Terapi Warna
Warisan Kedokteran Islam
Islam mewariskan khazanah ilmu pengetahuan yang sangat
kaya kepada peradaban modern. Berbagai macam penemuan para ilmuan Islam masih
tetap berlaku dan dikembangkan hingga saat ini.
Mulai dari bidang pertanian, pertambangan, kesenian,
ilmu-ilmu sosial, kedokteran, hingga manajemen pelayanan pos, merupakan tindak
lanjut dari warisan Islam.
Di bidang kedokteran, banyak dokter Muslim berhasil
menciptakan metode-metode pengobatan. Mereka berhasil menemukan aneka terapi
untuk menyembuhkan ragam jenis penyakit. Salah satunya adalah terapi warna atau
lebih dikenal kromoterapi.
Kromoterapi merupakan metode perawatan penyakit dengan
menggunakan warna-warna. Terapi ini merupakan terapi suportif yang dapat
mendukung terapi utama. Menurut praktisi kromoterapi, penyebab dari beberapa
penyakit dapat diketahui dari pengurangan warna-warna tertentu dari sistem
dalam tubuh manusia.
Kromoterapi, kadang-kadang disebut terapi warna atau
colorology, merupakan metode obat alternatif. Dengan kata lain, seorang dokter
(praktisi terapi) yang terlatih dalam kromoterapi dapat menggunakan warna dan
cahaya untuk menyeimbangkan energi dalam tubuh seseorang yang mengalami
kekurangan baik fisik, emosi, spiritual, maupun mental. Terapi cahaya terbukti
dapat meringankan penyakit depresi yang tinggi.
Ahli kromoterapi menyatakan, mereka melakukan praktik
sesuai dasar ilmiah. Menurut hasil penelitian mereka, warna membawa reaksi
emosional manusia.
Standar metode diagnosa menggunakan “tes warna luscher”,
dikembangkan oleh Max Luscher ( 1923) pada awal 1900-an. Saat kromoterapi
dilakukan, warna dan cahaya diterapkan ke daerah-daerah tertentu pada tubuh.
Warna terkait dengan efek positif dan efek negatif. Dalam terapi warna, warna
spesifik serta jumlah warna dianggap penting dalam penyembuhan.
Beberapa alat yang digunakan untuk menerapkan warna
adalah batu permata, lilin, tongkat wasiat, prisma, kain tenun warna, dan
kaca/lensa warna. Terapeutik (pengobatan) warna dapat diadministrasikan dalam
beberapa cara, tetapi sering dikombinasikan dengan hidroterapi (terapi air) dan
aromaterapi (terapi aroma/wewangian) dalam upaya untuk mempertinggi efek
terapeutik.
Ibnu Sina dan Terapi Warna
Menurut catatan sejarah, terapi warna diperkirakan
berasal dari tradisi India kuno, yang diajarkan dalam Ayurveda. Masyarakat
India sudah mempraktikkan terapi tersebut sejak ribuan tahun silam. Sumber
sejarah lain menyebutkan, terapi ini berasal dari tradisi Cina dan Mesir kuno.
Dijelaskan bahwa orang Mesir kuno telah membangun solarium, sejenis kamar, yang
dipasangi dengan kaca jendela berwarna. Matahari akan bersinar melalui kaca dan
pasien dibanjiri dengan warna.
Dalam sebuah artikel yang ditulis Michelle Caldwel,
Smallpox: Is the Cure Worse Than the Disease?, disebutkan pada akhir abad ke-19
M, penderita penyakit cacar di Eropa dirawat di ruang yang ditutupi dengan kain
berwarna merah untuk menyembuhkan pasien.
Terapi serupa telah dipraktikkan oleh dokter Muslim pada
abad ke-10 M. Tokoh Islam yang memperkenalkan kromoterapi adalah Ibnu Sina (980
M-1037 M), yang dikenal oleh masyarakat Barat dengan nama Avicenna. Kurang
lebih sembilan abad sebelum orang Barat mengenal kromoterapi, Ibnu Sina sudah
menggunakan warna sebagai salah satu sarana penting dalam mendiagnosa
(mengenali) penya kit dan untuk pengobatan.
Di dalam adikaryanya yang berjudul Al-Qanun fi At-Thibb
(The Canon of Medicine), Ibnu Sina mengungkapkan bahwa warna merupakan gejala
yang nampak dalam penyakit. Ia juga telah berhasil mengembangkan grafik
hubungan antara warna dengan suhu tubuh dan kondisi fisik tubuh.
Ibnu Sina juga melakukan klasifikasi warna dan
fungsi-fungsinya dalam proses penyembuhan si sakit. Ia mengemukakan bahwa warna
merah memindahkan darah, biru atau putih mendinginkan, dan kuning mengurangi
rasa sakit pada otot dan radang mata. Ibnu Sina adalah orang pertama yang
membuktikan bahwa warna yang salah yang digunakan untuk terapi dapat
menyebabkan tidak adanya respons dalam penyakit yang spesifik.
Warna yang salah selama proses terapi tidak akan mendapat
respons dari penyakit tertentu, ujarnya dalam Al-Qanun fi At-Thibb. Diceritakan
oleh Samina T. Yousuf Azeemi dan S. Mohsin Raza dalam A Critical Analysis of
Chromotherapy and Its Scientific Evolution, Ibnu Sina suatu saat mengamati
orang yang mimisan/hidung berdarah. Menurutnya, orang yang mimisan seharusnya
tidak melihat warna merah yang mencolok dan tidak boleh terkena sorot lampu
merah. Warna merah akan mendorong cairan sanguin (sanguineous humor). Orang
mimisan, menurut Ibnu Sina, harus melihat warna biru. Berbeda dengan warna
merah, warna biru akan meringankan dan mengurangi aliran darah.
Mengenal chakra
Di dalam tradisi India, dikenal yang namanya chakra,
yakni titik atau simpul energi dalam tubuh manusia. Menurut konsep chakra,
kesehatan adalah kesatuan menjaga keseimbangan fisik dan emosi. Di India,
sekelompok ahli pengobatan Ayurvedic menjelaskan, warna yang terkait dengan
tujuh chakra utama, yang menurut sistem mereka merupakan pusat rohani di tubuh,
terletak di sepanjang tulang belakang, jelas Dorothy Parker, dalam karyanya
Color Decoder.
Terdapat tujuh chakra dan masing-masing terkait dengan
organ tertentu dalam tubuh. Tiap chakra memiliki warna dominan, tetapi ini
dapat menjadi warna yang tidak seimbang. Jika hal ini terjadi dapat menyebabkan
penyakit dan percabangan fisik lainnya, kata Dorothy Parker.
Dengan memperkenalkan warna yang sesuai, penyakit ini
dapat diperbaiki. Ketujuh chakra tersebut adalah, pertama, warna merah,
terletak di bagian bawah tulang belakang. Warna ini digunakan untuk merangsang
tubuh dan pikiran serta meningkatkan sirkulasi. Kedua, warna orange, terletak
di daerah panggul. Digunakan untuk menyembuhkan paru-paru dan untuk
meningkatkan energi. Ketiga, warna kuning, terletak pada solar kekusutan.
Digunakan untuk mendorong urat dan membersihkan tubuh. Keempat, warna hijau,
terletak di jantung. Kelima, warna biru, terletak di tenggorokan. Digunakan
untuk mengobati penyakit dan meringankan rasa sakit. Keenam, warna indigo,
yakni di bagian rendah pada dahi. Digunakan untuk meringankan masalah kulit.
Ketujuh, warna violet, terletak di atas kepala.
Meskipun kromoterapi telah dibuktikan manfaatnya oleh
Ibnu Sina dan tradisi India, namun tidak membuatnya bebas dari kritik. Beberapa
kritikus kromoterapi me lontarkan pandangan bahwa ilmu kedokteran ini adalah
palsu belaka. Mereka juga menuturkan belum ada bukti bah wa warna adalah unsur
kunci dalam proses penyembuhan bagi si sakit.
Ibnu Sina, Dokter Muslim yang Mengajarkan Kromoterapi
Bapak Pengobatan Modern, begitulah sebagian orang menjulukinya.
Ibnu Sina yang di dunia Barat dikenal dengan nama Avicenna, disebut-sebut
sebagai dokter Muslim pertama yang menerapkan kromoterapi dalam pengobatannya.
Hal tersebut dicantumkan dalam karyanya Al-Qanun fi At-Thibb (The Canon of
Medicine).
Dia mempelajari kedokteran sejak usia 16 tahun. Bahkan
memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18. Dalam dunia
kedokteran, ia tak hanya mempelajari teori kedokteran, tetapi juga pera
watan/pelayanan pada orang sakit. Melalui perhitungannya sendiri, ia menemukan
metode-metode baru dari perawatan/pengobatan.
Ibnu Sina mengatakan, ''Kedokteran tidaklah ilmu yang
sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan fisika sehingga saya cepat
memperoleh kemajuan. Saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat
para pasien menggunakan obat-obat yang sesuai.
Selain mendapat gelar Bapak Pengobatan Modern, masih
banyak lagi predikat kehormatan yang diterimanya di bidang kedokteran. Itu
terkait dengan ke agungan karya-karya yang telah beliau hasilkan. Karyanya yang
sangat terkenal adalah Al-Qanun fi At-Thibb (The Canon of Medicine) yang
merupakan rujukan utama di bidang kedokteran selama berabad-abad.
Avicenna yang juga dikenal sebagai seorang filsuf dan
ilmuwan dilahirkan tahun 980 M di Afsyahnah dekat Bukhara, Persia (sekarang
masuk wilayah Uzbekistan). Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Husayn bin
Abdullah bin Sina. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada bulan Juni 1037 M di
Hamadan, Persia (Iran).
Ibnu Sina merupakan tokoh Muslim yang sangat produktif.
Karya-karyanya tidak terbatas di bidang kedokteran saja, melainkan juga di
bidang filsafat, matematika, logika, akhlak, dan fisika. Total ada sekitar 450
karya yang sampai ke tangan generasi sekarang. Menurut George Sarton, Ibnu Sina
merupakan ilmuwan hebat dan paling terkenal dari dunia Islam pada semua bidang,
tempat, dan waktu. des/she/taq
1 komentar:
Promo Fans^^poker :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Posting Komentar