Mengenal Sayidah Aisyah, Istri Rasulullah SAW
JAKARTA, iNews.id - Nama Sayidah Aisyah radhiallahu 'anha
(RA) istri tercinta Nabi Muhammad SAW tentu tidak asing bagi umat Islam. Tak
heran jika lagu berjudul "Aisyah Istri Rasulullah" booming dan
menjadi trending di Youtube.
Banyak YouTuber dan musisi yang membawakan lagu religi
tersebut, mulai dari Putih Abu-abu, Syakir Daulay, Nissa Sabyan, hingga Via
Vallen.
Lagu tersebut menceritakan romantisme Rasulullah SAW
dengan Sayidah Aisyah RA yang telah banyak dikenal. Tak hanya pintar romantis,
Aisyah juga sosok perempuan yang memiliki kecerdasan, bahkan laksana lautan
luas karena kedalaman ilmu dan ketakwaannya.
Di kalangan perempuan, dialah sosok yang banyak menghafal
hadits-hadits Nabi, dan di antara istri-istri Nabi SAW, dia memiliki
keistimewaan yang tidak dimiliki istri Nabi SAW yang lain.
Ayahnya, Abu Bakar Ash Shiddiq adalah sahabat dekat
Rasulullah yang menemani beliau hijrah. Berbeda dengan istri Nabi yang lain,
kedua orang tua Aisyah melakukan hijrah bersama Rasulullah.
Ketika wahyu datang kepada Rasulullah, Jibril membawa
kabar bahwa Aisyah adalah istrinya di dunia dan akhirat, sebagaimana
diterangkan di dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Aisyah :
"Jibril datang membawa gambarnya pada sepotong
sutera hijau kepada Nabi Shallallahu alaihi wassalam., lalu berkata, ini adalah
istrimu di dunia dan akhirat.”
Sayyidah Aisyah lah yang menjadi sebab atas turunnya
firman Allah yang menerangkan kesuciannya dan membebaskannya dari fitnah
orang-orang munafik.
Siti Aisyah adalah putri Abdullah bin Quhafah bin Amir
bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tamim bin Marrah bin Ka’ab bin Luay, yang lebih
dikenal dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq dan berasal dari suku Quraisy
at-Taimiyah al-Makkiyah. Ayahnya adalah ash-Shiddiq dan orang pertama yang
mempercayai Rasulullah ketika terjadi Isra’ Mi’raj, saat orang-orang tidak
mempercayainya.
Menurut riwayat, ibunya bernama Ummu Ruman. Akan tetapi,
riwayat-riwayat lain mengatakan bahwa ibunya adalah Zainab atau Wa’id binti
Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams. Aisyah pun digolongkan sebagai wanita pertama
yang masuk Islam, sebagaimana perkataannya, “Sebelum aku berakal, kedua orang
tuaku sudah menganut Islam.”
Ummu Ruman memberikan dua orang anak kepada Abu Bakar,
yaitu Abdurrahman dan Aisyah. Anak Iainnya, yaitu Abdullah dan Asma, berasal
dan Qatlah binti Abdul Uzza, istri pertama yang dia nikahi pada masa jahiliyah.
Ketika masuk Islam, Abu Bakar menikahi Asma binti Umais
yang kemudian melahirkan Muhammad, juga menikahi Habibah binti Kharijah yang
melahirkan Ummu Kultsum. Aisyah dilahirkan empat tahun sesudah Nabi diutus
menjadi Rasulullah SW.
Ketika dakwah Islam dihambat oleh orang-orang musyrik,
Aisyah melihat bahwa ayahnya menanggung beban yang sangat besar. Semasa kecil
dia bermain- main dengan lincah, dan ketika dinikahi Rasulullah usianya belum
genap sepuluh tahun. Dalam sebagian besar riwayat disebutkan bahwâ Rasulullah
membiarkannya bermain-main dengan teman-temannya.
Pernikahan yang Penuh Berkah
Dua tahun setelah wafatnya Khadijah r.a, datang wahyu
kepada Nabi Shallallahu alaihi wassalam. untuk menikahi Aisyah.
Setelah itu Rasulullah berkata kepada Aisyah, “Aku
melihatmu dalam tidurku tiga malam berturut-turut. Malaikat mendatangiku dengan
membawa gambarmu pada selembar sutera seraya berkata, ‘Ini adalah istrimu.’
Ketika aku membuka tabirnya, tampaklah wajahmu. Kemudian aku berkata kepadanya,
‘Jika ini benar dari Allah, niscaya akan terlaksana.”
Mendengar kabar itu, Abu Bakar dan istrinya sangat
senang, terlebih lagi ketika Rasulullah setuju menikahi putri mereka, Aisyah.
Beliau mendatangi rumah mereka dan berlangsunglah pertunangan yang penuh berkah
itu.
Setelah pertunangan itu, Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam hijrah ke Madinah bersama para sahabat, sementara istri-istri beliau ditinggalkan
di Mekah. Setelah beliau menetap di Madinah, beliau mengutus orang untuk
menjemput mereka, termasuk di dalamnya Aisyah . Karena cuaca buruk yang melanda
Madinah, Aisyah sakit keras dan badannya menyusut seperti juga dialami
orang-orang Muhajirin.
Menyaksikan hal itu, Rasulullah berdoa, “Ya Allah,
jadikanlah kami sebagai orang yang mencintai Madinah sebagaimana cinta kami
kepada Mekah, atau bahkan lebih lagi. Sembuhkanlah penghuninya dan penyakit.
Berikanlah keberkahan kepada kami dalam timbangan dan takarannya. Lindungilah
kami dan penyakit, dan alihkanlah penyakit itu ke Juhfah.”
Allah mengabulkan doa Rasulullah, dan cuaca berangsur
membaik, sehingga hilanglah penyakit yang melanda kaum muhajirin. Aisyah pun
sembuh dan bersiap-siap menghadapi hari pernikahan dengan Rasuhillah
Shallallahu alaihi wassalam.
Dengan izin Allah menikahlah Aisyah dengan maskawin lima
ratus dirham. Ketika ditanya oleh Abu Salamah bin Abdurrahman tentang jumlah
mahar yang diberikan Rasulullah:
“Aisyab menjawab, Mahar Rasulullah kepada istri-irstrinya
adalah dua belas uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu satu nasy itu? Dijawab,
Tidak. Kemudian lanjut Aisyah. Satu nasy itu sama dengan setengah uqiyah, yaitu
lima ratus dirham. Maka inilah mahar Rasulullah terhadap istri-istri beliau.“
(HR. Muslim)
Istri Kecintaan Rasulullah
Sayidah Aisyah tinggal di kamar yang berdampingan dengan
Masjid Nabawi. Di kamar itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut
juga sebagai tempat turunnya wahyu. Di hati Rasulullah, kedudukan Aisyah sangat
istimewa, dan itu tidak dialami oleh istri-istri beliau yang lain. Di dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dikatakan, “Cinta pertama yang
terjadi di dalam Islam adalah cintanya Rasulullah kepada Aisyah.”
Di dalam riwayat Tirmidzi dikisahkan, “Bahwa ada
seseorang yang menghina Aisyah di hadapan Ammar bin Yasir sehingga Ammar
berseru kepadanya, ‘Sungguh celaka kamu. Kamu telah menyakiti istri kecintaan
Rasulullah’.”
Sayidah Aisyah pernah mengalami fitnah yang mengotori
lembaran sejarah kehidupan sucinya, hingga turun ayat Alquran yang menerangkan
kesucian dirinya.
Seperti biasanya, sebelum berangkat perang, Rasulullah
mengundi istrinya yang akan menyertainya berperang. Ternyata undian jatuh
kepada Aisyah, sehingga Aisyah yang menyertai beliau dalam Perang Bani
al-Musthaliq.
Saat itu bertepatan dengan turunnya perintah memakai
hijab. Setelah perang selesai dan kaum muslimin memetik kemenangan, Rasulullah
kembali ke Madinah. Ketika tentara Islam tengah beristirahat di sebuah
pelataran, Aisyah masih berada di dalam sekedup untanya. Pada malam harinya,
Rasulullah mengizinkan rombongan berangkat pulang. Ketika itu Aisyah pergi
untuk hajatnya, dan kembali.
Ternyata, kalung di lehernya jatuh dan hilang, sehingga
dia keluar dan sekedup dan mencari-cari kalungnya yang hilang. Ketika pasukan
siap berangkat, sekedup yang mereka angkat ternyata kosong. Mereka mengira
Aisyah berada di dalam sekedup.
Setelah kalungnya ditemukan, Aisyah kembali ke pasukan,
namun alangkah kagetnya karena tidak ada seorang pun yang dia temukan. Aisyah
tidak meninggalkan tempat itu, dan mengira bahwa penuntun unta akan tahu bahwa
dirinya tidak berada di dalamnya, sehingga mereka pun akan kembali ke tempat
semula.
Ketika Aisyah tertidur, lewatlah Shafwan bin Mu’thil yang
terheran-heran melihat Aisyah tidur. Dia pun mempersilakan Aisyah menunggangi
untanya dan dia menuntun di depannya. Berawal dari kejadian itulah fitnah
tersebar, yang disulut oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ketika tuduhan itu sarnpai ke telinga Nabi, beliau
mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat mereka. Usamah bin Zaid berkata,
“Ya Rasulullah, dia adalah keluargamu … yang kau ketahui hanyalah kebaikan
semata.“ Ali juga berpendapat, “Ya Rasulullah, Allah tidak pernah mempersulit
engkau. Banyak wanita selain dia.”
Dari perkataan Ali, ada pihak yang memperuncing masalah
sehingga terjadilah pertentangan berkelanjutan antara Aisyah dan Ali. Mendengar
pendapat-pendapat dari para sahabat Nabi, bentambah sedihlah Aisyah, terlebih
setelah dia melihat adanya perubahan sikap pada diri Nabi.
Ketika Aisyah sedang duduk-duduk bersarna orang tuanya,
Rasulullah menghampirinya dan bersabda:
“Wahai Aisyah aku mendengar berita bahwa kau telah begini
dan begitu. Jika engkau benar-benar suci, niscaya Allah akan menyucikanmu. Akan
tetapi, jika engkau telah berbuat dosa, bertobatlah dengan penuh penyesalan,
niscaya Allah akan mengampuni dosamu.”
Aisyah menjawab, “Demi Allah, aku tahu bahwa engkau telah
mendengar kabar ini, dan ternyata engkau mempercayainya. Seandainya aku katakan
bahwa aku tetap suci pun, niscaya hanya Allahlah yang mengetahui kesucianku,
dan tentunya engkau tak akan mempercayaiku. Akan tetapi, jika aku mengakui
perbuatan itu, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tetap suci, maka kau akan
mempercayai perkataanku. Aku hanya dapat mengatakan apa yang dikatakan Nabi
Yusuf, ‘Maka bersabar itu lebih baik’. Dan Allah pula yang akan menolong atas
apa yang engkau gambarkan.”
Aisyah sangat mengharapkan Allah menurunkan wahyu
berkaitan dengan masalahnya, namun wahyu itu tidak kunjung turun. Baru setelah
beberapa saat, sebelum seorang pun meninggalkan rumah Rasulullah, wahyu yang
menerangkan kesucian Aisyah pun turun kepada beliau. Rasulullah segera menemui
Aisyah dan berkata, “Hai Aisyah, Allah telah menyucikanmu dengan firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari
mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar.” (QS. An-Nuur : 11).
Sayidah Aisyah memiliki wawasan ilmu yang luas serta
menguasai masalah-masalah keagamaan, baik yang dikaji dari Al-Qur’an,
hadits-hadits Nabi, maupun ilmi fikih. Tentang masalah ilmu-ilmu yang dimiliki
Aisyah ini, di dalam Al-Mustadrak, al-Hakim mengatakan bahwa sepertiga dari
hukum-hukum syariat dinukil dan Aisyah.
Perempuan mulia bergelar Ummul Mukminin itu adalah orang
yang paling dekat dengan Rasulullah sehingga banyak menyaksikan turunnya wahyu.
“Aku pernah melihat wahyu turun kepada Rasulullah pada
suatu hari yang sangat dingin sehingga beliau tidak sadarkan diri, sementara
keringat bercucuran dari dahi beliau.“ (HR. Bukhari)
Sayidah Aisyah pun memiliki kesempatan untuk bertanya
langsung kepada Rasulullah jika menemukan sesuatu yang belum dia pahami tentang
suatu ayat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dia memperoleh ilmu langsung
dan Rasulullah.
Siti Aisyah termasuk perempuan yang banyak menghafalkan
hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wassalam, sehingga para ahli hadits
menernpatkan dia pada urutan kelima dari para penghafal hadits setelah Abu
Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas.
Sayidah Aisyah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki
siapa pun, yaitu meriwayatkan hadits yang langsung dia peroleh dan Rasulullah
dan menghafalkannya di rumah.
Karena itu, sering dia meriwayatkan hadits yang tidak
pernah diriwayatkan oleh perawi hadits lain. Para sahabat penghafal hadits
sering mengunjungi rurnah Aisyah untuk langsung memperoleh hadits Rasulullah
karena kualitas kebenarannya sangat terjamin.
Siti Aisyah dikenal sebagai perawi hadits yang
mengistinbath hukum sendiri ketika kejelasan hukumnya tidak ditemukan dalam
Alquran dan hadits lain.
Dalam hal ini, Abu Salamah berkata, “Aku tidak pernah
melihat seorang yang lebih mengetahui Sunnah Rasulullah, lebih benar
pendapatnya jika dia berpendapat, lebih mengetahui bagaimana Al-Qur’an turun,
serta lebih mengenal kewajibannya selain Aisyah.”
Ilmu Aisyah mulai tampak pada masa kekhalifahan Umar,
sehingga para sahabat besar senantiasa merujuk pendapat Aisyah jika mereka
dihadapkan pada permasalahan- permasalahan yang berkenaan dengan kaum muslimin.
Dalam hidupnya yang penuh dengan jihad, Sayyidah Aisyah
wafat pada usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun ke-58
hijriah, dan dikuburkan di Baqi’. Kehidupan Aisyah penuh kernuliaan, kezuhudan,
ketawadhuan, pengabdian sepenuhnya kepada Rasulullah, selalu beribadah, serta
senantiasa melaksanakan shalat malam.
Bahkan dia sering memberikan anjuran untuk shalat malam
kepada kaum muslimin. Dari Abdullah bin Qais, Imam Ahmad menceritakan, “Aisyah
berkata, ‘Janganlah engkau tinggalkan shalat malam, karena sesungguhnya
Rasulullah tidak pernah meninggalkannya. Jika beliau sakit atau sedang malas,
beliau melakukannya sambil duduk.”
Aisyah memiliki kebiasaan untuk memperpanjang shalat.
Selain itu, banyak mengeluarkan sedekah sehingga di dalam rumahnya tidak akan
ditemukan uang satu dirham atau satu dinar pun. Nabi Shallallahu alaihi
wassalam. pernah bersabda, “Berjaga dirilah engkau dari api neraka walaupun
hanya dengan sebiji kurma.”
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Aisyah
dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Wallahu A'lam Bish Showab.
(Sumber:
PISS-KTB)
1 komentar:
Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802
Posting Komentar