Inilah Menejemen
Rasulullah Menyambut Ramadhan
Sebelum membahas tentang bagaimana manajemen Ramadhan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, perlu kiranya sedikit menyinggung
tentang definisi manajemen terlebih dahulu.
Goerge R. Terry, mendefinisikan manajemen sebagai,
“…sebuah proses yang khas dan terdiri dari tindakan-tindakan seperti
perencanaan, pengorganisasian, pengaktifan dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber sumber lainnya”. (Basu Swasta DH,
Asas-asas Manajemen Modern).
Manajemen bisa dikatakan sebagai kumpulan usaha yang
dilakukan demi tercapainya tujuan. Berangkat dari pengertian di atas, manajemen
Ramadhan adalah segala usaha menjadikan Ramadhan sebagai bulan penuh rahmat,
ampunan dan keselamatan.
Demi meraih tujuan tersebut, maka momentum yang penuh
berkah ini perlu dijadikan sebagai momentum Training Manajemen Syahwat, dan
sekaligus menjadi Training Manajemen Ibadah. Inilah yang dilakukan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
Oleh karena itu,
demi tercapainya tujuan tersebut mengetahui manajemen Ramadhan
Rasulullah menjadi suatu keharusan.
Demi memperoleh gambaran utuh dan mendetail dari
manajamen Ramadhan Rasulullah, setidaknya ada empat situasi yang perlu kita perhatikan.
Pertama, sebelum memasuki Ramadhan
Para Salafus shalih selalu merindukan kedatangan
Ramadhan. Untaian doa selalu terucap dari lisan-lisan mereka agar diberi
kesempatan menemui Ramadhan sejak enam bulan sebelum Ramadhan tiba.
Contohnya, Imam Malik setelah pengajiannya sering
menyarankan para murid dan sahabatnya untuk mempelajari bagaimana para sahabat
memenej kehidupan ini, termasuk hal-hal yang terkait dengan Ramadhan mereka.
Meskipun tidak mendapatkan kesempatan untuk hidup bersama para Sahabat, namun
nya mampu meneladani mereka melalui sejarah hidup mereka.
Ma’la Bin Fadhal berkata: “Dulu Sahabat Rasulullah berdoa
kepada Allah sejak enam bulan sebelum masuk Ramadhan agar Allah sampaikan umur
mereka ke bulan yang penuh berkah itu. Kemudian selama enam bulan sejak
Ramadhan berlalu, mereka berdoa agar Allah terima semua amal ibadah mereka di
bulan itu. Di antara doa mereka ialah : Yaa Allah, sampaikan aku ke Ramadhan
dalam keadaan selamat. Yaa Allah, selamatkan aku saat Ramadhan dan selamatkan
amal ibadahku di dalamnya sehingga menjadi amal yang diterima.” (HR. at
Thabrani: 2/1226).
Melihat kepada sikap dan doa yang mereka lakukan,
terlihat jelas bagi kita bahwa para sahabat dan generasi setelahnya sangat
merindukan kedatangan Ramadhan. Mereka sangat berharap dapat berjumpa dengan
Ramadhan demi mendapatkan semua janji dan tawaran Allah dan Rasul-Nya dengan
berbagai keistimewaan yang tidak terdapat di bulan-bulan lain.
Hal tersebut menunjukkan bahwa para sahabat dan generasi
setelahnya betul-betul memahami dan yakin
akan keistimewaan dan janji Allah dan Rasul-Nya yang amat luar biasa
seperti rahmah (kasih sayang), maghfirah (ampunan) dan keselamatan dari api
neraka. Inilah yang diungkapkan Imam Nawawi, “Celakalah kaum Ramadhaniyyin.
Mereka tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan.”
Sesungguhnya Rasulullah, sahabat dan generasi setelahnya
mengenal Allah sejak jauh-jauh hari sebelum Ramadhan dan di bulan Ramadhan
pengenalan mereka kepada Allah lebih bertingkat.
Kedua, saat memasuki Ramadhan
Ketika terbitnya hilal di ufuk pertanda Ramadhan tiba,
Rasul dan para sahabat menyambutnya dengan suka cita sembari membacakan doa
seperti yang diceritakan Ibnu Umar dalam hadits berikut :
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا رَأَى
الْهِلاَلَ قَالَ : اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ
وَالإِيمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَم وَالتَّوْفِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا
وَيَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ
“Dari Ibnu
Umar dia berkata : Bila Rasul melihat hilal dia berkata : Allah Maha Besar.
Ya Allah, jadikanlah hilal ini bagi kami membawa keamanan, keimanan,
keselamatan, keislaman dan taufik kepada yang dicintai Robb kami dan
diridhai-Nya. Robb kami dan Robbmu (hilal) adalah Allah.” (HR. Addaromi).
Itulah
gambaran nyata dari Rasul dan para
sahabat ketika meyambut kedatangan bulan penuh berkah ini. Bukan dengan hiruk
pikuk yang penuh kebisingan dan tabdzir dengan pawai disertai pesta kembang api
atau petasan di jalanan sambil keliling kota atau desa memukul beduk dan
sebagainya.
Namun,
Rasulullah dan para sahabat menyambutnya dengan keyakinan, dan perasaan rindu
yang mendalam akan kebesaran Ramadhan.
Dengan harapan, jika amal ibadah Ramadhan dijalankan dengan ikhlas dan khusyu’,
mereka akan meraih rahmat, ampunan dan terbebas dari api neraka. Ketiga nikmat
itu tidak akan ternilai harganya bagi mereka dibandingkan dengan dunia dan
seisinya.
Ketiga,
setelah memasuki Ramadhan
Setelah
memasuki awal Ramadhan hingga akhir, Rasulullah dan para sahabat meningkatkan
ketaqwaan untuk menahan diri dari berbagai syahwat dan perbuatan yang dapat
merusak kesempurnaan puasa. Mereka menutup setiap celah syahwat dengan
“mengetuk” setiap pintu kebajikan. Seperti syahwat anggota tubuh atau menyakiti
orang lain dan semacamnya. Semuanya dilakukan sejak terbit fajar sampai
tenggelam matahari.
Rasulullah
dan para sahabat menghidupkan siang dan malam dengan berbagai amal ibadah.
Seperti bersedekah, shalat taraweh, berzikir, membaca dan tadabbur Al-Qur’an
dan berbagai ibadah lainnya. (Bahkan, ibunda Aisyah pernah berkata bahwa
Rasulullah adalah orang yang paling dermawan dan lebih dermawan lagi ketika di
bulan Ramadhan.(Muhammad ad-tirmidzi: 164). Artinya, selama Ramadhan Rasulullah
dan para sahabat benar-benar menfokuskan diri bertaqorrub kepada Allah melalu
training manajemen syahwat dan sekaligus training manajemen ibadah. Dua hal
inilah yang mesti dimiliki oleh setiap hamba yang ingin mendapat ridha Allah di
dunia dan bertemu dengan-Nya di syurga.
Keempat,
ketika memasuki sepertiga akhir Ramadhan
Ketika
memasuki sepertiga akhir Ramadhan, akan kita temukan sesuatu yang sangat
berbeda pada diri Rasulullah dengan
mayoritas Muslim hari ini. Rasulullah mengencangkan tali ikat pinggangnya
pertanda bertambahnya kesungguhan nya untuk beribadah dan menghidupkan
malam-malamnya dan membangunkan
keluarganya untuk shalat dan berdzikir agar tidak kehilangan keberkahan yang
melimpah ruah pada malam-malam tersebut. danNya menghabiskan waktu tersebut
terkhusus untuk beri’tikaf di masijid. (Muttafaq ‘alaihi)
Adapun
masyarakat Muslim dewasa ini mayoritas menghabiskan waktu mereka di pasar atau
pusat perbelanjaan. Artinya, Rasulullah dan para sahabat lebih giat dalam beribadah
di sepertiga akhir Ramadhan, sedangkan mayoritas umat Muslim menghabiskan waktu
dan kekayaannya demi kepentingan dunia semata.
Demikianlah
gambaran dari manajemen Ramadhan Rasulullah dan para sahabat untuk meraih
tujuan puasa Ramadhan yang hakiki.
Dengan
semakin dekatnya Ramadhan, semoga kita bisa mempersiapkan diri. Semoga dengan
gambaran tersebut kita dapat memenej Ramadhan sebagaimana mereka memenejnya
demi meraih tujuan puasa Ramadhan yang hakiki.*
Rep: Admin Hidcom
Editor: Huda Ridwan
Oleh: Nofriyanto
al-Minangkbawy
0 komentar:
Posting Komentar