11 Fadhilah dan
Keutamaan Berwudhu Menurut Alquran dan Hadits
Fadhilah dan Keutamaan Berwudhu Menurut Alquran dan
Hadits – Wudhu adalah amalan yang paling utama lagi mulia, dan cukuplah yang
menunjukkan dalil akan keutamaannya adalah bahwa dia merupakan syarat sahnya
shalat yang merupakan tiang agama dan rukun Islam terpenting setelah dua
kalimat syahadat. Karenanya barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa wudhu
(bagi yang berhadats kecil) maka shalatnya tidak sah dan dia telah terjatuh ke
dalam dosa besar.
Ibadah Wudhu apabila dilakukan dengan sempurna sesuai
tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka akan mendatangkan keutamaan
yang sangat banyak bagi pelakunya, di antaranya:
Penghapus Dosa
Orang yang berwudhu dengan benar dan sempurna maka
dosa-dosa yang diperbuat oleh anggota wudhunya akan keluar (terhapus) bersamaan
dengan keluarnya tetesan air wudhunya. Hal ini sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ
عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ
تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى
تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ ».
Dari Utsman
bin Affan radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:
“Barangsiapa
Yang Berwudhu Lalu Membaguskan Wudhunya’, Keluarlah Dosa-Dosanya Dari Badannya
Bahkan (Dosa-Dosanya) Akan Keluar Dari Bawah Kuku-Kukunya.”
(Shohih.
HR.Muslim I/149 no.601)
Maksud
memperbaiki wudhu adalah mengerjakannya secara sempurna (mencakup rukun, wajib,
dan sunnah wudhu) sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ
الْمُسْلِمُ – أَوِ الْمُؤْمِنُ – فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ
خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ
الْمَاءِ – فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ
بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – فَإِذَا
غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ –
أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ
».
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
“Apabila
Seorang Hamba Muslim Atau Mukmin Berwudhu, Lalu Membasuh Wajahnya Maka
Keluarlah Dari Wajahnya Segala Dosa-Dosa Karena Penglihatan Matanya Bersama
Dengan Air Atau Bersama Tetes Air Yang Terakhir.Apabila Membasuh Kedua
Tangannya Maka Keluarlah Dari Kedua Tangannya Segala Dosa-Dosa Karena Perbuatan
Kedua Tangannya Bersama Dengan Air Atau Bersama Tetes Air Yang Terakhir.Apabila
Membasuh Kedua Kakinya Maka Keluarlah Dari Kedua Kakinya Segala Dosa-Dosa Yang
Ditempuh Oleh Kedua Kakinya Bersama Dengan Air Atau Bersama Tetes Air Yang
Terakhir Sehingga Ia Keluar Dalam Keadaan Bersih Dari Dosa-Dosa”.
(Shohih.
HR. Ahmad II/303 no.8007, Muslim I/215 no.244, Tirmidzi I/6 no.2, dan
selainnya).
Keutamaan
wudhu lainnya adalah akan ditemani malaikat saat tidur di malam hari dan
malakikat tersebut akan memohon supaya dosa diampuni karena sudah tidur dalam
keadaan bersuci.
Rasulullah
bersabda,
”Sucikanlah
Jasad-Jasad Ini, Niscaya Allah Akan Menyucikan Kalian. Karena Tak Seorang
Hambapun Yang Tidur Di Malam Hari Dalam Keadaan Suci, Melainkan Ia Akan
Ditemani Seorang Malaikat Yang Berada Di Selimutnya Dan Tidak Bergerak
Sedikitpun Sepanjang Malam Dan Hanya Berdoa,”Ya Allah, Ampunilah Hambamu Ini,
Karena Ia Tidur Dalam Keadaan Bersuci.”
(HR. Ath
Thabrani dinilai shahih oleh Syaikh al Albani dalam Shahihul Jamie : 3936)
Rasulullah
Saw bersabda,
”Jika
Seorang Hamba Menjaga Shalatnya, Menyempurnakan Wudhunya, Rukuknya, Sujudnya,
Dan Bacaannya, Maka Shalat Akan Berkata Kepadanya, ‘Semoga Allah Swt Menjagamu
Sebagaimana Kamu Menjagaku’, Dia Naik Dengannya Ke Langit Dan Memiliki Cahaya
Hingga Sampai Kepada Allah Swt Dan Shalat Memberi Syafaat Kepadanya.”
(Riwayat
Thabrani dair Ubadah bin Shamit)
Meninggikan
Derajat
Hal ini
sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا
يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ ». قَالُوا بَلَى
يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ
الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ
فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ ».
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
“Maukah
Kalian Aku Tunjukkan Kepada Sesuatu Yang Dengannya Allah Akan Menghapuskan
Dosa-Dosa Dan Menaikkan Derajat ?” Para Shahabat Menjawab: “Mau, Wahai
Rasulullah !” Beliau Bersabda: ”Menyempurnakan Wudhu Pada Saat-Saat Yang Tidak
Disukai, Memperbanyak Langkah Ke Masjid Dan Menunggu Sholat Berikutnya Setelah
Melakukan Sholat. Maka Itulah Yang Dinamai Ribath (Berjaga-Jaga Di Garis
Perbatasan)”.
(Shohih.
HR. Ahmad II/303 no.8008, Muslim I/219 no.251, Tirmidzi I/72 no.51, dan
an-Nasa’i I/89 no.143).
Ribath
adalah amalan berjaga-jaga di daerah perbatasan antara daerah kaum muslimin
dengan daerah musuh. Maksudnya pahalanya disamakan dengan pahala orang yang
melakukan ribath.
Wajah
Tampak Bercahaya
Pada hari
Kiamat, orang yang berwudhu dengan benar dan sempurna akan mendapatkan cahaya
pada wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya dengan sebab dia mencuci wajah,
kedua tangan, dan kedua kakinya dalam berwudhu. Hal ini sebagaimana hadits
berikut ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ
: سَمِعْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « إِنَّ أُمَّتِى
يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ ،
فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ
»
Dari Abu
Hurairah radhiallahu anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya
Umatku Akan Dihadirkan Pada Hari Kiamat Dengan Wajah, Tangan, Dan Kaki Yang
Bercahaya Karena Bekas-Bekas Wudhu Mereka. Karenanya Barangsiapa Di Antara
Kalian Yang Bisa Memperpanjang Cahayanya Maka Hendaklah Dia Lakukan.”
(Shohih.
HR. Bukhari I/63 no. 136, dan Muslim I/216 no. 246).
Abu
Hurairah ra berkata jika Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Saudara-Saudara Kami Itu Akan
Datang Dalam Keadaan Putih Cemerlang Karena Wudhu Dan Aku Yang Akan Membimbing
Mereka Ke Telaga”.
(Riwayat
Muslim)
Di dalam
haditsnya, Abu Hurairah ra berkata,
“Saya
Mendengar Rasulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya Pada Hari Kiamat Nanti Umatku
Akan Dipanggil Dalam Keadaan Putih Cemerlang Dari Bekas Wudhu. Dan Barangsiapa
Yang Mampu Untuk Memperlebar Putihnya Maka Kerjakanlah Hal Itu“.
(Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Rasulullah
bersabda,
”Perhiasan
(Cahaya) Seorang Mukmin Di Akhirat Akan Sesuai Dengan Jangkauan Wudhunya.’
(HR. Muslim)
Separuh
Keimanan
Hal ini
sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ أَبِى مَالِكٍ
الأَشْعَرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الطُّهُورُ
شَطْرُ الإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ. وَسُبْحَانَ اللَّهِ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلآنِ – أَوْ تَمْلأُ – مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ
وَالأَرْضِ وَالصَّلاَةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ
نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا ».
Dari Abu
Malik Al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu, Dia berkata: Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bersuci
Adalah Separuh Dari Keimanan, Ucapan ‘Alhamdulillah’ Akan Memenuhi Timbangan,
‘Subhanalloh Dan Alhamdulillah’ Akan Memenuhi Ruangan Langit Dan Bumi, Sholat
Adalah Cahaya, Dan Sedekah Itu Merupakan Bukti, Kesabaran Itu Merupakan Sinar,
Dan Al Quran Itu Merupakan Hujjah Yang Akan Membela Atau Menuntutmu.Setiap Jiwa
Manusia Melakukan Amal Untuk Menjual Dirinya, Maka Sebagian Mereka Ada Yang
Membebaskannya (Dari Siksa Allah) Dan Sebagian Lain Ada Yang Menjerumuskannya
(Dalam Siksa-Nya).”
(Shohih. HR
Muslim I/203 no.223, dan Ahmad V/342 no.22953)
Langkah
Kakinya Sebagai Amal
Orang yang
berwudhu dengan benar dan sempurna maka akan diampuni semua dosanya yang telah
berlalu, dan setiap langkah kakinya ke masjid akan dihitung sebagai amalan
sunnah. Demikian pula shalat (sunnah wudhu) yang dia lakukan setelahnya. Hal
ini sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ تَوَضَّأَ هَكَذَا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَكَانَتْ صَلاَتُهُ وَمَشْيُهُ إِلَى
الْمَسْجِدِ نَافِلَةً »
Dari Utsman
bin Affan radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
“Barangsiapa
Yang Berwudhu Seperti Ini Maka Akan Diampuni Dosa-Dosanya Yang Telah Lalu.
Sholat Dan Berjalannya Menuju Ke Masjid Merupakan Nafilah (Sunnah).”
(Shohih.
HR.Muslim I/207/229)
Karenanya,
disunnahkan untuk berjalan kaki ke masjid selama masih memungkinkan dan tidak
menaiki kendaraan, demikian pula disunnahkan untuk mengerjakan shalat sunnah
wudhu.
Dan yang
dimaksud dengan sabda Nabi dalam hadits di atas: (maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu) adalah dosa-dosa kecil, karena para ulama
menyatakan bahwa dosa besar hanya bisa terhapus dengan taubat nasuha dan
istighfar.
8 Pintu
Surga Di Bukakan
Orang yang
selalu berwudhu dengan sempurna akan diberi pilihan masuk surga melalui delapan
pintu surga yang dia sukai.
Hal ini
sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu’anhu,
dari Nabi Shallallahu’alaihi wa salam, beliau bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أحَدٍ
يَتَوَضَّأُ فَيُبْلغُ – أَوْ فَيُسْبِغُ – الوُضُوءَ ، ثُمَّ يقول : أشهَدُ أنْ
لا إلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ؛ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ
يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ رواه مسلم .
وزاد الترمذي : اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي
مِنَ التَّوَّابِينَ ، وَاجْعَلْنِي مِنَ المُتَطَهِّرِينَ
“Barang
Siapa Di Antara Kalian Berwudhu Lalu Menyempurnakan Wudhunya, Kemudian Berkata,
Aku Bersaksi Bahwa Tiada Tuhan Yang Berhak Disembah Melainkan Allah, Dan Aku
Bersaksi Bahwa Nabi Muhammad Adalah Hamba Dan Rasul (Utusan)-Nya, Maka Akan
Dibukakan Untuknya Pintu Surga Yang Delapan Dan Dia Bisa Masuk Ke Dalamnya
Lewat Pintu Mana Saja Yang Dikehendakinya.”
(Shohih.
HR. Muslim I/209 no.234).
Imam
Tirmidzi rahimahulloh menambahkan: “Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang
yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mensucikan diri.”
Demikian
beberapa keutamaan besar yang diperoleh oleh setiap muslim dan muslimah yang
melakukan wudhu sebagaimana wudhu Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Syarat
Menyentuh Dan Membaca Alquran
Al Qur’an
adalah kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai kitab suci umat Islam. Dalam rangka
memulikan Al Qur’an sebagai kalamullah (firman Allah) maka disunnhakan
berwudhu’ sebelum memegang kitab suci Al Qur’an ini.
Al Imam Ath
Thabrani dan Al Imam Ad Daraquthni meriwayatkan hadits Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam dari shahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu:
لاَتَمُسُّ القُرآنَ إِلاَّ
وَأَنْتَ طَاهِرٌ
“Janganlah
Kamu Menyentuh Al Qur’an Kecuali Dalam Keadaan Suci”.
Bagaimana
jika hanya membacanya saja tanpa menyentuhnya, apakah hal ini juga disunnahkan
(dianjurkan) oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam? Ya, hal itu
disunnahkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana sabdanya:
“Sesungguhnya
Aku Tidak Menyukai Berdzikir Kepada Allah Kecuali Dalam Keadaan Suci.”
(HR. Abu
Daud dan An Nasa’i dari sahabat Ibnu Umar dan dishahihkan Asy Syaikh Al
Albani).
Tentunya,
membaca Al Qur’an adalah semulia-mulia dzikir kepada Allah subhanahu wata’ala.
Mencegah
Mimpi Buruk Dan Gangguang Setan Saat Tidur
Termasuk
sunnah Rasulullah adalah berwudhu’ sebelum tidur. Hal ini bertujuan agar setiap
muslim dalam kondisi suci pada setiap kedaannya, walaupun ia dalam keadaan
tidur. Hingga bila memang ajalnya datang menjemput, maka diapun kembali
kehadapan Rabb-Nya dalam keadaan suci.
Dan sunnah
ini pun akan mengarahkan pada mimpi yang baik dan terjauhkan diri dari
permainan setan yang selalu mengincarnya. (Lihat Fathul Bari 11/125 dan Syarah
Shahih Muslim 17/27)
Rasulullah
bersabda,
”Setan Akan
Datang Mengikat Ujung Kepala Kalian Ketika Sedang Tidur Dengan Tiga Ikatan.
Pada Setiap Ikatan Setakan Akan Dibisikkan,” Kamu Masih Memiliki Malam Yang
Panjang, Maka Tidurlah.” Jika Engkau Bangun Dan Mengingat Allah, Maka Akan
Terlepaslah Ikatan Pertamamu. Apabila Engkau Kemudia Berwudhu Maka Akan
Terlepaslah Ikatan Kedua. Dan Jika Engkau Melakukan Shalat, Maka Akan
Terlepaslah Ikatanmu Yang Ketiga. Jika Engkau Tidak Melakukan Ketiga Hal Itu,
Niscaya Hatimu Akan Menjadi Sesat Dan Malas.”
(HR.
Bukhari dan Muslim)
Tentang
sunnah ini, Rasulullah telah menjelaskan dalam sabda beliau yang diriwayatkan
dari sahabat Al Barra’ bin ‘Azib, bahwasanya beliau berkata:
“Apabila
Kamu Mendatangi Tempat Tidurmu, Maka Berwudhu’lah Sebagaimana Wudhu’mu Untuk
Shalat.”
(HR. Al
Bukhari no. 6311 dan Muslim no. 2710)
Lebih jelas
lagi, dari riwayat shahabat Mu’adz bin Jabal, bahwasanya Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah
Seorang Muslim Tidur Di Malam Hari Dalam Keadaan Dengan Berdzikir Dan Bersuci,
Kemudian Ketika Telah Terbangun Dari Tidurnya Lalu Meminta Kepada Allah
Kebaikan Dunia Dan Akhirat, Melainkan Pasti Allah Akan Mengabulkannya.”
(Fathul
Bari juz 11/124)
Demikianlah
sunnah yang selalu dijaga oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika
hendak tidur, yang semestinya kita sebagai muslim meneladaninya. Bahkan ketika
beliau terbangun dari tidurnya untuk buang hajat, maka setelah itu beliau
berwudhu’ lagi sebelum kembali ke tempat tidurnya. Sebagaimana yang diceritakan
Abdullah Bin Abbas radhiallahu ‘anhuma:
“Bahwasanya
Pada Suatu Malam Rasulullah Pernah Terbangun Dari Tidurnya Untuk Menunaikan
Hajat. Kemudian Beliau Membasuh Wajah Dan Tangannya (Berwudhu’) Lalu Kembali
Tidur.”
(HR. Al
Bukhari no. 6316 dan Abu Dawud no. 5043 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani
dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 4217)
Calon Anak
Terhindar Dari Ganggun Setan
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam juga memberikan bimbingan bagi para pasutri
(pasangan suami istri) ketika hendak bersetubuh. Hendaknya bagi pasutri berdo’a
sebelum melakukannya, dengan doa’ yang telah diajarkan oleh Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam:
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ
جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan
Menyebut Nama Allah, Ya Allah Jauhkanlah Kami Dari (Gangguan) Setan Dan Jauhkan
(Gangguan) Setan Terhadap Apa Yang Engkau Rezikan Kepada Kami.”
(HR. Al
Bukhari no. 141)
Kemudian
ketika sudah usai dan ingin mengulanginya lagi maka hendaknya keduanya
berwudhu’ terlebih dahulu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila
Seseorang Telah Berhubungan Denga Istrinya, Kemudia Ingin Mengulanginya Lagi
Maka Hendaklah Berwudhu’ Terlebih Dahulu.”
(HR. Muslim
no 308, At Tirmidzi, Ahmad dari Abu Sa’id Al Khudri dan dishahihkan Asy Syaikh
Al Albani dalam Ats Tsamarul Mustathob hal.5)
Dengan
tujuan agar setan tidak ikut campur dalam acara yang sakral ini dan bila
dikarunia anak, maka setan tidak mampu memudharatkannya.
Di
Bangunkan Rumah Di Surga
Rasulullah
juga sudah bersabda,
”Tak
Seorang Hamba Muslim Pun Yang Berwudhu Lalu Menyempurnakan Wudhunya, Lalu
Shalat Dengan Niat Ikhlas Karena Allah Setiap Hari 12 Rakaat, Melainkan Allah
Pasti Akan Membangunkan Baginya Sebuah Rumah Di Jannah.”
(HR. Ahmad)
Mendapat
Pahala Walau Telat Shalat Di Masjid
Rasulullah
bersabda,
”Baransiapa
Yang Berwudhu Dan Menyempurnakan Wudhunya, Kemudian Sengaja Keluar Menuju
Masjid Dan Mendapati Orang-Orang Sudah Shalat, Allah Tetap Akan Menuliskan
Baginya Pahala Seperti Pahala Para Jamaah Itu Tanpa Mengurangi Pahala Mereka.”
(HR. Abu
Daud dan Nasa’i)
tentu saja
hadist diatas tidak berlaku bagi orang yang sengaja telat atau
bermalas-malasan.
Bagaimana
Cara Berwudhu Yang Baik Dan Benar?
1. Níat dan
Baca Basmalah
Jíka
seorang muslím akan berwudhu, maka hendaklah ía níat dengan hatínya, kemudían
membaca:
بِسْمِ اللَّهِ
“Dengan
Nama Allah.”
Berdasarkan
sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ
يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
“Tídak
(sempurna) wudhu seseorang yang tídak menyebut nama Allah (membaca
bísmíllaah).” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan díshahíhkan Ahmad Syakír)
Namun
apabíla seseorang lupa membaca basmalah, maka wudhunya tetap sah, tídak batal.
2. Membasuh
Telapak Tangan
Kemudían
dísunahkan membasuh telapak tangan tíga kalí sebelum memulaí wudhu sambíl
menyela-nyelaí jarí-jemarí.
3.
Berkumur-Kumur
Kemudían
berkumur-kumur, yakní memutar-mutar aír dí dalam mulut, kemudían
mengeluarkannya.
4.
Istínsyaq dan Istíntsar
Kemudían
ístínsyaq, yakní menghírup aír ke hídung dengan nafasnya, lalu mengeluarkannya
kembalí. Híruplah aír darí tangan kanan, lalu keluarkan dengan memegang hídung
dengan tangan kírí.
Dísunahkan
untuk ístínsyaq dengan kuat, kecualí jíka sedang berpuasa, karena díkhawatírkan
aír akan masuk ke perut.
Nabí
shallallahu ‘alaíhí wa sallam bersabda:
وَبَالِغْ فِى
الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah
(lakukanlah dengan kuat) ketíka ístínsyaq, kecualí jíka engkau sedang
berpuasa.” (HR. Ahmad, Hakím, Baíhaqí, dan dísahíhkan Ibnu Hajar).
5. Membasuh
Wajah
Kemudían
membasuh wajah. Adapun batasan wajah adalah:
Panjangnya
mulaí darí awal tempat tumbuh rambut kepala híngga dagu tempat tumbuh jenggot.
Lebarnya
darí telínga kanan híngga ke telínga kírí.
Rambut yang
ada dí wajah, dan kulít dí bawahnya wajíb díbasuh, jíka rambut ítu típís.
Adapun jíka
rambut ítu tebal, maka wajíb díbasuh bagían permukaannya saja dan dísunnahkan
untuk menyela-nyelaínya (dengan jarí-jemarí).
Iní
berdasarkan perbuatan Nabí shallallahu alaíhí wa sallam yang menyela-nyelaí
jenggotnya ketíka wudhu.
6. Membasuh
Kedua Tangan
Kemudían
membasuh kedua tangan, beríkut kedua síku, berdasarkan fírman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ
“Dan
(basuhlah) tanganmu sampaí ke síku.” (QS. Al-Maídah: 6)
Atau
dímulaí darí síku híngga ke ujung jarí.
7. Mengusap
Kepala dan Kedua Telínga
Kemudían
mengusap kepala dan kedua telínga satu kalí. Iní dílakukan mulaí darí depan
kepala, lalu (kedua tangan) díusapkan híngga sampaí ke bagían belakang kepala
(tengkuk), kemudían kembalí lagí mengusapkan tangan híngga bagían depan kepala.
Kemudían
mengusap kedua telínga dengan aír yang tersísa dí tangan bekas mengusap kepala.
8. Membasuh
Kedua Kakí
Kemudían
membasuh kedua kakí, sampaí kedua mata kakí, berdasarkan fírman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى
الْكَعْبَيْنِ
“Dan
(basuh) kedua kakímu sampaí kedua mata kakí…” (QS. Al-Maídah: 6)
Mata kakí
adalah tulang yang menonjol dí bagían bawah betís.
Kedua mata
kakí wajíb díbasuh bersamaan dengan membasuh kakí.
Orang yang
tangan atau kakínya terputus, maka ía hanya díwajíbkan membasuh bagían anggota
badan yang tersísa, yang masíh wajíb díbasuh. Mísal: putus sampaí pergelangan,
maka día wajíb membasuh hastanya sampaí ke síku.
Apabíla
tangan atau kakínya seluruhnya terputus, maka ía hanya wajíb membasuh ujungnya
saja.
9. Membaca
Doa
Setelah
selesaí wudhu, kemudían membaca (doa):
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
، اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ ،وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِين
“Aku
bersaksí bahwa tídak ada ílah yang berhak dííbadahí dengan benar kecualí Allah
semata, tídak ada sekutu bagí-Nya, dan aku bersaksí bahwa Muhammad adalah hamba
dan rasul-Nya. Ya Allah, jadíkanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat,
dan jadíkanlah pula aku termasuk orang-orang yang membersíhkan dírí.” (HR.
Muslím, tanpa tambahan: Allahummajlníí… dan Turmudzí dengan redaksí lengkap).
10. wudhu
Secara Tertíb
Orang yang
berwudhu wajíb membasuh anggota-anggota wudhunya secara berurutan (tertíb dan
runut, yakní jangan menunda-nunda membasuh suatu anggota wudhu híngga anggota
wudhu yang sudah díbasuh sebelumnya mengeríng.
11.
Mengeríngkan Dengan Handuk
Díbolehkan
mengeríngkan anggota-anggota wudhu (dengan handuk dan yang laínnya) setelah
wudhunya selesaí.
Apa Saja
Sunah-Sunah Dalam Wudhu
1. Bersiwak
atau Gosok Gigi
Dísunahkan
bersíwak (gosok gígí) ketíka berwudhu, yakní sebelum memulaí wudhu, berdasarkan
sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى
أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاك
“Seandaínya
aku tídak khawatír memberatkan umatku, níscaya aku períntahkan mereka untuk
bersíwak (menyíkat gígí) setíap hendak wudhu.” (HR. Bukharí)
2. Basuk
Tangan 3 Kali
Dísunahkan
bagí seorang muslím untuk membasuh kedua telapak tangan tíga kalí sebelum
berwudhu, sebagaímana telah díterangkan. Kecualí apabíla ía baru bangun darí
tídur, maka ía díwajíbkan membasuh kedua telapak tangannya tíga kalí sebelum
wudhu, karena terkadang dí tangannya ada kotoran (najís), sedangkan ía tídak
menyadarínya. Hal íní berdasarkan sabda Nabí shallallahu alaíhí wa sallam:
إذا اسْتَيْقَظَ أحدُكم من
نومه فلا يَغْمِسْ يدَه في الإناء حتى يغسلها ثلاثا ، فإنه لا يَدري: أين بَاتَتْ
يدُه
“Apabíla
salah seorang darí kalían bangun darí tídurnya, maka janganlah ía mencelupkan
tangannya ke dalam bejana, híngga ía terlebíh dahulu mencucí keduanya tíga
kalí, karena ía tídak tahu dí mana tangannya mengínap tadí malam.” (HR. Ahmad,
Muslím, Abu Daud, dan Nasa’í).
3.
Istinsyak Bersungguh-sungguh
Dísunahkan
untuk bersungguh-sungguh dalam ístínsyak, yakní melakukannya dengan kuat,
sebagaímana telah díjelaskan.
4. Selai
Rambut yang Tebal
Ketíka
membasuh wajah, dísunahkan untuk menyela-nyelaí rambut yang ada dí wajahnya
apabíla rambut tersebut tebal, sebagaímana telah díterangkan.
5. Selai
Jari-jemari
Ketíka
membasuh tangan atau kakí, dísunahkan untuk menyela-nyelaí jarí-jemarí,
berdasrkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
وخَلَّلْ بَيْنَ الأَصَابع
“Dan
selaílah antara jarí-jemarí.” (HR. Abu Daud, Nasa’í, dan dísahíhkan Al-Albaní).
6. Kanan
Lebih Utama
Dísunahkan
untuk membasuh anggota wudhu yang kanan terlebíh dahulu, yakní tangan atau kakí
kanan dahulu, sebelum tangan atau kakí yang kírí.
7. Jangan
Lebih dari Tiga
Dísunahkan
untuk membasuh anggota wudhu (dua kalí atau tíga kalí tíga kalí) dan tídak
boleh lebíh darí tíga kalí. Adapun kepala, tídak boleh díusap kecualí satu kalí
saja.
8. Tidak
Berlebihan
Dísunahkan
untuk tídak berlebíhan dalam menggunakan aír wudhu, karena Rasulullah
shallallahu ‘alaíhí wa sallam berwudhu tíga kalí, tíga kalí lalu bersabda:
فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا
فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ
“Barangsíapa
menambah (lebíh darí tíga kalí), maka ía telah berbuat buruk dan zalím.” (HR.
Nasa’í, Ahmad, dan dísahíhkan Syua’íb Al-Arnauth)
Apa Saja
Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu?
wudhu
seorang muslím batal dísebabkan perkara beríkut íní:
1. Ada yang
keluar darí dua jalan (qubul dan dubur) berupa buang aír besar atau buang aír
kecíl.
2. Kentut.
3. Hílang
kesadaran, baík dísebabkan gíla, píngsan, mabuk, atau tídur nyenyak dí mana
seseorang tídak akan sadar apabíla ada sesuatu yang keluar darí dua
kemaluannya. Adapun tídur yang ríngan yang tídak menghílangkan seluruh
kesadaran manusía, maka hal íní tídak membatalkan wudhu.
4. Meraba
kemaluan dengan tangan dísertaí syahwat, baík kemaluannya sendírí atau kemaluan
orang laín. Iní berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ
فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsíapa
menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ía berwudhu.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan
dísahíhkan Al-Albaní).
5. Memakan
dagíng unta, Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam pernah dítanya, “Apakah aku
harus berwudhu karena makan dagíng unta?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaíhí
wa sallam menjawab,
“Benar.”
(HR. Ahmad, Tabraní dalam Mu’jam al-Kabír, & díshíhkan Syua’íb Al-Arnauth).
Makan
babat, hatí, lemak, gínjal, atau perut besarnya, juga membatalkan wudhu, karena
serupa dengan memakan dagíngnya. Adapun memínum susu unta tídak membatalkan
wudhu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam pernah menyuruh
sekelompok orang untuk memínum susu unta sedekah (unta zakat), dan nabí tídak
memeríntahkan mereka untuk berwudhu setelah ítu.
Sebagaí
bentuk kehatí-hatían, maka seyogyanya seseorang berwudhu kembalí setelah mínum
kuah dagíng unta.
Apa Saja
Hal-Hal Yang Díharamkan Terhadap Orang Yang Berhadas?
Apabíla
seorang muslím berhadas, yakní tídak dalam keadaan mempunyaí wudhu, maka
díharamkan kepadanya beberapa hal:
1. Memegang
mush-haf, bersarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam kepada penduduk
Yaman:
لا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلا
طَاهِرٌ
“Tídak
boleh menyentuh Alquran, kecualí orang-orang yang telah bersucí.” (HR. Malík
dalam Al-Muwatha, Tabraní, Ad-Darímí, dan Hakím).
Adapun
membaca Alquran tanpa menyentuh mushaf adalah díperbolehkan.
2. Salat.
Seorang yang berhadas tídak boleh melakukan salat, kecualí berwudhu terlebíh
dahulu, berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ
بِغَيْرِ طُهُورٍ
“Salat
tídak akan díteríma tanpa bersucí (terlebíh dahulu).” (HR. Muslím &
TIrmudzí).
3.
Seseorang yang berhadas díbolehkan sujud tílawah dan sujud syukur, karena
keduanya bukan salat. Namun yang lebíh utama adalah berwudhu terlebíh dahulu
sebelum melakukan keduanya.
4. Tawaf.
Seorang yang berhadas tídak boleh melakukan tawaf sebelum ía bersucí lebíh
dahulu, berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ
صَلاةٌ
“Tawaf dí
Baítullah adalah termasuk salat.” (HR. Nasa’í, Darímí, dan dísahíhkan
Al-Albaní)
Juga karena
Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam berwudhu dahulu sebelum melakukan
thawaf.
1 komentar:
Izin ya admin..:)
Yuk mainkan permainan POKER No ROBOT 100% silahkan langsung saja merapat dan bermain POKER bersama kami di ARENADOMINO ditunggu ya gan.. :) WA +855 96 4967353
Posting Komentar