Subhanallah Inilah Keutamaan Jika Seseorang Terus Menerus
Dalam Keadaan Suci Atau Berwudhu..
Ada keutamaan jika seseorang terus menerus dalam keadaan
suci atau berwudhu. Yaitu tatkala wudhu batal, kemudian kembali berwudhu lagi. Keadaan
seperti itu akan mudah bagi kita untuk melakukan ibadah. Kala ingin membaca Al
Qur’an dan memegang mushaf, maka bisa langsung membaca. Kala ingin laksanakan
shalat sunnah, maka dengan mudah pula bisa melakukannya. Inilah yang didapat
dari orang yang selalu menjaga wudhu.
Keutamaan orang yang selalu menjaga wudhu disebutkan
dalam hadits berikut tentang Bilal yang disebutkan bahwa suara sandal beliau
sudah terdengar di surga.
Dari Abu Buraidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
salam di pagi hari memanggil Bilal lalu berkata,
يَا
بِلاَلُ بِمَ سَبَقْتَنِى إِلَى الْجَنَّةِ مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ إِلاَّ
سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ
خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى
“Wahai
Bilal, kenapa engkau mendahuluiku masuk surga? Aku tidaklah masuk surga sama
sekali melainkan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku. Aku memasuki surga
di malam hari dan aku dengar suara sendalmu di hadapanku.”
Bilal
menjawab,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا
أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِى حَدَثٌ قَطُّ
إِلاَّ تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَىَّ رَكْعَتَيْنِ
“Wahai
Rasulullah, aku biasa tidak meninggalkan shalat dua raka’at sedikit pun. Setiap
kali aku berhadats, aku lantas berwudhu dan aku membebani diriku dengan shalat
dua raka’at setelah itu.”
(HR.
Tirmidzi no. 3689 dan Ahmad 5: 354. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad
hadits tersebut hasan)
Syaikh Abu
Malik dalam Fiqhus Sunnah lin Nisaa’ (hal. 49) menyatakan bahwa disunnahkan
berwudhu setiap kali wudhu tersebut batal karena adanya hadats.
Imam Nawawi
rahimahullah menyatakan, “Disunnahkan menjaga wudhu atau diri dalam keadaan
suci. Termasuk juga kala tidur dalam keadaan suci.” (Kitab Matan Al Idhoh, hal.
20).
Semoga
dimudahkan dalam menjaga wudhu. Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Fiqhus
Sunnah lin Nisaa’, Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Saalim, terbitan Al
Maktabah At Taufiqiyyah, cetakan tahun 1422 H.
Kitab Matan
Al Idhoh fil Manasik, Syaikh Muhyiddin An Nawawi Asy Syafi’i, terbitan Darul
Kutub Al ‘Ilmiyyah, cetakan pertama, tahun 1405 H.
Keutamaan
Wudhu
Dari Hammam
bin Munabbih bahwa dia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata:
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ
أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ. قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ: مَا الْحَدَثُ يَا
أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ
“Tidak akan
diterima shalat seseorang yang berhadats hingga dia berwudhu.” Seorang
laki-laki dari Hadhramaut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan hadats wahai Abu
Hurairah?” Abu Hurairah menjawab, “Kentut baik dengan suara atau tidak.” (HR.
Al-Bukhari no. 135 dan Muslim)
Dari Abu
Hurairah -radhiallahu anhu- dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- beliau
bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ فَمَنْ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ
“Sesungguhnya
umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dengan wajah, tangan, dan kaki yang
bercahaya karena bekas-bekas wudhu mereka. Karenanya barangsiapa di antara
kalian yang bisa memperpanjang cahayanya maka hendaklah dia lakukan.” (HR.
Al-Bukhari no. 136 dan Muslim no. 246)
Asal makna
ghurrah adalah bulu putih pada kepala kuda yang berbulu hitam, dan makna
at-tahjil adalah bulu putih pada kaki-kaki kuda yang berbulu hitam.
Makna
memperpanjang wudhu adalah mengusahakan agar dirinya selalu di atas thaharah
dengan cara selalu berwudhu setiap kali wudhunya batal walaupun tidak sedang
akan shalat. Bukan maknanya menambah bagian tubuh yang dicuci melebihi apa yang
ditetapkan oleh syariat.
Dari Utsman
bin Affan radhiyallahu'anhu dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ
الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
“Barangsiapa
yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya, niscaya kesalahan-kesalahannya keluar
dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim no. 245)
Maksud
memperbaiki wudhu adalah mengerjakannya secara
sempurna
(mencakup rukun, wajib, dan sunnah wudhu) sesuai dengan petunjuk Nabi
-alaihishshalatu wassalam-.
Dari Utsman
bin Affan radhiyallahu'anhu bahwa beliau mendengar Nabi -alaihishshalatu
wassalam- bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ هَكَذَا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَكَانَتْ صَلَاتُهُ وَمَشْيُهُ إِلَى
الْمَسْجِدِ نَافِلَةً
“Barangsiapa
berwudhu demikian niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Sedangkan
shalat dan berjalannya dia ke masjid adalah dihitung sebagai amalan sunnah.”
(HR. Muslim no. 228)
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا
يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى
يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ
الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ,
فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
“Maukah
kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah akan menghapus
kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai
Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu pada keadaan yang dibenci
(seperti pada keadaan yang sangat dingin, pent.), banyak berjalan ke masjid,
dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Maka itulah ribath, itulah
ribath.” (HR. Muslim no. 251)
Ribath
adalah amalan berjaga di daerah perbatasan antara daerah kaum muslimin dengan
daerah musuh. Maksudnya pahalanya disamakan dengan pahala orang yang melakukan
ribath.
Penjelasan
ringkas:
Wudhu
termasuk dari amalan yang paling utama lagi mulia, dan cukuplah yang
menunjukkan dalil akan keutamaannya adalah bahwa dia merupakan syarat syah
shalat yang merupakan tiang agama dan rukun Islam terpenting setelah syahadah.
Karenanya barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa wudhu (bagi yang berhadats
kecil) maka shalatnya tidak syah dan dia telah terjatuh ke dalam dosa besar,
bahkan Al-Hanafiah menghukumi kafirnya orang yang shalat tanpa thaharah karena
dianggap mempermainkan shalat, walaupun pendapat ini adalah pendapat yang
lemah.
Di antara
keutamaan wudhu yang tersebut di atas adalah:
a. Orang
yang berwudhu akan mendapatkan cahaya pada wajah, kedua tangan, dan kedua
kakinya dengan sebab dia mencuci wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya dalam
berwudhu.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiah menyatakan bahwa cahaya ini hanya dimiliki oleh umat
Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam karena wudhu merupakan keistimewaan umat
ini yang tidak diberikan kepada umat selainnya. Walaupun dalam hal ini -yakni:
Apakah wudhu ini disyariatkan pada umat sebelumnya atau tidak- ada perbedaan
pendapat di kalangan ulama.
Adapun bagi
kaum muslimin yang meninggal dalam keadaan belum sempat berwudhu maka dia tidak
akan mendapatkan cahaya ini, hanya saja dia tetap akan dikenali oleh Nabi
-alaihishshalatu wassalam- sebagai umat beliau akan tetapi dengan tanda yang
lain.
b. Jika dia
menyempurnakan wudhunya maka dosa-dosa yang diperbuat oleh anggota wudhunya
akan keluar (terhapus) bersamaan dengan keluarnya tetesan air wudhunya
-sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat yang lain-. Karenanya disunnahkan
untuk tidak menyeka air wudhu dengan kain karena hal itu akan menghilangkan
tetesan wudhu.
c.
Barangsiapa yang berwudhu dengan seperti yang Nabi -alaihishshalatu wassalam-
ajarkan maka akan diampuni semua dosanya yang telah berlalu. Maksudnya adalah
dosa-dosa kecil, karena para ulama menyatakan bahwa dosa besar hanya bisa
terhapus dengan taubat dan istighfar.
d. Setiap
langkah kakinya ke masjid akan dihitung sebagai amalan sunnah. Demikian pula
shalat (sunnah wudhu) yang dia lakukan setelahnya. Karenanya disunnahkan untuk
berjalan kaki ke masjid selama masih memungkinkan dan tidak menaiki kendaraan,
demikian pula disunnahkan untuk mengerjakan shalat sunnah wudhu.
e. Orang
yang berwudhu dalam keadaan dingin yang sangat akan diangkat derajatnya oleh
Allah dihapuskan dosa-dosanya dan pahalanya bagaikan dia tengah berjihad di
jalan Allah. Pahala seperti ini juga didapatkan oleh orang setelah dia
mengerjakan shalat dia tidak pulang ke rumahnya akan tetapi dia menunggu shalat
berikutnya di masjid. Karenanya disunnahkan untuk berdiam di masjid -selama
memungkinkan- untuk menunggu shalat berikutnya atau melakukan amalan yang
menjadi wasilah kepadanya, misalnya mengadakan pengajian antara maghrib dan
isya agar para jamaah tidak pulang tapi bisa mengikuti pengajian tentunya
disertai dengan niat menunggu shalat isya.
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Main dan Menangkan permainan bersama kami di ARENADOMINO 8 permainan poker online tanpa robot silahkan main dan buktikan sendiri jika kesulitan bisa
dibantu dalam pendaftaran silahkan langsung bergabung untuk info lebih jelas WA +855 96 4967353
Posting Komentar