Keutamaan Menuntut
Ilmu Agama
Seorang muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan
keislamannya tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya.
Pernyataannya harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Dan
untuk melaksanakan konsekuensi-konsekuensi dari pengakuan bahwa kita sudah
berIslam, itu membutuhkan ilmu.
Menuntut Ilmu Itu Wajib
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish
Shaghiir no. 3913)
Menuntut
ilmu itu wajib bagi Muslim maupun Muslimah. Ketika sudah turun perintah Allah
yang mewajibkan suatu hal, sebagai muslim yang harus kita lakukan adalah
sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami taat. Sesuai dengan firman Allah Ta
‘ala:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى
اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا
ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman
apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul itu
memberikan keputusan hukum di antara mereka hanyalah dengan mengatakan, “Kami
mendengar dan kami taat”. Dan hanya merekalah orang-orang yang berbahagia.”
(QS. An-Nuur [24]: 51).
Sebagaimana
kita meluangkan waktu kita untuk shalat. Ketika waktu sudah menunjukkan waktu
shalat pasti kita akan meluangkan waktu untuk shalat walaupun misal kita sedang
bekerja dan pekerjaan kita masih banyak. Kita akan tetap meninggalkan aktivitas
kita dan segera mengerjakan shalat. Maka begitupun sebaiknya yang harus kita
lakukan dengan menuntut ilmu.
Ilmu Itu
Apa?
Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu
merupakan sarana untuk menunaikan apa yang Allah wajibkan pada kita. Tak
sempurna keimanan dan tak sempurna pula amal kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu
Allah disembah, dengannya hak Allah ditunaikan, dan dengan ilmu pula agama-Nya
disebarkan.
Kebutuhan
pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan pada makanan dan minuman, sebab
kelestarian urusan agama dan dunia bergantung pada ilmu. Imam Ahmad mengatakan,
“Manusia lebih memerlukan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan
minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan
di setiap waktu.”
Jika kita
ingin menyandang kehormatan luhur, kemuliaan yang tak terkikis oleh perjalanan
malam dan siang, tak lekang oleh pergantian masa dan tahun, kewibawaan tanpa
kekuasaan, kekayaan tanpa harta, kedigdayaan tanpa senjata, kebangsawanan tanpa
keluarga besar, para pendukung tanpa upah, pasukan tanpa gaji, maka kita mesti
berilmu.
Namun, yang
dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan
menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah
ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja
yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari
berbagai kekurangan” (Fathul Baari, 1/92).
Dari
penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa ketika hanya
disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena
itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan dalil-dalil
tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al Qur’an dan As-Sunnah,
tetapi yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi.
Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi.
Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila
digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam keburukan,
maka buruk. (Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14).
Keutamaan-Keutamaan
Ilmu Dan Pemilik Ilmu
Hal yang
disayangkan ternyata beberapa majelis ilmu sudah tidak memiliki daya magnet
yang bisa memikat umat Islam untuk duduk di sana, bersimpuh di hadapan Allah
untuk meluangkan waktu mengkaji firman-firman Allah ‘Azza wa Jalla dan hadist
nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita lebih senang menyia-nyiakan waktu
bersama teman-teman, menghabiskan waktu di instagram, twitter, atau media
sosial lain dibandingkan duduk di majelis ilmu. Ada banyak faktor yang
menyebabkan hal ini terjadi. Salah satunya adalah karena umat Islam belum
mengetahui keutamaan dan keuntungan, mempelajari ilmu agama. Kita belum
mengetahui untungnya duduk berjam-jam di majelis ilmu mengkaji ayat-ayat Allah.
Kalau kita tidak mengetahuinya, kita tidak akan duduk di majelis ilmu. Karena
fitrah manusia memang bertindak sesuai asas keuntungan. Faktanya, kalau kita
tidak mengetahui keuntungan atau manfaat suatu hal maka kita tidak akan
melakukan hal itu. Begitu juga dengan ibadah. Maka dari itu, semakin kita
belajar dan mengetahui keuntungan-keuntungan salat, puasa, zakat, maka kita
akan semakin semangat menjalaninya. Ini yang seharusnya kita sadari. Oleh
karena itu, kita harus mengetahui keutamaan dan keuntungan menuntut ilmu.
Terdapat banyak dalil dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya terkait keutamaan
ilmu dan pemilik ilmu. Di antaranya adalah:
Ilmu
Menyebabkan Dimudahkannya Jalan Menuju Surga
Hal ini
sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ
اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang
siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan
baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Ilmu Adalah
Warisan Para Nabi
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh hadits,
اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ
الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلَا
دِرْهَامًا، وَلَكِنْ وَرَّثُوْا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ
وَافِرٍ
“Para ulama
adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun
dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia
telah mengambil bagian yang cukup.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu
Majah; dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.
6297).
Ilmu Akan
Kekal Dan Akan Bermanfaat Bagi Pemiliknya Walaupun Dia Telah Meninggal
Disebutkan dalam hadits,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah
amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau
anak shalih yang berdoa untuknya” (HR. Muslim).
Allah Tidak
Memerintahkan Nabi-Nya Meminta Tambahan Apa Pun Selain Ilmu
Allah berfirman:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah
kepadaku ilmu“. (QS. Thaaha [20] : 114). Ini dalil tegas diwajibkannya menuntut
ilmu.
Orang Yang
Dipahamkan Agama Adalah Orang Yang Dikehendaki Kebaikan
Dari
Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ
خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa
yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan
dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim No. 1037).
Yang
dimaksud faqih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi
lebih dari itu. Dikatakan faqih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam,
serta yang berkaitan dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi (hal. 21).
Yang Paling
Takut Pada Allah Adalah Orang Yang Berilmu
Hal ini bisa direnungkan dalam ayat,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ
مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir:
28).
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut
yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin
seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia
disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah
lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus
bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 308).
Para ulama
berkata,
من كان بالله اعرف كان لله
اخوف
“Siapa yang
paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah”.
Orang Yang
Berilmu Akan Allah Angkat Derajatnya
Allah Ta’ala berfirman:
…يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ..
“…Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).
Allah
Subhanahu wa Ta ‘ala berfirman,
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا
نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami
mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al-Mulk : 10).
Allah telah
memberikan banyak kenikmatan, jika tidak kita gunakan untuk mempelajari
firman-firmannya maka kita akan menjadi salah satu orang yang menyatakan dan
Allah abadikan dalam surat Al-Mulk ayat 10 di atas. Semoga Allah memberikah
taufiq dan hidayah-Nya kepada kita untuk bisa menuntut ilmu dan mengamalkannya
sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aamiin.
Referensi
Tips
Belajar Agama Di Waktu Sibuk, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dan Dr. Ubaid
Bin Salim Al-Amri, Penerjemah, Arif Munandar, Lc, Kiswah Media, Solo.
Menebar
Ilmu Menuai Pahala, Syaikh Abdul Aziz Bin Abdillah Bin Baz, Fawwaz Ahmad
Zamarli, Media Hidayah, Yogyakarta.
Setiap
Muslim Wajib Mempelajari Agama, Muhammad Saifudin Hakim, 2013, https://muslim.or.id/18810-setiap-muslim-wajib-mempelajari-agama.html
Penulis: Fatharani Fariha
Artikel muslimah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar