Ada Apa Di Bulan
Haram? (1)
Segala puji bagi Allah yang menjadikan malam dan siang
silih berganti ,sebagai pelajaran (‘ibrah) bagi orang yang ingin mengambil
pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَهُوَ
الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ
أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
Dan Dia
(pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (QS. Al-Furqaan: 62).
Shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada suri teladan kita, Rasulullah Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, hamba-Nya yang paling bersyukur dan utusan-Nya
yang mengajarkan kepada umatnya bagaimana bersyukur dengan sebaik-baiknya, amma
ba’du,
Di dalam
berjalannya waktu,silih bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun,
terdapat pelajaran yang berharga bagi orang yang mau merenungkannya.
Tidak ada
satu tahunpun berlalu dan tidak pula satu bulanpun menyingkir, melainkan dia
menutup lembaran-lembaran peristiwanya saat itu, pergi dan tidak kembali. Jika
baik amal insan pada masa tersebut, maka baik pula balasannya. Namun jika
buruk, penyesalanlah yang mengikutinya!
Bukanlah
inti masalah ada pada : “kapan sebuah bulan telah usai dan kapan ia mulai
menjelang”,akan tetapi yang menjadi inti masalah adalah “dengan apa kita dahulu
mengisi bulan-bulan yang telah berlalu itu” dan “bagaimana kita akan hiasi
bulan-bulan yang akan datang”
Sehingga ia
senantiasa berada dalam dua bentuk tafakkur : tafakkur hisab dan tafakkur
isti’daad!
Tafakkur
(berpikir) yang pertama, yaitu tafakkur hisab (intropeksi). Dia memikirkan dan
menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah silam,lalu dia teringat
(tadzakkur) akan dosa-dosanya,hingga hatinya menyesal,lisannyapun
beristighfar,memohon ampun kepada Rabbnya.
Tafakkur
yang kedua, yaitu tafakkur isti’daad (persiapan). Dia mempersiapkan keta’atan
pada hari-harinya yang menjelang,sembari memohon pertolongan kepada
Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah yang terindah kepada Sang
Penciptanya,terdorong mengamalkan prinsip hidupnya yang terdapat dalam Ayat :
{إياك نعبد وإياك
نستعين }
“Hanya
kepada-Mu lah, kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami menyembah”.
Mengenal
Bulan Haram
Tugas kita
sebagai hamba Allah Ta’ala adalah menghamba, menyembah dan beribadah hanya
kepada-Nya saja serta tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah
Ta’ala menyebutkan tugas kita ini dalam sebuah firman-Nya,
{وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
“Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku saja”.
(QS. Adz-Dzaariyaat:56).
Simaklah
perintah Allah berikut ini,
{وَاعْبُدْ رَبَّكَ
حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}
“Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)”.(QS.
Al-Hijr: 99).
Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan bulan-bulan Haram ini dalam firman-Nya :
{إِنَّ عِدَّةَ
الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
“Sesungguhnya
bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri
kalian di dalamnya.” (QS. At Taubah: 36).
Di dalam
ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala telah menjelaskan pada kita bahwasanya jumlah
bulan dalam setahun berjumlah dua belas bulan. Dan diantara dua belas bulan
tersebut ada empat bulan yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala sebagai bulan-bulan
haram.
Syaikh
Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas,
“Allah
Ta’ala berfirman :
{إِنَّ عِدَّةَ
الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ}
“Sesungguhnya
bilangan bulan disisi Allah”, maksudnya: di dalam ketetapan dan taqdir-Nya,
{اثْنَا عَشَرَ
شَهْرًا}
“ialah dua
belas bulan”, yaitu bulan-bulan yang sudah dikenal tersebut,
{فِي كِتَابِ اللَّهِ}
“dalam
ketetapan Allah ”, maksudnya adalah di dalam hukum- kauni-Nya (taqdir)
{يَوْمَ خَلَقَ السموات وَالْأَرْضَ}
“di waktu
Dia menciptakan langit dan bumi” dan memperjalankan malam serta siangnya,
menetapkan waktu-waktunya, lalu membagi-baginya dalam dua belas bulan ini
{مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ}
“diantaranya
ada empat bulan haram” yaitu : Rajab fard, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah,
Al-Muharram. (Empat bulan ini) dinamakan “bulan Haram” karena kemuliaannya yang
lebih dan dilarangnya melakukan perang di dalamnya.
فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
“maka
janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya”
Kemungkinan
(pertama): Maknanya adalah kata ganti “nya” (disini) kembali kepada dua belas
bulan dan Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa Dia menjadikan dua belas bulan
tersebut sebagai sesuatu yang bernilai bagi hamba-hamba-Nya, ( mereka
tertuntut) untuk memakmurkannya dengan ketaatan, bersyukur kepada Allah Ta’ala
atas anugerah-Nya tersebut dan atas kemanfa’atannya untuk kemaslahatan hamba.
Maka jagalah diri kalian dari menganiaya diri kalian di dua belas bulan-bulan
tersebut!
Kemungkinan
(kedua) : Maknanya adalah kata ganti “nya” (disini) kembali kepada empat bulan
Haram, dan ini berarti larangan bagi mereka untuk berbuat aniaya (zhalim) di
dalam empat bulan Haram tersebut secara khusus, karena kemuliaan empat bulan
tersebut lebih tinggi dan karena kezhaliman yang dilakukan di dalam empat bulan
tersebut lebih berat (pelanggarannya) dibandingkan dengan (jika kezhaliman
tersebut) dilakukan pada bulan-bulan selainnya. Diiringi dengan larangan berbuat
aniaya (zhalim) di setiap waktu.
Dan
termasuk kedalam larangan berbuat aniaya (zhalim) itu adalah larangan berperang
di empat bulan Haram tersebut, (ini) menurut pendapat orang yang mengatakan
bahwa perang di bulan-bulan Haram itu tidaklah dihapus pengharamannya, karena
mengamalkan dalil-dalil umum yang menunjukkan pengharaman perang di dalam
bulan-bulan Haram tersebut.” (Taisiril Karimir Rahman, hal. 372-373).
(Bersambung,
insya Allah)
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar