Malam Takbiran yang Ternodai
Hukum Pawai Obor Dalam Islam Hukum Takbir Raya Berjamaah
Hukum Takbiran Dengan Musik Hukum Takbiran Pakai Musik Hukum Takbiran Semalam
Suntuk
Saat melewati jalan Imogiri selepas shalat Tarawih, kami
menyaksikan sepanjang jalan para pemuda bercampur pemudi melantukan takbiran.
Namun ada musibah yang terjadi, lafazh takbiran tersebut malah diiringi dengan
suara drum band. Takbiran saat ini memang bertambah aneh. Kalau mau dibilang
amat jauh dari sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena takbiran yang
mengagungkan Rabb mereka malah dicampur dengan maksiat.
Takbir di Penghujung Ramadhan
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِتُكْمِلُوا
الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
“Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al
Baqarah: 185). Kata Syaikh As Sa’di rahimahullah, “Ketika bulan itu sempurna,
hendaklah bersyukur pada Allah Ta’ala karena taufik dan kemudahan bagi
hamba-Nya. Syukur tersebut diwujudkan dalam bentuk takbir ketika Ramadhan itu
selesai. Takbir tersebut dimulai ketika melihat hilal Syawal hingga berakhirnya
khutbah ‘ied.” (Taisir Al Karimir Rahman, 87)
Yang
dimaksud dengan takbir di sini adalah bacaan “Allahu Akbar”. Mayoritas ulama
mengatakan bahwa ayat ini adalah dorongan untuk bertakbir di akhir Ramadhan.
Sedangkan kapan waktu takbir tersebut,
para ulama berbeda pendapat. Ada enam pendapat dalam hal ini: (1) takbir
tersebut adalah ketika malam idul fithri, (2) takbir tersebut adalah ketika
melihat hilal Syawal hingga berakhirnya khutbah Idul Fithri, (3) takbir
tersebut dimulai ketika imam keluar untuk melaksanakan shalat ied, (4) takbir
pada hari Idul Fithri, (5) yang merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Asy
Syafi’i, takbir ketika keluar dari rumah menuju tanah lapang hingga imam keluar
untuk shalat ‘ied, (6) yang merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, takbir
tersebut adalah ketika Idul Adha dan ketika Idul Fithri tidak perlu bertakbir
(Lihat Fathul Qodir, 1/239).
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ المُصَلَّى
وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْر
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul
Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak
dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari
bertakbir.” (Dikeluarkan dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 171. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih). Dari riwayat ini, yang sesuai
sunnah sebagaimana pula menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i bahwa takbir Idul
Fithri mulai dikumandangkan dari rumah menuju tanah lapang hingga imam keluar
untuk shalat ‘ied.
Takbiran
yang Ternodai
Jika kita
melihat agungnya mengagungkan nama Allah di atas, satu problema yang sangat
disayangkan adalah pengagunggan terhadap
Allah dicampur dengan maksiat. Itulah yang kami saksikan dengan mata kepala
kami sendiri. Padahal sudah teramat jelas bahwa musik dan alat musik termasuk
hal yang terlaknat karena masuk dalam kategori haram. Lihatlah dalam ayat
Qur’an lalu kita menilik dalam kitab tafsir.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ وَإِذَا تُتْلَى
عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي
أُذُنَيْهِ وَقْرًا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan di
antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.
Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan
menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat
di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah padanya dengan azab yang
pedih.” (QS. Luqman: 6-7). Ibnu Jarir Ath Thabariy -rahimahullah- dalam kitab
tafsirnya mengatakan bahwa para pakar tafsir berselisih pendapat apa yang
dimaksud dengan لَهْوَ الْحَدِيثِ “lahwal hadits” dalam
ayat tersebut. Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah nyanyian
dan mendengarkannya. Lalu setelah itu Ibnu Jarir menyebutkan beberapa perkataan
ulama salaf mengenai tafsir ayat tersebut. Di antaranya adalah dari Abu Ash
Shobaa’ Al Bakri –rahimahullah-. Beliau mengatakan bahwa dia mendengar Ibnu
Mas’ud ditanya mengenai tafsir ayat tersebut, lantas beliau –radhiyallahu
‘anhu- berkata,
الغِنَاءُ، وَالَّذِي لاَ
إِلَهَ إِلاَّ هُوَ، يُرَدِّدُهَا ثَلاَث َمَرَّاتٍ.
“Yang
dimaksud (perkataan yang tidak berguna dalam ayat tersebut) adalah nyanyian,
demi Dzat yang tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Dia.”
Beliau menyebutkan makna tersebut sebanyak tiga kali. (Lihat Jami’ul Bayan fii
Ta’wilil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thobari, 20/127)
Demikian
pula dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa di zaman saat ini
terlah terbukti nyanyian yang haram dikemas sedekimian rupa sehingga takbiran
yang berbau musik pun dianggap halal, begitu pula nasyid islami yang
menggunakan alat musik dianggap sama halalnya. Bukhari membawakan dalam Bab
“Siapa yang menghalalkan khomr dengan selain namanya” sebuah riwayat dari Abu
‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari telah menceritakan bahwa dia tidak berdusta,
lalu dia menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى
أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ،
وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ
لَهُمْ ، يَأْتِيهِمْ – يَعْنِى الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ
إِلَيْنَا غَدًا . فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ ، وَيَمْسَخُ
آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Sungguh,
benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan
zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah
di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi
mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok
hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung
kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga
hari kiamat.” (Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq dengan lafazh jazm/
tegas). Jika dikatakan menghalalkan
musik, berarti musik itu haram. Hadits di atas dinilai shahih oleh banyak
ulama, di antaranya adalah: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Istiqomah
(1/294) dan Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan (1/259). Penilaian senada
disampaikan An Nawawi, Ibnu Rajab Al Hambali, Ibnu Hajar dan Asy Syaukani
–rahimahumullah-.
Kita pun
bisa melihat kalam para ulama yang menjelaskan tentang haramnya nyanyian dan
alat musik.
Fudhail bin
Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak
mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan
Allah.” Yazid bin Al Walid mengatakan, “Wahai anakku, hati-hatilah kalian dari
mendengar nyanyian karena nyanyian itu hanya akan mengobarkan hawa nafsu,
menurunkan harga diri, bahkan nyanyian itu bisa menggantikan minuman keras yang
bisa membuatmu mabuk kepayang. … Ketahuilah, nyanyian itu adalah pendorong
seseorang untuk berbuat zina.” (Lihat Talbis Iblis, 289)
Imam Abu
Hanifah membenci nyanyian dan menganggap mendengarnya sebagai suatu perbuatan
dosa. Imam Malik bin Anas berkata, “Barangsiapa membeli budak lalu ternyata
budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka hendaklah dia
kembalikan budak tadi karena terdapat ‘aib.” Imam Asy Syafi’i berkata,
“Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu
adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan
nyanyian, maka persaksiannya tertolak.” Imam Ahmad bin Hambal berkata,
“Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak
menyukainya.” (Lihat Talbis Iblis, 280-284)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu pun dari empat
ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.” (Majmu’
Al Fatawa, 11/576-577)
Jadi amat
disayangkan, takbiran yang berisi pengagungan pada nama Allah, malah menjadi
malapetaka karena dihiasi dengan alat musik, alat yang jadi guna-guna setan.
Sungguh amat menyayangkan kondisi umat Islam saat ini. Kenapa mereka tidak
berdzikir dengan penuh khusyu sambil merenungkan maknanya di masjid dan di
rumahnya, tanpa mesti keliling dengan membuat keributan dengan memukul alat-alat
yang jelas Allah murka?
Semoga
menjadi renungan. Wallahu waliyyut taufiq.
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Suntuk di rumah yuk gabung dan menangkan permainan kartu bersama kami hanya di ARENADOMINO 8 game kami sediakan untuk kalian semua so tunggu ap lagi yukk... WA +855 96 4967353
Posting Komentar