bacaan yang dilakukannya. Wallahu a’lam.
Para ulama yang memilih pendapat ini, merujuk pada sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan,
“Barangsiapa membaca “Laa ilaha illallah wahdahu laa
syarikalah lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadiir” seratus
kali dalam sehari maka akan mendapatkan pahala sebanding dengan memerdekakan
sepuluh hamba sahaya, mendapatkan catatan seratus amal baik, dihapuskan
untuknya seratus keburukan, dan tidak ada seorang pun yang mendatangkan yang
lebih baik daripada itu kecuali seseorang yang melakukan yang lebih banyak
daripada itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mengomentari hadits ini, Imam Nawawi mengatakan bahwa di
dalamnya terkandung dalil bahwa barangsiapa membaca tahlil lebih dari seratus
kali maka dia akan mendapatkan pahala khusus dari seratus kali bacaan seperti
disebutkan dalam hadits. Dan disamping itu, masih mendapatkan ganjaran lain
dari kelebihan bacaannya.
Ini bukan salah satu batas yang tidak boleh dilanggar
atau dilampaui. Jumlah bacaan dzikir tidak sama dengan jumlah raka’at shalat.
Untuk jumlah raka’at shalat memang ada dalil khusus tentang larangan untuk
menambah atau menguranginya.
Selain itu, dzikir juga disyariatkan secara umum sehingga
seperti takaran dalam mengeluarkan zakat, jika menambah ukuran yang telah
ditentukan sebagai sedekah maka akan mendapatkan ganjaran dari tambahannya itu.
Namun, ada juga ulama yang mengatakan bahwa menambahi
ucapan dzikir dari jumlah yang telah ditentukan, hukumnya adalah makruh. Mereka
beranggapan bahwa orang yang membaca dzikir melebihi jumlah yang telah
ditentukan, tidak akan mendapatkan pahala khusus seperti yang telah dijanjikan
karena boleh jadi dalam jumlah itu terkandung hikmah dan khasiat yang tidak
akan diperoleh bila dilampaui.
Selain itu, dzikir yang melebihi jumlah yang ditentukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka anggap sebagai Su’ul Adab atau
sikap tidak sopan. Layaknya taubat, bila dosisnya berlebih maka obat itu akan
berubah menjadi penyakit, seperti kunci jika giginya ditambah maka tidak akan
bisa membuka.
Terkait pendapat tersebut, Ibnu Hajar Al Asqalani
mengatakan bahwa hukum membaca dzikir melebihi jumlah yang telah ditentukan,
tergantung pada niatnya. Misalnya dalam dzikir yang seharusnya dibaca 33 kali
bila setelah membacanya 33 kali berniat untuk membaca lagi dengan niat untuk
mendapatkan pahala lebih maka tidak apa-apa. Sebaliknya, bila sengaja menambahi
atas dasar keyakinan bahwa jumlah pengulangan yang 33 kali itu masih kurang,
belum mampu memenuhi kebutuhannya maka tidak dibolehkan.
Bila bacaan dzikir melebihi jumlah yang telah ditentukan
diperbolehkan, lalu bagaimana jika kurang dari jumlah yang telah ditentukan?
Para ulama berpendapat jika bacaan dzikir lebih maka
tetap mendapatkan pahala yang telah dijanjikan karena pada hakikatnya, dia
sudah memenuhi jumlah yang ditetapkan, sedangkan bila bacaannya kurang dari
jumlah yang sudah ditentukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka
tetap akan mendapat pahala, namun sepertinya tidak akan mendapatkan imbalan
khusus seperti disebut dalam hadits karena belum mencapai jumlah yang telah
ditentukan.
Namun yang pasti, alangkah lebih baik bila kita mengikuti
perintah Allah subhanahu wa ta’ala untuk berdzikir sebanyak-banyaknya. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al Ahzab: 41)
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar