Senin, 21 Juni 2021

Keutamaan Keutamaan Umat Nabi Muhammad SAW

Keutamaan Keutamaan Umat Nabi Muhammad SAW

 

Mahasuci Allah yang telah mengunggulkan kita di atas seluruh manusia, memberi kita minum dari ma’rifat-Nya dengan gelas yang paling menghilangkan dahaga, menjadikan Nabi kita sebagai Nabi terbaik yang memimpin dan mengatur, ketika Dia mengunggulkannya atas umat dan melimpahkan keluhuran semangat kepada kita sebagai nikmat, maka Dia berfirman kepada kita: “Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia….” (QS. Ali ‘Imran: 110)[1]

Kita adalah umat pembawa risalah. Kita tidak pantas dalam kondisi apa pun mencampakkan risalah tersebut. Allah SWT telah mengeluarkan umat Islam agar ia menjadi seperti obor yang menerangi jalan semua umat manusia, agar mereka berjalan di atas jalan yang Allah pilih untuk manusia seluruhnya. Pada saat Allah membebani umat-umat terdahulu agar beristiqamah pada dirinya untuk Allah Jalla wa ‘Alaa sebagai bukti pelaksanaan (realisasi) firman Allah Ta’ala: “Padahal mereka hanya diperintah beribadah kepada AIlah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS Al-Bayyinah: 5)

Maka Allah membebani umat Islam dengan dua beban Yang besar:

Allah membebaninya dengan penghambaan kepada-Nya Jalla wa ‘Alaa: “Beribadahlah kepada Allah dan jangan mempersekutukanNya dengan sesuatu pun…” (QS An-Nisaa’: 36)

Kemudian Allah membebaninya menjadi umat pembimbing bagi seluruh manusia dan sebagai saksi atas mereka. Allah Ta’ala berfirman: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. Al-Baqarah: 143)

Inilah rahasia mengapa umat Islam adalah umat terbaik: “Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali ‘Imran: 110)[2]

Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Pada hari Kiamat Nuh dipanggil, maka dia menjawab, “Aku penuhi panggilan-Mu ya Rabbi, aku penuhi.” Allah bertanya, ‘Apakah engkau sudah menyampaikan? -maksudnya risalah’ Nuh menjawab, ‘Sudah.’ Maka umat Nuh ditanya, ‘Apakah Nuh sudah menyampaikan kepada kalian?’ Mereka menjawab, ‘Tidak ada seorang pun pembawa peringatan yang datang kepada kami.’ Allah bertanya kepada Nuh, ‘Siapa yang menjadi saksi untukmu.’ Nuh menjawab, ‘Muhammad dan umatnya.’ Maka umat Muhammad bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan dan Rasulullah SAW menjadi saksi atas mereka. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah Ta’ala, ‘Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah: 143)[3]

Dari Ubay bin Ka’ab r.a. tentang ayat ini: “Agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” Dia berkata, “Mereka adalah saksi atas manusia pada hari Kiamat. Mereka adalah saksi-saksi atas kaum Nuh, kaum Hud, kaum Shalih, kaum Syu’aib, dan lain-lainnya bahwa Rasul-Rasul mereka telah menyampaikan (risalah) kepada mereka dan bahwa mereka telah mendustakan Rasul-Rasul mereka.” Abul ‘Aliyah berkata, “Itu adalah qira’at Ubay, “Agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia pada hari Kiamat”

Dan dari hadits Jabir, dari Nabi SAW: “Tidak ada seorang pun dari umat-umat sebelum kita, kecuali dia berharap berasal dari kita wahai umat (Islam). Tidak ada seorang Nabi pun yang didustakan oleh kaumnya, kecuali kita adalah saksi-saksinya pada hari Kiamat bahwa dia telah menyampaikan risalah Allah dan menasihati mereka.”[4]

Bahkan Nabi SAW, bersabda: “Kalian adalah saksi-saksi Allah di bumi, sedangkan para Malaikat adalah saksi-saksi Allah di langit.” (HR ath-Thabarani dari Salamah bin al-Akwa’ r.a.)

Saudara-saudaraku yang mulia dan saudari-saudariku yang baik, Inilah senampan indah (sedikit atau sekelumit) dari keutamaan-keutamaan umat Muhammad SAW, sebelum kita membicarakan tentang keutamaan para Sahabat r.a. secara khusus.

Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya kalian melengkapi tujuh puluh umat, kalian adalah yang terbaik dan termulia bagi Allah.” (HR Ahmad [IV/447 V/3], at-Tirmidzi [no. 3001], dan Ibnu Majah [no. 4282] dari Mu’awiyah bin Haidah r.a. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)

Nabi SAW bersabda: “Umatku ibarat hujan, tidak diketahui mana yang baik: apakah yang pertama ataukah yang terakhir.” (HR Ahmad [III/130, 143] dan at-Tirmidzi [no. 2869] dari Anas r.a. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani r.a.)

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Umatku ini adalah umat yang dikasihi, tidak ada adzab atasnya di akhirat, akan tetapi adzabnya di dunia berupa fitnah-fitnah gempa bumi, pembunuhan, dan wabah penyakit” (HR Abu Dawud [no. 4278], ath-Thabarani dalam al-Kabiir [XX/177, no. 1596], dan al-Hakim [IV/491] dari Abu Musa r.a.)

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika Allah SWT hendak merahmati suatu umat dari hamba-hamba-Nya niscaya Dia mengambil (mewafatkan) Nabinya sebelum mereka, Dia menjadikan Nabi tersebut sebagai pendahulu di hadapan mereka, jika Allah hendak membinasakan suatu umat niscaya Dia menyiksanya sementara Nabi mereka masih hidup, Allah membinasakan mereka sedangkan Nabi mereka melihat, Dia membuatnya tenang dengan kebinasaan mereka manakala mereka mendustakannya dan menyelisihi perintahnya.” (HR Muslim [no. 2288] dari Abu Musa r.a.)

Lebih dari itu, rahmat Allah terkumpul untuk umat ini dalam kadar yang tidak diraih oleh umat lainnya. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang terbersit dalam hati mereka selama mereka belum melakukannya atau mengucapkannya dan apa yang mereka dipaksa atasnya.” (HR Ibnu Majah [no. 2044] dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah r.a. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melindungi umatku sehingga mereka tidak bersepakat di atas kesesatan.” (HR Ibnu Abu ‘Ashim [no. 83 Zhilaalul Jannah] dari Anas r.a.. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala mengutus untuk umat ini disetiap penghujung seratus tahun seseorang yang memperbarui agama untuk mereka.”(HR Abu Bawud [no. 4291] dan al-Baihaqi dalam al-Ma’rifah, [no. 98] dari Abu Hurairah r.a. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)

“Kami diberi tiga keutamaan atas manusia: (1) shaff-shaff kami dijadikan seperti shaff para Malaikat, (2) seluruh bagian bumi dijadikan bagi kami sebagai masjid, dan (3) debunya dijadikan untuk kami sebagai alat bersuci jika kami tidak mendapatkan air. Dan diturunkan kepadaku ayat-ayat ini dari akhir surat al-Baqarah dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy yang tidak diberikan kepada seorang Nabi sebelumku.” (HR Muslim [no. 522], Ahmad, dan an-Nasa-i dari Hudzaifah r.a.)

Nabi SAW bersabda: “Harta rampasan perang tidak dihalalkan untuk seorang manusia pun sebelum kalian. Harta rampasan itu dikumpulkan lalu turunlah api dari langit yang membakarnya.” (HR at-Tirmidzi [no. 3085] dari Abu Hurairah r.a. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)

Dengan pertimbangan pendeknya usia umat yang penuh berkah ini, maka Allah Yang Maha Pencipta Jalla wa ‘Alaa memberikan sesuatu yang istimewa, yaitu melipatgandakan pahala amal dibandingkan umat-umat lain sebelumnya.

Nabi SAW bersabda: “Ajal kalian dibandingkan dengan umat-umat yang telah berlalu adalah seperti antara shalat ‘Ashar sampai terbenamnya matahari. Perumpamaan kalian dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah seperti seseorang yang mempekerjakan para pekerja, dia berkata, ‘Siapa yang bekerja dari pagi hingga tengah hari dengan upah masing-masing satu qirath?’ Maka orang-orang Yahudi bekerja. Kemudian dia berkata, ‘Siapa yang bekerja dari tengah hari sampai ‘Ashar dengan upah masing-masing satu qirath?’ Maka orang-orang Nasrani bekerja. Kemudian dia berkata, ‘Siapa yang bekerja dari ‘Ashar hingga terbenamnya matahari dengan upah masing-masing dua qirath?’ Maka kalian bekerja. Orang-orang Yahudi dan Nasrani marah, mereka berkata, ‘Mengapa kami bekerja lebih lama namun dengan upah lebih sedikit?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Adakah aku menzhalimi hak kalian sedikit pun?’ Mereka menjawab, ‘Tidak?’ Dia berkata, ‘Itu adalah kemurahan yang aku berikan kepada siapa yang aku kehendaki.” (HR al-Bukhari [no. 3459], Ahmad [II/6], Malik dan at-Tirmidzi [no. 2871] dari Ibnu ‘Umar r.a.)

Nabi SAW bersabda: “Perumpamaan kaum muslimin, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Nasrani adalah seperti seorang laki-laki yang mempekerjakan suatu kaum guna melaksanakan sebuah pekerjaan untuknya sampai malam, maka mereka bekerja setengah hari. Mereka berkata, ‘Kami tidak membutuhkan upahmu yang engkau janjikan kepada kami, apa yang kami kerjakan ini untukmu.’ Laki-laki itu berkata kepada mereka, ‘Jangan begitu, lanjutkan sisa pekerjaan kalian dan bawalah upah kalian dengan sempurna.’ Namun mereka tetap menolak dan meninggalkannya. Setelah mereka pergi, laki-laki tersebut mempekerjakan para pekerja baru, dia berkata kepada mereka, ‘Lanjutkan pekerjaan hari ini sampai selesai dan kalian mendapatkan upah yang aku katakan untuk mereka.’ Maka mereka bekerja, di waktu ‘Ashar mereka berkata, ‘Apa yang kami kerjakan ini untukmu, upah yang engkau katakan itu juga untukmu.’ Laki-laki itu berkata, ‘Lanjutkanlah sisa hari kalian, hari tinggal menyisakan sedikit lagi.’ Namun mereka menolak. Lalu laki-laki itu menyewa kaum yang lain untuk menyelesaikan sisa pekerjaan hari itu, maka kaum tersebut bekerja menuntaskan pekerjaan sampai terbenam matahari dan mereka mendapatkan upah dua kaum sebelumnya dengan sempurna. Itulah perumpamaan mereka dan perumpamaan apa yang mereka terima dari cahaya ini.” (HR al-Bukhari [no. 2271] dari Abu Musa r.a.)

Bahkan di akhir zaman kelak, tatkala ‘Isa a.s. turun kembali, Allah memerintahkan kepadanya untuk shalat di belakang seorang laki-laki dari umat Muhammad SAW. Hal itu merupakan sebuah penghormatan kepada umat yang penuh berkah dan kebaikan ini.

Nabi SAW bersabda: “Seorang laki-laki di mana ‘Isa putera Maryam shalat di belakangnya adalah dari kami.” (HR Abu Nu’aim dalam kitab al-Mahdi dari Abu Sa’id r.a.)

Bahkan, Nabi SAW telah mensifati umatnya, tentang bagaimana keadaannya pada hari Kiamat nanti, bagaimana hisabnya, dan beliau telah mengabarkan bahwa umat ini merupakan mayoritas penghuni Surga.

Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya umatku dipanggil pada hari Kiamat dengan wajah dan tangan yang bersinar terang karena bekas wudhu’.” (HR Muttafaq alaihi: [al-Bukhari (no.136) dan Muslim (no. 246)] dari Abu Hurairah r.a.)

Nabi SAW bersabda: “Kami adalah umat terakhir namun umat pertama yang dihisab. Dikatakan, ‘Mana umat dari seorang Nabi yang ummi.’ Kita adalah orang-orang terakhir tetapi yang pertama.” (HR Ibnu Majah [no. 4290] dari Ibnu ‘Abbas r.a.)

Nabi SAW bersabda: “Niscaya akan masuk Surga dari umatku tujuh puluh ribu orang atau tujuh ratus ribu orang. Mereka saling berpegangan, tangan sebagian dari mereka memegang erat tangan sebagian yang lain. Orang pertama dari mereka tidak masuk sebelum orang terakhir masuk. Wajah mereka (bersinar terang) ibarat rembulan di malam purnama.” (HR Muttafaq alaihi: [Al-Bukhari (no. 6554) dan Muslim (no. 219)] dari Sahl bin Sa’ad r.a.)

Nabi SAW bersabda: “Aku diberi 70.000 orang dari umatku yang masuk Surga tanpa dihisab, wajah mereka seperti rembulan di malam purnama, dan hati mereka di atas hati satu orang. Aku lalu meminta tambahan kepada Rabb-ku SWT maka Dia memberiku tambahan setiap satu orang dari 70.000 orang itu membawa 70.000 orang yang lain.” (HR Ahmad [I/6] dari Abu Bakar r.a. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rah.a.)

Dalam sebuah riwayat beliau SAW bersabda: “Rabb-ku menjanjikan kepadaku untuk memasukkan 70.000 orang dari umatku tanpa dihisab dan tanpa adzab. Setiap seribu dari mereka diikuti oleh 70.000 dan tiga cidukan tangan dari cidukan-cidukan Rabb-ku.” (HR Ahmad [V/268], at-Tirmidzi [no. 2437] dan Ibnu Hibban (no.7246] dari Abu Ummah r.a. Dishahihkan oleh Syakh al-Albani rah.a.)

Nabi SAW bersabda: “Tidak ada suatu umat melainkan sebagian darinya di Neraka dan sebagian lainnya di Surga, kecuali umatku, seluruhnya di Surga.” (HR al-Khathib al-Baghdadi dari Ibnu ‘Umar r.a.)

Maksudnya, orang yang wafat di atas tauhid sekali pun dia termasuk pelaku dosa-dosa besar, tempat kembalinya tetap ke Surga. Hal ini berbeda dengan pendapat Mu’tazilah bahwa pelaku dosa besar kekal di dalam Neraka. Oleh karena itu, Nabi SAW mengkhususkan hal itu dengan sabdanya, “Umatku.” Dan sudah dimaklumi bahwa orang musyrik dan murtad bukan umat Nabi SAW.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Penduduk Surga itu sebanyak 120 shaff: delapan puluh darinya dari umat ini, sedangkan empat puluh dari umat lain.” (HR Ahmad [V/347], at-Tirmidzi [no. 2546], dan Ibnu Majah [no. 4289] dari Buraidah r.a.)

Aduhai, seandainya kita semuanya merasakan betapa agungnya nikmat Islam seperti yang dirasakan oleh para Sahabat r.a. sehingga mereka mengusai dunia seluruhnya dan Allah Ta’ala memuliakan mereka di setiap belahan bumi.

Inilah Allah Yang Maha Pencipta SWT mengajak kita untuk meresapi nikmat tersebut, memegangnya kuat-kuat, dan tidak meninggalkan dunia kecuali di atasnya.

Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali ‘Imran: 102) [WARDAN/DR]

 

Footnote:

[1] At-Tabshirah karya Ibnul Jauzi (I/585).

[2] Buku Walaa Tamautunna Illaa wa Antum Muslimuun karya Syaikh Mahmud Al-Mishri (hlm. 6) cet. Darul Firdaus

[3] Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 4487), kitab: at-Tafsiir bab: Wa Kadzaalika Ja’alnaakum Ummataw Wasatha…

[4] Al-Hafizh berkata dalam al-Fat-h (VIII/218), “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad jayyid dari Abul ‘Aliyah, dari Ubay bin Ka’ab.”

 

https://darunnajah.com

 

0 komentar:

Posting Komentar