Allah Di Atas
‘Arsy-Nya, Namun Allah juga Bersama dan Dekat dengan Hamba-Nya
Alhamdullillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan
fiih kamaa yuhibbu robbuna wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad
wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Keutamaan Mengimani bahwa Allah Senantiasa Bersama
Hamba-Nya
Seseorang pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
وَمَا
تَزْكِيَةُ النَّفْسِ ؟
“Apa yang
dimaksud hati yang bersih (suci)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab,
« أَنْ يَعْلَمَ
أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ مَعَهُ حَيْثُ كَانَ »
“(Yaitu)
seseorang mengetahui bahwa Allah ‘azza wa jalla selalu bersamanya di mana saja
dia berada.” (HR. Thobroni dalam Al Mu’jam Ash Shogir. Hadits ini dishohihkan
oleh Syaikh Al Albani di As Silsilah Ash Shohihah no. 1046)
Dalam
riwayat Ath Thobroni terdapat riwayat,
« إِنَّ أفْضَلَ
الإِيْمَانِ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ اللهَ مَعَكَ حَيْثُمَا كُنْتَ
»
“Iman yang
paling utama adalah engkau mengetahui bahwa Allah bersamamu di mana saja engkau
berada.” (HR. Ath Thobroni dalam Al Awsath. Hadits ini didho’ifkan oleh Syaikh
Al Albani sebagaimana disebutkan dalam Dho’iful Jami’ no. 1002)
Allah
Selalu Bersama Kita Di Mana Saja Kita Berada
Mengenai
hal ini kita dapat melihat dalam banyak dalil. Di antara dalil-dalil mengenai
hal ini telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al
‘Aqidah Al Wasithiyah. Berikut kami bawakan dalil-dalil yang beliau sampaikan.
[1] Dalil
mengenai kebersamaan Allah yang bersifat umum Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ
السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dialah
yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di
atas arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan
Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al Hadid [57] : 4)
Allah
Ta’ala berfirman,
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ
يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ
إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى
مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ
يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ
“Tidakkah
kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan
di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah
keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah
keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau
lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah
mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al
Mujadilah [58] : 7)
[2] Dalil
mengenai kebersamaan Allah yang bersifat khusus Allah Ta’ala berfirman,
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ
مَعَنَا
“Janganlah
kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At Taubah [9] : 40)
إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
“Sesungguhnya
Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thoha [20] : 46)
Allah
Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ
اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. An Nahl [16] : 128)
وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ
مَعَ الصَّابِرِينَ
“Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Anfal [8] : 46)
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ
غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Berapa
banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak
dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah
[2] : 249)
Inilah
ayat-ayat yang menjelaskan kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya. Dari ayat-ayat
di atas menunjukkan bahwa Allah bersama makhluk-Nya secara umum termasuk
kebersamaan dengan orang beriman dan orang kafir, orang yang berbuat baik dan
berbuat jahat. Juga ada ayat-ayat yang menunjukkan kebersamaan Allah secara
khusus yaitu kebersamaan khusus berkaitan dengan sifat seperti Allah bersama
dengan orang-orang yang bertakwa. Ada pula kebersamaan khusus yang berkaitan
dengan person tertentu seperti dalam surat At Taubah ayat 40 di atas. Dalam
ayat tersebut dikisahkan bahwa Abu Bakr dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berada di dalam goa untuk melindungi diri dari kejaran orang-orang musyrik.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Abu Bakr,
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ
مَعَنَا
“Janganlah
kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At Taubah [9] : 40)
Inilah dua
macam kebersamaan. Ada kebersamaan yang bersifat umum. Ada pula kebersamaan
yang bersifat khusus dan ini bisa dimaksudkan kebersamaan Allah berkaitan
dengan sifat atau kebersamaan Allah berkaitan dengan person tertentu. Demikian
penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin yang kami sarikan dari Syarh
Al Aqidah Al Wasithiyah, hal. 253-254.
Allah
Juga Dekat
Sebagaimana
hal ini terdapat dalam ayat berikut.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي
عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), “Aku itu
dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al
Baqarah [2] : 186)
Begitu juga
terdapat dalil dalam Shohih Muslim pada Bab ‘Dianjurkannya merendahkan suara
ketika berdzikir’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى تَدْعُونَهُ
أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَةِ أَحَدِكُمْ
“Yang
kalian seru adalah Rabb yang lebih dekat pada salah seorang di antara kalian
daripada urat leher unta tunggangan kalian.” (HR. Muslim no 2704)
Wahyu
Ilahi Tidak Mungkin Bertentangan Sama Sekali
Setelah
kami menyampaikan dua point pembahasan yaitu kebersamaan Allah atau kedekatan
Allah dan keberadaan Allah di atas langit, maka janganlah kita bingung dengan
mengatakan, ‘Kok seolah-olah kedua dalil ini bertentangan.’ Janganlah kita
bingung mengenai dua ayat semacam ini. Berbagai dalil mengenai keberadaan Allah
di atas langit sudah sangat jelas dan gamblang, sebagaimana kami jelaskan di
muka dan kami sertakan dengan berbagai pendapat ulama. Begitu pula dalil-dalil
mengenai kebersamaan dan kedekatan Allah juga sangat jelas. Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Segala
sesuatu di dalam Al Qur’an yang engkau sangka mengalami pertentangan menurut
yang engkau lihat, maka renungkanlah kembali sampai engkau mendapat kejelasan.
Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ
غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Kalau
kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An Nisa’ : 82) Jika engkau masih
belum mendapatkan kejelasan, wajib bagimu menempuh jalan Ar Rosikhuna fil ‘Ilmi
(orang-orang yang kokoh ilmunya). Orang-orang yang kokoh ilmunya ini
mengatakan,
آَمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ
عِنْدِ رَبِّنَا
“Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Rabb kami..” (QS. Ali Imron [3]: 7) …
Kedangkalan ilmu atau kepahaman sebenarnya ada padamu. Ketahuilah bahwa Al
Qur’an tidaklah mungkin bertentangan sama sekali.” (Syarh Al Qowa’idul Mutsla,
hal. 286)
Dalam kitab
Al ‘Aql wan Naql (1/43-44) ada suatu kaedah yang bermanfaat yang diisyaratkan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Kaedah ini adalah bagaimana apabila terjadi
pertentangan antara dua dalil. Dua dalil tersebut mengkin saja sama-sama qoth’i
(dalil tegas), atau sama-sama zhonni (dalil masih prasangka) atau ada yang
qoth’i dan ada yang zhonni. Berikut penjelasan ketiga dalil ini:
Pertama
adalah jika dua dalil sama-sama qoth’i (pasti). Maka untuk dalil semacam ini
sangat mustahil terjadi pertentangan. Kalau kita mengatakan kedua dalil semacam
ini saling bertentangan, maka ini akan menghilangkan salah satu dalil dan ini
tidak mungkin. Jika kita menyangka bahwa kedua dalil semacam ini saling
bertentangan, maka salah satunya tidak qoth’i lagi. Jadi dua dalil qoth’i
semacam ini tidaklah mungkin bertentangan. Oleh karena itu, dalil yang satu
harus kita bawa kepada dalil lainnya atau sebaiknya. Dan jika kita mau
menghapus (menaskh) salah satu dalil, maka harus tahu manakah dalil yang datang
dahulu (mansukh = dalil yang dihapus) dan manakah dalil yang datang belakangan
(nasikh = dalil yang menghapus).
Kedua
adalah jika dua dalil sama-sama zhonni (sangkaan), mungkin dari sisi pendalilan
atau dari sisi shohih atau tidaknya dalil. Maka untuk kasus semacam ini
dibutuhkan tarjih (menguatkan salah satu dalil). Kemudian jika sudah jelas
manakah dalil yang lebih kuat, kita harus mendahulukan dalil yang rojih (dalil
yang lebih kuat). Ketiga adalah jika salah satu dalil qoth’i (pasti) dan dalil
lain zhonni (sangkaan). Maka pada saat ini, kita harus mendahulukan dalil yang
qoth’i dan ini adalah cara yang disepakati oleh orang yang memiliki akal sehat.
Karena yang yakin (pasti) tentu saja tidak bisa dihilangkan dengan dalil yang
hanya sangkaan (zhon).
Muhammad Abduh
Tuasikal, MSc
0 komentar:
Posting Komentar