RIBA DOSA BESAR
YANG MENGHANCURKAN
Dosa Dosa Riba Dosa Riba Menurut Islam Ancaman Riba Riba
Dosa Besar Riba Adalah Dosa Besar
RIBA, DOSA BESAR YANG MENGHANCURKAN
Riba merupakan perbuatan dosa besar dengan ijma’ Ulama,
berdasarkan al-Qur`ân, as-Sunnah. Dalil dari al-Qur`ân di antaranya adalah
firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allâh
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. [al-Baqarah/2:275]
Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang umatnya dari riba dan
memberitakan bahwa riba termasuk tujuh perbuatan yang menghancurkan.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ
بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahuanhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau
bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat)
bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Apakah itu?” Beliau n menjawab, “Syirik kepada
Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq, memakan
riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh
zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan
yang bersih dari zina”. [HR. al-Bukhâri, no. 3456; Muslim, no. 2669]
Para Ulama
sepakat bahwa riba adalah haram dan termasuk dosa besar.
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Kaum Muslimin telah sepakat akan haramnya riba. Riba itu
termasuk kabâir (dosa-dosa besar). Ada yang mengatakan bahwa riba diharamkan
dalam semua syari’at (Nabi-Nabi), di antara yang menyatakannya adalah
al-Mawardi”. [al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, 9/391]
Syaikhul
Islam oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Melakukan riba hukumnya haram
berdasarkan al-Qur`ân, as-Sunnah, dan ijma’.” [Majmû’ al-Fatâwâ, 29/391]
MAKNA DAN
MACAM-MACAM RIBA
Secara
lughah (bahasa) riba artinya tambahan, sedangkan menurut istilah syara’
(agama), para fuqahâ’ (ahli fiqih) memberikan ta’rîf (difinisi) yang
berbeda-beda kalimatnya, namun maknanya berdekatan.
al-Hanafiyyah
menyatakan riba adalah kelebihan yang tidak ada penggantinya (imbalannya)
menurut standar syar’i, yang disyaratkan untuk salah satu dari dua orang yang
melakukan akad penukaran (harta). [al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah,
22/50]
Syâfi’iyyah
menyatakan riba adalah akad untuk mendapatkan ganti tertentu yang tidak
diketahui persamaannya menurut standar syar’i (agama Islam) pada waktu
perjanjian, atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang ditukar, atau
salah satunya. [al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 22/50]
Hanabilah
menyatakan riba adalah perbedaan kelebihan di dalam perkara-perkara,
mengakhirkan di dalam perkara-perkara, pada perkara-perkara khusus yang yang
ada keterangan larangan riba dari syara’ (agama Islam), dengan nash (keterangan
tegas) di dalam sebagiannya, dan qiyas pada yang lainnya. [al-Mausu’ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 22/50]
Definisi
riba ini akan lebih jelas jika kita mengetahui macam-macam riba, sebagai
berikut:
1. Riba
an-Nasî’ah (Riba Karena Mengakhirkan Tempo)
Yaitu:
tambahan nilai hutang sebagai imbalan dari tempo yang diundurkan. Dinamakan
riba an-nasî’ah (mengakhirkan), karena tambahan ini sebagai imbalan dari tempo
hutang yang diundurkan. Hutang tersebut bisa karena penjualan barang atau hutang
(uang).
Riba ini
juga disebut riba al-Qur’an, karena diharamkan di dalam Al-Qur’an. Allâh
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ ﴿٢٧٨﴾ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ
وَلَا تُظْلَمُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allâh dan Rasulnya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. [al-Baqarah/2:
278-279]
Ayat ini
merupakan nash yang tegas bahwa yang menjadi hak orang yang berpiutang adalah
pokok hartanya saja, tanpa tambahan. Dan tambahan dari pokok harta itu disebut
riba. [Lihat Taudhîhul Ahkâm min Bulûghil Marâm, 4/6, karya Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman al-Bassam]
Jika
tambahan itu atas kemauan dan inisiatif orang yang berhutang ketika dia hendak
melunasi hutangnya, tanpa disyaratkan maka sebagian ahli fiqih membolehkan.
Namun orang yang berhati-hati tidak mau menerima tambahan tersebut karena
khawatir itu termasuk pintu-pintu riba, wallahu a’lam. [Lihat Fathul Bâri pada
syarh hadits no: 3814]
Kemudian
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan larangan ini dalam khutbah wada’
dan hadits-hadits lainnya. Sehingga kaum Muslimin bersepakat tentang keharaman
riba an-nasîah ini.
Riba ini
juga disebut riba al-jahiliyyah, karena riba ini yang dilakukan oleh
orang-orang jahiliyah.
Riba ini
juga disebut riba jali (nyata) sebagaimana dikatakan oleh imam Ibnul Qayyim
dalam kitab I’lâmul Muwaqqi’in, 2/154. [al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah
al-Kuwaitiyyah, 22/57]
Riba ini
juga disebut dengan riba dain/duyun (riba pada hutang), karena terjadi pada
hutang piutang.
Imam Ahmad
rahimahullah ditanya tentang riba yang tidak diragukan (keharamannya-pen), dia
menjawab, “Riba itu adalah seseorang memiliki piutang, lalu dia berkata kepada
orang yang berhutang, “Engkau bayar (sekarang) atau (pembayarannya ditunda tapi
dengan) memberi tambahan (riba)?” Jika dia tidak membayar, maka orang yang
berhutang memberikan tambahan harta (saat pembayaran), dan pemilik piutang
memberikan tambahan tempo. [I’lâmul Muwaqqi’in]
Imam Ibnul
‘Arabi al-Mâliki rahimahullah berkata, “Orang-orang jahiliyyah dahulu biasa
berniaga dan melakukan riba. Riba di kalangan mereka telah terkenal. Yaitu
seseorang menjual kepada orang lain dengan hutang. Jika waktu pembayaran telah
tiba, orang yang memberi hutang berkata, “Engkau membayar atau memberi riba
(tambahan)?” Yaitu: Engkau memberikan tambahan hartaku, dan aku bersabar dengan
waktu yang lain. Maka Allâh Azza wa Jalla mengharamkan riba, yaitu tambahan (di
dalam hutang seperti di atas-pen). [Ahkâmul Qur’an, 1/241, karya Ibnul ‘Arabi]
Dengan
penjelasan di atas kita mengetahui bahwa riba jahiliyyah yang dilarang dengan
keras oleh Allâh dan RasulNya adalah tambahan nilai hutang sebagai imbalan dari
tambahan tempo yang diberikan, sementara tambahan tempo itu sendiri disebabkan
ketidakmampuannya membayar hutang pada waktunya. Jika demikian, maka tambahan
uang yang disyaratkan sejak awal terjadinya akad hutang-piutang, walaupun tidak
jatuh tempo, yang dilakukan oleh bank, BMT, koperasi, dan lainnya, di zaman
ini, adalah riba yang lebih buruk dari riba jahiliyyah, walaupun mereka
menyebut dengan istilah bunga.
2. Riba
al-Fadhl (Riba Karena Kelebihan).
Yaitu riba
dengan sebab adanya kelebihan pada barang-barang riba yang sejenis, saat
ditukarkan.
Riba ini
juga disebut riba an-naqd (kontan) sebagai kebalikan dari riba an-nasî’ah. Juga
dinamakan riba khafi (samar) sebagai kebalikan riba jali (nyata). [al-Mausû’ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 22/58]
Barang-barang
riba ada enam menurut nash hadits, seperti di bawah ini:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ
الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ
مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى
الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
Dari Abu
Sa’id al-Khudri Rahiyallahu anhu, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, burr (jenis gandum)
dengan burr, sya’ir (jenis gandum) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam
dengan garam, harus sama (timbangannya), serah terima di tempat (tangan dengan
tangan). Barangsiapa menambah atau minta tambah berarti dia melakukan riba,
yang mengambil dan yang memberi dalam hal ini adalah hukumnya sama.” [HR.
Muslim, no. 4148]
BAHAYA RIBA
DI DUNIA
Berbagai
bahaya riba mengancam para pelakunya di dunia sebelum di akhirat, antara lain:
1. Laknat
Bagi Pelaku Riba.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir
Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan dua saksinya”, dan
Beliau n bersabda, “Mereka itu sama.” [HR. Muslim, no. 4177]
2. Perang
Dari Allâh Azza Wa Jalla Dan RasulNya.
Barangsiapa
nekat melakukan riba, padahal larangan sudah sampai kepadanya, maka hendaklah
dia bersiap mendapatkan serangan peperangan dari Allâh dan RasulNya. Siapa yang
akan menang melawan Allâh? Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allâh dan Rasulnya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. [Al-Baqarah/2:
278-279]
BAHAYA RIBA
DI AKHIRAT
Selain
bahaya di dunia, maka riba juga mengakibatkan bahaya mengerikan di akhirat,
antara lain:
1. Bangkit
Dari Kubur Dirasuki Setan.
Ini telah
diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam al-Qur’ân dan dijelaskan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
عَنْ عَوْفِ بن مَالِكٍ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :”إِيَّايَ
وَالذُّنُوبَ الَّتِي لا تُغْفَرُ: الْغُلُولُ، فَمَنْ غَلَّ شَيْئًا أَتَى بِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَآكِلُ الرِّبَا فَمَنْ أَكَلَ الرِّبَا بُعِثَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَجْنُونًا يَتَخَبَّطُ”, ثُمَّ قَرَأَ: “الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا
لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ
الْمَسِّ”
Dari ‘Auf
bin Malik, dia berkata: RasûlullâhShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jauhilah dosa-dosa yang tidak terampuni: ghulul (mengambil harta rampasan perang
sebelum dibagi; khianat; korupsi). Barangsiapa melakukan ghulul terhadap
sesuatu barang, dia akan membawanya pada hari kiamat. Dan pemakan riba.
Barangsiapa memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila,
berjalan sempoyongan.” Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca
(ayat yang artinya), “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila”. (al-Baqarah/2:275) [HR. Thabrani di dalam Mu’jamul
Kabîr, no. 14537; al-Khatib dalam at-Târîkh. Dihasankan oleh syaikh al-Albani
dalam Silsilah ash-Shahîhah, no. 3313 dan Shahîh at-Targhîb, no. 1862]
2. Akan
Berenang Di Sungai Darah.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِى ، فَأَخْرَجَانِى إِلَى أَرْضٍ
مُقَدَّسَةٍ ، فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ
رَجُلٌ قَائِمٌ ، وَعَلَى وَسَطِ النَّهْرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ ،
فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِى فِى النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ
يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِى فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ ، فَجَعَلَ
كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِى فِيهِ بِحَجَرٍ ، فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ ،
فَقُلْتُ مَا هَذَا فَقَالَ الَّذِى رَأَيْتَهُ فِى النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا
Dari
Samurah bin Jundub, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tadi malam aku bermimpi ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya
membawaku ke kota yang disucikan. Kami berangkat sehingga kami mendatangi
sungai darah. Di dalam sungai itu ada seorang laki-laki yang berdiri. Dan di
pinggir sungai ada seorang laki-laki yang di depannya terdapat batu-batu.
Laki-laki yang di sungai itu mendekat, jika dia hendak keluar, laki-laki yang
di pinggir sungai itu melemparkan batu ke dalam mulutnya sehingga dia kembali
ke tempat semula. Setiap kali laki-laki yang di sungai itu datang hendak
keluar, laki-laki yang di pinggir sungai itu melemparkan batu ke dalam mulutnya
sehingga dia kembali ke tempat semula. Aku bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab,
“Orang yang engkau lihat di dalam sungai itu adalah pemakan riba’”. [HR.
al-Bukhâri]
3. Nekat
Melakukan Riba Padahal Sudah Sampai Lrangan, Diancam Dengan Neraka.
Allah Azza
wa Jalla berfirman :
ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ
فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ
فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allâh. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. [al-Baqarah/2:275]
Inilah
berbagai ancaman mengerikan bagi pelaku riba. Alangkah baiknya mereka bertaubat
sebelum terlambat. Sesungguhnya nikmat maksiat hanya sesaat, namun akan membawa
celaka di dunia dan di akhirat. Hanya Allâh Azza wa Jalla tempat memohon pertolongan.
Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVIII/1436H/2014M. Penerbit Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Hadir dan Menangkan hadiah nya tempat bermain poker 8 game dengan hanya 1 userid saja sudah bisa menikmati permainan kami di arenadomino(com)
silahkan langsung daftarkan diri anda bersama kami dengan pelayanan 24jam dan proses cepat yang kami berikan untuk kenyamanan anda semua dalam bermain di tempat kami segera bergabung peluang menang menunggu anda...
WA +855 96 4967353
Posting Komentar