Jangan Lupa untuk
Saling Berbagi
Ketika telah meraih kesuksesan, kadang seseorang lupa
daratan. Ketika bisnis di puncak kejayaan, manusia pun lupa akan kewajiban dari
harta yang mesti dikeluarkan dan lupa untuk saling berbagi. Semoga sajian
singkat ini bisa memotivasi kita untuk gemar berinfak dan memanfaatkan nikmat
harta di jalan yang benar.
Harta Kita Hanyalah Titipan Ilahi
Saudaraku … Perlu engkau tahu bahwa kesuksesan, begitu
pula harta yang Allah anugerahkan itu semua hanyalah titipan dari-Nya. Allah
Ta’ala berfirman,
آَمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di
antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar.” (QS. Al Hadiid: 7)
Ayat ini
jelas menunjukkan bahwa harta hanyalah titipan Allah karena Allah Ta’ala
firmankah (yang artinya), “Hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya.” Hakikatnya, harta tersebut adalah milik Allah. Allah Ta’ala yang
beri kekuasaan pada makhluk untuk menguasai dan memanfaatkannya.
Al Qurthubi
rahimahullah menjelaskan, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta
itu milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah
ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan harta pada jalan Allah, maka itu sama
halnya dengan seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya.
Dari situ, ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak. ”
Al Qurtubhi
rahimahullah sekali lagi mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa harta kalian
pada hakikatnya bukanlah milik kalian. Kalian hanyalah bertindak sebagai wakil
atau pengganti dari pemilik harta yang sebenarnya. Oleh karena itu,
manfaatkanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya untuk memanfaatkan
harta tersebut di jalan yang benar sebelum harta tersebut hilang dan berpindah
pada orang-orang setelah kalian. ”[1]
Kisah
Motivasi dari Abud Dahdaa
Setelah
kita tahu pasti bahwa harta ini hanyalah titipan ilahi dan kita diperintahkan
untuk memanfaatkannya dalam kebaikan dan bukan di jalan yang keliru, maka sudah
sepatutnya kita mengetahui manfaat dari berinfak di jalan Allah. Satu kisah
yang bisa jadi pelajaran bagi kita semua adalah kisah sahabat Abud Dahdaa
radhiyallahu ‘anhu.
‘Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa tatkala turun firman Allah
Ta’ala,
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ
اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Barangsiapa
memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan
melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala
yang banyak” (QS. Al Hadid: 11); Abud Dahdaa Al Anshori mengatakan, “Wahai
Rasulullah, apakah Allah menginginkan pinjaman dari kami?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Betul, wahai Abud Dahdaa.” Kemudian
Abud Dahdaa pun berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah tanganmu.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyodorkan tangannya. Abud Dahdaa pun
mengatakan, “Aku telah memberi pinjaman pada Rabbku kebunku ini. Kebun tersebut
memiliki 600 pohon kurma.”
Ummud
Dahda, istri dari Abud Dahdaa bersama keluarganya ketika itu berada di kebun
tersebut, lalu Abud Dahdaa datang dan berkata, “Wahai Ummud Dahdaa!” “Iya,”
jawab istrinya. Abud Dahdaa mengatakan, “Keluarlah dari kebun ini. Aku baru
saja memberi pinjaman kebun ini pada Rabbku.”
Dalam
riwayat lain, Ummud Dahdaa menjawab, “Engkau telah beruntung dengan
penjualanmu, wahai Abud Dahdaa.” Ummu Dahda pun pergi dari kebun tadi, begitu
pula anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun terkagum dengan
Abud Dahdaa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Begitu
banyak tandan anggur dan harum-haruman untuk Abud Dahdaa di surga.” Dalam
lafazh yang lain disebutkan, “Begitu banyak pohon kurma untuk Abu Dahdaa di
surga. Akar dari tanaman tersebut adalah mutiara dan yaqut (sejenis batu
mulia).”[2]
Lihatlah saudaraku!
Bagaimanakah balasan untuk orang yang menginvestasikan hartanya di jalan Allah.
Lihatlah Abud Dahdaa radhiyallahu ‘anhu, di saat Allah melimpahkan padanya
nikmat harta yang begitu melimpah, ia pun tidak melupakan Sang Pemberi Nikmat.
Bagaimanakah dengan kita?
Tidak Perlu
Khawatir Harta Berkurang
Jika
seseorang mengerti dan pahami, investasi dan infak di jalan Allah sama sekali
tidaklah mengurangi harta. Cobalah renungkan baik-baik firman Allah Ta’ala,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ
شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi
rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39). Lihatlah bagaimanakah penjelasan
yang amat menarik dari Ibnu Katsir rahimahullah mengenai ayat ini. Beliau
mengatakan, “Selama engkau menginfakkan sebagian hartamu pada jalan yang Allah
perintahkan dan jalan yang dibolehkan, maka Allah-lah yang akan memberi ganti
pada kalian di dunia, juga akan memberi ganti berupa pahala dan balasan di
akhirat kelak.”[3]
Dalam
sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga disebutkan,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ
الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ
أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا
تَلَفًا
“Tidak ada
suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun
(datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; “Ya Allah
berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya
lagi berkata; “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang
menahan hartanya (bakhil).” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyemangati sahabat Bilal bin Robbah
radhiyallahu ‘anhu untuk berinfak dan beliau katakan jangan khawatir miskin.
Beliau bersabda,
أَنْفِقْ بِلاَل ! وَ لاَ
تَخْشَ مِنْ ذِيْ العَرْشِ إِقْلاَلاً
“Berinfaklah
wahai Bilal! Janganlah takut hartamu itu berkurang karena ada Allah yang
memiliki ‘Arsy (Yang Maha Mencukupi).” (HR. Al Bazzar dan Ath Thobroni dalam Al
Kabir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul
Jaami’ no. 1512)
Bahkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan sendiri bahwa harta tidaklah mungkin
berkurang dengan sedekah. Beliau bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ
مَالٍ
“Sedekah
tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558, dari Abu Hurairah)
Makna
hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi
rahimahullah ada dua penafsiran: [1] Harta tersebut akan diberkahi dan akan
dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya. Kekurangan harta tersebut akan
ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa dirasakan secara inderawi dan
lama-kelamaan terbiasa merasakannya. [2] Walaupun secara bentuk harta tersebut
berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah dan
akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak.[4]
Enggan
Berinfak, Barokah Harta Bisa Hilang
Dari Asma’
binti Abi Bakr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padaku,
لاَ تُوكِي فَيُوكى عَلَيْكِ
“Janganlah
engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak, maka Allah akan
menahan rizki untukmu.” Dalam riwayat lain disebutkan,
أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ
انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ
عَلَيْكِ
“Infaqkanlah
hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau
mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki
tersebut[5]. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka
Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR. Bukhari no. 1433 dan
Muslim no. 1029, 88)
Ibnu
Baththol rahimahullah mengatakan, “Janganlah engkau menyimpan-nyimpan harta
tanpa mensedekahkannya (menzakatkannya). Janganlah engkau enggan bersedekah
(membayar zakat) karena takut hartamu berkurang. Jika seperti ini, Allah akan
menahan rizki untukmu sebagaimana Allah menahan rizki untuk para
peminta-minta.”[6]
Dalam
kesempatan lain, Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Sedekah (zakat) itu
dapat mengembangkan harta. Maksudnya adalah sedekah merupakan sebab semakin
berkah dan bertambahnya harta. Barangsiapa yang memiliki keluasan harta, namun
enggan untuk bersedekah (mengeluarkan zakat), Allah akan menahan rizki darinya.
Allah akan menghalangi keberkahan hartanya. Allah pun akan menahan perkembangan
hartanya.”[7]
Balasan Di
Akhirat Begitu Luar Biasa
Allah
Ta’ala berfirman,
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ
فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al
Baqarah: 261)
Ibnu Katsir
rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Ayat ini sangat memotivasi hati untuk
gemar berinfak. Ayat ini merupakan isyarat bahwa setiap amal sholih yang
dilakukan akan diiming-imingi pahala yang berlimpah bagi pelakunya. Sebagaimana
Allah mengiming-imingi tanaman bagi siapa yang menanamnya di tanah yang baik
(subur). Terdapat dalam hadits bahwa setiap kebaikan akan dilipatgandakan
hingga 700 kali lipat”.[8] Inilah permisalan yang Allah gambarkan yang
menunjukkan berlipat gandanya pahala orang yang berinfak di jalan Allah dengan
selalu selalu mengharap ridho-Nya.
Jangan
Lupakan Kewajiban Terhadap Harta
Setelah
kita mengetahui keutamaan menginfakkan harta di jalan yang benar, lalu di
manakah kita mesti salurkan harta tersebut?
Pertama,
tentu saja harta tersebut digunakan untuk memberi nafkah yang wajib kepada
keluarga dan ini diberikan sesuai kemampuan serta mencukupi istri dan
anak-anaknya. Allah Ta’ala berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ
سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ
عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7)
Perlu juga
diketahui bahwa mencari nafkah bisa menuai pahala jika si pencari nafkah
(suami) mengharap ridho Allah ketika mencarinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ
نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا
تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ
“Tidaklah
nafkah yang engkau cari untuk mengharapkan wajah Allah kecuali engkau akan
diberi balasan karenanya, sampai apa yang engkau masukkan dalam mulut istrimu.”
(HR. Bukhari no. 56)
Setelah itu
jika ada kelebihan harta jangan lupakan untuk menyalurkan harta tersebut pada
sedekah yang wajib yaitu zakat yang diserahkan pada orang yang berhak menerima.
Ini dilakukan jika memang telah memenuhi nishob (ukuran minimal zakat) dan
telah sampai satu haul (satu tahun). Kewajiban ini jangan sampai dilupakan oleh
orang yang punya kelebihan harta. Kewajiban ini tentu saja lebih didahulukan
dari infak lainnya yang hukumnya di bawah wajib. Dengan membayar zakat inilah
sebab datangnya banyak kebaikan. Sebaliknya, enggan membayar zakat akan datang
berbagai musibah dan hilangnya berbagai keberkahan. Salah satu buktinya adalah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَمْ يَمْنَعْ قَوْمٌ زَكَاةَ
أَمْوَالِهِمْ إِلا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ , وَلَوْلا الْبَهَائِمُ
لَمْ يُمْطَرُوا.
“Jika suatu
kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, maka mereka akan
dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena
binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.” (HR. Thobroni
dalam Al Mu’jam Al Kabir (13619). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih. Lihat Shahih Al Jami no. 5204)
Setelah
kewajiban di atas, perbanyaklah berinfak dan bersedekah di jalan-jalan kebaikan
lainnya. Dengan ini semua akan membuat
harta akan selalu lebih berkah di puncak kesuksesan.
Semoga
Allah selalu memberi taufik kepada kita untuk menyalurkan harta kita di jalan
yang diperintahkan dan jalan yang halal. Semoga Allah senantiasa memberi
keberkahan.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Tafsir Al Qurthubi (Jaami’ Li Ahkamil Qur’an),
Muhammad bin Ahmad Al Anshori Al Qurthubi, 17/238, Mawqi’ Ya’sub.
[2] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Tafsir surat
Al Hadiid ayat 11, 13/414-415, Muassasah Qurthubah. Riwayat ini adalah riwayat
yang shahih. Dikeluarkan oleh Abdu bin Humaid dalam Muntakhob dan Ibnu Hibban
dalam Mawarid Zhoma’an. Lihat Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Syaikh Musthofa Al
‘Adawi, 4/377, Darul Fawaid – Dar Ibnu Rojab, cetakan pertama, tahun 1427 H.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11/293.
[4] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/141, Dar
Ihya’ At Turots Al ‘Arobi, cetakan kedua, 1392.
[5] Lihat tafsiran hadits ini sebagaimana yang
disampaikan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari Syarh
Shahih Al Bukhari, 3/300, Darul Ma’rifah, 1379.
[6] Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Baththol, 4/435-436,
Maktabah Ar Rusyd, cetakan kedua, tahun 1423 H.
[7] Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/436.
[8] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2/457
0 komentar:
Posting Komentar