Mempertahankan
Ketaatan Setelah Ramadhan
Agar tetap istiqamah dalam ketaatan, Kita dekatkan lagi
hubungan dengan Allah melalui untaian doa-doa yang kita langitkan di waktu dan
tempat terbaik dan mustajab untuk berdoa. Foto ilustrasi/ist
Ramadhan akan segera berlalu, dan merupakan karunia besar
bagi hamba-hamba yang beriman adalah bisa bertemu dengan Ramadhan serta dapat
menyempurnakan ibadah di dalamnya hingga akhir bulan Ramadhan. Namun, yang
menjadi pertanyaan, apakah kualitas ketaatan kita selama Ramadhan itu bisa
istiqamah? Apakah pengaruh kebaikan pada diri masih akan terlihat ataukah sudah
memudar setelah Ramadhan berakhir?
Imam Bisyr bin Al-Harits Al-Hafi pernah ditanya tentang
orang-orang yang sungguh-sungguh dan rajin ibadah hanya di bulan Ramadhan, maka
beliau menjawab,
بِئْسَ
الْقَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ للهَ حَقاًّ إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ
الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَيَجْتَهِدُ السَّنَةَ كُلَّهَا
“Mereka
adalah seburuk-buruk kaum, karena tidak mengenal Allah kecuali hanya di bulan
Ramadhan. Sesungguhnya hamba yang saleh adalah yang rajin dan sungguh-sungguh
dalam ibadah dalam setahun penuh.” (Lathaiful Ma’arif, Ibnu Rajab al-Hambali,
313)
Ustadz
Abdul Halim Tri Hantoro, S.Pd.I, aktivis dakwah ini menjelaskan, semestinya
kualitas taat yang sempat kita tingkatkan selama bulan Ramadhan kemarin tetap
kita lanjutkan di bulan-bulan berikutnya meskipun Ramadhan telah berlalu.
Bukankah
kita membutuhkan rahmat Allah baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan?
Bukankah kita membutuhkan pertolongan Allah baik di bulan Ramadhan maupun di
luar Ramadhan? Dan bukankah kita membutuhkan rezeki Allah di bulan Ramadhan
maupun di luar Ramadhan?
Menurutnya,
ada dua aspek istiqamah dalam ketaatan yang perlu dipertahankan setelah
Ramadhan, yakni:
1. Istiqamah
lisan
Pertanda
keistiqamahan seseorang yang paling tampak dan paling kentara adalah
istiqamahnya lisan. Karena dengan lurusnya lisan maka akan ikut luruslah amalan
anggota badannya.
Disebutkan
dalam sebuah hadis dari Abu Sa’id Al’Khudri radhiyallahu ‘anhu yang dinilai
hasan oleh Syaikh Al-Albani, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ
فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ
فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ
اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا
“Jika waktu
pagi tiba seluruh anggota badan menyatakan ketundukannya terhadap lisan dengan
mengatakan, ‘Bertakwalah kepada Allah terkait dengan kami karena kami hanyalah
mengikutimu. Jika engkau baik maka kami akan baik. Sebaliknya jika kamu
melenceng maka kami pun akan ikut melenceng.” (HR. At-Tirmidzi)
Jika di
bulan Ramadhan kita mampu menahan lisan untuk berkata kotor, keji apalagi
berdusta atau memfitnah orang lain, maka setelah ini kita juga harus mampu
menjaganya. Sehingga dengan selamatnya lisan kita dari kemaksiatan, akan
membawa keselamatan anggota badan dari kemaksiatan.
2.
Istiqamah Jawarih (Anggota Badan)
Jika hati
telah tetap dalam keistiqamahan maka anggota badan lain akan mengikutinya.
Anggota badan kita hendaknya dijauhkan dari segala macam kemaksiatan.
Sebagaimana di bulan Ramadhan kita mampu menahan lapar padahal makanan dan
minuman itu halal, maka untuk meninggalkan yang haram di luar bulan Ramadhan
hendaknya kita mampu.
Istiqamah
dalam Ketaatan Setelah Ramadhan
Bertahan
untuk istiqamah dalam ketaatan setelah Ramadhan itu memang berat. Bagaimana
tidak, bulan-bulan setelah Ramadhan tidak memiliki jaminan dibelenggunya setan
sebagaimana ketika bulan Ramadhan. Selain itu tidak ada jaminan juga pintu
Jannah dibuka selebar-lebarnya dan pintu Neraka ditutup serapat-rapatnya
sebagaimana ketika bulan Ramadhan.
"Namun,
jika kita renungi pelan-pelan, kita akan menemukan bahwa justru di situlah
letak hikmah yang sangat luar biasa. Melalui bulan Ramadhan dengan segala
kemudahan ketaatan di dalamnya, Allah subhanahu wata’ala memberi kesempatan
kepada hamba-Nya untuk mendongkrak kembali kualitas ketaatan dan ketakwaannya
setelah sekian bulan tertatih-tatih mengupayakannya dengan kondisi yang serba
berat,"ungkap Ustadz Abdul Halim.
Lalu
kemudian Allah subhanahu wata’ala menguji kembali kualitas taat dan takwa itu
di hari-hari setelah Ramadhan. Perbuatan baik dan berbagai ketaatan yang terus
berlanjut itulah yang tampak sebagai indikator istiqamah dalam ketaatan setelah
Ramadhan.
Seorang
salaf berkata,
“Sesungguhnya
ganjaran perbuatan baik adalah (mendapat taufiq Allah) melakukan kebaikan lagi
setelahnya. Maka barang siapa yang mengerjakan amal kebaikan, lalu dia
mengerjakan amal kebaikan lagi setelahnya, maka itu merupakan tanda diterimanya
amal kebaikan yang pertama.” (Lathaiful Ma’arif, Ibnu Rajab al-Hambali, 311)
Istiqamah
dalam ketaatan ini juga merupakan tanda kejujuran iman seseorang kepada Allah
subhanahu wata’ala. Sama saja apakah amalan itu hukumnya wajib ataupun sunnah.
Contoh
terbaik tentang istiqamah dalam ketaatan ini ada pada Nabi kita, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah suri teladan kita Rasulullah Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diterangkan oleh ibunda Aisyah
radhiyallahu ‘anha.
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَمِلَ عَمَلًا أَثْبَتَهُ – يَعْنِي: جَعَلَهُ
ثَابِتًا غَيْرَ مَتْرُوكٍ -، وَكَانَ إِذَا نَامَ مِنَ اللَّيْلِ، أَوْ مَرِضَ،
صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً.
“Adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau melakukan suatu amalan
maka beliau berusaha untuk meneguhkannya (tidak meninggalkannya). Apabila
beliau tertidur dari shalat malam atau karena sakit, maka beliau menunaikannya
di siang hari sebanyak dua belas rakaat.” (HR. Muslim)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh salah seorang sahabat dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
يَا رَسُول الله، قُلْ لي في
الإسْلامِ قَولًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ.
“Wahai
Rasulullah, katakan kepadaku satu perkataan dalam Islam yang tidak adakn saya
tanyakan kepada selain engkau.”
Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
قُلْ: آمَنْتُ بِاللهِ، ثُمَّ
اسْتَقِمْ
“Katakanlah,
‘Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.”
Lebih dari
itu, orang yang mantap sepenuh hati mengikrarkan diri untuk komitmen istiqamah
dalam ketaatan setelah Ramadhan atau secara umum, Allah subhanahu wata’ala akan
beri jaminan yang tidak tanggung-tanggung.
Allah
subhanahu wata’ala berfirman,
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا
رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ
اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ
كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang berkata, ‘Rabb kami adalah Allah’ kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan
berkata), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
(QS. Fushshilat: 30)
Oleh sebab
itu, beratnya perjuangan untuk tetap istiqamah dalam ketaatan setelah Ramadhan
ini perli kita dorong dengan kekuatan ruh. Kita dekatkan lagi hubungan kita
dengan Allah subhanahu wata’ala melalui untaian doa-doa yang kita langitkan di
waktu dan tempat terbaik dan mustajab untuk berdoa.
Salah satu
doa memohon istiqamah dalam ketaatan setelah Ramadhan yang dapat kita panjatkan
sebagaimana berikut ini:
اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ
ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ، وَيَا مُصَرِّفَ القُلُوْبِ صَرِّفْ
قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
“Ya Allah
Dzat Yang Maha Membolakbalikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.
Ya Allah Dzat Yang Maha Mengarahkan hati, arahkanlah hati kami untuk selalu
taat kepada-Mu.”
Wallahu
A'lam
Widaningsih
0 komentar:
Posting Komentar