Istiqomah Setelah
Ramadhan
Bulan Ramadhan yang penuh dengan berkah dan keutamaan
berlalu sudah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang celaka karena tidak
mendapatkan pengampunan dari Allah Subhanahu wa ta’ala selama bulan Ramadhan,
sebagaimana tersebut dalam doa malaikat Jibril dan diamini Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
رَغِمَ
أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ
“Celakalah
seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam
keadaan dosa-dosanya belum diampuni (oleh Allah Subhanahu wa ta’ala).” (HR.
Ahmad [2/254], Al-Bukhari dalam al-Adabul mufrad No. 644, Ibnu Hibban No. 907
dan al-Hakim [4/170]; dinyatakan sahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, adz-Dzahabi
dan al-Albani)
Salah
seorang ulama salaf berkata,
من لم يغفر له في رمضان فلن
يغفر له فيما سواه
“Barangsiapa
yang tidak diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadhan, maka tidak akan diampuni
dosa-dosanya di bulan-bulan lainnya.” (dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam Kitab
Latha-iful ma’aarif, hal. 297)
Oleh karena
itu, mohonlah dengan sungguh-sungguh kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar Dia
menerima amal kebaikan kita di bulan yang penuh berkah ini dan mengabulkan
segala doa dan permohonan ampun kita kepada-Nya, sebagaimana sebelum datangnya
bulan Ramadhan kita berdoa kepada-Nya agar Dia Subhanahu wa ta’ala
mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan dalam keadaan hati kita kita dipenuhi
dengan keimanan dan pengharapan akan ridho-Nya.
Imam
Mu’alla bin al-Fadhl berkata,
كانوا يدعون الله تعالى ستة
أشهر أن يُبَلِّغُهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم
“Dulunya
(para salaf) berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala (selama) enam bulan agar
Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa
kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal
sholeh) yang mereka (kerjakan).” (dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam
Kitab Latha-iful ma’aarif, (hal. 174)
Ramadhan
yang Membekas
Lalu muncul
pertanyaan besar: Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah Ramadhan berlalu?
Bekas-bekas kebaikan apa yang terlihat pada diri kita setelah keluar dari
madrasah bulan puasa?
Apakah
bekas-bekas itu hilang seiring dengan berlalunya bulan itu? Apakah amal-amal
kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir?
Jawabannya
ada pada kisah berikut ini. Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya
tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan
Ramadhan, maka beliau menjawab,
بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا
في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد ويجتهد السنة كلها
“Mereka
adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah
kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang sholeh adalah orang yang
rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh.” (dinukil oleh imam
Ibnu Rajab al-Hambali dalam Kitab Latha-iful ma’aarif, hal. 313)
Demi Allah,
inilah hamba Allah Subhanahu wa ta’ala yang sejati, yang selalu menjadi
hamba-Nya di setiap tempat dan waktu, bukan hanya di waktu dan tempat tertentu.
Imam
asy-Syibli pernah ditanya, “Mana yang lebih utama, bulan Rajab atau bulan
Sya’ban?” Maka beliau menjawab,
كن ربانيا ولا تكن شعبانيا
“Jadilah
kamu seorang Rabbani (hamba Allah Subhanahu wa ta’ala yang selalu beribadah
kepada-Nya di setiap waktu dan tempat), dan janganlah kamu menjadi seorang
Sya’bani (orang yang hanya beribadah kepada-Nya di bulan Sya’ban atau bulan
tertentu lainnya).” (dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam Kitab
Latha-iful ma’aarif, hal. 313)
Maka
sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkan rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala
di bulan Ramadhan, bukankah kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan
rahmat-Nya di bulan-bulan lainnya? Bukankah kita semua termasuk dalam
firman-Nya, yang artinya,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Hai
manusia, kalian semua butuh kepada (rahmat) Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha
Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Faathir: 15)
Istiqomah
Inilah
makna istiqomah yang sesungguhnya dan inilah pertanda diterimanya amal sholeh
seorang hamba. Imam Ibnu Rajab berkata, “Sesungguhnya Allah jika Dia menerima
amal (kebaikan) seorang hamba maka Dia akan memberi taufik kepada hamba-Nya
tersebut untuk beramal sholeh setelahnya, sebagaimana ucapan salah seorang dari
mereka (ulama salaf):
ثواب الحسنة الحسنة بعدها فمن
عمل حسنة ثم أَتْبَعَها بَعدُ بحسنة كان ذلك علامة على قبول الحسنة الأولى
Ganjaran
perbuatan baik adalah (taufik dari Allah Subhanahu wa ta’ala untuk melakukan)
perbuatan baik setelahnya. Maka barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan,
lalu dia mengerjakan amal kebaikan lagi setelahnya, maka itu merupakan pertanda
diterimanya amal kebaikannya yang pertama (oleh Allah Subhanahu wa ta’ala),
sebagaimana barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan, lalu dia dia
mengerjakan perbuatan buruk (setelahnya), maka itu merupakan pertanda tertolak
dan tidak diterimanya amal kebaikan tersebut.” (simak Kitab Latha-iful ma’aarif
, hal. 311)
Oleh karena
itulah, Allah Subhanahu wa ta’ala mensyariatkan puasa 6 hari di bulan Syawal,
yang keutamannya sangat besar. Yaitu menjadikan puasa Ramadhan dan puasa 6 hari
di bulan Syawal pahalanya seperti puasa setahun penuh, sebagaimana sabda
Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ
أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ، فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْر
“Barangsiapa
yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa
sunnah) enam hari di bulan Syawal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti
puasa setahun penuh.” (HR. Muslim No. 1164)
Di samping
itu juga untuk tujuan memenuhi keinginan hamba-hamba-Nya yang sholeh dan selalu
rindu untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan puasa dan
ibadah-ibadah lainnya, karena mereka adalah orang-orang yang merasa gembira
dengan mengerjakan ibadah puasa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ:
فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ
“Orang yang
berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar): kegembiraan ketika berbuka
puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah.” (HR. Al-Bukhari No. 7054 dan
Muslim No. 1151)
Inilah
bentuk amal kebaikan yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan
Rasul-Nya, Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ
إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Amal
(ibadah) yang paling dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala adalah amal yang paling
terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (HR. Al-Bukhari No. 6099 dan Muslim
No. 783)
Ummul
mu’minin ‘Aisyah Radhyallahi anha berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam jika mengerjakan suatu amal (kebaikan) maka beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam akan merutinkannya.” (HR. Muslim No. 746)
Inilah
makna istiqomah setelah bulan Ramadhan. Inilah tanda diterimanya amal-amal
kebaikan kita di bulan yang berkah itu. Maka, silakan menilai diri kita
sendiri. Apakah kita termasuk orang-orang yang beruntung dan diterima amal
kebaikannya, atau malah sebaliknya. “Maka ambillah pelajaran (dari semua ini),
wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS al-Hasyr: 2)
Oleh: Ustadz Abdullah Taslim, M.A.
0 komentar:
Posting Komentar