Sakit Itu Penghapus
Dosa
Pertanyaan:
Saya pernah mendengar sebuah hadits Rasulullah SAW. yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori yang menceritakan ketika Nabi SAW. menjenguk
orang sakit, beliau berkata:
لا بأس
طهور إن شاء الله
“Tidak apa,
semoga menjadi penghapus dosa, jika Allah menghendakinya.” Apakah benar sakit
itu bisa meluruhkan dosa?
Ali Ridlo
(Madura)
Jawaban:
Benar
sekali, sakit dan musibah itu bisa menjadi sarana untuk peluruhan dosa. Namun,
tentu tidak serta merta demikian jika dalam hati dan sikap justru kita tidak
menerima, atau tidak sabar atas apa yang menimpa kita itu. Sabar tak hanya
dilakukan ketika kita diuji dengan sakit, tetapi juga ketika kita diuji dalam
kondisi sehat. Ketika sedang diuji sakit, kesabaran seseorang akan tampak dari
akhlak dalam menyikapinya.
Telah
disebutkan dalam Shahih Bukhari dari hadits Abu Hurairah radhiallohu ‘anhu
bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
ما أَنْزَلَ الله دَاءً إلا
أَنْزَلَ له شِفَاءً
“Tidaklah
Allah menurunkan satu penyakit melainkan Allah telah menurunkan untuknya obat
penyembuh,” (HR.Bukhari,no:5354)
Demikian
pula disebutkan dalam Shahih Muslim dari hadits Jabir radiallohu ‘anhu, bahwa
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فإذا
أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عز وجل
“Setiap
penyakit ada obatnya, jika obat itu sesuai dengan penyakitnya, akan sembuh
dengan izin Allah Azza wajalla,”(HR.Muslim¬,no:2204)
Disebutkan
pula dari hadits Usamah bin Syarik radiallohu ‘anhu, berkata : Telah datang
seorang Baduwi kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, lalu berkata:
Wahai Rasulullah, Siapakah manusia terbaik? Beliau menjawab: yang paling baik
akhlaknya. Lalu Ia bertanya lagi: Wahai Rasulullah, Apakah boleh kami berobat?
Jawab Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, “Berobatlah wahai hamba Allah,
sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit melainkan Allah menurunkan
obat untuknya, ada yang mengetahuinya dan ada pula yang tidak mengetahuinya.”
Dengan
demikian sesungguhnya, sangatlah merugi bagi seorang yang ketika diuji sakit
disikapi dengan emosi. Tetap saja tak akan menjadikannya sembuh dari sakitnya,
bahkan akan menambah deritanya. Kalau mereka mengetahui bahwa sakit itu akan
meluruhkan dosa, mungkin mereka akan sangat bersyukur telah diberi sakit.
Selanjutnya, bagaimana sikap sabar kita dalam menghadapinya? Ada beberapa sikap
sabar yang dapat kita latih saat kita diuji sakit.
Sikap
Berprasangka Baik kepada Allah
Sikap
tersebut dapat kita awali dengan sikap menyadari sepenuhnya, bahwa tubuh ini
bukan milik kita, melainkan milik Allah Swt. Dia-lah yang menjadikan kita
sehat, sakit, dan lain sebagainya. Walaupun kita berobat ke dokter, tetapi
semua keputusan ada dalam kehendak-Nya. Selain itu, kita patut menyadari bahwa
setiap sakit yang kita derita pada hakikatnya sudah diukur Allah Swt. Sikap
sabar tersebut akan berbuah keyakiyang. Kita akan meyakini bahwa Allah Swt. tak
akan menimpakan suatu penyakit pada kita bila tak ada hikmahnya. Sehingga, kita
terpanggil untuk mengevaluasi diri. Mungkin saja sakit yang kita derita sebab
kita tak memenuhi hak anggota tubuh kita dengan benar. Misalnya, kita
melalaikan diri dengan memporsir pikiran sehingga kepala menjadi pusing,
mengabaikan hak perut sehingga perut menjadi sakit, tak menyempatkan olahraga
sehingga tubuh mudah lemah, dan kelalaian dalam memenuhi hak anggota tubuh
lainnya.
Sikap
Menerima Sepenuhnya Ketentuan Allah Swt.
Sikap ini
dilakukan dengan cara tak berkeluh kesah, atau bahkan berputus asa. Berkeluh
kesah dan berputus harapan merupakan tanda-tanda dari ketidaksabaran. Biasanya
orang sakit bukan menderita sebab sakitnya, tetapi lebih kepada sikapnya yang
hiperbola dalam menghadapinya. Hal ini mengindikasikan bahwa orang tersebut
kurang dapat menerima ketentuan Allah Swt. sehingga ia terdorong keinginannya
untuk dikasihani dan orang-orang berempati padanya. Memang tak mudah menerapkan
rasa sabar dan syukur pada saat kesusahan. Oleh sebab itu, separah apapun
penyakit kita, cobalah untuk menghadapinya secara proporsional dan tak
berlebihan.
Sikap
Merenungkan Hikmah Sakit
Hal ini
bisa menjadi wahana untuk menginstropeksi diri, juga sebagai penggugur dosa.
Sesungguhnya, orang-orang sabar memiliki kemampuan untuk dapat dekat dengan
Allah Swt. Oleh sebab itu, jadikanlah sabar sebagai penolong kita seperti
halnya shalat yang seyangtiasa kita kerjakan.
Selain
sikap sabar, kita juga patut mensyukuri segala ujian yang menimpa kita. Sikap
syukur ini bisa kita kerjakan dengan meningkatkan ibadah kita kepada Allah Swt.
Dengan sikap ini akan semakin mendekatkan kita kepada Rabb, Allah Swt.
Sakit dan
Musibah merupakan Penghapus dosa
Telah
menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti pernah
mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka
mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Ini adalah
hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Seringkali kita
mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh
kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir
Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu.
Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka –insya Allah–
sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang
dari Allah Ta’ala.
Hikmah
dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
beliau bersabda:
“Tidaklah
seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan
mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan
daun-daunnya”. (HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
“Tidaklah
seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan,
kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan
sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).
“Tidaklah
menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan
juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan
dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
“Sesungguhnya
Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia
menghapuskan setiap dosa darinya”. (HR. Al-Hakim I/348). “Tidaklah seorang
muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya
dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR.
Muslim no. 2572).
Apabila
sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho
terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya
dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang menimpanya.
Sakit dan
musibah juga diharapkan mampu menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan
jauh dari mengingat Allah –karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk
mengurus harta– untuk kembali mengingat Robb-nya. Karena jika Allah mencobanya
dengan suatu penyakit atau musibah barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan,
teringat akan dosa-dosa, dan ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala,
sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan
dan berdoa kepada-Nya.
Sakit dan
musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya
ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Tidak sesaatpun melainkan ia butuh
kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada Robb-nya. Dan pada
akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah,
doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Oleh: Ustadz Yusuf Suharto, Ketua Aswaja NU Center
Jombang
0 komentar:
Posting Komentar