Begini Para Salaf
Menyambut Ramadhan
Hidayatullah.com | SETIAP orang pasti akan
mengistimewakan apa yang menjadi kecintaannya. Rasanya tak ingin terlewatkan
untuk menyambut ketibaannya. Ada yang menyambutnya dengan berlari, ada yang
berlari kecil, dan ada yang berjalan. Pun ada yang tak menyambut dengan cara
mendatanginya, melainkan hanya menanti hingga hari itu tiba, tanpa persiapan
istimewa.
Ramadhan selalu begitu, beragam cara orang menyambutnya.
Menunjukkan seberapa istimewa Ramadhan bagi mereka. Ada yang menangis haru
karena kesempatan berjumpa, ada juga yang riang gembira karena makanan akan
berlimpah ruah saat berbuka.
Beragam cara penyambutan, sangat memepengaruhi cara
memperlakukan. Ada yang bersungguh-sungguh pun ada yang biasa saja sebagaimana
bulan lainnya. Para ulama memberi banyak contoh bagaimana memperlakukan
Ramadhan demikian istimewa. Dengan persiapan yang luar biasa.
Karena sudah seyogyanya siapapun yang ingin berangkat
menjumpai satu keadaan ia mesti punya bekalan. Allah ta’ala berfirman:
وَلَوْ
أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأعَدُّوا لَهُ عُدَّةً
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah
mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu……” (QS: At Taubah: 46).
Dan bekal
menyambut Ramadhan adalah memperbanyak doa dan amal saleh serta memperbaharui
taubat sebagaimana para salaf.
Syaikh
al-Fauzan pernah ditanya :
Bagaimanakah
keadaan salafus shalih –radhiyallahu’anhum wa rahimahum– dalam menyambut bulan
yang agung ini? Bagaimanakah bimbingan mereka? Bagaimanakah kebiasaan dan sikap
mereka?
Keadaan
salaf di bulan Ramadhan, sebagaimana hal itu telah tercatat dalam kitab-kitab
yang diriwayatkan dengan sanad yang terpercaya.
Bahkan para salaf senantiasa memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar
menyampaikan/mengantarkan mereka sehingga bisa menjumpai Ramadhan, yaitu
sebelum masuknya bulan itu.
Mereka
meminta kepada Allah supaya mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Mereka
mengetahui bahwa di bulan itu terdapat kebaikan yang sangat besar dan
kemanfaatan yang begitu luas.
Karenanya
Sebagian ulama salaf mengatakan:
كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ
سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ
سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
”Mereka
(para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai
bulan Ramadlan.” (dalam Lathaaiful Ma’arif hal. 232)
Adapun Nabi
ketika Ramadhan akan tiba ia menyambutnya dengan puasa di bulan sya’ban Sebagai
persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah ﷺ memperbanyak puasa. ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ
شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ
كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Saya sama
sekali belum pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di
bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.” Dalam riwayat lain,
“Beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.” (HR. Muslim: 1156)
Mengapa
Sya’ban menjadi tempat yang Rasulullah ﷺ pilih untuk memperbanyak puasa? Salah satunya karena Sya’ban
itu kata para ulama adalah tempat menumbuhkan dahan-dahan kebaikan.
السنة مثل الشجرة و شهر رجب
أيام توريقها و شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن
سود صحيفته بالذنوب أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن
يغتنم فيه ما بقي من العمر
“Waktu
setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun,
Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen,
pemanennya adalah kaum mukminin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan”
catatan amal mereka hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan taubat di
bulan-bulan ini, sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam
kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan
ketaatan) di waktu tesebut.” (dalam Lathaaiful Ma’arif hal. 130)
Kedua, amal
shaleh tentu menjadi bekal penting, jika tidak maka kita akan lemah menghadapi
Ramadhan.
Tanpa
bekalan amal shaleh, raga akan dilemahkan untuk menjalaninya. Sebab tanpa amal
shaleh, kita bisa saja kehabisan bekalan dalam perjalanan. Maka Ramadhan akan meninggalkan kita dalam
kondisi demikian, karenanya keberangkatan tanpa persiapan itu dicela oleh Allah.
وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ
انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ (٤٦)
“….Tetapi
Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan
mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang
tinggal itu.” (QS: At Taubah: 46).
Imam Abu
Bakr Az Zur’i rahimahullah berkata, bahwa salah satu perkara yang wajib
diwaspadai oleh setiap Muslim adalah,
[اَلتَّهَاوُنُ
بِالْأَمْرِ إِذَا حَضَرَ وَقْتُهُ]
Kewajiban
telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya.
Begitulah
keadaan para salaf dalam memperlakukan Ramadhan sebagai tamu istimewa.
Mereka
berdoa tiada henti bukan hanya dalam menyambutnya, bahkan di dalam Ramadhan,
dan di saat Ramadhan telah berlalu mereka masih juga berdoa. Mereka meminta
kepada Allah di luar bulan Ramadhan agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan,
karena mengetahui bahwa di bulan itu terdapat kebaikan yang sangat besar dan
kemanfaatan yang begitu luas.
Jika bulan
Ramadhan sudah tiba mereka pun meminta kepada Allah untuk memberikan
pertolongan dan bantuan kekuatan agar mereka dapat dalam beramal salih di bulan
tersebut. Jika Ramadhan usai mereka pun masih juga memohon kepada Allah agar
menerima amalan-amalan mereka.
Hal itu
semua mereka lakukan karena dirundung oleh rasa cemas dan khawatir setelah
beramal; apakah amalnya itu diterima Allah atau tidak sama sekali.
Mereka pun
memperbanyak amal shaleh seperti shalat tahajjud, tilawah al-Qur’an dan puasa
di bulan Sya’ban.
Tak lupa
mereka senantiasa meperbaharui taubat mereka kepada Allah, sebagai upaya untuk
memperbaharui iman dan menjaga keberuntungan. Allah ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ
جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)
“Bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.” (QS: An Nuur: 31).
Bagian dari
kesadaran bahwa kita semua adalah pendosa, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ
وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“Setiap
keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah
yang bertaubat.” (Hasan. HR. Tirmidzi: 2499)
Akhirnya
marilah senantiasa menjaga doa, agar terijabah dengan banyak melakukan taubat
dan amal shaleh. Sebagai upaya menyambut Ramadhan yang mulia.
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ
أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ،
وَالتَّوْفِيقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ
Allahu
Akbar, ya Allah jadikanlah hilal (Ramadhan) itu bagi kami dengan membawa
keamanan dan keimanan, keselamatan dan islam, dan membawa taufiq yang
membimbing kami menuju apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Tuhan kami dan
Tuhan kamu (wahai bulan), adalah Allah.” (HR. Ahmad 888, Ad-Darimi dalam
Sunannya no. 1729).*/Naser Muhammad
Rep: Insan Kamil
Editor: -
0 komentar:
Posting Komentar