Jumat, 19 November 2021

Begini Para Salaf Menyambut Ramadhan

Begini Para Salaf Menyambut Ramadhan

 

Hidayatullah.com | SETIAP orang pasti akan mengistimewakan apa yang menjadi kecintaannya. Rasanya tak ingin terlewatkan untuk menyambut ketibaannya. Ada yang menyambutnya dengan berlari, ada yang berlari kecil, dan ada yang berjalan. Pun ada yang tak menyambut dengan cara mendatanginya, melainkan hanya menanti hingga hari itu tiba, tanpa persiapan istimewa.

Ramadhan selalu begitu, beragam cara orang menyambutnya. Menunjukkan seberapa istimewa Ramadhan bagi mereka. Ada yang menangis haru karena kesempatan berjumpa, ada juga yang riang gembira karena makanan akan berlimpah ruah saat berbuka.

Beragam cara penyambutan, sangat memepengaruhi cara memperlakukan. Ada yang bersungguh-sungguh pun ada yang biasa saja sebagaimana bulan lainnya. Para ulama memberi banyak contoh bagaimana memperlakukan Ramadhan demikian istimewa. Dengan persiapan yang luar biasa.

Karena sudah seyogyanya siapapun yang ingin berangkat menjumpai satu keadaan ia mesti punya bekalan. Allah ta’ala berfirman:

 

وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأعَدُّوا لَهُ عُدَّةً

 

 “Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu……” (QS: At Taubah: 46).

Dan bekal menyambut Ramadhan adalah memperbanyak doa dan amal saleh serta memperbaharui taubat sebagaimana para salaf.

Syaikh al-Fauzan pernah ditanya :

Bagaimanakah keadaan salafus shalih –radhiyallahu’anhum wa rahimahum– dalam menyambut bulan yang agung ini? Bagaimanakah bimbingan mereka? Bagaimanakah kebiasaan dan sikap mereka?

Keadaan salaf di bulan Ramadhan, sebagaimana hal itu telah tercatat dalam kitab-kitab yang diriwayatkan dengan sanad yang terpercaya.  Bahkan para salaf senantiasa memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar menyampaikan/mengantarkan mereka sehingga bisa menjumpai Ramadhan, yaitu sebelum masuknya bulan itu.

Mereka meminta kepada Allah supaya mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Mereka mengetahui bahwa di bulan itu terdapat kebaikan yang sangat besar dan kemanfaatan yang begitu luas.

Karenanya Sebagian ulama salaf mengatakan:

 

كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ

 

”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.” (dalam Lathaaiful Ma’arif hal. 232)

Adapun Nabi ketika Ramadhan akan tiba ia menyambutnya dengan puasa di bulan sya’ban Sebagai persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa. ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,

 

وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

 

“Saya sama sekali belum pernah melihat Rasulullah berpuasa dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.” Dalam riwayat lain, “Beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.” (HR. Muslim: 1156)

Mengapa Sya’ban menjadi tempat yang Rasulullah pilih untuk memperbanyak puasa? Salah satunya karena Sya’ban itu kata para ulama adalah tempat menumbuhkan dahan-dahan kebaikan.

 

السنة مثل الشجرة و شهر رجب أيام توريقها و شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن سود صحيفته بالذنوب أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن يغتنم فيه ما بقي من العمر

 

“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun, Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen, pemanennya adalah kaum mukminin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan taubat di bulan-bulan ini, sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di waktu tesebut.” (dalam Lathaaiful Ma’arif hal. 130)

Kedua, amal shaleh tentu menjadi bekal penting, jika tidak maka kita akan lemah menghadapi Ramadhan.

Tanpa bekalan amal shaleh, raga akan dilemahkan untuk menjalaninya. Sebab tanpa amal shaleh, kita bisa saja kehabisan bekalan dalam perjalanan.  Maka Ramadhan akan meninggalkan kita dalam kondisi demikian, karenanya keberangkatan tanpa persiapan itu dicela oleh Allah.

 

وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ (٤٦)

 

“….Tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS: At Taubah: 46).

Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah berkata, bahwa salah satu perkara yang wajib diwaspadai oleh setiap Muslim adalah,

 

[اَلتَّهَاوُنُ بِالْأَمْرِ إِذَا حَضَرَ وَقْتُهُ]

 

Kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya.

Begitulah keadaan para salaf dalam memperlakukan Ramadhan sebagai tamu istimewa.

Mereka berdoa tiada henti bukan hanya dalam menyambutnya, bahkan di dalam Ramadhan, dan di saat Ramadhan telah berlalu mereka masih juga berdoa. Mereka meminta kepada Allah di luar bulan Ramadhan agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan, karena mengetahui bahwa di bulan itu terdapat kebaikan yang sangat besar dan kemanfaatan yang begitu luas.

Jika bulan Ramadhan sudah tiba mereka pun meminta kepada Allah untuk memberikan pertolongan dan bantuan kekuatan agar mereka dapat dalam beramal salih di bulan tersebut. Jika Ramadhan usai mereka pun masih juga memohon kepada Allah agar menerima amalan-amalan mereka.

Hal itu semua mereka lakukan karena dirundung oleh rasa cemas dan khawatir setelah beramal; apakah amalnya itu diterima Allah atau tidak sama sekali.

Mereka pun memperbanyak amal shaleh seperti shalat tahajjud, tilawah al-Qur’an dan puasa di bulan Sya’ban.

Tak lupa mereka senantiasa meperbaharui taubat mereka kepada Allah, sebagai upaya untuk memperbaharui iman dan menjaga keberuntungan. Allah ta’ala berfirman,

 

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)

 

“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS: An Nuur: 31).

Bagian dari kesadaran bahwa kita semua adalah pendosa, sebagaimana sabda Rasulullah

 

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون

 

“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (Hasan. HR. Tirmidzi: 2499)

Akhirnya marilah senantiasa menjaga doa, agar terijabah dengan banyak melakukan taubat dan amal shaleh. Sebagai upaya menyambut Ramadhan yang mulia.

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ، وَالتَّوْفِيقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ

 

Allahu Akbar, ya Allah jadikanlah hilal (Ramadhan) itu bagi kami dengan membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan islam, dan membawa taufiq yang membimbing kami menuju apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Tuhan kami dan Tuhan kamu (wahai bulan), adalah Allah.” (HR. Ahmad 888, Ad-Darimi dalam Sunannya no. 1729).*/Naser Muhammad

 

Rep: Insan Kamil

Editor: -

https://www.hidayatullah.com

 

0 komentar:

Posting Komentar