ASY SYAAFI YANG MAHA PENYEMBUH
DASAR PENETAPAN
Nama Allâh Azza wa Jalla yang maha agung ini disebutkan
oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahîh. Yakni,
dari Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam selalu membacakan doa perlindungan kepada salah seorang
(anggota) keluarga beliau (dengan) mengusapkan tangan kanan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam seraya membaca (doa):
اللَّهُمَّ
رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَاسَ ، اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِى ، لاَ شِفَاءَ
إِلاَّ شِفَاؤُكَ ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
Ya Allâh,
Rabb (pencipta dan pelindung) semua manusia, hilangkanlah penyakit ini dan
sembuhkanlah, Engkau adalah asy-Syâfi (Yang Maha Penyembuh), tidak ada
kesembuhan kecuali kesembuhan (dari)-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan
penyakit (lain)[1]
Juga dalam
hadits shahîh yang lain, dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu tentang ruqyah
(doa/zikir perlindungan) yang dibaca oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu Anas Radhiyallahu anhu menyebutkan doa yang mirip dengan doa di
atas.
Berdasarkan
hadits-hadits ini, para Ulama menetapkan nama asy-Syâfi (Yang Maha Penyembuh)
sebagai salah satu dari nama-nama Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang maha indah. Di
antara Ulama yang menetapkannya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah[2] ,
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah[3] , Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn [4]
, Syaikh ‘Abdur Razzâq al-Badr [5] dan lain-lain.
MAKNA
ASY-SYAFI
Imam Ibnul
Atsîr rahimahullah menjelaskan bahwa asal kata nama ini secara bahasa berarti
lepas (sembuh) dari penyakit [6] .
Sedangkan
Imam Fairûz Abâdi rahimahullah mengatakan bahwa arti asal kata nama ini
(asy-syifa’) adalah obat penyembuh [7] .
Sementara
al-Halîmi rahimahullah menjelaskan bahwa maknanya secara bahasa adalah
menghilangkan sesuatu yang menyakiti atau merusak pada badan manusia [8] .
Maka, nama
Allâh Azza wa Jalla asy-Syâfi berarti Yang Maha Menyembuhkan segala penyakit
lahir maupun batin. Dia Azza wa Jalla lah yang menyembuhkan hati manusia dari
berbagai syubhat (kerancuan/kesalahpahaman dalam memahami Islam),
ketidakyakinan, iri, dengki dan penyakit-penyakit hati lainnya, serta
menyembuhkan badan manusia dari berbagai macam penyakit dan kerusakan. Tidak
ada satu pun yang mampu melakukan semua itu kecuali Allâh Azza wa Jalla semata,
maka tidak ada kesembuhan penyakit selain kesembuhan dari-Nya dan tidak ada
asy-Syâfi (Yang Maha Penyembuh) kecuali Dia Azza wa Jalla, sebagaimana ucapan
Nabi Ibrâhîm Alaihissallam yang dinukil dalam al-Qur`ân:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ
يَشْفِينِ
Dan apabila
aku sakit Dialah Yang menyembuhkan aku [asy-Syu’arâ/26:80]
Maksudnya,
jika aku ditimpa suatu penyakit, maka tidak ada satu pun yang sanggup
menyembuhkanku selain Allâh Azza wa Jalla , dengan sebab-sebab yang
ditetapkan-Nya dapat mendatangkan kesembuhan bagiku[9] .
Makna inilah
yang diisyaratkan dalam doa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas:
“Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan (dari)-Mu” [10] .
PENJABARAN
MAKNA NAMA ALLAH ASY-SYAFI
Imam Ibnul
Qayyim rahimahullah ketika menjelaskan makna doa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam di atas, dengan berkata: “Dalam ruqyah (doa/zikir perlindungan) ini
(terdapat) tawassul (usaha/sebab untuk mendekatkan diri) kepada Allâh Azza wa
Jalla dengan kesempurnaan (sifat) rububiyah-Nya (pengaturan-Nya atas semua
urusan makhluk-Nya) dan rahmat-Nya dalam menyembuhkan (penyakit manusia), dan
bahwa Dialah satu-satunya asy-Syâfi (Yang Maha Penyembuh), tidak ada kesembuhan
kecuali kesembuhan (dari)-Nya. Maka, ruqyah (doa/zikir perlindungan) ini
mengandung tawassul (usaha/sebab untuk mendekatkan diri) kepada Allâh Azza wa
Jalla dengan mentauhidkan-Nya (mengesakan-Nya alam beribadah), (sifat) ihsân
(kebaikan) dan rububiyah-Nya”[11] .
Al-Halîmi
rahimahullah berkata: “Dalam berdoa, diperbolehkan mengucapkan: “Wahai
asy-Syâfi (Yang Maha Penyembuh), wahai al-Kâfi (Yang Maha Pemberi kecukupan),
karena Allâh Azza wa Jalla Dialah yang menyembuhkan dada (hati) manusia dari
syubhat (kerancuan/kesalahpahaman dalam memahami Islam) dan keragu-raguan, juga
dari (sifat) dengki dan khianat, serta menyembuhkan badan manusia dari berbagai
macam penyakit dan kerusakan. Tidak ada yang mampu melakukan semua itu
selain-Nya dan tidak ada yang (pantas) diseru dengan nama ini (asy-Syâfi)
kecuali Dia”[12] .
Allâh Azza
wa Jalla Dialah Yang Maha Menyembuhkan segala macam penyakit manusia, dan tidak
ada kesembuhan bagi mereka kecuali kesembuhan (dari)-Nya.
Kesembuhan
dari Allâh Azza wa Jalla ada dua macam:
1.
Kesembuhan yang bersifat maknawi dan rohani, yaitu kesembuhan dari
penyakit-penyakit hati manusia
2.
Kesembuhan fisik, yaitu kesembuhan dari penyakit-penyakit fisik [13] .
Kedua macam
penyembuhan ini tercakup dalam keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Tidaklah Allâh menurunkan suatu penyakit kecuali Dia (juga)
menurunkan obat (penyembuh) bagi penyakit tersebut”[14] .
Allâh Azza
wa Jalla menjelaskan dua macam kesembuhan ini dalam al-Qur`ân dan hadits-hadits
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Tentang
penyembuhan yang pertama, yaitu penyembuhan penyakit hati manusia, Allâh Azza
wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى
وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat dari Rabbmu (al-Qur`ân) dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman [Yûnus/10:57]
Imam Ibnu
Jarîr ath-Thabari rahimahullah : “Allâh Azza wa Jalla menjadikan al-Qur`ân bagi
kaum Mukminin sebagai penyembuh, (dengan) mereka mengambil pengobatan dari
nasehat-nasehat (yang terkandung dalam) al-Qur’an untuk (menyembuhkan)
penyakit-penyakit yang merasuk ke dalam dada (hati) mereka, (juga penyakit yang
berupa) bisikan dan godaan setan (yang akan merusak hati dan keimanan manusia),
maka Allâh mencukupi orang-orang yang beriman (melalui nasehat) dengan
penjelasan ayat-ayat-Nya sehingga mereka tidak butuh lagi kepada nasehat yang
lain”[15] .
Dalam ayat
lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ
مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ
إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami
turunkan pada al-Qur`ân suatu yang merupakan penyembuh dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan al-Qur’ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zhalim selain kerugian [al-Isrâ/17:82]
Imam Ibnu
Katsîr rahimahullah menuturkan: “Arti ‘al-Qur`ân sebagai penyembuh dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman’: al-Qur`ân akan menghilangkan penyakit-penyakit
yang ada di hati mereka, yang berupa keraguan (ketidakyakinan), kemunafikan,
kesyirikan, penyelewengan dan penyimpangan, maka al-Qur`ân akan menyembuhkan
semua (penyakit) tersebut…”[16] .
Akan tetapi
perlu diingatkan di sini, bahwa fungsi al-Qur’ân sebagai petunjuk dari Allâh
Azza wa Jalla untuk menyembuhkan penyakit hati, hanyalah bisa diambil oleh
orang-orang yang mengimani kebenaran al-Qur’an serta memahami kandungan makna
dan artinya.
Imam Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata: “al-Qur`ân adalah penyembuh yang hakiki dari
berbagai syubhat (kerancuan/kesalahpahaman dalam memahami Islam) dan
keragu-raguan (dalam keimanan), akan tetapi semua (manfaat al-Qur`ân) itu
tergantung dari (sejauh mana) kita memahami (kandungan) artinya dan mengetahui
maksud (penafsiran yang benar) darinya”[17] .
Adapun tentang
penyembuhan yang kedua, yaitu penyembuhan pada fisik dan badan manusia, ini
ditunjukkan dalam beberapa hadits yang shahih.
Misalnya,
hadits riwayat Abu Sa’îd al-Khudri Radhiyallahu anhu tentang beberapa orang
Sahabat Radhiyallahu anhum yang melakukan safar (perjalanan), lalu mereka
singgah di sebuah perkampungan Arab, kemudian kepala suku perkampungan tersebut
sakit karena disengat binatang buas. Salah seorang Sahabat Radhiyallahu anhu
mengobatinya dengan membaca surat al-Fâtihah, maka serta merta orang tersebut
sembuh total, Lalu mereka diberi hadiah beberapa ekor kambing. Sepulang dari
perjalanan tersebut, mereka menceritakan kejadian tersebut kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun membenarkan perbuatan mereka
seraya bersabda: “Dari mana kamu mengetahui bahwa surat al-Fâtihah adalah
ruqyah (doa/zikir untuk penyembuhan)?”, bahkan kemudian Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam meminta bagian dari hadiah kambing tersebut”[18]
.
Juga hadits
riwayat ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, jika ditimpa sakit, Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam membaca al-mu’awwidzât (surat al-Falaq dan an-Nâs) untuk diri
beliau sendiri dan meludah sedikit. Lalu, ketika sakit beliau sudah parah,
akulah yang membacakannya untuk beliau dan aku mengusap dengan tangan beliau
karena mengharap keberkahannya”[19] .
PENGARUH
POSITIF DAN MANFAAT MENGIMANI NAMA ALLAH ASY-SYAFI
Keimanan
yang benar terhadap nama-Nya yang maha agung ini akan menjadikan seorang hamba
selalu menghadapkan diri dan berdoa kepada-Nya semata-mata agar Dia memudahkan
kesembuhan segala penyakit pada dirinya, utamanya penyakit-penyakit hatinya
yang merupakan penghalang utama bagi manusia untuk mencapai ridha Allâh
Subhanahu wa Ta’ala.
Bersihnya
hati manusia dari noda dan penyakit merupakan sumber utama kebaikan manusia di
dunia dan akhirat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika
itu baik maka akan baik seluruh tubuh manusia, tapi jika itu buruk maka akan
buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati
manusia”[20] .
Oleh karena
itu, Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima hamba yang datang menghadap-Nya
pada hari Kiamat nanti, kecuali yang datang dengan hati yang bersih dari segala
penyakit.
Allâh Azza
wa Jalla berfirman:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ
وَلَا بَنُونَ﴿٨٨﴾إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
Hari
(Kiamat) yang (pada waktu itu) harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali
orang-orang yang datang menghadap Allâh dengan hati yang bersih
[asy-Syu’arâ/26: 88-89].
Artinya,
hati yang bersih dari syirik (menyekutukan Allâh Azza wa Jalla), keraguan, dan
mencintai keburukan, serta lebih suka bertahan dengan perbuatan bid’ah dan
maksiat[21] Semua penyakit hati bersumber dari buruknya hawa nafsu manusia,
sehingga hati ini terhalang untuk mencapai kedekatan dengan Allâh Azza wa Jalla
.
Imam Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata: “Orang-orang yang menempuh jalan (untuk mencari
keridhaan) Allâh Azza wa Jalla , meskipun jalan dan metode yang mereka tempuh
berbeda-beda, (akan tetapi) mereka sepakat (mengatakan) bahwa nafsu (jiwa)
manusia adalah penghalang (utama) bagi hatinya untuk sampai kepada (ridha)
Allâh Azza wa Jalla , (sehingga) seorang hamba tidak (akan) mencapai
(kedekatan) kepada Allâh Azza wa Jalla kecuali setelah dia (berusaha) menentang
dan menguasai nafsunya (dengan melakukan tazkiyatun nufus/pembersihan
jiwa)”[22] .
Maka Allâh
Azza wa Jalla Dialah satu-satunya yang maha mampu membersihkan hati dan
mensucikan jiwa manusia dari segala penyakit tersebut, karena Dia Azza wa Jalla
adalah asy-Syâfi (Yang Maha Penyembuh), dan tidak ada kesembuhan kecuali
kesembuhan (dari)-Nya, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits di atas.
Oleh karena
itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam doa beliau yang terkenal,
mengisyaratkan bahwa kebersihan hati dan kesucian jiwa hanyalah semata-mata
berasal dari Allâh Azza wa Jalla , yaitu doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي
تَقْوَاهَاوَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا
وَمَوْلاَهَا
Ya Allâh,
anugerahkanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah jiwaku (dengan
ketakwaan itu), Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau-lah
Yang Menjaga serta Melindunginya [23]
PENUTUP
Demikianlah,
dan kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allâh Azza wa Jalla dengan
nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia
Azza wa Jalla berkenan memberikan kesembuhan dari penyakit lahir dan batin bagi
kita sehingga dapat mencapai kesempurnaan iman dan keridhaan-Nya.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XV/1432H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR. al-Bukhâri no. 5311 dan Muslim no. 2191
[2]. Majmuu’ul Fatâwâ 2/380
[3]. Zâdul Ma’âd 4/172
[4]. Al-Qawâ’idul Mutslâ hlm. 42
[5]. Fiqhul Asmâil Husnâ hlm. 287
[6]. An-Nihâyah fi Ghariibil Hadits wal Atsar” (2/1189).
[7]. Al-Qâmuusul Muhiith” (hal. 1677).
[8]. Al-Minhâju fî Syu’abil Imân 1/209
[9]. Tafsir Ibnu Katsir” (3/450).
[10]. Fiqhul Asmâil Husnâ hlm. 287
[11]. Zâdul Ma’âd 4/172
[12]. Al-Minhâj fî Syu’abil Imân 1/209
[13]. Syarhu Asmâillâhil Husnâ hlm. 115
[14]. HR. al-Bukhâri no. 5354
[15]. Tafsîr ath-Thabari 1/67
[16]. Tafsir Ibnu Katsir 3/83
[17]. Ighâtsatul Lahfân min Mashâyidisy Syaithân 1/44
[18]. HR. al-Bukhâri no. 2156 dan Muslim no. 2201
[19]. HR. al-Bukhâri no. 4728 dan Muslim no. 2192
[20]. HR. al-Bukhâri no. 52 dan Muslim no. 1599
[21]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 593
[22]. Ighâtsatul Lahfân hlm. 132 – Mawâridul Amân
[23]. HR. Muslim no. 2722
Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Hadir dan Menangkan hadiah nya tempat bermain poker 8 game dengan hanya 1 userid saja sudah bisa menikmati permainan kami di arenadomino(com)
silahkan langsung daftarkan diri anda bersama kami dengan pelayanan 24jam dan proses cepat yang kami berikan untuk kenyamanan anda semua dalam bermain di tempat kami segera bergabung peluang menang menunggu anda...
WA +855 96 4967353
Posting Komentar