Ini Doa Hamba Allah
yang Menembus Langit Menurut Ibnu Athaillah Sela
Tidak sedikit dari kita kerap berburuk sangka kepada
Allah. Kita sering mengira bahwa Allah mengabaikan hamba-Nya hanya karena
bencana dan derita yang kita alami. Padahal ujian dan cobaan yang kemudian
“memaksa” kita untuk bermunajat kepada-Nya adalah cara Allah memilih hamba-Nya.
Hal ini disinggung dengan jelas oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam hikmah berikut
ini.
متى
أطلق لسانك بالطلب فأعلم أنه يريد أن يعطيك
Artinya,
“Ketika Allah SWT menggerakkan lidahmu melalui sebuah doa, ketahuilah bahwa Dia
ingin memberikan karunia-Nya kepadamu.”
Dari sini
kita dapat memahami bahwa orang-orang yang berdoa dan bermunajat merupakan
hamba-hamba pilihan Allah. Ketika Allah menjatuhkan pilihan-Nya kepada kita
atas sebuah cobaan, pada hakikatnya Dia mengasihi kita yang kemudian
memperkenankan kita untuk bermunajat kepada-Nya. Demikian uraian Syekh Ibnu
Abbad atas hikmah ini.
عن أنس
بن مالك رضى الله عنه قال قال رسول الله إذا أحب الله عبدا صب عليه البلاء صبا
وسحه عليه سحا فإذا دعا قالت الملائكة صوت معروف وقال جبريل يا رب عبدك فلان اقض
حاجته فيقول الله "دعوا عبدي فإني أحب أن أسمع صوته" فإذا قال يا رب قال
الله تعالى لبيك عبدى وسعديك لاتدعونى بشئ الا استجبت لك ولا تسألنى شيئا الا
أعطيتك إما أن إعجل لك ما سألت وإما أن أدخر لك عندى أفضل منه وإما أن أدفع عنك من
البلاء ما هو أعظم من ذلك.
Artinya,
“Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Bila Allah
jatuh cinta kepada salah seorang hamba-Nya, maka Allah mengucurkan dan
mengalirkan ujian kepadanya. Kalau ia lantas bermunajat, malaikat bergumam,
‘suara orang ini tak asing.’ Lalu Jibril memberanikan diri, ‘Ya Allah, itu
suara si fulan, hamba-Mu. Penuhilah permintaannya.’ Allah menjawab, ‘Para
malaikat, biarkanlah ia. Aku senang mendengar suara munajatnya.’ Kalau ia
menyeru, ‘Tuhanku.’ Allah menjawab, ‘Labbaik wa sa‘daik (aku sambut
panggilanmu) wahai kekasih-Ku. Tiada satupun yang kau doakan, melainkan pasti
Kukabulkan. Tiada satupun permintaanmu, melainkan pasti Kuberikan. Bisa jadi
Kukabulkan segera doamu. Bisa jadi Kutangguhkan permintaanmu dan Kuganti dengan
yang lebih baik. Bisa jadi juga Kuhindarkan dirimu dari bala yang lebih berat
ketimbang bencana itu,’’” (Lihat Ibnu Abbad, Syarhul Hikam, Semarang, Maktabah
Al-Munawwir, juz I, halaman 76).
Syekh Ibnu
Abbad mengutip hadits Rasulullah SAW bahwa mereka yang dikasihi dan dicintai
Allah adalah hamba-hamba-Nya yang diperkenankan untuk bermunajat kepada-Nya
berlama-lama melalui pintu ujian dan cobaan. Allah menginginkan mereka yang
menerima cobaan untuk sering-sering menghadap-Nya.
Lalu
bagaimana dengan pengabulan doa dan permohonan dalam munajat kita? Lagi-lagi,
kita tidak perlu khawatir. Allah takkan mengingkari dan menelantarkan hamba-Nya
sebagai disinggung Syekh Syarqawi berikut ini.
ولقوله عليه الصلاة والسلام
من أعطى الدعاء لم يحرم الإجابة أى اما بعين المطلوب أو بغيره عاجلا أو آجلا قال
بعضهم هذا اذا كان الدعاء صادرا عن اختيار وقصد أما اذا جرى على اللسان من غير قصد
فان الاجابة بعين المطلوب لا تكاد تتخلف
Artinya,
“Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang dikaruniakan ibadah doa, maka ia
takkan luput dari ijabah,’ baik ijabah atas hajat yang disebutkannya di dalam
doa maupun ijabah atas hajat yang tidak disebutkan (substitusi) entah dalam
waktu seketika atau ditangguhkan. Sebagian ulama memahami bahwa itu berlaku
pada doa yang didasarkan pada saat orang memiliki pilihan dan disengaja. Untuk
doa yang terlompat begitu saja dari mulut tanpa sengaja dan terencana, ijabah
atas hajat yang terucap hampir-hampir tidak meleset dan tidak tertunda,” (Lihat
Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, Indonesia, Daru Ihyail Kutub Al-Arabiyah, juz I,
halaman 75).
Penjelasan
Syekh Syarqawi ini jelas bahwa doa pasti dikabulkan tetapi dalam tempo yang
tidak bisa ditentukan dan dalam bentuk yang tidak bisa kita pastikan. Bisa jadi
kita menunggu-tunggu pengabulan doa dan hajat kita, padahal Allah sudah
kabulkan dalam bentuk yang lain. Ini juga yang kerap membuat kita berburuk
sangka kepada Allah.
Di samping
itu, orang yang berdoa terbagi atas dua kondisi. Ada mereka yang sedang dalam
kondisi lapang sehingga mereka berdoa dengan terencana. Tetapi ada orang yang
bermunajat kepada Allah dalam kondisi darurat, terjepit, kepepet, sehingga
mereka tidak lagi berdoa secara terencana. Mereka yang kepepet dan dalam
kondisi darurat kerap diijabah Allah sesuai bentuk hajat yang mereka perlukan,
yaitu mereka yang kelaparan, yang membutuhkan jaminan perlindungan dan
keamanan, mereka yang membutuhkan hak hidup, mereka yang dalam kondisi sulit
dan sempit lainnya.
Doa atau
munajat di sini bisa dalam bentuk ubudiyah (semata penghambaan kepada Allah dan
menganggap bahwa doa memang bagian dari ibadah). Tetapi ada juga mereka yang
berdoa dan bermunajat kepada Allah karena spontanitas semata-mata lantaran
kepepet dan tidak menemukan jalan lain (yang memang tidak menganggap doa
sebagai salah satu bentuk ibadah) sebagaimana disinggung Syekh Zarruq (Lihat
Syekh Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman
99). Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)
0 komentar:
Posting Komentar