Patokan Boleh Menjamak Shalat Ketika Hujan
Apa patokan atau standar boleh menjamak shalat ketika
hujan? Menjamak shalat artinya menggabungkan dua shalat di salah satu waktunya.
Kita sudah ketahui bersama bahwa di antara keringanan
saat turun hujan adalah jama’ah masjid diperbolehkan menjamak shalat. Inilah di
antara kemudahan syari’at Islam bagi umatnya. Namun sebagian orang terlihat
begitu menggampang-gampangkan menjamak shalat kala itu. Padahal hujan yang
turun tidak deras atau tidak membuat kesulitan untuk beraktifitas.
Dalil Dibolehkannya Menjamak Shalat Saat Hujan
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
جَمَعَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ
وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِى غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ
”Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam pernah menjama’ shalat Zhuhur dan Ashar serta
Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena keadaan takut dan bukan pula karena
hujan.”
Dalam
riwayat Waki’, ia berkata, ”Aku bertanya pada Ibnu ’Abbas mengapa Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan seperti itu (menjama’ shalat)?” Ibnu
’Abbas menjawab, ”Beliau melakukan seperti itu agar tidak memberatkan umatnya.”
Dalam
riwayat Mu’awiyah, ada yang berkata pada Ibnu ’Abbas, ”Apa yang Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam inginkan dengan melakukan seperti itu (menjama’
shalat)?” Ibnu ’Abbas menjawab, ”Beliau ingin tidak memberatkan umatnya.” (HR.
Muslim no. 705)
Ibnu
Taimiyah menjelaskan bahwa jamak shalat yang disebutkan oleh Ibnu ‘Abbas bukan
karena sebab ini dan sebab itu. Oleh karenanya Imam Ahmad berdalil bolehnya
menjamak shalat karena beberapa sebab tersebut karena jika dalam keadaan
genting atau hujan atau safar saja dibolehkan jamak, maka lebih-lebih lagi ada
sebab itu. Jadi, jamak karena sebab-sebab tadi lebih pantas ada karena sebab
lainnya. Walaupun dalam hadits Ibnu ‘Abbas tidak disebutkan jamak karena hujan,
namun jika dipahami jamak karena hujan lebih-lebih dibolehkan. Lihat Majmu’ Al
Fatawa, 24: 76.
Hisam bin
Urwah mengatakan,
أَنَّ أَبَاهُ عُرْوَةَ
وَسَعِيْدَ بْنَ المُسَيَّبَ وَأَبَا بَكْرٍ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ
الحَارِثِ بْنَ هِشَام بْنَ المُغِيْرَةَ المَخْزُوْمِي كَانُوْا يَجْمَعُوْنَ
بَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ فِي اللَّيْلَةِ المَطِيْرَةِ إِذَا جَمَعُوْا
بَيْنَ الصَّلاَتَيْنِ وَلاَ يُنْكِرُوْنَ ذَلِكَ
“Sesungguhnya
ayahnya (Urwah), Sa’id bin Al Musayyib, dan Abu Bakar bin Abdur Rahman bin Al
Harits bin Hisyam bin Al Mughiroh Al Makhzumi biasa menjama’ shalat Maghrib dan
Isya’ pada malam yang hujan apabila imam menjama’nya. Dan mereka tidak
mengingkari hal tersebut.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro 3: 169). Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat Irwa’ul Gholil no.
583)
Ibnu
Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Atsar semisal ini menunjukkan bahwa jamak
ketika turun hujan adalah telah diamalkan sejak dulu di Madinah pada masa
sahabat dan tabi’in. Dan tidak dinukil bahwa seorang sahabat dan tabi’in
mengingkarinya. Dan bisa dipahami bahwa sebenarnya hal itu sudah mutawatir
(dinukil dengan riwayat yang banyak).” (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 24: 83).
Dalil-dalil
lainnya sudah dikemukakan dalam tulisan sebelumnya di Rumaysho.com: Keringan
Ketika Turun Hujan: Dibolehkan Menjamak Shalat
Patokan
Bolehnya Menjamak Shalat Ketika Hujan
Dalam Al
Mughni disebutkan, ”Hujan yang membolehkan seseorang menjama’ shalat adalah
hujan yang bisa membuat pakaian basah kuyup dan mendapatkan kesulitan jika
harus berjalan dalam kondisi hujan semacam itu. Adapun hujan yang rintik-rintik
dan tidak begitu deras, maka tidak boleh untuk menjama’ shalat ketika itu.”
Lihat Al Mughni, 2: 117.
Dalam
Kifayatul Akhyar disebutkan bahwa orang yang tidak bepergian jauh dibolehkan
untuk menjama’ shalat pada waktu pertama dari shalat Zhuhur dan Ashar atau
Maghrib dan Isya’ dikarenakan hujan, menurut pendapat yang benar. Meski ada
juga yang berpendapat bahwa menjama’ karena hujan hanya berlaku untuk shalat
Maghrib dan Isya’ karena kondisi ketika malam itu memang lebih merepotkan.
Hukum ini disyaratkan jika shalat dikerjakan di suatu tempat yang seandainya
orang itu berangkat ke sana akan kehujanan sehingga pakaiannya menjadi basah.
Demikian persyaratannya menurut Ar Rafi’i dan Imam Nawawi.
Sedangkan
Qodhi Husain memberi syarat tambahan yaitu alas kaki juga menjadi basah
sebagaimana pakaian. Al Mutawalli juga menyebutkan hal yang serupa dalam kitab
At Tatimmah. Lihat Kifayatul Akhyar,
hal. 206-207.
Guru kami,
Syaikh Prof. Dr. Sa’ad bin Turkiy Al Khotslan ditanya, “Ketika turun hujan,
kami lihat banyak perbedaan dalam memandang bolehnya menjamak shalat Maghrib
dan ‘Isya’ di berbagai masjid. Apa yang bisa menjadi patokan untuk menjamak dua
shalat ketika turun hujan?”
Beliau
hafizhohullah menjawab, “Tidaklah disyari’atkan untuk menjamak shalat
Zhuhur-Ashar dan Maghrib-‘Isya’ kecuali jika ada kesulitan. Karena pernah
terjadi hujan, namun tidak menjamak shalat. Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah diadakan istisqo’ (minta hujan) ketika khutbah Jum’at, lantas
turunlah hujan selama seminggu. Namun tidak didapati bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjamak shalat selama seminggu penuh.
Tanda
kesulitan yang membolehkan menjamak adalah turunnya hujan sampai membuat
orang-orang sedikit beraktivitas, sedikitnya mobil yang bergerak di
jalan-jalan, sampai-sampai sebagian toko menutup dagangannya dan semacam itu.”
[Sumber
fatwa: http://www.saad-alkthlan.com/text-814]
Wallahu
waliyyut taufiq.
Penulis Muhammad Abduh Tuasikal, MSc - December 30, 2012 859 7
0 komentar:
Posting Komentar