Tetap Istiqamah
setelah Ramadhan Meski di Era Corona, Bisakah?
VIVA – Bulan Ramadhan tahun ini telah berlalu. Banyak
keberkahan yang diperoleh dari bulan tersebut. Ramadhan menjadikan setiap
individu menjadi lebih baik. Dalam hal ibadah maupun sosial. Ketika bulan
Ramadhan, umat Islam berlomba-lomba untuk meningkatkan ibadah dari bulan-bulan
sebelumnya. Ramadhan juga dijadikan sebagai momen penting untuk meningkatkan
kualitas ibadah.
Namun yang menjadi pertanyaannya, apakah kita mampu terus
bertahan dengan berbagai kebaikan yang telah kita capai selama Ramadhan? Atau
setelah Ramadhan usai justru menurun?
Banyak amal kebaikan yang dilakukan pada bulan Ramadhan
yang itu meningkat dan berbeda dari sebelum datangnya bulan Ramadhan. Amalan
tersebut seperti membaca al-Qur’an, bangun di malam hari untuk mendirikan
shalat tahajud, beriktikaf, bermuhasabah diri, melakukan banyak kegiatan
sosial, dan sebagainya.
Maka, setelah berakhirnya bulan Ramadhan seharusnya
ibadah-ibadah yang kita lakukan bisa bertahan, berjalan terus menerus. Tidak
hanya sesaat apalagi menurun.
Ketika sudah memasuki bulan Syawal, cenderung amalan yang
menjadi kebiasaan kita mulai menurun, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Yang dulunya ketika bulan Ramadhan amalan yang dilakukan mencapai
pada tingkat puncak. Namun ketika berkhirnya Ramadhan, perlahan kebiasaan itu
menurun layaknya hari-hari biasa sebelum datangnya Ramadhan.
Maka, kita seharusnya perlu mengetahui makna dan tujuan
berpuasa yang sebenarnya agar puasa kita di bulan yang suci ini tidak sia-sia
Untuk itu, niat kita ketika berpuasa harus lillah, ikhlas
karena Allah. Melakukan amalan atau perkerjaan lain pun juga dilandasi dengan
keikhlasan dan diniatkan untuk beribadah kepada Allah. Agar puasa seseorang
baik, maka persiapan menjelang puasa pun dianjurkan. Seperti memperbanyak
puasa, beriktikaf, beristighfar dan lain sebagainya.
Walaupun negeri ini tengah dilanda virus corona, jangan
sampai semangat puasa kita menurun.
Muncullah anggapan tentang seseorang yang “mendadak alim”
ketika datangnya bulan Ramadhan. Apabila niatnya baik dalam menjalankan ibadah
dan senantiasa mengikuti ajaran Rasul, ini tidak salah. Namun, berbeda halnya
jika diniatkan hanya sekedar gaya, pamer dan kepentingan dunia lainnya, maka
tidak diperbolehkan.
Imam Nawawi menyebutnya Ramadhaniyyun, yakni mereka yang
hanya beribadah di bulan Ramadhan dan menemukan Tuhannya di bulan Ramadhan.
Maka, alangkah meruginya orang-orang seperti itu.
Puasa menjadikan orang-orang bertaqwa, senantiasa
menjalankan perintah Allah, dan menjauhi perbuatan buruk. Ciri lain dari orang
bertaqwa ialah selalu ada rasa khawatir dalam dirinya, di dalam hati ditanamkan
rasa khawatir apakah puasa yang dilakukan diterima atau tidak.
Nah, kekhawatiran itulah yang menjadikan kita selalu
ingat kepada Allah dan senantiasa berhati-hati dalam berbuat. Sebagaimana yang
dikatakan Nurul Bariyah “Ingat kepada Allah itu bagian dari ciri orang
bertaqwa.” Namun, untuk orang yang berpuasa hingga sampai pada derajat takwa
tidaklah mudah, harus melalui proses, ada jalan yang harus ditempuh.
Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin menerangkan bahwa,
seseorang yang berpuasa perlu dilandasi dengan keimanan, ridha akan kewajiban
puasa. Orang itu senantiasa mengharap pahala dan ganjaran puasa. Ibarat
seseorang yang sedang menanam. Jika ia terus merawat, memupuk tanamannya
tersebut dengan baik, maka dia akan memetik hasilnya. Itulah hasil dari takwa.
Dalam hadisnya, Rasulullah bersabda, bahwa amalan yang
dicintai Allah ialah yang istiqamah. “Amal yang paling dicintai Allah adalah
amal yang dilakukan terus-menerus meskipun sedikit.” (Bukhari & Muslim).
Hendaknya kita sebagai seorang Muslim untuk selalu beristiqamah dalam
beribadah, baik ketika bulan Ramadhan maupun bulan-bulan setelahnya. “Jika
Rasulullah mengerjakan amal kebaikan, maka beliau(Rasul) akan merutinkannya.”
(HR. Muslim).
Maka dari itu, ada makna tersirat dengan adanya
puasa-puasa sunnah sebelum dan sesudah bulan Ramadhan, seperti dibulan Rajab
sya’ban, dan juga syawal atau bulan-bulan lainnya. Diantaranya dapat menjadikan
amalan-amalan bulan Ramadhan terutama puasa sanantiasa membekas pada
bulan-bulan berikutnya. Salah satu contoh tentang disyariatkannya puasa 6 hari
pada bulan syawal
“barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian
mengikutkannya enam hari di bulan syawal, maka dia akan mendapat pahala seperti
setaun penuh.” (HR. Muslim)
Diharapkan, berbagai amal kebaikan yang telah umat Islam
perbuat selama bulan Ramadhan menjadi karakter. Sehingga akan terus berlanjut
meskipun Ramadhan telah usai. Juga perilaku di bulan Ramadhan seharusnya
menjadikan kita pribadi yang berakhlak baik. Dalam penjelasan mengenai akhlak,
yaitu akhlak Rasul. Sebagaimana dijelaskan Aisyah ra. Bahwa akhlak Rasul adalah
Qur’an. Nah, di bulan Ramadhan inilah momentum yang tepat bagi kita untuk terus
meningkatkan akhlah terpuji.
Tidak hanya amalan yang dipertahankan, tapi segala
sesuatu yang berkaitan dengan hawa nafsu dan penyakit hati yang terkadang kita
lakukan. Seperti sombong, iri, dengki, hasad dan lain sebagainya. Ketika di
bulan Ramadhan kita berhasil mengendalikan dan mempertahankan itu semua.
Tujuannya ialah agar kita bisa terus mengontrol jiwa dari
hawa nafsu dan bisa mengendalikan diri di bulan-bulan berikutnya. Sabagaimana
menurut KH A Hasyim muzadi, Puasa di bulan Ramadhan merupakan sebuah arena
pematangan emosi, intelektual, dan juga spiritual.
Salah satu keberhasilan muslim pada bulan Ramadhan yaitu
diterimanya amal kita. Tanda amalan kita diterima bisa dilihat ketika
dimudahkannya untuk melakukan amal kebaikan selanjutnya. Itu karena Allah telah
memberinya taufiq sehingga ia bisa istiqamah melakukan ibadah-ibadah lain.
Syaikh shalih Al-Fauzan berkata,
“Diantara tanda diterimanya amal kebaikan seorang muslim
di bulan Ramadhan adalah menjadi lebih baik dari sebelum Ramadhan. Karena
kebaikan akan mengajak kepada kebaikan (selanjutnya) dan amal shalih akan
mengajak pada amal shalih lainnya.”
Dengan datangnya bulan syawal, umat Islam diharapkan
mampu untuk menjalani hari-hari setelah bulan Ramadhan dengan hati yang suci,
bersih, setelah saling bermaaf-maafan. Agar lebih meningkatkan lagi ibadah,
amal kebaikan.
Oleh :
IkhsanHidayat
0 komentar:
Posting Komentar